Qa’idah 1
كل من فسر القرآن فعليه بعلم التفسير
Setiap orang yang menafsirkan al-Qur’an, maka ia harus menguasai Ilmu Tafsir
A. Penjelasan Qa’idah
Al-Qur’an adalah kitab pedoman umat Islam dalam segala aspek kehidupan,
dalam beribadah secara khusus maupun ibadah secara umum, yakni dalam segala
aspek kehidupan. Apabila dipahami dengan benar, maka ibadah akan menjadi benar,
tetapi sebaliknya apabila dipahami dengan pemahaman yang salah, maka ibadah akan
menjadi salah. Bila pemahaman al-Qur’an salah dan ibadah menjadi salah, maka
dapat berakibat fatal kepada pribadi maupun orang lain.
Bagaimana memahami al-Qur’an dengan benar?, Ulama telah menetapkan
kriteria pemahaman al-Qur’an yang benar, yaitu dengan menggunakan ilmu tafsir.
Apakah ilmu tafsir itu? Ulama menjelaskan definisi ilmu tafsir antara lain:
1. Az-Zarqani mendefinisikan:
tafsir menurut istilah adala ilmu yang membahas tentang dalalah (makna) al-
Qur’an menurut yang dikehendaki oleh Allah SWT. sesuai kemampuan manusia
2. Az-Zarkasyi mendefinisikan:
tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab Allah SWT. (al-Qur’an)
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. menjelaskan maknanya,
menggali hukum dan hikmahnya, dan bersumber dari ilmu bahasa, nahwu, sharaf,
ilmu bayan, ushul fiqh, qiraat, isbab an-nuzul dan nasikh Mansukh
Dalam Ilmu Tafsir selalu ada qawa’id kulliayah (kaidah umum) sebagaimana
adanya penetapan qa’idah an-Naskh ketika menafsirkan ayat naskh, maka
kumpulan dari qaidah-qaidah itu disebut ilmu taghlib (ilmu general). Banyak
ulama yang menaruh perhatian besar dengan menghitung kulliyat yang terkait
dengan al-Qur’an. Ibnu Faris mengumpulkan qa’idah-qa’idah itu kemudian as-
Suyuthi mengutipnya dalam kitab al-Itqan, begitu juga Abu al-Baqa al-Kafawi
dalam Kulliyat-nya, maka qa’idahqa’idah itu haruslah ditambahkan dalam bentuk-
bentuk masalah tafsir dengan qawa’id kulliyah.
C. Contoh dan Praktek
Contoh Penafsiran yang bathil:
1. Allah SWT. Berfirman dalam surah An-Nisa’ ayat 164 :
ك ۚ َو َكلَّ َم ٱهَّلل ُ ُمو َس ٰى تَ ْكلِي ًما َ صصْ ٰنَهُ ْم َعلَ ْي
َ ك ِمن قَ ْب ُل َو ُر ُساًل لَّ ْم نَ ْقصُصْ هُ ْم َعلَ ْي َ ََو ُر ُساًل قَ ْد ق
Yang artinya: “dan (kami telah mengutus) rasul-rsul yang sungguh telah
kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak
kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada
Musa dengan langsung” (T.Q.S. an-nisa 164)
(وأن معناه وج ّرح هللا موسى بأظفار المحن ومخالب الفتن )وكلم هللا
2. Az-Zamakhsyari menafsirkan firman Allah SWT. “wa kallam Allah”, bahwa
maknanya adalah ‘Allah SWT. melukai Nabi Musa dengan kuku-kuku ujian
dan cengkeram-cengkeram cobaan’. Ar-Razi mengatakan bahwa tafsir ini
adalah bathil, begitu juga Abu Hafsh Umar bin Ali bin Adil ad-Dimasyqi al-
Hanbali mengatakan bahwa tafsir az-Zamakhsyari tersebut adalah bathil.