dan
Pilihan Bebas Manusia
Mt 17,1-8 Tiga Kemah
Di atas gunung ini terlihat juga Musa
Di atas gunung Tabor Yesus berubah
dan Elia. Dua orang berpengaruh dalam
rupa. Di tempat ini, kisah perang abad
Kitab Perjanjian Lama. Musa begitu
ke-14 SM, masa pemerintahan hakim
populer dengan cerita pembebasan
Debora antara Barak dan tentara raja
Israel dari perbudakan Mesir. Sedang
Yabin, yang dipimpin oleh
kepopuleran nabi Elia lekat dengan
panglimannya, Sisera (Lih. Hak 4,1-
kisah „pertempurannya” menghadapi
24) mendadak tenggelam. Sebab
tantangan 450 nabi Baal (Lih. 1Raj
wajah Yesus bercahaya. Dan pakaian-
18,20-40), kisah kelaparan di Sarfat
Nya menjadi putih berkilauan.
(Lih. 1Raj 17,7-17), plus kisah
terangkatnya ke langit dengan kereta
kudanya yang berapi (Lih. 2Raj 2,1-
18).
Mt 17,1-8 Tiga Kemah
Keduanya, di gunung Tabor itu, oleh para penulis injil, tampak sedang
berbicara dengan Yesus. Dan kemudian, sekonyong-konyong awan
menutupi mereka, dan dari langit terdengar suara: „Inilah anak yang
Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia“ (Lih. Mt
17,5). Tetapi, beberapa saat kemudian, semuanya lenyap. Tinggallah Yesus
seorang diri. Yesus sebagaimana dilihat sebelumnya. Yesus seperti yang
„biasanya” di tengah keseharian mereka.
Apapun itu, seruan „Eloi, Eloi Di bukit ini, juga tidak ada nama
lama sabakhtani,“ menjadi versi Petrus dan Yakobus. Tinggallah
baru dari seruan gunung Tabor Yohanes seorang diri. Yohanes
sekaligus menjadi versi yang bersama Ibu-Nya setia berdiri di
paling mengerikan dan sekitar kaki salib, sesaat sebelum
menyesakkan. Seruan „Inilah Guru dan Tuhannya wafat. Di bukit
anakku yang Kukasihi, ..., ini, tidak ada cerita tentang tiga
dengarkanlah Dia“ berubah kemah yang hendak didirikan Petrus.
menjadi „Allahku, Allahku, Di sini hanya ada tiga salib. Tiga
mengapa Engkau meninggalkan salib yang disediakan para prajurit
Aku?“ (Lih. Mk 15,34). tanpa diminta, apalagi dibutuhkan.
Tiga salib itu diberikan dengan
cuma-cuma.
Tiga Salib
Mk 15,33-40/
LK 23,33-43
Di Golgota, di tanah milik Yusuf dari Arimatea ini, kisah Musa dan Elia, atau
cerita tentang kekaguman Petrus, Yakobus dan Yohanes lenyap disapu debu bukit
tengkorak. Tinggallah Yesus seorang diri dengan tubuh penuh bilur luka dan
darah yang mulai mengering. Sedang di samping kiri dan kanan-Nya terpancang
dengan „setia“ dua penjahat. Kedua penjahat itu „setia“ menemani-Nya hingga Ia
menghembuskan nafas-Nya yang terakhir.
Dua orang itu hanyalah penjahat. Mereka tidak semulia Musa dan Elia. Mereka pun tidak seluhur
Pertrus, Yakobus dan Yohanes. Dari kaca mata para humanis, moralis, ataupun politis, kedua
orang itu tidak lebih dari setumpuk sampah dan debu di jalanan. Manusia yang tidak memiliki
harga. Keduanya memang benar-benar penjahat dalam arti yang sebenarnya. Salah satu dari
antara mereka bahkan masih sempat mencela dan menghina Yesus. Dengan penuh sinis ia
berteriak, „Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami“ (Lih. Lk
23,39).
Tiga Salib
Mk 15,33-40/
LK 23,33-43
Dalam banyak refleksi kristiani, diceritakan bahwa Yesus menanggung dan memikul
dosa-dosa umat-Nya. Termasuk dosa para murid Yesus, atau siapapun yang masuk
dalam bilangan Umat-Nya. Tetapi kedua penjahat itu, setidaknya pada moment via
dolorosa itu, „menanggung” dan „memikul” salibnya sendiri. Mereka „menanggung”
dan „memikul” dosanya sendiri menuju „bukit penebusan,“ Golgota.
Jadi, apa yang telah mereka lakukan, sudah lebih dari cukup untuk
menerima kasih-Nya: „… hari ini juga engkau akan ada bersama-sama
dengan Aku di dalam Firdaus.“ (Lih. Lk 23,43).
Pilihan Bebas Manusia
Pengalaman „Tiga Kemah“ di Tabor (misalnya: kebahagiaan, pujian dan respek, kesuksesan,
sehat, keberhasilan dan hal-hal positif lainnya) membuat kita mudah untuk menentukan pilihan,
(mungkin) tanpa banyak pertimbangan. Sedang, „Tiga Salib“ di Golgota (duka, kegagalan, sakit,
kesehatan yang memburuk, ditinggalkan, terpinggirkan dan pengalaman-pengalaman pahit
lainnya) membuat kita berpikir lebih, dengan keseluruhan diri, dalam menentukan pilihan: Setia
pada Tuhanmu atau Meninggalkan-Nya sendirian!
Pilihan Bebas Manusia
Pada suatu kesempatan, saat duduk bersama dengan sesama anggota
komunitasnya, Suster Lucy Mack Smith (1775-1856) bilang, „Kita harus saling
menghargai, saling menjaga, saling menghibur dan memperoleh petunjuk agar
kita semua dapat duduk bersama di surga...Kita berkumpul untuk saling
menguatkan satu sama lain, namun kita membawa dalam diri kita kelemahan-
kelemahan dan ketidaksempurnaan kita.“
Sebab Hidup itu tidak hanya tentang, „Inilah anakku yang Kukasihi, ...,
dengarkanlah Dia”. Tetapi Hidup itu juga tentang „Allahku, Allahku,
mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Dan yakinlah, bahwa kesetiaan
imanmu pada Sang Khalik akan membawamu pada, „Hari ini, kamu
bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lih. Lk 29,43).
Pilihan Bebas Manusia
Tentu saja, kita juga membawa dalam diri kita kelemahan-kelemahan dan
ketidaksempurnaan kita. Tetapi dari kisah Tabor dan Golgota, mengulang refleksi
Suster Lucy Mack Smith, kita memperoleh kekuatan baru untuk belajar „... saling
menghargai, saling menjaga, saling menghibur dan memperoleh petunjuk [baru]
agar kita semua dapat duduk bersama di surga.“