Anda di halaman 1dari 23

JKN-BPJS : PENGADAAN, DISTRIBUSI DAN

DISPENSING OBAT

Nama Anggota :
1. Leliana Noor ulfah (1808020324)
2. Khiqmah Yuliani (1808020243)
3. Trias indah kustiningsih (1808020314)
4. Asep halim pratama (1808020330)
5. Iftita khussariroh (1808020285)
Definis JKN (jaminan kesehatan Nasional)

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh Pemerintah. (jkn. Kemenkes)
UNDANG - UNDANG No. 40 Tahun 2004 Tentang SISTEM
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
1. Menjelaskan ASAS, TUJUAN, DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN JKN
TUJUAN
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya
PRINSIP PENYELENGGARAAN
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip :
a. kegotong-royongan;
b. nirlaba;
c. keterbukaan;
d. kehati-hatian;
e. akuntabilitas;
f. portabilitas;
g. kepesertaan bersifat wajib;
h. dan amanat , dan
i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar-besar kepentingan peserta.
2. BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
Jamsostek
Taspen
ASABRI
ASKES
3. DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL
FUNGSI : Untuk memutuskan kebijakan umum dan
sikronisasi penyelenggaraan sistem Jaminan Sosial
Nasional
KEWENANGAN : Berwenang untuk melakukan monitoring dan
evaluasi Program Jaminan Sosial
4. KEPESERTAAN DAN IURAN
5. PROGRAM JAMINAN SOSIAL
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 71 TAHUN 2013
TENTANG
PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
MEMBAHAS TENTANG:

PENYELENGGARA PELAYANAN KESEHATAN

KERJA SAMA FASILITAS KESEHATAN DENGAN BPJS KESEHATAN

PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA

KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA

PELAPORAN DAN UTILIZATION REVIEW

KETENTUAN PERALIHAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2011
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Tujuan UU tersebut disusun bertujuan untuk:

Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan
penyelenggara yang berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip kegotongroyongan,
nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat
wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta;
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2013
TENTANG
STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT
PERTAMA DAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN DALAM
PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :


1. Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa
memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan
2. Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.
3. Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG’s adalah besaran
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket
layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit.
Pada Pengadaan, Distribusi dan Dispensing obat pada program JKN
telah diatur pada :
PERMENKES RI NOMOR 63 TAHUN 2014 TENTANG PENGADAAN OBAT BERDASARKAN
KATALOG ELEKTRONIK (E-CATALOGUE)

PERATURANKEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASAPEMERINTAH NO.


14 TAHUN 2015 TENTANG E-PURCHASING

KEPUTUSAN MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR328/MENKES/SK/VIII/2013


TENT ANG
FORMULARIUM NASIONAL
Pengadaan, distribusi dan dispensing obat pada JKN

Pada prosesnya pengadaan dan pendistribusian obat pada JKN menggunakan sistem e-catalogue. Sistem
e-catalogue merupakan salah satu inti dari sistem manajemen obat di fasilitas kesehatan milik pemerintah yang
mengaitkan antara proses seleksi, pengadaan, distribusi dan penggunaan obat. Dengan sistem e-catalogue ini
diharapkan ketersediaan obat akan cepat dan dengan harga standar sehingga pengadaan obat tidak tergantung
proses tender sendiri yang lama di semua unit palayanan kesehatan.

Setiap pengadaan obat seharusnya melalui e-catalogue, namun kenyataannya banyak pihak yang masih
tidak berkomitmen untuk menggunakan e-catalogue dan memilih untuk melakukan pembelian secara manual.
Contoh Permasalahan yang ada pada pelayanan JKN.
Dalam contoh kasus tersebut perhitungan kebutuhan obat tidak akurat berhubungan langsung dengan RKO
(Rencana Kebutuhan Obat) dimana akan menyebabkan industri farmasi kesulitan untuk menghitung harga dan
menyiapkan produksi obat.
RKO merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai
dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat di
pertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan Antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pada kasus di atas penyebab dari perhitungan kebutuhan obat yang tidak akurat Hal ini bisa disebabkan banyak
K/L/D/I (Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi) yang belum berkontribusi melaporkan
kebutuhan obatnya. Hal ini menyebabkan angka realisasi pengadaan berbeda jauh dengan RKO dan penyedia tidak dapat
menjadikan RKO sebagai acuan rencana produksi yang meyebabkan Supply Shortage,

Sebaiknya dalam penentuan HPS (harga perkiraan sendiri) dan RKO Industri Farmasi dapat memberikan
pendapat dari sudut pandang penyedia jadi tidak hanya dari K/L/D/I. Agar terjadi persaingan sempurna dalam seleksi
obat, HPS yang ditentukan harus sesuai dengan harga pasar, sehingga perwakilan dari asosiasi pabrikan seperti IPMG
dan GP Farmasi dapat diikutsertakan dalam penentuan HPS. Begitu juga dengan penentuan RKO, pihak industri farmasi
bisa dilibatkan untuk menilai ketersediaan yang ada sehingga tidak ada lagi supply shortage.
Namun pada dasarnya penentuan RKO ditentukan hanya oleh pemerintah sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2004 pasal 25
tentang daftar dan harga obat yang di jamin bpjs di tentukan oleh pemerintah.
Skema
Rencana Kebutuhan Obat (RKO)

Penetapan RKO Manfaat RKO

• Proses Tayang e-
• Fornas sebagai Acuan JKN Katalog
• Sesuai penggunaan pada • RKO FKTP • Perencanaan
tingkatan pelayanan di Faskes • RKO FKRTL penyediaan obat
RKO Program Kesehatan program
Nasional
Item
APA ITU E-CATALOGUE ?

Menurut PP 63 Tahun 2014

E-catalogue merupakan sistem informasi elektronik yang memuat daftar,


jenis spesifikasi teknis, dan harga barang tertentu dari berbagai Penyedia
Barang/Jasa Pemerintah.

Menurut Pasal 2 PP 63 Tahun 2014 :

menjamin
Pengaturan pengadaan obat berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue) bertujuan untuk
transparansi/keterbukaan, efektifitas dan efisiensi proses
pengadaan obat dalam rangka memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan yang hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan
JAWABAN
1. Bagaimana alur terbentuknya E-catalogue dalam sistem JKN? Peran E-catalogue

Dalam konteks Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai diberlakukan pada Tahun 2014 berdasarkan
UndangUndang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Pemerintah dalam
menyelenggarakan program JKN harus menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya (KMKB), termasuk juga
untuk penggunaan dan pembiayaan obat. Pemilihan obat harus bermutu tetapi di sisi lain juga harus cost effective serta
penggunaannya harus rasional. Oleh karena itu sebagai amanah UU SJSN bahwa Pemerintah harus menetapkan daftar
dan harga obat yang dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan, sehingga lahirlah Formularium Nasional (FORNAS) dan
mekanisme pembelanjaan obat melalui E-catalogue. FORNAS sebagai kendali mutu, adalah daftar obat yang disusun
oleh komite nasional yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, didasarkan pada bukti ilmiah mutakhir berkhasiat, aman,
dan dengan harga yang terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai acuan penggunaan obat dalam JKN.
Sedangkan E-catalogue obat merupakan mekanisme pembelian obat melalui aplikasi e-purchasing yang berperan untuk
mengendalikan harga obat FORNAS tersebut.
LANJUTAN

E-Catalogue
Pengadan obat berdasarkan PMK 63 Tahun 2014 di Satker Kesehatan baik pusat maupun daerah dilakukan melalui
aplikasi e-purchasing. Melalui aplikasi ini FKTP dan FKRTL milik Pemerintah yang menjadi rekanan BPJS
Kesehatan dapat melakukan pembelian secara on line atau off line dengan menggunakan daftar obat yang tersedia
pada E-catalogue. Penyedia obat pada E-catalogue merupakan perusahaan farmasi terpilih yang telah melewati
serangkaian proses pengadaan yang ditetapkan oleh LKPP.
Pemilihan Penyedia E-catalogue dilakukan oleh LKPP dalam beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Usulan Kementerian Kesehatan menyampaikan usulan kebutuhan obat kepada LKPP untuk dilakukan
pengkajian dan kelayakan atas usulan obat. Kemudian LKPP menetapkan proses pemilihan penyedia barang/jasa.
2. Proses Pemilihan Proses pemilhan dilakukan oleh Tim Katalog yang ditetapkan LKPP. Proses pemilihan Penyedia
obat dapat dilakukan melalui lelang atau non lelang.
3. Proses Penetapan LKPP melakukan pengkajian dan penilaian prosedur pemilihan, apabila telah memenuhi
prosedur, LKPP membuat surat penetapan yang akan dicantumkan dalam katalog elektronik.
Peraturan Kepala LKPP Nomor 14 tahun 2015 tentang E-Purchasing Formularium Nasional (FORNAS) dan e-
Catalogue Obat Sebagai Upaya Pencegahan Korupsi dalam Tata Kelola Obat 4. Kontrak Katalog Penandatangan
kontrak katalog dilakukan antara Kepala LKPP dengan Penyedia.
5.Penayangan Katalog Elektronik LKPP menayangkan daftar obat beserta spesifikasi teknis, harga dan jumlah
ketersediaan barang/jasa pada katalog elektronik (E-catalogue). Dengan telah tersedianya daftar obat dan penyedia
obat pada E-catalogue maka FKTP dan FKRTL melalui Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP)
dapat melaksanakan pengadaan obat melalui e–purchasing.
2. JKN terhadap keluhan masyarakat? Ada atau tidak badan hukum yang langsung mengawasi? Apasih masalah yang
membuat tender tidak memasok?

Jawaban
UU RI No 24 Tahun 2011 tentang BPJS PAsal 1 butir 12, 13 14 Dewan Pengawas melakukan pengawasan atas
pelaksanaan pengurusan BPJS oleh direksi dan memberikan nasihat kepada direksi dalam penyelenggaraan program
Jaminan Sosial. Direksi adalah organ BPJS yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BPJS untuk
kepentingan BPJS, sesuai dengan asas, tujuan, dan prinsip BPJS, serta mewakili BPJS, baik di dalam maupun di luar
pengadilan, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Diawasi langsung oleh Pemerintah

Terkait tender tidak memasok karena bukan hanya kesalahan dari industri atau PBFnya namun karena pihak
penyelenggara JKN itu juga merupakan suatu kendala diimana belum semua obat yang dpesan sebulumnya belum di
bayarkan, dengan demikian jika rumah sakit akan memasok kembali karena terjadi kekosongan obat pihak industri
farmasi atau PBF tidak mau memasok sebab dapat merugikan salah satu pihak terutama Industri Farmasi itu sendiri
karena biaya produksi tidak berjalan lancar. Harusnya dana itu berputar akibat penyelenggara JKN tidak memebayarkan
maka terjadilah hambatan produksi akhirnya tidak memasok.
3. Bagaimana jika terjadi kekosongan obat sedangkan sudah ada tender namun PBF tersebut tidak memproduksi obat
itu untuk RS, RS bisa menuntut atau tidak? dan akhirnya hak pasien tidak terpenuhi, pasien bisa menuntut ke RS
atau tidak karena sudah bayar?
Dasar Hukum

Saat ini kewajiban proporsi kesesuaian penggunaan FORNAS baru terbatas pada Rumah Sakit Kementerian
Kesehatan melalui Peraturan Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Nomor:
HK.02.03/i/2318/2015.
Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien dilindungi dengan Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999). Menurut pasal 4 UU No. 8/1999
hak-hak konsumen adalah:

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut;

f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

Anda mungkin juga menyukai