KAYU
KELOMPOK 1:
NILA ASPASIA DEWI
ARWI RULLYA SAFITRI
MITHA ANANDA SAFITRI
MUTMAINNAH
TUGAS 1
Peningkatan kebutuhan kayu sebagai bahan konstruksi menuntut upaya efisiensi dan optimalisasi, mengingat
keterbatasan alam dalam menyediakan bahan baku. Dewasa ini pasokan kayu dari hutan alam sudah semakin menurun
baik kualitas maupun kuantitasnya, sehingga cenderung dikembangkan pemanfaatan kayu berkualitas rendah yang
disertai dengan efisiensi pemanfaatan kayu berkualitas tinggi. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa harus ada
metode yang tepat untuk mengefisienkan dan mengoptimalkan penggunaan kayu, khususnya dalam aplikasi struktur
bangunan, tanpa mengabaikan syarat-syarat konstruksi yang harus dipenuhi. Untuk itu sangat diperlukan data
mengenai karakteristik kayu, terutama sifat mekaniknya sehingga dapat ditentukan dimana konstruksi kayu dapat
diposisikan dan dalam bentuk apa. Dalam penelitian ini yang terutama ingin diperoleh adalah besaran-besaran mekanik
kayu, yang dibatasi khusus pada jenis kayu kamper. Besaran-besaran itu akan menjadi dasar perhitungan struktur
bangunan kayu, terutama untuk elemen tekan, tarik dan lentur. Besaran mekanik ini juga dapat dipakai sebagai data
untuk mengklasifikasikan kayu kamper dalam kelompok kayu struktural atau non struktural.
Tinjauan Pustaka
Sifat mekanik kayu
Kayu merupakan bahan bangunan yang sifatnya sangat variatif menurut jenis, zona penggergajian
(gubal dan teras) serta arah irisan (radial, tangensial dan longitudinal). Oleh karena itu dalam aplikasi struktur
sangat diperlukan data mengenai sifat fisik dan mekanik setiap jenis kayu, yang secara umum definisi dan
formulasinya disajikan dalam Tabel 1 (Somayaji, 1995).
Sifat umum kayu berdasarkan intensitas mekaniknya adalah termasuk material bangunan dengan
keruntuhan tarik yang bersifat getas dan keruntuhan tekan bersifat classic ductile (Barret dkk., 1995). Dalam hal ini
intensitas kekakuan balok sangat ditentukan oleh deformasi vertikal akibat beban statik lateral. Secara matematis
hubungan antara lendutan dan faktor kekakuan (EI) untuk pembebanan empat titik dinyatakan dalam Persamaan 1:
Dimana:
P = beban yang bekerja (kN)
= defleksi balok (mm)
a = jarak beban terhadap tumpuan (mm)
L = bentang balok (mm)
EI = faktor kekakuan balok (konstanta)
Klasifikasi Kayu Kamper
Kayu kamper (Dryopbalanops sp) terdiri dari lima spesies seperti pada Tabel 2. (Martawijaya dan
Kartasujana, 1977) dengan berat jenis dapat ditentukan berdasarkan ketentuan dalam Tabel 3 (RSNI 2002). Kayu
kamper digolongkan dalam kayu dengan kelas kuat II – III serta kelas awet II – III dengan berat jenis 0,62 - 0,91
tergantung spesiesnya (PKKI NI-5 1961).
Secara visual terlihat arah serat kayu terpadu dengan bau kamper yang tajam dan dapat dibedakan atau
digolongkan menurut tekstur dan warna (Martawijaya dan Kartasurjana, 1977). Merah coklat atau merah kelabu
untuk D. aromatica. Untuk D. lanceolata dan D. oocarpa berwarna lebih muda dengan kayu gubal berwarna hampir
putih sampai coklat kuning muda. Tekstur agak kasar dan merata, permukaan kayu licin dan mengkilap dengan bau
kamper yang sangat mencolok pada D aromatica. Untuk jenis D. aromatica memiliki berat jenis 0,69; pH 4,10; dan
kadungan ekstraktif 0,98%. Dalam hal ini kandungan ekstraktif menjadi satu hal yang perlu ditinjau, karena secara
kimiawi akan mempengaruhi properties kayu dan cukup menentukan tingkat keawetan dan kemudahan
pengerjaannya (Moredo dan Sakuna, 1993).
Berat jenis kayu merupakan besaran yang sangat penting sebagai parameter karakteristik suatu jenis
kayu. Dengan berat jenis dapat diprediksi besaran-besaran fisik dan mekanik kayu yang lainnya (RSNI, 2002).
Dalam hal ini terdapat hubungan yang linier antara berat jenis dengan kekuatan kayu, dalam arti makin tinggi berat
jenis kayu, maka makin tinggi kelas kekuatannya.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen berdasarkan ISO 1975 terhadap kayu kamper. Jenis pengujian yang
dilakukan berupa uji sifat fisik dan mekanik dengan ragam pengujian seperti yang disajikan dalam Gambar 1. Setiap
ragam pengujian terdiri dari lima buah benda uji dengan instrument pengujian disajikan dalam Gambar 2. Pengujian
dilakukan dengan cara memberikan beban secara perlahan dan ditentukan deformasi setiap tahap pembebanan
sampai dicapai beban maksimum, dimana kayu telah mengalami failure atau runtuh, seperti disajikan dalam Gambar
3.
Kapasitas lentur (MOR) kayu kamper adalah 89,989 MPa dengan Elastisitas lentur (MOE) sebesar 13260 MPa dan
tipe keruntuhan elastis non linier. Kapasitas tarik sejajar serat (//) sebesar 126,913 MPa dengan keruntuhan elastis
linier dan getas. Kapasitas tekan sejajar (tk//) kayu kamper adalah 51,538 MPa atau sekitar 0,4 tr// dengan
keruntuhan daktail dan telah memasuki area plastis. Demikian halnya dengan bentuk keruntuahn geser, yang
mengalami failure pada tegangan sebesar 10,913 MPa. Rata-rata besaran mekanik kayu kamper mengalami
peningkatan intensitas seiring dengan berkurangnya kadar air. Peningkatan terbesar tejadi pada kapasitas tekan
sejajar sebesar 50,5% bila dibandingkan antara kondisi kering udara dan kondisi basah. Berdasarkan kondisi ini
maka kayu kamper dapat diklasifikasikan ke dalam kelas E26 menurut SNI3 tahun 2002, meskipun jika ditinjau dari
segi elastisitas bahan, kayu kamper termasuk dalam kategori E11. Dengan demikian kayu kamper layak untuk
dimanfaatkan sebagai elemen struktur yang langsung memikul beban konstruksi.
TUGAS 2
MACAM-MACAM
SAMBUNGAN DARI KAYU
Pengertian sambungan
kayu
Sambungan kayu adalah dua batang kayu atau lebih yang saling
disambungkan satu sama lain sehingga menjadi satu batang kayu
yang panjang.
Sambungan kayu terbagi menjadi 3 kategori
berdasarkan letak kayu, yaitu:
KUDA-KUDA
Konstruksi kuda-kuda adalah suatu susunan rangka batang yang berfungsi untuk mendukung
beban atap termasuk juga beratnya sendiri dan sekaligus dapat memberikan bentuk pada
atapnya.
Gambar Kuda-kuda
Gambar Detail Kuda-kuda
TUGAS 4
Devisa negara bersumber dari sektor migas dan non migas. lndustri kursi kayu merupakan industri yang
mempunyai peluang dan prospek pasar yang baik. Kursi kayu merupakan salah satu produk non migas yang
tidak hanya ditujukan untuk permintaan dalam negeri, tetapi juga dikembangkan untuk pasar ekspor. Kursi kayu
adalah sebuah perabotan rumah tangga yang biasa digunakan sebagai tempat duduk. Setiap perusahaan atau
badan usaha yang berorientasi pada proses produksi pasti mengharapkan kondisi persediaan bahan baku yang
selalu tersedia agar proses produksi tidak terganggu dan perusahaan mendapatkan keuntungan yang maksimal
dari proses produksi yang berjalan stabil. Menurut Render (2001), persedian bahan baku yang selalu tersedia
adalah faktor penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan sebab tersedianya bahan baku merupakan
indikator dari berjalan dan berkembangnya suatu badan usaha atau perusahaan. Dalam penelitian ini
permasalahan difokuskan tentang pengendalian persediaan bahan baku dengan biaya yang optimal, dikarenakan
jumlah bahan baku (kayu) saat ini semakin sedikit dan dibutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan bahan
baku (kayu). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui biaya persediaan bahan baku kayu pada
produk Kursi Goyang Bali. Persediaan adalah sejumlah bahanbahan, bagian-bagian yang disediakan dan bahan-
bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barangbarang jadi/produk yang
disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu (Rangkuti, 2002). Material
Requrement Planning (MRP) merupakan suatu sistem perencanaan pengolahan material di dalam proses
produksi atau manufaktur. Sistem ini juga merupakan media untuk menghitung jumlah material, waktu
distribusi, jumlah stok pada sistem inventori dan prediksi kebutuhan material ataupun produk yang akan datang
(Hidayat, 2017, Khikmawati, 2017 dan Nasution dalam Sunarti, 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem pemakaian bahan baku yang dipergunakan oleh CV. Meuble Puspa Jaya menggunakan metode FIFO
(First In First Out), yaitu bahan baku yang lebih dulu masuk ke gudang penyimpanan akan terlebih dahulu
digunakan untuk proses produksi. Gudang bahan baku akan mengeluarkan bahan baku, jika terdapat rencana
produksi harian dari perusahaan. Jumlah pemakaian bahan baku setiap bulannya berfluktuatif, hal ini
dipengaruhi oleh jumlah permintaan konsumen yang cenderung akan meningkat maupun menurun.)
Perhitungan Lotting (Lot Sizing)
Teknik perhitungan lot sizing merupakan proses untuk menentukan besarnya pesanan yang
memberikan total biaya persediaan minimal. Total kebutuhan bahan baku kayu yang diperlukan untuk membuat
kursi kayu goyang bali adalah : 12.600.000 = 12.6 . Maka kebutuhan ratarata per periode adalah : 12.600.000 :
12 = 1.050.000 cm 3 = 1.05 .
Total = Rp 506.000,00
Total = Rp 506.000,00
Perhitungan Minimum Cost per Period (Algoritma Silver Meal) Total Biaya Inventory :
Biaya Pesan = 3 × Rp 100.000,00
= Rp 300.000,00
Biaya Simpan = OHI × H = 17,7 × Rp 10.000
= Rp177.000,00
Total = Rp 477.000,00
Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan beberapa metode lot sizing tersebut di atas, maka metode yang
paling optimal untuk digunakan dan dengan biaya yang paling minimum adalah metode Minimum Cost
per Period (MCP), yaitu dengan total biaya yang digunakan untuk pengadaan bahan baku sebesar Rp
477.000,00 selama periode tahun 2014. Hal tersebut dipengaruhi oleh besarnya OHI pada metode
Minimum Cost per Period (MCP) yang paling kecil (17,7) diantara empat metode lain yang
diperhitungkan.
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1) Metode yang paling optimal untuk digunakan adalah metode Minimum Cost per Period (MCP).
2) Metode Minimum Cost per Periode (MCP) memberikan biaya yang paling kecil yaitu Rp 477.000,00
dibandingkan dengan empat metode yang lain.
Saran
1) Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka disarankan kepada perusahaan untuk segera melakukan
pengendalian
bahan baku, karena dengan pengendalian bahan baku yang tepat perusahaan akan mengeluarkan biaya yang
minimal untuk setiap pengadaan bahan baku.
2) Menyarankan kepada perusahaan untuk menggunakan metode Minimum Cost per Periode (MCP), karena
perusahaan akan mengeluarkan biaya yang palingkecil untuk pengadaan bahan baku.
3) Menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mencoba metode Lot For Lot (LFL) atau metode Fixed Order
Quantity (FOQ) sebagai pembanding dalam perhitungan biaya persediaan.
TUGAS 5
P’ Pu
Dimana
P’ = tahanan tekan sejajar serat terkoreksi
Pu = beban tekan terfaktor
Dengan :
P’ =Fc’ x Ag
Fc’=Fc x CM x Ct x CF x Ci x Cp x KF x x
Fc’= kuat tekan terkoreksi
Fc= kuat tekan desain acuan
CM= faktor layanan basah
Ct= faktor temperatur
CF= faktor ukuran
Ci=faktor tusukan
CP= faktor stabilitas kolom
KF= faktor ketahanan format
= faktor ketahanan Tarik
Langkah-Langkah perhitungan batang tekan
sumbu y:
a) Diketahui
Data kayu yang digunakan kode mutu E6
Fc = 2.8 Mpa ; E = 6000 MPa ; Emin = 3000 MPa ; b = 80 mm ; h = 120 mm
b) Dimensi ukuran penampang
d1 = h = 120 mm
d2 = b = 80 mm
Ag = d1.d2 = 9.6 x
c) Ketersediaan pengaku lateral
karena tidak ada pengaku lateral maka :
L1 = 3350 mm
L2 = L1 = 3350 mm
d) Perhitungan untuk panjang efektif
Ke = 1
Le = Ke . L1 = 3.35 x
Untuk sumbu y dengan ujung batang sendi-sendi maka:
Ke =1
Le2 = Ke . L2 = 3.35 x
e) Perhitungan rasio kelangsingan batang yaitu
sumbu x:
sumbu y:
f) Penentuan factor-factor koreksi batang tekan
Dimana:
T’ = Tahanan Tarik sejajar serat terkoreksi
Ts = beban Tarik terfaktor
Dengan :
T’ = Ft’ x Aⴄ
’ = Ft x X X X X X X
= kuat Tarik terkoreksiⴄ
= kuat Tarik desain acuan
= factor layan basah
= factor temperature
= factor ukuran
= factor tusukan
= factor konversi formatⴄ
= factor ketahan Tarik
= factor efek waktu
Langkah Langkah perhitungan batang Tarik
a) data: kode mutu kayu
b) data: factor koreksi batang Tarik : X X X X X X
c) data: nilai perbandingan penampang Ag /An
3 Paku 1,10-1,15
d) hitung : Ag = b x h
e) hitung : An = Ag / nilai perbandingan penampang
f) hitung : Ft’ = Ft x X X X X X X
g) hitung : T’ = Ft’ x An
h) membandingkan nilai T’ dan Tu
CONTOH PERHITUNGAN BATANG TARIK
Hitung gaya Tarik meksimum yang dapat ditahan oleh sebuah batang kayu dengan ukuran penampang 80 mm
x 120 mm.kelas kayu digunakan kode mutu E15.
Penyelesaian
Langkah a :
a) Data kayu berdasarkan kode mutu kayu
Berdasarkan kode mutu kayu E15 maka Ft = 12,2 Mpa
b) Data factor koreksi batang Tarik
=1,0 =1,0 =1,0 =0,8 =2,7 =0,8 =0,8
c) Data : nilai perbandingan penampang Ag / An
nilai perbandingan Ag / An = 1
d) perhitungan Ag
Ag = b x h = 80 x 120 = 9600 mm2
e) perhitungan A
An = Ag / nilai perbandingan penampang = 9600 / 1 = 9600 mm 2
f) perhitungan Ft’
Ft’ = Ft x X X X X X X
g) perhitungan T’
Hitung : T’ = Ft’ x An = 12,65 MPa x 9600 mm2 = 121440 N = 121, 44 Kn.
https://youtu.be/lkuIIGuOlfE?si=nbB24okLPRZVP2-Y
DESAIN BATANG LENTUR
PERENCANAAN LENTUR
Momen atau tegangan lentur aktual tidak boleh melebihi nilai desain lentur terkoreksi.
Batang lentur direncanakan untuk dapat mendukung;
• G a ya M omen lentur
• Gaya Geser
nilai desain lentur, tarik, dan tekan sejajar serat acuan untuk kayu dimensi yang tebalnya 50,8 mm sampai
101,6 mm yang dipilah secara visual harus dikalikan dengan faktor terkoreksi yang ditetapkan yaitu 1,0.
apabila tinggi komponen struktur lentur kayu gergajian yang tebalnya 127 mm atau lebih besar melebihi 305
mm dan dipilah secara visual, maka nilai desain lentur acuan, Fb, di dalam tabel 4.2.1 harus dikalikan dengan
faktor ukuran berikut :
Cf ≤ 1,0
Untuk balok dengan penampang lingkaran dan diameter lebih besar daripada 343 mm, atau untuk balok
persegi 305 mm atau lebih besar yang dibebani di bidang diagonal, faktor ukuran harus ditentukan sesuai
4.3.6.2 berdasarkan balok persegi yang dibebani ekuivalen secara konvensional yang mempunyai luas
penampang yang sama.
Nilai desain acuan untuk dek dari semua spesies yang tebalnya 50,8 mm atau 76,2 mm, kecuali redwood,
harus dikalikan dengan faktor ukuran yang ditetapkan dalam tabel 4E.
FAKTOR STABILITAS BALOK
Apabila tinggi komponen struktur lentur tidak melebihi lebarnya, d ≤ b, tumpuan lateral tidak diperlukan dan Cl =
1,0
Apabila komponen struktur lentur kayu gerjajian persegi panjang ditumpu lateral dengan mengikuti dengan
mengikuti ketentuan 4.4.1, maka Cl = 1,0
Apabila tepi tekan komponen struktur lentur ditumpu di seluruh panjangnya untuk mencegah untuk mencegah
peralihan lateral, dan ujung – ujung tumpu mempunyai tumpuan lateral untuk mencegah rotasi, maka Cl = 1,0
● CL = -
Keterangan :
Fb’ = nilai desain lentur acuan dikalikan dengan semua faktor koreksi acuan kecuali Cfu, Cv, dan Cl
Fbe =
FAKTOR PENGGUNA REBAH
Apabila balok diletakan secara tidur (dimensi lebar lebih besar dari pada dimensi tebal/tinggi) sehingga
menderita tegangan lentur pada sumbuh lemahnya, maka tahanan lentur acuan dapat dikalikan dengan
faktor koreksi penggunaan rebah (Cfu).
Nilai Desain Ci
E, Emin 0,95
FcꞱ 1,00
FAKTOR KOMPONEN STRUKTUR
BERULANG
Nilai desain lentur acuan, Fb, didalam tabel 4A, 4B, 4C, dan 4F untuk kayu dimensi yang tebalnya 50,8
mm sampai 101,6 mm harus dikalikan dengan faktor komponen struktur berulang, Cr = 1,15 apabila
komponen struktur tersebut digunakan sebagai joist, batang pada rangka batang, gordung, dek, balok
lantai, atau komponen struktut serupa yang satu sama lain berkontak atau berjarak tidak lebih dari 610
mm as ke as, banyaknya yang tidak kurang dari tiga dan dihubungkan satu sama lain dengan lantai, atap,
atau elemen elemen pendsitribusian beban lain yang memadaiuntuk memikul beban desain. (elemen
pendistribusi beban adalah sistem yang di desain atau berdasarkan pengalaman terbukti mampu
menyalurkan beban desain ke komponen struktur di dekatnya, berjarak satu sama lain seperti telah
disebutkan di atas, tanpa terjadinya kelemahan struktural atau defleksi berlebihan. Elemen penutup lantai
dengan penggunaan sambungan lidah dan alur, dan penggunaan paku pada umumnya memenuhi kriteria
ini.) nilai desain lentur didalam tabel 4E untuk Dek yang dipilah secara visual telah dikalikan dengan
faktor Cr = 1,15.
FAKTOR KONVERSI FORMAT
Tabel 1.7 faktor konfersi format, Kf (hanya DFBK)
aplikasi properti Kf
Fb 2,54
Ft 2,70
Fv, Frt, Fs 2,88
komponen struktur
Fc 2,40
FcꞱ 1,67
Emin 1,76
(semua nilai
semua sambungan 3,32
desain)
FAKTOR KETAHANAN
Tabel 1.8 faktor ketahanan, (hanya DFBK)
Kombinasi beban
1,4 (D+F) 0,6
1,2 (D+F) + 1,6 (H) + 0,5(L, atau
0,6
R)
1,2 (D+F) + 1,6 (L+H) + 0,5(L,
0,7 apabila L adalah gudang
atau R)
0,8 apabila L adalah hunian
1,25 apabila L adalah impak
1,2D + 1,6(L,atau R) atau (L atau
0,8
0,8W)
1,2D + 1,6W + L + 0,5(L, atau R) 1,0
1,2D + 1,0E + L 1,0
0,9D + 1,6W + 1,6H 1,0
0,9D + 1,0E + 1,6H 1,0
FAKTOR TAKIKAN PADA
BALOK
Takikan pada balok harus dihindari, terutama yang terletak jauh dari tumpuan dan berada pada sisi tarik.
Konsentrasi tegangan yang disebabkan oleh takikan dapat dikurangi dengan menggunakan konfigurasi
takikan yang di iris miring.
Takikan pada ujung balok tidak boleh lebih ¼ tinggi balok untuk balok masif atau 1/10 tinggi balok
untuk balok glulam (kayu laminasi struktural).
LENDUTAN
Lendutan batang lentur ditentukan oleh banyak faktor, seperti :
a. Gaya luar
b. Bentang balok
d. Modulus elastisitas
Lendutan ijin komponen batang lentur