Anda di halaman 1dari 6

UNIVERSITAS TEKNOLOGI NUSANTARA

Fakultas Manajemen Program Studi Manajemen


TERAKREDITASI ASLI BAN-PT No. 3243/SK/BAN-PT/Akred/PT/IX/2017
Jl Raya Pemda Pangkalan III No. 66 Pasir Jambu Kec. Sukaraja Kab. Bogor
Telp. 0251-7502137 Kode Pos : 16710 Bogor Jawa Barat

UJIAN MID SEMESTER GANJIL

Program studi : Semua Jurusan Dosen : (Ahmad Romli. S.Ag.M. Si )

Mata kuliah : Pendidikan Agama Islam (PAI) Hari/Tanggal : Sabtu, 23 September 2023

Nama Mahasiswa: Fajar Nasrulloh NIM : 2320230023

Jawablah pertanyaan di bawah ini !

1. Jelaskan bagaimana proses penciptaan manusia menurut Al-Qur’an !


2. Sebut dan jelaskan tentang hakekat manusia dan fungsi manusia sebagai
khalifah di muka bumi ini ?
3. Bagaimanakah menurut anda, apakah Al-Qur’an dan Hadits masih relevan
dgn masa kini? Berikan alasannya !
4. Bagaimanakah pandangan anda yang pada saat banyak bermunculan orang
yang mengaku Nabi (Nabi Palsu)?
5. Bagaimana cara membangun keluarga yang sakinah, mawaddah dan
warahmah menurut ajaran Islam? Dan bagaimana menurut pandangan anda
realita para artis yang sering gonta ganti pasangan (kawin cerai) ?

Ooo SELAMAT MENGERJAKAN ooO


JAWAB :

1. Menurut Al-Qur'an, proses penciptaan manusia dijelaskan dalam beberapa ayat yang terdapat dalam
berbagai surah. Penciptaan manusia dalam Al-Qur'an secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Penciptaan dari Tanah (Tin): Al-Qur'an menyebutkan bahwa awal mula penciptaan manusia adalah
dari tanah atau debu. Salah satu ayat yang menjelaskan ini adalah dalam Surah Al-Mu'minun (QS.
23:12-14), yang berbunyi: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
tanah liat." Ini menunjukkan bahwa manusia pertama, yaitu Nabi Adam AS, diciptakan Allah dari
tanah liat.

 Semen atau Sperma (Nutfah): Al-Qur'an juga menggambarkan tahap selanjutnya dalam proses
penciptaan manusia. Allah menciptakan manusia dari "nutfah" (semen atau sperma), seperti yang
dijelaskan dalam Surah Al-Infitar (QS. 82:6-7): "Wahai manusia! Kamu berasal dari satu nafs (jiwa)
yang sama, yang Allah ciptakan dari dirinya sendiri, dan Dia menciptakan daripadanya pasangannya
yang sepadan." Ayat ini menekankan bahwa semua manusia memiliki asal yang sama, yaitu nutfah,
dan kemudian berkembang menjadi manusia yang lengkap.

 Penciptaan melalui Tahap-Tahap (Takwin): Al-Qur'an juga menyebutkan bahwa manusia melewati
berbagai tahap dalam proses penciptaannya. Dalam Surah Al-Mu'minun (QS. 23:13-14), disebutkan:
"Kemudian Kami jadikan (sperma itu) dalam rahim menjadi segumpal darah, kemudian segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, kemudian segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain.
Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik." Ini menggambarkan tahap-tahap perkembangan
embrio dalam kandungan seorang ibu.

Selain itu, Al-Qur'an juga mengandung banyak ayat lain yang menggambarkan berbagai aspek
penciptaan manusia, seperti pemberian akal, kemampuan berpikir, serta tanggung jawab manusia
terhadap Allah.
Penting untuk dicatat bahwa penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an dapat berbeda-beda, dan pemahaman
lebih lanjut bisa diperoleh melalui studi dan kajian dalam konteks agama Islam.

2. Dalam Islam, hakekat manusia dan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki makna yang
mendalam. Berikut adalah penjelasan tentang hakekat manusia dan peran khalifah manusia menurut
pandangan Islam:

Hakekat Manusia:
Dalam Islam, manusia dianggap sebagai makhluk yang paling mulia yang diciptakan oleh Allah. Hakekat
manusia dalam Islam mencakup beberapa aspek penting:

 Khalifah Allah di Bumi: Manusia dianggap sebagai khalifah (wakil) Allah di muka bumi. Ini berarti
manusia diberi tanggung jawab untuk menjaga, merawat, dan mengelola alam semesta ini sesuai
dengan kehendak Allah.

 Ciptaan Allah dari Tanah dan Roh: Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, manusia dalam Islam
diciptakan dari tanah (debu) dan ditiupkan roh ke dalamnya oleh Allah. Inilah yang memberikan
manusia martabat yang tinggi.

 Potensi untuk Beribadah dan Bertanggung Jawab: Manusia diberikan akal, intelektualitas, dan
kemampuan untuk membedakan antara baik dan buruk. Dengan potensi ini, manusia dapat
menjalankan peran sebagai hamba Allah yang bertanggung jawab dan beribadah kepada-Nya.

Fungsi Manusia sebagai Khalifah:


Fungsi utama manusia sebagai khalifah di muka bumi, menurut pandangan Islam, adalah sebagai berikut:
 Merawat dan Memelihara Bumi: Manusia memiliki tanggung jawab untuk merawat alam semesta
yang diciptakan oleh Allah. Ini mencakup menjaga kelestarian lingkungan, hewan, dan tumbuhan
serta menggunakan sumber daya alam secara bijaksana.

 Beribadah dan Mengabdi kepada Allah: Salah satu fungsi utama manusia adalah beribadah kepada
Allah dan mematuhi perintah-Nya. Ini mencakup menjalankan ibadah ritual seperti salat, puasa,
zakat, dan haji, serta menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan etika
Islam.

 Memimpin dengan Keadilan: Manusia sebagai khalifah diharapkan untuk memimpin dunia dengan
keadilan. Ini mencakup menjaga keadilan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam sistem
hukum, ekonomi, dan sosial.

 Menjaga Keseimbangan di Bumi: Manusia harus menjaga keseimbangan di muka bumi ini. Tidak
boleh merusak lingkungan atau menciptakan ketidakseimbangan yang dapat merugikan makhluk lain
atau alam semesta secara keseluruhan.

Fungsi sebagai khalifah juga mencerminkan tanggung jawab moral dan etis manusia untuk berperilaku
baik, membantu sesama, dan mendukung kebaikan di dunia ini. Dengan menjalankan fungsi ini dengan
baik, manusia diharapkan dapat mencapai tujuan utamanya dalam Islam, yaitu mendapatkan keridhaan
Allah dan akhirat yang baik.

3. Jawabannya adalah : Masih Relevan.


Di bawah ini, saya akan memberikan pandangan umum tentang relevansi Al-Qur'an dan Hadits dalam
konteks masa kini, beserta beberapa alasan yang mendukungnya:

 Al-Qur'an sebagai Panduan Moral dan Spiritual: Al-Qur'an berisi ajaran moral, etika, dan panduan
spiritual yang bersifat universal dan tetap relevan sepanjang waktu. Nilai-nilai seperti keadilan, belas
kasihan, kesederhanaan, dan kasih sayang yang diajarkan dalam Al-Qur'an tetap relevan dalam
membimbing individu dan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik.

 Prinsip-Prinsip Hukum dan Keadilan: Al-Qur'an juga berisi prinsip-prinsip hukum dan keadilan yang
masih relevan dalam pembentukan hukum dan sistem keadilan di berbagai masyarakat. Prinsip-
prinsip ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan sistem hukum yang adil dan
berkeadilan.
 Panduan Etika dalam Bisnis dan Ekonomi: Al-Qur'an memberikan panduan etika dalam bisnis dan
ekonomi, termasuk larangan riba (bunga) dan dorongan untuk berinvestasi dalam kegiatan yang
bermanfaat bagi masyarakat. Panduan ini relevan dalam mengatasi masalah keuangan dan ekonomi
yang kompleks dalam masyarakat modern.
 Nilai-Nilai Sosial dan Kemanusiaan: Al-Qur'an mengajarkan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan seperti
saling tolong-menolong, menjaga hak asasi manusia, dan perhatian terhadap kaum miskin dan orang-
orang yang membutuhkan. Nilai-nilai ini tetap relevan dalam menangani isu-isu sosial dan
kemanusiaan yang ada saat ini.
 Hadits sebagai Sumber Kedalam dalam Memahami Al-Qur'an: Hadits, yang merupakan catatan
tentang perbuatan dan perkataan Nabi Muhammad SAW, juga tetap relevan karena membantu
memahami dan menginterpretasikan ajaran Al-Qur'an. Hadits memainkan peran penting dalam
menjelaskan konteks dan aplikasi praktis ajaran Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, penting untuk diingat bahwa interpretasi dan pemahaman terhadap Al-Qur'an dan Hadits dapat
bervariasi. Beberapa orang mungkin memiliki pandangan yang berbeda tentang bagaimana menerapkan
ajaran-ajaran ini dalam konteks modern untuk saat ini.

4. Pandangan saya tentang orang-orang yang mengaku sebagai nabi palsu adalah sebagai berikut:

 Pemahaman dalam Konteks Agama: Dalam banyak agama, termasuk Islam, mengaku
sebagai nabi adalah tindakan serius dan sangat penting. Nabi-nabi dalam agama-
agama besar seperti Islam dianggap sebagai utusan Allah yang membawa wahyu dan
petunjuk kepada umat manusia. Oleh karena itu, klaim untuk menjadi nabi palsu
adalah tindakan yang serius dan dapat membingungkan umat.

 Perlunya Kewaspadaan dan Kritis: Dalam dunia modern, kita sering kali melihat
orang-orang yang mengklaim diri sebagai nabi atau pemimpin spiritual baru. Dalam
hal ini, sangat penting untuk bersikap kritis dan bijak. Umat harus melakukan
penelitian dan evaluasi yang cermat terhadap klaim semacam itu dan memeriksa
apakah klaim tersebut didasarkan pada bukti dan ajaran yang kuat.

4. Kehati-hatian dalam Mengikuti Ajaran Baru: Kehati-hatian adalah kunci ketika


seseorang menghadapi klaim dari individu yang mengaku sebagai nabi atau
pemimpin spiritual baru. Sebelum mengikuti ajaran atau mengakui seseorang
sebagai pemimpin spiritual, penting untuk memahami ajaran dan nilai-nilai yang
diausung. Mengikuti pemimpin atau nabi palsu tanpa penelitian yang matang dapat
mengakibatkan penyesatan dan konsekuensi yang merugikan.
5. Peran Otoritas Keagamaan: Dalam Islam, otoritas keagamaan seperti ulama dan
cendekiawan agama memiliki peran penting dalam mengevaluasi klaim-klaim
semacam itu dan memberikan panduan kepada umat. Orang-orang diharapkan
untuk mengonsultasikan otoritas keagamaan yang kompeten dalam kasus seperti ini.

6. Mengedepankan Toleransi dan Dialog: Ketika ada klaim yang kontroversial atau
tindakan dari individu yang mengaku sebagai nabi palsu, penting untuk
mengedepankan dialog yang konstruktif dan toleransi. Konfrontasi atau tindakan
kekerasan tidak selalu menjadi solusi yang baik. Sebaliknya, mendiskusikan
perbedaan keyakinan secara terbuka dan damai dapat membantu memahami
perspektif masing-masing dan mencegah konflik.

Dalam konteks agama, menghadapi klaim klaim nabi palsu dapat menjadi ujian bagi umat dalam
menjaga keyakinan mereka dan tetap setia kepada ajaran-ajaran agama yang telah ada.
Kewaspadaan, penelitian, dan berpegang teguh pada nilai-nilai agama yang benar adalah langkah-
langkah yang penting untuk menghindari penyesatan dan menjaga keutuhan keyakinan agama.
5. Cara Membangun Keluarga Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah:

 Niatkan Perkawinan karena Allah: Inti dari perkawinan dalam Islam adalah
beribadah kepada Allah. Pada saat memulai perkawinan, niatkan untuk
membangun keluarga yang penuh kasih dan damai dengan tujuan mencapai
keridhaan Allah.

 Komunikasi yang Baik: Komunikasi yang terbuka dan jujur antara suami dan istri
adalah kunci keberhasilan dalam perkawinan. Saling mendengarkan, berbicara
dengan baik, dan menyelesaikan masalah secara dewasa adalah penting.

 Saling Pengertian dan Kesabaran: Memahami perbedaan antara suami dan istri
serta bersikap sabar dalam menghadapinya adalah penting. Kesabaran membantu
mengatasi konflik dan menjaga kerukunan.

 Menjaga Hak dan Kewajiban: Suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang
diatur dalam Islam. Ini termasuk memberikan nafkah, perlindungan, dan kasih
sayang dari suami kepada istri, serta ketaatan dan dukungan istri kepada suami.

 Doa dan Ibadah Bersama: Doa dan ibadah bersama-sama dapat menguatkan ikatan
spiritual antara suami dan istri. Melaksanakan ibadah bersama sebagai pasangan
menguatkan hubungan dengan Allah dan satu sama lain.

 Pendidikan Anak yang Baik: Pendidikan dan pemeliharaan anak-anak dalam iklim
kasih sayang dan keteladanan dalam ajaran agama sangat penting. Keluarga yang
bahagia adalah lingkungan yang baik untuk pertumbuhan anak-anak.

Pendapat saya Tentang Realitas Artis yang Gonta Ganti Pasangan:

Pandangan mengenai artis yang sering mengganti pasangan (kawin cerai) dapat berbeda-
beda tergantung pada pandangan individu dan nilai-nilai agama. Namun, ada beberapa
pertimbangan umum:

 Keputusan Pribadi: Keputusan untuk menikah, bercerai, atau mengganti pasangan


adalah keputusan pribadi yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk
nilai-nilai, situasi, dan pengalaman individu.

 Dampak pada Masyarakat: Ketika artis atau tokoh masyarakat yang dikenal publik
terlibat dalam kawin cerai yang sering, hal ini dapat memengaruhi persepsi
masyarakat tentang nilai-nilai keluarga dan perkawinan. Hal ini dapat menjadi
perdebatan di masyarakat.

 Penilaian Subyektif: Penilaian terhadap artis atau siapa pun yang terlibat dalam
kawin cerai sering kali bersifat subyektif dan berdasarkan pada pandangan individu
atau kelompok tertentu.
Penting untuk diingat bahwa dalam Islam, perceraian dianggap sebagai tindakan terakhir
yang tidak diinginkan dan dianjurkan untuk menghindarinya selama memungkinkan. Islam
menekankan pentingnya menjaga perkawinan dan berusaha untuk menyelesaikan konflik
dengan baik. Namun, keadaan dalam masyarakat bisa sangat beragam, dan setiap situasi
perlu dipahami secara kontekstual.

Akhirnya, dalam menghadapi realitas yang berbeda-beda, penting untuk menjaga sikap
yang penuh dengan kasih sayang, pengertian, dan toleransi terhadap perbedaan pandangan
dan pilihan hidup orang lain, sambil tetap menjalankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip agama
yang kita yakini.

Anda mungkin juga menyukai