Anda di halaman 1dari 21

Ketentuan Adat Dalam Draf RUU Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


Oleh: M. Sofyan Pulungan

Webinar Interdisplin Hukum Meninjau


RKUHP/KUHP Baru : Perspektif Hukum Adat,
Hukum Islam dan Hukum Jinayat di Aceh

UNIT RISET PUBLIKASI DAN SITASI FHUI & LKIHI FHUI 15 November 2022
Pemaparan Ketentuan Hukum Adat Dalam RUU KUHP
Secara Umum Materi RUU KUHP yang
terkait Hukum Adat dinyatakan dalam
Frasa maupun Kalimat, yaitu:
Frasa: “Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat” atau
Kalimat “Nilai Hukum dan Keadilan yang Hidup dalam Masyarakat”
Menimbang

c. bahwa materi hukum pidana nasional juga harus mengatur keseimbangan


antara……, hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat…….

Ketentuan Penjelasan Umum Bagian Menimbang c.


Menimbang
Dalam Undang-Undang ini diakui pula adanya tindak pidana atas dasar hukum
yang hidup dalam masyarakat atau yang sebelumnya dikenal sebagai tindak
pidana adat untuk lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat.
Dalam hal ini hakim dapat menetapkan sanksi berupa pemenuhan kewajiban adat
setempat yang harus dilaksanakan oleh pelaku Tindak Pidana.
Frasa: “Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat” atau
Kalimat “Nilai Hukum dan Keadilan yang Hidup dalam Masyarakat”
Pasal 2 ayat (1): Bab I Ruang Lingkup Berlakunya Peraturan Perundang-Undangan Pidana
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup
dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak
diatur dalam Undang-Undang ini.

P Penjelasan Pasal 2 ayat (1):Yang dimaksud dengan “hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan
bahwa seseorang patut dipidana” adalah hukum pidana adat.
A Hukum yang hidup di dalam masyarakat dalam pasal ini berkaitan dengan hukum yang masih berlaku dan
S berkembang dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.
Di beberapa daerah tertentu di Indonesia masih terdapat ketentuan hukum yang tidak tertulis yang hidup
A dalam masyarakat dan berlaku sebagai hukum di daerah tersebut, yang menentukan bahwa seseorang patut
L dipidana.
Untuk memberikan dasar hukum mengenai berlakunya hukum pidana adat (delik adat), perlu ditegaskan dan
dikompilasi oleh pemerintah yang berasal dari Peraturan Daerah masing-masing tempat berlakunya hukum
pidana adat. Kompilasi ini memuat mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat yang dikualifikasi sebagai
Tindak Pidana adat. Keadaan seperti ini tidak akan mengesampingkan dan tetap menjamin pelaksanaan asas
legalitas serta larangan analogi yang dianut dalam Undang-Undang ini.
Frasa: “Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat” atau
Kalimat “Nilai Hukum dan Keadilan yang Hidup dalam Masyarakat”
Pasal 2 ayat (2):
Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam
tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
P Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui
A masyarakat beradab.

S Penjelasan Pasal 2 ayat (2):


A Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “berlaku dalam tempat hukum itu hidup”
adalah berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana adat di daerah tersebut.
L Ayat ini mengandung pedoman dalam menetapkan hukum pidana adat yang
keberlakuannya diakui oleh Undang-Undang ini.
Frasa: “Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat” atau
Kalimat “Nilai Hukum dan Keadilan yang Hidup dalam Masyarakat”
Pasal 12 ayat (2): Bab II Tindak Pidana dan Pasal 426 ayat (1): Bab XV Tindak Pidana Kesusilaan Bagian
Pertanggungjawaban Pidana Perjudian
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)
(2) Untuk dinyatakan sebagai Tindak Pidana, suatu perbuatan tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap
yang diancam sanksi pidana dan/atau tindakan oleh peraturan Orang yang tanpa izin:
perundang-undangan harus bersifat melawan hukum atau a.menawarkan atau memberi kesempatan untuk main judi dan
bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. menjadikan sebagai mata pencaharian atau turut serta dalam
perusahaan perjudian;
b.menawarkan atau memberi kesempatan kepada umum
Pasal 597: Bab XXXIV Tindak Pidana Berdasarkan Hukum Yang untuk main judi atau turut serta dalam perusahaan perjudian,
P Hidup Dalam Masyarakat P terlepas dari ada tidaknya suatu syarat atau tata cara yang
(1)Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang menurut harus dipenuhi untuk menggunakan kesempatan tersebut;
A hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai A atau
c.menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai mata
perbuatan yang dilarang diancam dengan pidana. pencaharian.
S (2)Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa S
pemenuhan kewajiban adat sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 426 ayat (1):
A Pasal 66 ayat (1) huruf f. A Ayat (1) Yang dimaksud dengan “izin” adalah izin yang
ditetapkan oleh pemerintah dengan memperhatikan hukum
L L yang hidup dalam masyarakat.
Frasa: “Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat” atau
Kalimat “Nilai Hukum dan Keadilan yang Hidup dalam Masyarakat”
Pasal 54 ayat (1): Bab III Pemidanaan, Pidana, dan
Pasal 56 : Bab III Pemidanaan, Pidana,
Tindakan dan Tindakan
Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan:
a. ...................................... dsb Dalam pemidanaan terhadap Korporasi
P k. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam P wajib dipertimbangkan:
masyarakat. a...........................................................
A A .. dsb
Penjelasan Pasal 54 ayat (1):
g. nilai hukum dan keadilan yang hidup
S
Ketentuan ini memuat pedoman pemidanaan yang S dalam masyarakat;
sangat membantu hakim dalam mempertimbangkan
A takaran atau berat ringannya pidana yang akan A
dijatuhkan. Dengan mempertimbangkan hal-hal yang
L
dirinci dalam pedoman tersebut diharapkan pidana yang L
dijatuhkan bersifat proporsional dan dapat dipahami
baik oleh masyarakat maupun terpidana. …………
Frasa: “Pemenuhan Kewajiban Adat” atau “Kewajiban
Adat,”
Pasal 66 ayat (1): Bab III Pemidanaan, Pidana, dan Pasal 96: Bab III Pemidanaan, Pidana, dan
Tindakan Tindakan
Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam (1) Pidana tambahan berupa pemenuhan
Pasal 64 huruf b terdiri atas: kewajiban adat setempat diutamakan jika
a. pencabutan hak tertentu; Tindak Pidana yang dilakukan memenuhi
P P
b. perampasan Barang tertentu dan/atau tagihan; ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
A c. pengumuman putusan hakim; A 2 ayat (2).
d. pembayaran ganti rugi; (2) Pemenuhan kewajiban adat setempat
S e. pencabutan izin tertentu; dan S sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap
A f. pemenuhan kewajiban adat setempat. A sebanding dengan pidana denda kategori II dan
dapat dikenai pidana pengganti untuk pidana
L L denda jika kewajiban adat setempat tidak
dipenuhi atau tidak dijalani oleh terpidana.
(3) Pidana pengganti sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berupa ganti rugi.
Frasa: “Pemenuhan Kewajiban Adat” atau “Kewajiban
Adat,”
Pasal 97: Bab III Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan Pasal 120: Bab III Pemidanaan, Pidana, dan
Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat Tindakan
setempat dapat dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam (1)Pidana tambahan bagi Korporasi
perumusan Tindak Pidana dengan tetap memperhatikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 huruf b
P ketentuan Pasal 2 ayat (2). P terdiri atas:
a. ................................. dsb
A A d. pemenuhan kewajiban adat.
S d. Pasal 116: Bab III Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan S
Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114
A huruf b terdiri atas: A
L a.perampasan keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana; L
atau
b. pemenuhan kewajiban adat.
Frasa: “Sistem Matriarkat”
Pasal 439: Bab XVII Tindak Pidana Penghinaan Bagian Enam Pencemaran
Orang Mati
(4) Dalam masyarakat matriarkat pengaduan dapat juga dilakukan oleh orang
P lain yang menjalankan Kekuasaan Ayah.
A
Pasal 481: Bab XXIV Tindak Pidana Pencurian
S Dalam masyarakat yang menggunakan sistem matriarkat, pengaduan dapat
A juga dilakukan oleh orang lain yang menjalankan Kekuasaan Ayah.

L
Frasa: “Upacara Adat”
Pasal 268: Bab V Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum Paragraf 9
Gangguan terhadap Pemakaman dan Jenazah
Setiap Orang yang merintangi, menghalang-halangi, atau mengganggu
P jalan Masuk ke pemakaman, pengangkutan jenazah ke pemakaman,
atau upacara pemakaman jenazah dipidana dengan pidana denda paling
A
banyak kategori II.
S
Penjelasan Pasal 268
A
Upacara pemakaman jenazah meliputi upacara yang dilakukan pada
L waktu jenazah masih di rumah duka, dalam perjalanan ke pemakaman,
maupun di tempat pemakaman. Yang dimaksud dengan “pemakaman”
termasuk serangkaian upacara adat atau keagamaan.
Telaah Ketentuan Hukum Adat Dalam RUU KUHP
Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat
•Konsep hukum yang hidup (living law) berasal dari pemikiran Eugen Ehrlich (1862-1922) dan selanjutnya dikembangkan oleh para ahli sosiologi
hukum terkemuka, diantaranya Roscoe Pound.
•Menurut Ehrlich, sumber dari living law berasal dari fakta sosial dan tidak bergantung pada otoritas negara, namun pada paksaan sosial.
Paksaan sosial ini berasal dari kenyataan hidup khususnya hasil dari pergaulan sosial dan ekonomi sehingga manusia timbul kesadaran hukum
yang kemudian hidup, terpelihara dan efektif sebagai kaidah hidup bersama.
•Di Indonesia, pada saat yang bersamaan kajian mengenai living law digunakan oleh para ahli Hukum Adat Belanda, Christiaan Snouck
Hurgronje (1857- 1936), dengan memperkenalkan istilah Adatrecht untuk bidang kajian ini, selanjutkan secara akademis dipromosikan oleh
Van Vollenhoven (1874-1833).
Telaah Ketentuan Hukum Adat Dalam RUU KUHP
Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat
•Hukum adat sebagai hukum yang hidup, telah didefinisikan secara implisit oleh para cendiakawan Hukum Adat, sedangkan secara
eksplisit definisi ini disampaikan oleh:
•Prof. Soepomo: Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyatnya.
•Prof. Soekanto: Hukum Adat merupakan keseluruhan adat (yang tidak tertulis) dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan,
kebiasaan, kelaziman yang mempunyai akibat hukum.
•Keseimbangan antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat merupakan suatu bentuk pengakuan atas keberadaan
atas hukum tidak tertulis dalam sistem hukum nasional.
Telaah Ketentuan Hukum Adat Dalam RUU KUHP
Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat
•Apakah “hukum yang hidup dalam masyarakat” selalu dalam bentuk hukum adat? Penjelasan Pasal 2 ayat (1) RUU KUHP membatasi
ruang lingkup “hukum yang hidup dalam masyarakat” adalah “hukum pidana adat”.
•Penjelasan Pasal 2 ayat (1) memberikan pedoman bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat yang berasal dari luar hukum pidana
adat, harus diterima lebih dahulu sebagai suatu kebiasaan dalam masyarakat setempat.
•Proses penerimaan ini dimungkinkan karena hukum adat memiliki dua sifat dalam merespon terjadinya suatu perubahan, yaitu: sifat
dinamis dan sifat terbuka. Namun proses penerimaan tersebut membutuhkan dua syarat utama yaitu: kesadaran (pengakuan)
masyarakat dan memiliki daya ikat bagi masyarakat.
Telaah Ketentuan Hukum Adat Dalam RUU KUHP
Pemenuhan Kewajiban Adat
•Pada praktiknya hukum adat tidak mengenal perbedaan antara hukum pidana dengan hukum perdata, begitu
juga dengan hukum acaranya.
•Berhubung tidak ada perbedaan antara hukum publik dan hukum privat, maka hukum adat juga tidak mengenal
perbedaan acara (prosedur) dalam hal penuntutan acara perdata dan penuntutan acara pidana, sanksi.
•Pada sistem hukum adat, segala perbuatan yang bertentangan dengan peraturan hukum adat merupakan
perbuatan ilegal dan hukum adat mengenal ikhtiar-ikhtiar untuk memperbaiki kembali hukum (rechtsherstel).
•Apabila terjadi suatu pelanggaran hukum, maka petugas hukum adat (kepala adat dan perangkatnya)
mengambil tindakan konkret (adatreactie) guna membetulkan hukum yang dilanggar tersebut.
Telaah Ketentuan Hukum Adat Dalam RUU KUHP
Pemenuhan Kewajiban Adat
•Cara berpikir ini disebut oleh Bushar Muhammad sebagai participered kosmisch. Kesatuan masyarakat
hukum adat pada dasarnya berpikir serta merasa dan bertindak didorong oleh kepercayaan (religi) pada
tenaga-tenaga yang gaib (magis) yang mengisi, menghuni seluruh alam semesta (dunia kosmos) dan yang
terdapat pada orang, binatang dan tumbuh-tumbuhan dan semua tenaga-tenaga itu membawa seluruh
alam semesta dalam keadaan keseimbangan.

•Penerapan sanksi adat merupakan suatu upaya agar tidak terganggunya ketertiban kosmos (alam
semesta), sehingga menimbulkan keseimbangan yang terganggu.
•Keseimbangan inilah yang senantiasa harus ada dan terjaga, dan apabila terganggu harus dipulihkan.
Memulihkan keadaan keseimbangan ini berwujud dalam beberapa upacara, pantangan atau ritus.
Telaah Ketentuan Hukum Adat Dalam RUU KUHP
Pemenuhan Kewajiban Adat
•Pemenuhan kewajiban adat setempat merupakan bentuk pidana tambahan. Pidana
tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat diutamakan jika Tindak Pidana
yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

•Tujuan pengaturan ini agar hakim dapat menetapkan sanksi berupa pemenuhan
kewajiban adat setempat yang harus dilaksanakan oleh pelaku Tindak Pidana. Hal
tersebut mengandung arti bahwa standar nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat
setempat masih tetap dilindungi agar memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam
masyarakat tertentu.
Refleksi Ketentuan Hukum Adat Dalam RUU KUHP
• Pengakuan atas hukum pidana adat dalam RUU KUHP merupakan suatu terobosan hukum, meskipun sebenarnya putusan
pengadilan yang memuat hukum pidana adat telah ada dalam beberapa putusan hakim. Misalnya pada masyarakat hukum adat
di Bali yang memiliki delik lokika sanggraha yang terdapat dapat Kitab Adhigama.
• Pengambilan putusan atas tindak pidana adat di atas dilakukan berdasarkan pada Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951
tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil dan
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
• Pada masyarakat hukum adat sampai saat ini, penyelesaian pelanggaran adat yang dikategorikan sebagai tindak pidana adat telah
berjalan secara efektif dalam masyarakat hukum adat.
• Tindak pidana adat yang diselesaikan dalam sidang adat tersebut termasuk tindak pidana yang sebenarnya di atur dalam KUHP.
Refleksi Ketentuan Hukum Adat Dalam RUU KUHP
Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat
•Penjelasan Pasal 2 ayat (1) memberikan pedoman mengenai dasar hukum mengenai berlakunya hukum pidana adat (delik adat), yang
ditegaskan dan dikompilasi oleh pemerintah yang berasal dari Peraturan Daerah masing-masing tempat berlakunya hukum pidana adat.
•Proses penegasan dan kompilasi Peraturan Daerah pada masyarakat yang heterogen tentu tidak mudah dilakukan karena adanya
perbedaan latar belakang sosial warga masyarakat.
•Landasan pembentukan hukum nasional berdasarkan hukum adat seharusnya dimulai dengan menemukan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
hukum adat, tidak didasarkan pada kaedah maupun sikap tindak adat.
•Sementara itu, penegasan atas keberlakuan hukum pidana adat pada masyarakat hukum adat setempat, seyogianya diselaraskan dengan
perda pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Hukum adat merupakan syarat dari masyarakat hukum adat.
TERIMA KASIH
Profil
M Sofyan Pulungan adalah Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (FHUI) sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang. Beliau
mengajar pada Mata Kuliah Hukum Adat, Filsafat Hukum, Teori dan
Penemuan Hukum, Hukum Koperasi, Hukum Kekeluargaan dan
Kewarisan Adat, Sosiologi Hukum, dan Manusia dan Masyarakat
Indonesia (MMI). Beliau memperoleh gelar Sarjana Hukum di
Program Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi (PK IV) di
FHUI pada tahun 2002, dan Master of Arts in Sociology of Law di
Onati International Institute for the Sociology of Law, Spanyol pada
tahun 2007. Pada Bulan Januari 2021, Sofyan memperoleh gelar
Doktor Ilmu Hukum di Program Studi Pascasarjana FHUI dengan
judul disertasi: “Nilai-Nilai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
Sebagai Landasan Pembangunan Hukum Perekonomian Nasional:
Kajian Historis-Filosofis Pembentukan Ketentuan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945.”

Anda mungkin juga menyukai