Untuk menentukan apakah pengadilan nasional suatu negara “tidak mau” (unwilling)
untuk mengadili suatu kasus, Mahkamah Pidana Internasional menggunakan kriteria
yang telah ditetapkan oleh Pasal 17 Statuta Roma. Dalam Pasal tersebut ditegaskan
bahwa Mahkamah Pidana Internasional akan mempertimbangan principle of due
process (prinsip proses peradilan yang fair, terbuka dan jujur) sebagaimana diakui
oleh hukum internasional. Untuk itu Mahkamah akan melihat adanya beberapa
situasi, yaitu:
a. Proses pengadilan nasional dilakukan untuk tujuan melindungi seseorang dari
pertanggungjawaban pidana;
b. Penundaan proses pengadilan nasional yang tidak sewajarnya sehingga tidak sesuai
dengan maksud untuk mengadili pelaku kejahatan;
c. Proses pengadilan tidak dilakukan secara independen dan imparsial atau cara – cara lain
yang tidak sesuai dengan maksud untuk mengadili seoran pelaku kejahatan.
Untuk menentukan apakah pengadilan nasional tidak mampu (unable) mengadili
suatu kasus juga menggunakan kriteria yang telah ditetapkan dalam Pasal yang
sama. Mahkamah Pidana Internasional akan mempertimbangkan apakah suatu
negara tidak dapat menyelenggarakan proses pengadilan yang memadai karena
sistem peradilan nasional di negara tersebut telah tidak berfungsi sama sekali (total
or substantial collapse or unavailability of national judicial system).
YURISDIKSI MAHKAMAH
Yurisdiksi personal
ICC menganut tanggung jawab pidana secara
pribadi dari individu (pasal 1 juncto pasal 25)
ICC tidak memiliki yurisdiksi personal terhadap
pelaku kejahatan yang ditetapkan dalam statute
roma apabila si pelaku pada waktu terjadinya
kejahatan berumur kurang 18 tahun
Orang yang diperiksa harusnya dikembalikan ke
negaranya untuk diadilidi negaranya
Yurisdiksi materiil
Mahkamah ini diatur dalam pasal 5 Statuta ICC.
Pasal ini menyebut bahwa Yurisdiksi mahkamah
harus terbatas pada kejahatan paling serius yang
menjadi perhatian masyarakat internasional
secara keseluruhan. Yang meliputi:
Kejahatan kemanusiaan
Kejahatan perang
Genosida
kejahatan agresi
GEnoside
Crimes against humanity adalah salah satu atau lebih dari beberapa
perbuatan, yang dilakukan dengan sengaja sebagai bagian dari serangan yang
sistematis or meluas, langsung ditujukan kepada populasi penduduk sipil,
dengan cara sbb:
1. Pembunuhan;
2. Pembasmian;
3. Perbudakan;
4. Deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa;
5. Pengurungan atau pencabutan kemerdekaan fisik secara sewenang-wenang dan
melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional;
6. Penyiksaan;
7. Permerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, kehamilan secara
paksa, dan bentuk kekerasan seksual lainnya;
8. Penindasan terhadap suatu kelompok;
9. Penghilangan orang secara paksa;
10. Tindak pidana rasial;
11. Perbuatan tidak manusiawi lainnya.
Karakteristik Crime Against Humanity:
1. Kejahatan terhadap kemanusiaan harus
dilakukan sebagai bagian serangan
yang sifatnya sistemik dan meluas;
2. Ditujukan langsung terhadap populasi
penduduk sipil;
3. Dilakukkan berdasar suatu kebijakan
negara atau suatu organisasi.
Kejahatan perang
Perbuatan berupa pelanggaran terhadap konferensi Jenewa (12
Agustus 1949) dan Pelanggaran hukum berat menurut hukum
Internasional.
a. Bentuk pelanggaran Konf. Jenewa sbb:
1. Sengaja melakukan pembunuhan;
2. Penyiksaan atau perlakuan secara tidak manusiawi, termasuk percobaan biologi
kepada manusia;
3. Menimbulkan penderitaan yang berat atau luka badan, yang tidak dibenarkan oleh
kepentingan militer, dilakukan secara melawan hukum dan semena-mena;
4. Perusakan masif dan perampasan harta benda;
5. Pemaksaan terhadap tawanan perang atau orang yang dilindungi lainnya untuk
berdinas dalam tentara negara musuh;
6. sengaja melakukan pencabutan thd hak-hak tawanan perang atau orang yang
dilindungi lainnya atas pengadilan yang adil dan wajar
7. Penyanderaan;
8. Deportasi atau pemindahan atau penahanan secara melawan hukum.
b. Pelanggaran bukum berat menurut H. Internasional, sbb:
1. Sengaja melakukan penyerangan terhadap penduduk sipil atau terhadap orang
sipil yang tidak terlibat pertempuran;
2. Sengaja melakukan penyerangan terhadap sasaran sipil;
3. Sengaja melakukan serangan terhadap personel, instalasi, bangunan, unit, atau
kendaraan bantuan kemanusian dan misi-misi penjaga kedamaian;
4. Sengaja melancarkan serangan yang dapat mengakibatkan kematian atau
cidera terhadap penduduk sipil, atau kerusakan terhadap sasaran sipil, atau
megakibatkan kerusakan masif;
5. Penyerangan atau peledakan kota, desa, tempat tinggal, yang bukan sasaran
militer;
6. Pembunuhan atau melukai kombatan yang sudah menyerah;
7. Penyerangan tempat ibadah, pendidikan, kebudayaan, IPTEK, bangunan
bersejarah, rumah sakit;
8. Dll.
Agresi