DARUSSALAM, NOVEMBER 2020 Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 sebelum Amandemen
“Undang-Undang Dasar 1945
mengamanatkan bahwa: ”Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini” TEORI KENYATAAN awalnya muncul dan berkembang setelah ditulis oleh Van Vollenhoven dalam bukunya Adatrecht Jilid 2 dengan mengemukakan: “Bahwa dalam hal ini orang tidak harus menggunakan sesuatu teori, tetapi harus meneliti kenyataan. Apabila hakim menemui, bahwa ada peraturan-peraturan adat, tindakan- tindakan (tingkah laku) yang oleh masyarakat dianggap patut dan mengikat para penduduk serta ada perasaaan umum yang menyatakan bahwa peraturan-peraturan itu harus dipe rtahanankan oleh para Kepala Adat dan petugas hukum lain- lainnya, maka peraturan-peraturan itu terang bersifat hukum”. • Logemann, norma-norma hidup adalah norma- norma pergaulan hidup bersama, yaitu peraturan- peraturan tingkah laku yang harus diturut oleh segenap warga pergaulan hidup bersama itu. Maka bila ternyata, bahwa ada suatu norma yang berlaku, norma itu tentu mempunyai sanksi, ialah sanksi apapun; dari paling ringan sampai paling berat. Orang dapat menganggap segala norma yang mempunyai sanksi itu semuanya adalah norma hukum. TEORI KEPUTUSAN beslissingen leer- TER HAAR adat istiadat berubah menjadi hukum adat pada saat adat istiadat digunakan oleh fungsionaris hukum adat sebagaI hukum untuk menyelesaikan kasus yang dihadapkan kepadanya baik di dalam mauun di luar sengketa. Jadi, perubahan menjadi hukum adat diperlukan tindakan formal. Fungsionaris hukum adat merupakan lembaga formal yang dapat membentuk hukum adat. TEORI RECEPTIO IN COMPLEXU (C.F. Winter dan Solomon Keyzer-Van Den Berg) • Bahwa orang Islam di Jawa telah menerima masuknya hukum Islam secara integral sehingga mengikat terhadap masyarakat yang bersangkutan. Namun demikian, disyaratkan bahwa hukum Islam hanya berlaku untuk penduduk bumiputera sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Jadi, hukum yang berlaku bagi bumiputera adalah hukum agamanya karena dengan masuknya seseorang ke dalam suatu agama, maka ia dianggap menerima sepenuhnya dan tunduk pada hukum agamanya yang bersangkutan. • Teori receptio in complexu tersebut mampu mempengaruhi alam pikir pembuat undang-undang pemerintahan Hindia Belanda. Sehingga lahirlah Pasal 75 RR yang berbunyi: “kecuali bagi mereka yang telah menyatakan berlakunya atau dalam hal orang Indonesia asli (bumiputera) dan Timur Asing telah dengan sukarela tunduk pada hukum perdata eropa, oleh para hakim untuk orang pribumi dipergunakan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan-kebiasaan golongan bumiputera, sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas yang diakui umum tentang kepatutan dan keadilan”. TEORI RECEPTIE (C Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven) • Dalam perkembangannya, teori receptio in complexu dikritik oleh C Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven. Bagi Snouck dan Van Vollenhoven, hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia adalah terlepas dari agama yang dianutnya, yakni hukum adat (adatrecht). Ini berarti hukum Islam meresepsi ke dalam dan berlaku sepanjang dikehendaki oleh hukum adat. Dari sini terlihat ada dua entitas hukum yang berbeda, yakni hukum Islam dan hukum adat. • Teori receptie memilah antara hukum Islam dan hukum adat. Meskipun dalam perjalanannya, hukum adat yang berlaku hampir sepenuhnya merupakan bagian dari hukum Islam yang dianut masing-masing wilayah. • Pengaruh konkrit teori ini diwujudkan melalui perubahan substansi Pasal 75 RR menjadi Pasal 131 IS yang berbunyi: “bagi golongan hukum Eropa berlaku hukum Eropa, yang isinya sama dengan isi hukum yang berlaku di Negeri Belanda. sedangkan bagi golongan bumiputera dan golongan Timur Asing berlaku hukum adatnya masing-masing, kecuali jika kepentingan umum dan kepentingan sosial yang nyata dari mereka menghendaki lain,..”. TEORI RECEPTIO A CONTRATIO (Hazairin) • Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 datang kritikan terhadapa teori receptie tersebut. Adalah Hazairin dalam bukunya “Tujuh Serangkai tentang Hukum” yang dengan tegas mengkritik teori receptie. Menurut Hazairin, teori tersebut merupakan hasil karya mereka yang anti Islam sehingga bertentangan dengan al-Quran dan iman Islam. • Teori receptio a contratio sebagai antitesis dari teori yang dikembangkan Snouck dan Van Vollenhoven di atas. Hukum adat sesungguhnya merupakan sesuatu yang berbeda dan tidak dapat, serta tidak boleh dicampuradukkan dengan hukum Islam sehingga keduanya harus terpisah. Hukum adat timbul semata-mata dari kepentingan hidup kemasyarakatan dan dijalankan atas ketaatan anggota- anggota masyarakat atau apabila ada pertikaian, maka akan diselesaikan atau dijalankan oleh penguasa adat sebagai penguasa dan sekaligus hakim pada pengadilan negeri. • Sementara sengketa-sengketa dalam ruang lingkup hukum Islam diselesaikan di peradilan agama (Aceh: Mahkamah Syar’iyyah) yang kedudukannya akan lebih baik. Dengan demikian, menurut Hazairin, hukum adat baru berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam. TEORI PENETRATION (De Josselin de Jong) • Cenderung dilihat dari kajian antropologi budaya • Pengaruh Islam mempengaruhi suatu kepercayaan tertentu dan mewujudkan dalam Islam yang berdasarkan atas kebudyaan masyarakat. • Teori ini mempercayai bahwa, Islam telah masuk ke Indonesia secara damai, toleran dan konstruktif serta mengakar dalam kesadaran penduduk Indonesia sehingga membawa pengaruh yang bersifat normatif dalam kebudayaannya. TEORI SINKRITISME (MB Hooker) • Tidak ada satu pun sistem, baik hukum adat maupun hukum Islam, yang saling menyisihkan. • Kedua sistem hukum tersebut berlaku dan memiliki daya ikat sederajat. Namun kesamaan derajat berlakunya dua sistem hukum ini tidak selamanya berjalan dalam alur yang searah karena pada saat-saat tertentu dimungkinkan terjadinya konflik. TEORI ZAT (Teuku Muttaqin Mansur, 2017) • Islam pertama masuk ke nusantara adalah melalui Aceh dan kemudian berkembang meluas hingga ke semenanjung Malaysia, Brunei, Thailand (Pattani). • Teori ini didasari pada filofosi (hadih maja)masyarakat Aceh sejak Islam diterima dan berkembang, yakni: “Hukoem (Islam) ngoen adat hanjuet cre, lagee zat ngoen sifuet”. • Pengaruh ini kemudia muncul filosofi lain dalam bahasa Melayu: “adat bersendikan hukum, hukum bersendikan kitabullah” • Jadi teori ini dapat diartikulasikan dimana hukum Islam dan Hukum adat yang diterima dan dijalankan adalah hukum yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Jika bertentangan, maka hukum adat dengan sendirinya batal atau masyarakat akan menolak keberlakuannya. • Dalam praktik, sudah banyak hukum adat (adat istiadat) yang bertentangan hukum Islam tidak diamalkan lagi oleh masyarakat. TERIMA KASIH