Anda di halaman 1dari 58

FONDASI PARADIGMA EKONOMI

ISLAM
KULIAH IV

1
Tujuan Pembelajaran:

1. Bagaimana Islam berbeda dari agama lain.


2. Perbedaan antara tujuan individu dan masyarakat
dalam Islam.
3. Pentingnya aturan (yaitu, institusi) dan kepatuhan
aturan dalam Islam.
4. Mengapa keadilan sangat penting dalam Islam.
5. Peran Syariah dalam ekonomi dan keuangan Islam.
6. Arti maqasid-al-Shariah (tujuan-tujuan syariah).
7. Elemen dasar dari ajaran Islam.
8. Pentingnya agen-wali dalam Islam dan dalam
menjaga hak-hak semua generasi.

2
Empat Konsep Dasar Aturan Islam

 Pertama adalah walayahh, cinta tanpa syarat, dinamis,


aktif, yang selalu hadir dari Pencipta Tertinggi untuk
ciptaan-Nya, yang dimanifestasikan melalui tindakan
penciptaan dan penyediaan rezeki bagi semua
manusia.
• Ini melibatkan penyediaan sumber daya yang
memadai untuk mempertahankan kehidupan dan
aturan ilahi untuk mempertahankan dan berkembang
di bumi ini.
• Manusia membalas cinta-Nya dengan memperluas
cinta mereka kepada manusia lain dan ke seluruh
ciptaan.

3
Empat Konsep Dasar Aturan Islam

 Kedua adalah konsep karamah, martabat


manusia (human dignity)
 Al-Quran menganggap manusia sebagai puncak
pencapaian ciptaan-Nya yang untuk
pengembangan pribadi dan kolektif segala
sesuatu yang lain telah diciptakan.
 Sesungguhnya, manusia adalah tujuan
penciptaan.
 Karena manusia memiliki martabat/ dignity/
karamah itulah maka ia memiliki hak-hak asasi
yang harus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi.
4
Empat Konsep Dasar Aturan Islam

 Konsep ketiga adalah meethaq, perjanjian di mana semua


manusia dipanggil di hadapan Pencipta Tertinggi mereka
dan diminta untuk bersaksi bahwa mereka mengakui Dia
Pencipta Satu-Satunya dan Pemelihara seluruh ciptaan dan
semua implikasi lain yang mengalir dari kesaksian ini.
 Konsep meethaq, pada gilirannya, berkembang menjadi
tiga prinsip dasar:
1. Tauhid, Satu-satunya-satunya Pencipta.
2. Nubbowah, rantai berkelanjutan manusia (nabi) yang
ditunjuk oleh Pencipta
3. Maád, kembalinya ciptaan ke asalnya dan akuntabilitas
kemanusiaan

5
Empat Konsep Dasar Aturan Islam

 Konsep keempat adalah khilafah, hubungan agen-wali.


 Khilafah adalah pemberdayaan manusia oleh Pencipta
mereka sebagai agen-wali (agent-trustee) di bumi.
 Sejumlah ayat Al-Qur'an menegaskan dan menegaskan
kesatuan manusia. Ayat-ayat ini, ditambah ayat-ayat yang
menceritakan penyediaan materi fisik dan juga fasilitas
nonfisik yang diciptakan untuk semua manusia yang
memberdayakan mereka secara ekonomi dan spiritual,
membentuk landasan kerangka peraturan perundang-
undangan (lembaga) untuk perilaku sosial-ekonomi-politik

6
Kerangka Kerja dan Pola Dasar Aturan
Ekonomi
 Sumber utama semua paradigma Islam adalah Quran.
Kitab Suci Al Qur’an adalah amanat yang
sesungguhnya disampaikan Allah SWT melalui ucapan
Nabi Muhammad SAW untuk membimbing umat
manusia. Bersifat universal, abadi, dan fundamental.
 Abstrak menjadi operasional di tangan Nabi
Muhammad SAW merupakan satu-satunya penerima
langsung sumber Al-Quran. Melalui kata-kata dan
tindakan beliau, Al Qur'an ditafsirkan, diartikulasikan,
dan diterapkan pada komunitas manusia langsung
pada masanya.

7
Kerangka Kerja dan Pola Dasar Aturan
Ekonomi
 Model pola dasar menyediakan aturan perilaku
spesifik-universal dan struktur kelembagaan yang
diperlukan untuk mengorganisir masyarakat manusia
berdasarkan aturan yang tidak berubah.
• Dalam kapasitasnya sebagai otoritas spiritual, ia
menjelaskan, menafsirkan, dan menjelaskan isi Quran.
• Dalam kapasitasnya sebagai otoritas duniawi, ia
mengoperasionalkan aturan (institusi) yang ditentukan
dalam Al-Quran di kota Madinah. Sistem ekonomi,
yang ia dirikan di Madinah, adalah pola dasar dari
sistem ekonomi Islam.

8
Kerangka Kerja dan Pola Dasar Aturan
Ekonomi
 Contoh khas adalah institusi pewarisan. Prosedur khusus tentang cara
pembagian warisan dijelaskan dalam Al-Quran.
 Ada juga lembaga-lembaga yang didirikan oleh Nabi yang yang,
didasarkan pada pemahamannya tentang Al-Quran sebagai otoritas
interpretatif tertinggi.
 Contoh dari tipe institusi ini adalah aturan perilaku pasar, aturan tidak
campur tangan pasar dan kebutuhan akan aliran informasi yang tidak
terhalang di pasar.
• Aturan ini merupakan dan dengan sendirinya merupakan aturan model
dasar yang tidak berubah, tetapi kekuatan yang akan mengganggu fungsi
pasar dapat bervariasi dan bergantung pada waktu dan tempat.
• Sebagai contoh, sebelum Islam, satu metode yang dapat diterima untuk
mengganggu kekuatan pasar di Arab adalah bahwa perantara akan
bertemu karavan yang membawa pasokan jarak jauh di luar kota dan
membeli pasokan untuk dijual kembali di kota-kota. Nabi melarang
prosedur ini.

9
Kerangka Kerja dan Pola Dasar Aturan
Ekonomi
 Hermeneutika ekonomi dari aturan ini dan penerapannya pada waktu,
tempat, dan pasar tertentu adalah bagian tak terpisahkan dari apa yang
ingin diatasi oleh paradigma ekonomi Islam.
 Kerangka dasar mevisikan suatu masyarakat ideal sebagai komunitas
yang terdiri dari orang-orang percaya yang berkomitmen untuk
mematuhi aturan.
 Anggota individu menyadari "kesatuan" mereka dan menyadari fakta
bahwa kepentingan diri mereka sendiri dilayani dengan melihat "orang
lain sebagai diri mereka sendiri." Masyarakat seperti itu adalah salah satu
dari "Golden Mean" (jalan tengah) yang menghindari ekstrem dan sangat
patuh pada aturan, yang berfungsi sebagai patokan untuk dan saksi bagi
umat manusia (Quran 2: 143).
 Ini adalah masyarakat yang secara aktif mendorong kerja sama dalam
kegiatan yang bermanfaat secara sosial dan melarang kerja sama dalam
kegiatan yang berbahaya (Quran 3: 104, 110, 114; 9:71).

10
 Selain itu, dalam masyarakat ini, konsultasi, baik di
tingkat individu maupun kolektivitas,
dilembagakan sesuai dengan aturan yang
ditentukan oleh Allah (swt) (Quran 3: 159; 42:38;
2: 233).
 Demikian pula, semua aturan perilaku lain yang
ditentukan dalam Al-Quran dilembagakan dengan
struktur insentif yang cukup kuat untuk
menegakkan kepatuhan aturan. Tujuannya adalah
pembentukan keadilan sosial di masyarakat.

11
Implikasi Hubungan Agen-Truste
 Kemampuan seperti áql (kecerdasan hati), martabat
manusia, walayahh dan fitrah (sifat primordial umat
manusia), yang diberikan kepada umat manusia oleh Pencipta
mereka, harus digunakan dalam kognisi, zikir, dan kesetiaan
pada perjanjian primordial (mithaq) .
• Pentingnya patuh pada perjanjian mendorong perlunya tetap
setia pada semua perjanjian, kontrak, dan janji, asalkan
diizinkan, yang sering ditekankan dalam Alquran (QS. Al-
Maidah:1)
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan
ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan
kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu
sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.

12
Implikasi Hubungan Agen-Truste
 Komitmen untuk tetap setia pada syarat dan
ketentuan perjanjian primordial (untuk menjadi
saksi Keberadaan Ilahi dan Kesatuan-Nya),
dilengkapi dengan karunia Pencipta mereka
(sumber daya bumi), manusia kemudian diberi
peran sebagai wali amanat ( khalifah, atau raja
muda) dari Yang Ilahi di bumi (Quran 2:30).
 Misinya terdiri dari, antara lain,
mengembangkan bumi (Quran 11:61);
membangun keadilan sosial, cinta terhadap
sesama, dan menghilangkan rintangan orang
lain menuju Allah SWT.
13
Implikasi Hubungan Agen-Truste

 Posisi agen-wali ini adalah kepercayaan ilahi yang diberikan kepada


manusia. Berdasarkan kepercayaan ini dan tanggung jawab yang
terkait dengannya manusia telah diinvestasikan dengan dominasi
atas apa yang telah diciptakan untuk mereka.
 Banyak ayat dalam Quran menegaskan penaklukan sumber daya ini
untuk manusia. Seluruh populasi manusia memiliki tanggung jawab
kolektif untuk memastikan bahwa setiap manusia memiliki
kesempatan untuk memanfaatkan potensi dan kemungkinan yang
tidak aktifnya dan mengubahnya menjadi kenyataan.
 Pandangan kolektif tentang manusia ini membangkitkan masalah
persatuan umat manusia, yang pada gilirannya mencerminkan
pengakuan Keesaan dan Persatuan Allah, yaitu Tauhid.
 Hubungan antara kehidupan yang bertanggung jawab di dunia ini
dan pertanggungjawaban di masa depan menyediakan sarana bagi
cakrawala perencanaan tanpa batas bagi manusia.

14
Implikasi Hubungan Agen-Truste
 Jabatan agen wali yang dianugerahkan pada manusia
membutuhkan aktivasi hadiah nonmaterial dari Pencipta
yang memberdayakan manusia untuk melakukan
tanggung jawab mereka sebagai wali-agen.
 Untuk tujuan ini, diperlukan proses pembersihan dan
pemurnian diri. Percaya pada Islam bukanlah ekspresi dan
pretensi fisik-verbal yang steril, statis, dangkal, dan pasif
terhadap Islam.
 Suatu proses yang dilembagakan oleh Sang Pencipta
berfungsi untuk memberi energi pada gerakan naik dan
kemajuan diri menuju kesempurnaannya.

15
Pentingnya Kepatuhan Hukum
 Suatu ayat dalam Al-Quran berisi kondisi yang diperlukan dan
cukup untuk keberadaan masyarakat dan ekonomi yang ideal:
" Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka
Kami
siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.
”(Surat Al-A’raf Ayat 96 (7:96)

 Kondisi yang diperlukan untuk ekonomi ideal adalah mematuhi


aturan, masyarakat di mana manusia, baik secara individu maupun
kolektif, sepenuhnya patuh pada aturan

16
Pentingnya Kepatuhan Hukum
 Ketika kita mengatakan bahwa Islam adalah sistem berbasis aturan,
kita maksudkan bahwa aturan tersebut ditentukan oleh Pemberi
Hukum, yang memantau kepatuhan, dan ada hadiah untuk
kepatuhan dan sanksi untuk ketidakpatuhan.
 Konsep pengembangan Islam yang paling penting dan sentral
adalah kemajuan yang dibuat manusia dalam mengembangkan diri.
Tanpa ini, kemajuan yang seimbang dan tepat dalam dua dimensi
pembangunan lainnya tidak mungkin; setiap gerakan maju di
dalamnya tanpa pengembangan diri mengarah pada distorsi yang
berbahaya.
 Kepatuhan terhadap aturan yang ditentukan oleh Pemberi Hukum
mencegah distorsi. Peraturan merupakan jaringan yang mengatur
semua dimensi pengalaman manusia, secara individu maupun
kolektif.

17
Pentingnya Kepatuhan Hukum
 Aturan dalam Islam dianggap penting oleh para ekonom
untuk pertumbuhan ekonomi — perlindungan hak properti,
penegakan kontrak, dan tata kelola yang baik.
 Dalam Islam, ini adalah aturan mencari pengetahuan
melalui pendidikan; menghindari pemborosan, bahaya,
atau cedera; mengejar kerja keras; dan tidak terlibat dalam
penipuan, kecurangan, atau penyalahgunaan properti.
 Internalisasi aturan perilaku yang mengatur partisipasi
pasar akan menjadi mekanisme yang efisien untuk
menciptakan keseimbangan dalam suatu ekonomi. Karena
keadilan dan keadilan dijamin oleh kepatuhan terhadap
peraturan, harga yang muncul akan menjadi harga yang
adil.

18
Pentingnya Kepatuhan Hukum
 Aturan mengenai perlakuan adil terhadap orang lain memastikan
bahwa mereka yang berpartisipasi dalam tindakan produksi hanya
menerima pembayaran atas upaya mereka.
 Dengan demikian, distribusi berbasis pasar yang dipandu oleh
mekanisme harga juga akan adil.
 Aturan yang mengatur redistribusi pendapatan memastikan bahwa
hak orang lain untuk mengakses sumber daya dilestarikan
 Semua transaksi ekonomi diatur oleh aturan yang membutuhkan
kesetiaan yang ketat terhadap syarat dan ketentuan kontrak dan
janji.
 Oleh karena itu, kemungkinan informasi asimetris dan moral
hazard , dan konsekuensi negatifnya, diminimalkan.

19
Pentingnya Kepatuhan Hukum
 Aturan yang mengatur konsumsi memastikan bahwa tidak ada
konsumsi yang berlebihan atau boros.
 Karena konsumen menginternalisasi aturan-aturan ini sebelum
memasuki pasar, aturan tersebut juga membentuk preferensi
konsumen dan karenanya menuntut, memoderasi keinginan yang
berlebihan.
 Aturan yang mengatur penggunaan pendapatan dan kekayaan siap
pakai (yaitu, pendapatan dan kekayaan setelah dibersihkan dari
hak-hak orang lain) memastikan bahwa kekayaan tidak ditimbun
dan bahwa itu tersedia dalam bentuk investasi dan pengeluaran di
jalan Allah. (swt).
 Larangan bunga memastikan partisipasi langsung pemilik kekayaan
dalam berbagi risiko yang terkait dengan investasi.

20
Dampak Kelangkaan
 Tugas agen-wali manusia adalah sentral dalam visi ekonomi Islam karena
sejumlah alasan yang saling terkait.
 Doktrin ekonomi konvensional berfokus pada kelangkaan dan keinginan
manusia yang tidak terbatas sebagai alasan utama untuk studi ekonomi.
 Pertumbuhan ekonomi dianggap menciptakan kekayaan dan dengan
demikian mengendurkan kendala kelangkaan.
 Sementara kelangkaan adalah kendala serius dalam mencapai keinginan
yang tidak terbatas,
 Dalam visi Islam, Sang Pencipta telah menyediakan kepada manusia
sumber daya yang memadai di tingkat global untuk memuaskan semua
kebutuhan manusia jika manusia mengikuti aturan-Nya.
 Penciptaan bumi bukanlah peristiwa acak. Allah (swt) menciptakan bumi
dengan menggabungkan kebutuhan manusia dan menciptakan kondisi
(sebagai ujian) yang mengharuskan manusia untuk berbagi.

21
Dampak Kelangkaan
 Dalam Islam, kelangkaan mengambil tiga aspek berbeda.
 Pertama, Al-Quran berulang kali menegaskan bahwa dari sudut
pandang makro-global, Allah SWT telah menciptakan semua hal
dalam “ukuran yang tepat" .
 Kedua, kesalahan distribusi sumber daya dan dari keserakahan
dan kerakusan. Oleh karena itu, seseorang menemukan dalam Al-
Quran penekanan yang luar biasa pada keadilan sosial dan aturan
terhadap pemborosan, akumulasi kekayaan, dan pemborosan.
 Ketiga mengacu pada kelangkaan nyata yang timbul dari fakta
kondisi manusia yang terbatas pada bidang keberadaan ini. Kondisi
fisik manusia memaksakan batasan yang terbatas. “Manusia adalah
terbatas, fana dan penuaan, terbatas dalam ruang dan waktu.” 3

22
Dampak Kelangkaan
 Pengingat konstan Al-Qur'an tentang keterbatasan waktu
di bumi dilambangkan dengan pertanyaan “Berapa lama
kamu habiskan di bumi?” Dan jawaban mereka adalah
“Sehari atau sebagian hari!” (Al-Quran 18:19).
 Demikian pula Al-Quran dengan jelas dan berulang kali
mengingatkan manusia tentang proses penuaan alami yang
mengikis kemampuan fisik dan mental mereka (Al-Quran
68:36; 70:16). Kelangkaan eksistensial yang disebabkan
oleh kondisi keberadaan manusia yang terbatas di bumi
“mengarah pada masalah alokasi cara langka untuk tujuan
alternatif. . . sumber daya yang akhirnya langka adalah
kehidupan, waktu dan energi karena keterbatasan
manusia, penuaan dan kematian. ”

23
Dampak Kelangkaan
 Dengan demikian dapat terjadi kelangkaan karena beberapa manusia
mementingkan diri sendiri, menimbun, dan tidak berbagi dengan yang lain
yang kurang beruntung, karena beberapa manusia memiliki keinginan
yang berlebihan, atau karena beberapa manusia malas dan tidak bekerja
cukup keras.
 Sementara kepentingan pribadi sepenuhnya diakui dalam Islam, namun
harus tunduk kepada kepentingan sosial. Keinginan dan preferensi
manusia tidak dapat diterima sebagai sesuatu yang diberikan tetapi harus
dibentuk untuk mencerminkan niat Allah (swt) bagi umat manusia.
 Ekonomi konvensional mengasumsikan bahwa manusia memiliki
keinginan yang tidak terbatas dan menganggap ini sebagai pemberian;
Islam membenci ketamakan dan keegoisan dan memandang mereka
sebagai sifat yang harus diubah.
 Ekonomi konvensional mengasumsikan keinginan tanpa batas dan
menekankan pertumbuhan ekonomi dan output material untuk
kebahagiaan manusia; Islam menekankan spiritual.

24
Dampak Kelangkaan
 Manusia yang tinggal di daerah dengan pendapatan per
kapita tinggi tidak lebih bahagia daripada mereka di daerah
yang lebih miskin, karena mereka yang tinggal di daerah
kaya selalu fokus pada posisi materi relatif mereka dan,
lebih umum, kekayaan tidak dengan sendirinya membawa
kebahagiaan.
 Karunia Allah kepada manusia memiliki dimensi penting
lainnya.
 Karunia-karunia ini, seperti semua sumber daya yang dapat
habis, air, tanah, dan lingkungan, harus dikelola dengan
kepercayaan sehingga hak-hak semua manusia dari
generasi ini dan generasi mendatang dilestarikan.

25
Dampak Kelangkaan
 Singkatnya, kelangkaan hanya merupakan kendala di
tingkat individu-mikro; pada level ini, ini adalah ujian untuk
orang yang terbatas dan untuk orang yang tidak terbatas
 Bagi yang terbatas, ini adalah ujian dari kekuatan keyakinan
dan merupakan penerangan pada kekuatan dan
kelemahan diri.
 Bagi mereka yang secara ekonomi lebih baik, ini adalah
ujian atas pengakuan mereka tentang sumber nyata
kekayaan mereka — Allah SWT —dan kekuatan kepatuhan
membantu menghilangkan hambatan ekonomi orang lain.
.

26
Dampak Kelangkaan
 Islam menyatakan dengan jelas bahwa kemiskinan tidak disebabkan oleh
kelangkaan atau kekurangan sumber daya alam maupun oleh kurangnya
sinkronisasi yang tepat antara cara produksi dan distribusi. Alih-alih, itu
adalah hasil dari pemborosan, kemewahan, pemborosan, dan tidak
membayar apa yang seharusnya menjadi bagian dari segmen masyarakat
yang kurang mampu.
 Posisi ini diilustrasikan oleh perkataan Nabi: "Tidak ada yang membuat
orang miskin kelaparan kecuali dengan orang kaya yang meraih
kemewahan.“
 Inilah sebabnya mengapa penyalahgunaan kekayaan, pemborosan, dan
konsumsi berlebihan dikutuk sebagai tidak adil, terutama ketika mereka
terjadi dalam hubungannya dengan kemiskinan yang dapat mereka bantu
untuk mengurangi.
 Dalam moralitas properti, Islam dengan tegas mempertimbangkan semua
individu berhak atas standar kehidupan tertentu; hak inilah yang
menuntut klaim sebagai masalah persamaan dan keadilan.

27
Rasionalitas dan Kebebasan Pilihan
 Sebagai pengakuan atas martabat manusia, Maha Pencipta
telah memberi manusia kebebasan untuk memilih.
 Allah SWT membujuk manusia untuk memilih — melalui
pengaktifan spirit, kesadaran, dan kecerdasan manusia (áql) —
Untuk secara bebas mengenali dan mengakui Cinta Yang Esa dan
Satu-Satunya dan kemudian mengembalikan Cinta itu melalui
cinta aktif (layanan cinta) kepada Penciptaan Allah (swt).
 Dalam banyak ayat Al-Quran, Allah SWT menyatakan bahwa
Dia bisa menciptakan semua manusia yang sepenuhnya sadar
dan beriman. Tetapi manusia diberi hadiah pilihan bebas untuk
mengenali, mengakui, dan menerima cinta Allah SWT atau
untuk menolak semuanya.

28
Rasionalitas dan Kebebasan Pilihan
 Dalam menekankan kebebasan memilih ini, Al-
Quran dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada
paksaan dalam kepercayaan dan agama. Bahkan
Nabi diperintahkan untuk mengingatkan dan
memperingatkan tetapi tidak untuk memaksa
manusia.
 Kebebasan memilih ini jelas meluas ke
keputusan-keputusan ekonomi dan sekali lagi
merupakan ujian di mana manusia harus
menghadapi dan mengatasi godaan yang mereka
hadapi.

29
Rasionalitas dan Kebebasan Pilihan
 Manusia pengambil keputusan rasional. Tindakan
rasional, yang berarti beralasan, dalam diri manusia
yang sadar mengikuti penalaran.
 Ini adalah inteligensi (áql), yang memulai proses
kognisi oleh hati.
 Áql didefinisikan sebagai instrumen yang memuja
Pencipta Yang Maha Penyayang dan melalui mana
kesucian akhir (al Jannah, atau Firdaus) dicapai.
 Aturan operasi utama áql adalah untuk mengetahui
kebenaran bahwa kriteria untuk tindakan berbasis
alasan mencapai rida kepada Allah SWT.

30
Rasionalitas dan Kebebasan Pilihan
 Kemampuan áql tidak aktif dalam bashar (manusia).
 Ini diaktifkan ketika manusia memulai jalan menjadi
manusia (insan). Membacakan Wahyu kepada
manusia, membersihkan mereka, dan mengajar
mereka cara menginternalisasi wahyu oleh para rasul
mengaktifkan áql.
 Ketika áql tidak aktif, manusia hanya dapat bernalar
melalui kecerdasan. Tanpa áql, proses pengambilan
keputusan melalui penalaran menggunakan akal.
• Proses ini salah karena tanpa kesadaran oleh hati,
penalaran diaktifkan dan diatur oleh karakter yang
tidak layak dari keadaan manusia.
31
Rasionalitas dan Kebebasan Pilihan
 Otonomi yang diberikan oleh kebebasan memilih
dilaksanakan melalui kepatuhan terhadap aturan
(dikodifikasi dalam institusi) yang ditentukan oleh Pencipta
yang diperlukan untuk keberadaan yang harmonis.
 Oleh karena itu, otonomi di sini adalah pelaksanaan
kebebasan memilih mengingat tanggung jawab yang
dimasukkan dalam negara manusia.
 Manusia diberkahi dengan kemampuan untuk memilih
secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan alasan
reflektif-meditatif dalam melaksanakan tugas-tugas agen-
wali amanat.
 Manusia dapat menggunakan sumber daya material-alami
bumi dan karunia pemberdayaan nonmaterial yang
dianugerahkan oleh Sang Pencipta.

32
Kewajiban Individu, Hak, dan Kepentingan Diri
 Dalam Islam, kebebasan manusia dianggap sebagai penyerahan
pribadi pada Kehendak Ilahi daripada sebagai hak pribadi bawaan.
Manusia secara ontologis bergantung pada Allah SWT dan hanya
dapat menerima apa yang diberikan kepada-Nya.
 Hak asasi manusia adalah konsekuensi dari kewajiban manusia.
Semua kewajiban ini diuraikan oleh aturan yang ditentukan oleh
Pencipta.
 Ketika kewajiban ini dipenuhi, hak dan kebebasan tertentu
diperoleh. Keterbatasan yang diberlakukan oleh aturan tentang
hak dan kebebasan individu diarahkan untuk menghilangkan
kemungkinan negatif dari kehidupan manusia.
 Kewajiban, hak, dan batasan yang ditentukan oleh Islam harus
dipatuhi jika individu dan sistem ingin memiliki identitas Islam.

33
Kewajiban Individu, Hak, dan Kepentingan Diri
 Dalam kerangka Islam, individu memiliki hak alami yang dijamin,
termasuk hak untuk mengejar kepentingan ekonomi mereka.
 Islam menganggap hak alami individu sebagai hak yang diberikan
kepadanya oleh Allah SWT.
 Mengejar kepentingan ekonomi seseorang, dalam kerangka Islam,
pertama-tama ada kewajiban dan kewajiban, lalu hak yang tidak
bisa dibatalkan siapa pun. Namun, yang penting adalah kenyataan
bahwa jika seseorang tidak memiliki kekuatan dan kemampuan
untuk mengejar kepentingan ekonomi, kewajiban untuk
melakukannya tidak lagi menjadi tanggung jawab orang tersebut,
sementara hak-haknya masih dipertahankan.
 Hak potensial tetap ada meskipun seseorang tidak dapat
mengaktualisasikannya.

34
Kewajiban Individu, Hak, dan Kepentingan Diri

 Manusia dapat mencapai semua kepentingan hanya dengan


sepenuhnya patuh pada aturan. Dengan melakukan itu, manusia
melayani kepentingan diri mereka sendiri yang terbaik.
 Menjadi sepenuhnya patuh pada aturan menuntut manusia untuk
sepenuhnya sadar akan kepentingan diri mereka yang sejati, yang
tidak terbatas hanya pada kehidupan di alam ini tetapi juga
mencakup kehidupan yang akan datang.
 Ini berarti pengakuan bahwa tidak ada yang tahu kepentingan
pribadi terbaik manusia selain Pencipta mereka yang telah
menetapkan aturan kepatuhan yang menjamin mereka untuk
mencapai kepentingan pribadi terbaik mereka.
 Dalam 126 ayat, Alquran menjelaskan bahwa kerangka kerja
kelembagaan yang ditentukan memastikan bahwa kepatuhan
terhadap aturan adalah "terbaik" bagi manusia.

35
 Untuk menekankan bahwa Pencipta mereka tahu yang terbaik, Al-Qur'an
menegaskan bahwa ada hal-hal yang manusia yakini sebagai yang terbaik
bagi mereka tetapi bahaya bagi mereka dan ada hal-hal yang diyakini
manusia berbahaya bagi mereka, tetapi terbaik bagi mereka.
 Penegasan ini segera diikuti oleh frasa “Allah tahu dan kamu tidak tahu”
(Quran 2: 216).
 Dalam sejumlah ayat setelah menetapkan aturan perilaku, Al-Quran
segera menyatakan bahwa kepatuhan terhadap aturan "adalah yang
terbaik untuk Anda jika Anda hanya tahu" (lihat, misalnya, 2: 184, 271,
280; 4:25; 8: 19; 9: 3, 41).
 Kesadaran terus-menerus dan kesadaran akan perlunya mematuhi aturan
secara progresif mengaktualisasikan potensi pada manusia untuk
mengetahui mengapa berperilaku sesuai dengan aturan yang ditentukan
melayani kepentingan diri mereka yang terbaik karena Pencipta mereka
memberi mereka "cahaya yang dapat dilintasi di bumi" (6: 122-Quran-
surat-al-anam-ayat-122.

36
 Untuk meringkas, dalam Islam, kepentingan pribadi tidak
dinegasikan. Islam, pada kenyataannya, menganggapnya sebagai
faktor utama dalam sistem insentifnya — suatu keharusan dalam
masyarakat terorganisir mana pun jika individu ingin
memaksimalkan utilitas dengan mengikuti aturan perilaku yang
ditentukan oleh sistem.
 Asalkan kepentingan diri didefinisikan untuk mencakup
kepentingan spiritual dan temporal (yaitu, abadi dan sementara),
tidak ada satu aturan pun yang tidak membawa pembenarannya
sendiri untuk kepentingan pribadi masing-masing.
 Hal ini diperjelas oleh Al-Quran, yang pada umumnya berpasangan
dengan pernyataan bahwa kepatuhan terhadap mereka oleh
individu adalah untuk keuntungan mereka sendiri.

37
Ide Pusat Keadilan
 Keadilan ada di sebelah kiri, kanan, dan pusat ajaran
ekonomi Islam.
 Dalam Islam, fokusnya adalah pada keadilan dan hak
semua manusia diakui dan dilestarikan. Tetapi ini tidak
diterjemahkan ke dalam sistem ekonomi sosialis.
 Keadilan ekonomi yang dipertimbangkan dalam Islam
tidak sama dengan pendapatan dan kekayaan.
 Fokus keadilan ekonomi tidak semata-mata
ditempatkan pada hasilnya. Alih-alih, fokus keadilan
adalah pada sarana dan peluang yang tersedia bagi
semua umat manusia.

38
 Dengan demikian, kerangka kerja utama dan operasi
aturan-aturan ini adalah keadilan.
 Nabi Muhammad SAW mengajarkan tanggung jawab
individu, kolektivitas, dan negara. Dia secara khusus
menekankan kesetaraan individu di hadapan hukum dan
bahwa semua aturan yang ada pada individu dan
kolektivitas mereka harus dipatuhi secara lebih ketat oleh
mereka yang memegang jabatan otoritas.
 Oleh karena itu pepatah terkenal dikaitkan dengannya:
"Otoritas dapat selamat dari ketidakpercayaan tetapi tidak
ketidakadilan." Keteguhan pada keadilan menjadi ciri
perancah institusional pemerintahan, sebuah struktur
dengan transparansi dan akuntabilitas penuh.

39
 Dalam Islam, keadilan ekonomi berpusat pada memberi
semua manusia kesempatan yang adil (sarana) untuk
berkembang .
 Setara dalam pendidikan, perawatan kesehatan, dan nutrisi dasar melalui
kerja keras sambil menjaga hak-hak (jangan dikacaukan dengan amal) .
 Setelah manusia bekerja dan menerima imbalan yang adil, maka mereka
harus membantu orang yang kurang beruntung untuk memberantas
kemiskinan dan menghindari perbedaan besar dalam kekayaan.
 Ketidakadilan yang dilakukan oleh individu terhadap manusia lain dan
terhadap ciptaan lainnya pada akhirnya merupakan ketidakadilan bagi diri
sendiri.

40
 Penekanan pada keadilan membedakan sistem Islam dari semua
sistem lainnya. Melalui perancah keadilanlah alasan utama aturan
yang mengatur perilaku ekonomi individu dan institusi ekonomi
dalam Islam dapat dipahami.
 Sementara keadilan dalam pemikiran Barat adalah kualitas perilaku
satu individu dalam kaitannya dengan yang lain dan tindakan dapat
dianggap tidak adil hanya dalam kaitannya dengan yang lain.
 Dalam Islam keadilan memiliki implikasi dan konsekuensi bagi
individu pertama juga. Artinya, ketika seseorang melakukan
ketidakadilan kepada orang lain, selalu ada timbal balik; melalui
ketidakadilan kepada orang lain, pada akhirnya, seseorang juga
melakukan ketidakadilan pada diri sendiri dan menerima hasilnya
baik di sini maupun di akhirat.

41
 Konsep keadilan meresap ke dalam Islam. Ini
sangat sederhana: Letakkan segala sesuatu di
tempatnya yang seharusnya dan berikan
semua orang haknya (lihat Kotak 1).

42
Kotak 1

Keadilan dalam Islam adalah konsep yang beraneka segi, dan beberapa istilah ada
untuk setiap aspek. Kata yang paling umum digunakan yang mengacu pada konsep
keadilan secara keseluruhan adalah ádl. Kata ini dan banyak sinonimnya menyiratkan
konsep "benar", sebagai padanan dari "keadilan", "meletakkan hal-hal di tempat yang
benar", "kesetaraan", "menyamakan", "keseimbangan", "kesederhanaan", dan
"moderasi . ” Konsep yang terakhir ini lebih tepat diekspresikan sebagai prinsip
Golden Mean, yang menurutnya orang-orang beriman tidak hanya didorong secara
individu untuk bertindak sesuai dengan prinsip ini tetapi juga komunitas dipanggil,
oleh Alquran, untuk menjadi bangsa di tengah. . Dengan demikian, keadilan dalam
Islam adalah agregasi dari nilai-nilai moral dan sosial yang menunjukkan keadilan,
keseimbangan, dan kesederhanaan. Implikasi bagi perilaku individu adalah, pertama-
tama, individu tidak boleh melampaui batas mereka dan, kedua, seseorang harus
memberi orang lain, serta diri sendiri, apa yang seharusnya.

43
 Dalam praktiknya, keadilan secara operasional didefinisikan
sebagai bertindak sesuai dengan hukum sebagaimana
diuraikan dalam Syariah, yang, pada gilirannya, mengandung
keadilan substantif dan prosedural.
 Keadilan substantif terdiri dari unsur-unsur keadilan yang
terkandung dalam substansi UU, sedangkan keadilan
prosedural terdiri dari aturan prosedur yang menjamin
tercapainya keadilan yang terkandung dalam substansi
hukum.

44
 Prinsip-prinsip yang mendasari yang mengatur perbedaan
antara tindakan yang adil dan tidak adil menentukan tujuan
akhir dari jalur Islam, Syariah, yang meliputi: pembentukan
"kebaikan umum" masyarakat (dianggap sebagai tujuan Al-
Quran untuk kolektivitas manusia).
 Shariah adalah jalan membangun karakter moral individu;
dan, akhirnya, promosi kebebasan, kesetaraan, dan toleransi,
yang sering dinyatakan sebagai tujuan penting Syariah.
 Meskipun tidak ada kontradiksi antara keadilan bagi
masyarakat secara keseluruhan dan keadilan bagi individu,
kepentingan individu dilindungi selama kepentingan tersebut
tidak bertentangan dengan kepentingan umum masyarakat.

45
 Kita harus kembali menekankan bahwa landasan dari semua aturan
dan peraturan etis dalam masyarakat adalah konsep keadilan
sosial. Semua aturan ekonomi dalam Alquran berhubungan satu
sama lain dengan prinsip keadilan sosial.
 Al-Quran sangat menekankan keadilan ekonomi sebagai dasar
keadilan sosial. Keadilan sosial dan ekonomi membutuhkan
penyesuaian simultan dalam semua aspek kehidupan manusia,
sebagaimana disyaratkan oleh aksioma persatuan.
 Dalam mengadopsi aksioma persatuan, Al-Quran menekankan sisi
ekonomi dan materi kehidupan. Setiap kali kekayaan disebutkan,
kata sifat seperti "yang baik" dan "karunia Allah" .
 Umat Islam diperintahkan untuk mendapatkan dan menikmati
kekayaan dengan dimensi ekonomi kehidupan dengan kualitas
moral untuk menjadi basis substantif tatanan sosial Islam.

46
 Pada akhirnya, keberadaan kemiskinan absolut dan relatif
bersama dengan ketimpangan pendapatan yang signifikan
adalah bukti yang tak terbantahkan dari kegagalan
ekonomi, sosial, dan politik.
 Perkembangan yang merugikan ini akan dikaitkan dengan
pelanggaran aturan dan kegagalan pemerintahan, di mana
anggota masyarakat, secara individual dan kolektif,
bertanggung jawab, tidak peduli seberapa kuat pretensi
mereka terhadap Islam.
 Al-Quran dan Sunnah menyediakan kerangka kerja untuk
perilaku moral, tetapi terserah individu, masyarakat, dan
negara untuk menegakkan nilai-nilai etika. Dan efektivitas
perilaku moral, pada gilirannya, meningkat dengan
kepatuhan yang meluas.
47
SYARIAH: HUKUM
 Islam membuat undang-undang untuk manusia sesuai dengan
kodrat mereka yang sebenarnya dan kemungkinan yang melekat
pada manusia.
 Tanpa mengabaikan aspek-aspek terbatas dan lemah dari sifat
manusia dengan cara apa pun, Islam memandang manusia dalam
sifat primordialnya sebagai teofani dari atribut Allah SWT, dengan
semua kemungkinan yang menyiratkan hal ini.
 Manusia memiliki kemungkinan sempurna tetapi dengan
kecenderungan untuk mengabaikan potensi keadaan manusia
dengan tetap hanya pada tingkat persepsi indra.
 Islam meminta agar sebagai imbalan atas semua berkat yang
diberikan oleh Pencipta, manusia menyadari potensi penuh dari
keberadaan mereka dan menghilangkan semua hambatan yang
menghalangi berfungsinya kecerdasan mereka.

48
 Untuk mengatur kehidupan manusia ke dalam pola yang
dimaksudkan untuknya oleh Penciptanya, manusia diberi
jaringan perintah dan aturan yang mewakili perwujudan
konkret Kehendak Ilahi.
 Dengan menerima kode perilaku tertentu — melalui
penerapan pilihan bebas — seseorang menjadi seorang
Muslim dan kemudian menjalani kehidupan pribadinya dan
kehidupan sosialnya sesuai dengan aturan-aturan ini.
 Jejaring aturan ini — disebut Syariah, sebuah kata yang
secara etimologis berasal dari akar makna “jalan” —
membimbing manusia menuju kehidupan yang harmonis di
dunia dan di akhirat.

49
 Islam berupaya mengintegrasikan semua kebutuhan
manusia, kecenderungan, dan keinginan melalui otoritas
Syariah yang mencakup segalanya. Hidup dianggap sebagai
satu dan tak terpisahkan.
 Oleh karena itu, aturan Syariah memegang kendali atas
kehidupan ekonomi tidak kurang dari pada kehidupan
sosial, politik, dan budaya; mereka membujuk,
menentukan, dan mengatur seluruh kehidupan.
 Melalui penerimaan dan kepatuhan terhadap aturan-
aturan Syariah, individu-individu mengintegrasikan diri
mereka tidak hanya dalam komunitas tetapi juga ke dalam
tatanan realitas yang lebih tinggi dan pusat spiritual.
Pelanggaran aturan-aturan ini akan memiliki efek
disintegrasi pada kehidupan individu dan komunitas
50
 Aturan-aturan syariah diturunkan, berdasarkan pada Quran dan
operasionalisasinya oleh Nabi SAW, melalui proses investigasi dan
pemikiran yang cermat melintasi waktu dan wilayah geografis.
 Perluasan aturan hukum dan perluasannya ke situasi baru, yang
dihasilkan dari pertumbuhan dan kemajuan komunitas Islam,
dicapai dengan bantuan konsensus dalam komunitas, penalaran
analogis - yang memperoleh aturan dengan membedakan analogi
antara masalah baru dan yang ada di sumber utama — dan nalar
manusia yang independen dari mereka yang berspesialisasi dalam
hukum.
 Sebagai hasilnya, Syariah diinvestasikan dengan fleksibilitas besar
dalam menangani masalah dalam beragam situasi, kebiasaan, dan
masyarakat. Oleh karena itu, ia memiliki berbagai solusi dan
preseden, tergantung pada keadaan yang berbeda.

51
 Sejarah tidak mencatat kejadian ketika ahli hukum Islam
tidak dapat memberikan solusi Islam untuk masalah baru.
Pendapat mereka mencakup semua aspek kehidupan.
Mereka meletakkan teori inovatif, aturan teladan, dan
solusi. Namun, dengan penurunan pemerintahan Islam di
negara-negara Muslim, pentingnya Syariah dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari juga menurun dan
pengembangan Syariah tetap aktif.
 Namun, dalam beberapa dekade terakhir, kebangkitan
kembali di kalangan umat Islam telah menghasilkan
permintaan besar untuk pengembangan aturan berbasis
syariah yang mengatasi masalah masyarakat modern (lihat
Kotak 2).

52
Kotak 2
 Kehidupan seorang Muslim pada tingkat individu dan masyarakat diatur oleh
seperangkat aturan yang berbeda.
 Set pertama, yang dikenal sebagai aqidah (iman), menyangkut hubungan inti
antara manusia dan Sang Pencipta dan menangani semua hal yang berkaitan
dengan iman dan keyakinan seorang Muslim.
 Set kedua membahas transformasi dan perwujudan iman dan keyakinan menjadi
tindakan dan praktik sehari-hari dan secara resmi dikenal sebagai Syariah
(hukum).
 Ketiga, akhlak yang meliputi perilaku, sikap, dan etos kerja yang dianut oleh
seorang muslim dalam masyarakat.
 Syariah selanjutnya dibagi menjadi dua komponen:
 ibadat (ritual) berfokus pada ritus dan adat istiadat di mana setiap individu
sampai pada pemahaman batin tentang hubungan mereka dengan Allah SWT;
 muamalat (transaksi) mendefinisikan aturan yang mengatur kehidupan sosial,
politik, dan ekonomi. Memang, sebagian besar muamalat mendefinisikan
pelaksanaan kegiatan ekonomi dalam sistem ekonomi, yang pada akhirnya
menetapkan aturan untuk sistem komersial, keuangan, dan perbankan.
53
Lanjutan Kotak 2

 Ijtihad (dari akar kata jahd, yang berarti "perjuangan") memainkan


peran penting dalam menghasilkan aturan untuk menyelesaikan
masalah yang timbul dari tantangan yang bergantung pada waktu.
 Ijtihad mengacu pada upaya para ahli hukum individu dan cendekiawan
untuk menemukan solusi untuk masalah yang muncul dalam
perjalanan evolusi masyarakat manusia dan yang tidak dibahas secara
khusus dalam sumber utama.
 Ijtihad didasarkan pada konsensus para ahli hukum sebelumnya (ijma
'), analogi (qiyas), preferensi yudisial (istihsan), kepentingan umum
(maslahah), dan adat istiadat (urf). Sumber sekunder Syariah tidak
boleh memperkenalkan aturan apa pun yang bertentangan dengan
ajaran utama Islam.
54
Lanjutan Kotak 2

 Sepanjang sejarah, metode berbeda dalam melakukan ijtihad telah


berkembang tergantung pada keadaan sejarah dan mazhab pemikiran
yang berbeda (madhahib) yang berlaku pada waktu yang berbeda.
 Metode yang paling umum dipraktikkan adalah Hanafi, Maliki, Syafi'i,
Hanbali, dan Jafari, yang masing-masing memberikan bobot yang berbeda
dalam pengambilan keputusan untuk setiap sumber hukum: Alquran,
Sunnah, ijma ', dan qiyas.
 Misalnya, mazhab Jafari tidak menerima penalaran analogis secara
keseluruhan sebagai metode yang sah untuk menurunkan aturan Syariah,
sebaliknya lebih memilih penyelidikan ahli dan penyediaan solusi untuk
masalah baru oleh ahli hukum.

55
 Tujuan atau sasaran keseluruhan hukum Islam —
yaitu, konsep maqasid-al-Shariah — adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan umat manusia dan
mencegah kerusakan dengan menjaga keimanan,
kehidupan, kecerdasan, kemakmuran, kekayaan,
dan kepentingan generasi mendatang.
 Pelestarian ini mempromosikan masyarakat dan
kepentingannya. Pencapaian kepentingan
masyarakat (maslahah) pada dasarnya sama
dengan maqasid; mereka satu dan sama.

56
RINGKASAN

 Empat konsep dasar mendukung agama berbasis aturan yaitu Islam:


walayahh (cinta Pencipta Tertinggi untuk Ciptaan-Nya yang
dimanifestasikan melalui penciptaan dan penyediaan rezeki bagi semua
manusia), karamah (martabat manusia), meethaq (panggilan perjanjian)
manusia di hadapan Pencipta Tertinggi mereka untuk mengakui di dalam
Dia Pencipta Satu-Satunya), dan khilafa (hubungan agen-wali).
 Islam menganggap kepentingan diri sendiri sebagai faktor utama dalam
sistem motivasi-insentifnya; itu adalah keharusan dalam masyarakat
terorganisir jika individu ingin memaksimalkan utilitas dengan mengikuti
aturan perilaku yang ditentukan oleh sistem. Namun dalam Islam,
kepentingan diri didefinisikan untuk mencakup spiritual dan temporal
(yaitu, abadi dan sementara).
 Aturan adalah untuk keuntungan material dan spiritual seseorang di
dunia ini dan untuk keselamatan utama dan kebahagiaannya di dunia
berikutnya. Insentif dan penghargaan untuk kepatuhan dan retribusi
untuk ketidakpatuhan kadang-kadang dirinci.

57
 Tujuan utama Islam adalah membangun tatanan sosial yang adil dan
bermoral melalui hak pilihan manusia (khilafah). Keadilan secara
operasional didefinisikan sebagai bertindak sesuai dengan hukum, yang,
pada gilirannya, mengandung keadilan substantif dan prosedural.
 Manusia diberi jaringan perintah dan aturan yang mewujudkan kehendak
ilahi dalam hal kode perilaku khusus untuk kehidupan pribadi dan sosial.
Jaringan aturan — yang disebut Syariah — secara etimologis berasal dari
akar makna “jalan” —membimbing manusia menuju kehidupan yang
harmonis di bumi ini dan kebahagiaan di akhirat.
 Tujuan keseluruhan dari hukum Islam - yaitu, konsep maqasid-al-Shariah -
adalah untuk mempromosikan kesejahteraan umat manusia dan
melestarikan iman, kehidupan, kecerdasan, kemakmuran, kekayaan, dan
kepentingan generasi mendatang, yang pada gilirannya mempromosikan
masyarakat dan kepentingannya. Pencapaian kepentingan masyarakat
(maslahah) pada dasarnya sama dengan maqasid; mereka satu dan sama.

58

Anda mungkin juga menyukai