Anda di halaman 1dari 13

KELOMPOK 5 BANTUAN HUKUM

Dosen Pengampu :
Dr.Syaifullah Yophie A. SH.,MH.

Disusun Oleh:
David Charlos Bakara ( 2109111430 )
Geraldine Patricia J.Sipayung ( 2109112136 )
Jesica Debora Panjaitan ( 2109112508 )
Santa Sentia Sihombing ( 2009112747 )
Yusril Adam Syam Siregar ( 2109112507 )

Bantuan Hukum terhadap Kaum Difabel


Korban Tindak Pidana dan Upaya
Mewujudkan Acces to Justice
LATAR BELAKANG

Kaum difabel di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan kuantitasnya. Berdasarkan data
Sensus Nasional Biro Pusat Statistik 2003 jumlah penyandang cacat di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah
penduduk sebesar 211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 jiwa. Menurut Persatuan Penyandang Cacat
Indonesia (PPCI), hingga pada tahun 2005 jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 6 juta jiwa
atau 3,11%. Berdasarkan survey sensus penduduk Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPSRI) pada
tahun 2010 presentase jumlah penyandang disabilitas sebesar 8,76% dari jumlah penduduk sebanyak
237.641.326 jiwa. Ada lebih banyak perempuan penyandang disabilitas dibandingkan yang laki-laki (52,7%
berbanding 47,3%). Dengan demikian peluang kaum difabel menjadi korban tindak pidana cukup besar. Hal
itulah yang menjadi pencetus terjadinya kekerasan terhadap perempuan difabel.
DASAR HUKUM

 Berdasarkan instrumen hukum, kaum difabel merupakan salah


satu pihak yang berhak menerima bantuan hukum.
Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011

 Di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun


2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Nomor
10/Bua.6/Hs/ SP/VIII/2010, tanggal 30 Agustus 2010, Pasal 19
dan Pasal 27

 Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang


Perlindungan Anak hanya mengakomodir umur anak
berdasarkan umur kalender. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002
PENGERTIAN BANTUAN HUKUM

Bantuan hukum dianggap sebagai bagian yang sangat penting untuk memberikan keadilan
bagi masyarakat terutama mereka yang dianggap tidak mampu. Dalam pemberian bantuan
hukum dikenal beberapa bentuk pelayanan, antara lain:

 Legal Aid ;
 Legal Assistance dan ;
 Legal Service.

Bantuan hukum dalam pengertiannya yang luas berarti upaya untuk membantu golongan
yang tidak mampu dalam bidang hukum. Menurut Adnan Buyung Nasution, upaya ini
mempunyai tiga aspek yang saling berkaitan, yaitu: pertama, aspek perumusan aturan-
aturan hukum; kedua, aspek pengawasan terhadap mekanisme untuk menjaga agar aturan-
aturan itu ditaati; dan ketiga, aspek pendidikan masyarakat agar aturan-aturan itu dihayati.
Setidaknya ada tiga konsep atau jenis bantuan hukum di Indonesia, yaitu

 Konsep Bantuan Hukum Tradisional

 Bantuan Bukum Konstitusional

 Maupun Bantuan Hukum Struktural.


Pada dasarnya tujuan dari bantuan hukum adalah untuk memberikan
perlindungan hukum bagi warga negaranya. Negara Republik Indoneisa
memberikan perlindungan hukum yang sama bagi seluruh warga negara
Indonesia tanpa memandang dasar agama, ras/suku, keturunan, atau tempat
lahirnya, dan latar belakang ekonomis, pendidikan, dan lain-lain.

Melihat rumusan definisi dari penerima bantuan hukum tersebut maka


penyandang disabilitas atau kaum difabel dapat dikategorikan sebagai
salah satu kelompok atau orang yang berhak menerima bantuan hukum.
Sebab, penyandang cacat/penyandang disabilitas adalah setiap orang
yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk
melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari: penyandang cacat fisik;
penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental.
AKSES MENUJU KEADILAN

Akses menuju keadilan adalah hak setiap orang untuk mendapatkan akses memperoleh
keadilan melalui lembaga peradilan yang merupakan hak asasi manusia.

Dalam Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang. Disabilitas Pasal 13 menyebutkan :

1. Negara-Negara Pihak harus menjamin akses yang efektif terhadap keadilan bagi
penyandang disabilitas atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, termasuk melalui
pengaturan akomodasi secara prosedural dan sesuai dengan usia, dalam rangka
memfasilitasi peran efektif penyandang disabilitas sebagai partisipan langsung maupun
tidak langsung, termasuk sebagai saksi, dalam semua persidangan, termasuk dalam
penyidikan dan tahap-tahap awal lainnya.

2. Dalam rangka menolong terjaminnya akses efektif terhadap keadilan bagi


penyandang disabilitas, Negara-Negara Pihak harus meningkatkan pelatihan yang
sesuai
bagi mereka yang bekerja di bidang penyelenggaraan hukum, termasuk polisi dan sipir
REALITAS YANG DIALAMI KAUM DIFABEL

Mayoritas kasus tindak pidana yang korbannya dialami oleh seorang kaum difabel, sering
didiskriminasikan oleh lembaga bantuan hukum, khususnya di kepolisian. Banyak pelaku
yang bebas dan perkara tersebut tidak dapat berjalan. Sehingga perlu adanya suatu
gagasan baru mengenai bantuan hukum untuk mengurangi diskriminasi tersebut dan
menjunjung asas equality before the law.

Seperti advokasi terhadap korban kekerasan kaum difabel telah ditangani oleh berbagai
LSM dalam bidang bantuan hukum, diantaranya LSM SIGAB (Sasana Integrasi dan
Advokasi Difabel) yang bergerak di bidang bantuan hukum khususnya terhadap kaum
difabel. LKBH FH UII (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia) yang bergerak di bidang bantuan hukum. LSM Rifka Annisa
WCC (Women Crisis Center) yang bergerak dalam bidang pengembangan sumber daya
untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan, LSM SAPDA (Sentra Advokasi
Perempuan Difabel dan Anak), dan lain-lainnya.
GAGASAN DALAM PEMBERIAN AKSES KEADILAN

Berdasarkan realitas pemberian bantuan hukum terhadap kaum difabel korban tindak
pidana, terdapat kendala-kendala yang dihadapi di berbagai Lembaga Bantuan Hukum
dan pihak kepolisian seperti :
Tidak adanya pendampingan ahli psikolog yang disediakan LBH untuk semua jenis
difabel
Minimnya jumlah advokat yang dapat menangani klien difabel
Jarang ada figur polwan yang mendaampingi korban seorang perempuan difabel
Kurangnya kesadaran dalam proses peradilan bahwasannya korban dapat mengalami
trauma berat
Kesimpulan

 Acces to Justice (Akses menuju Keadilan ) adalah hak setiap orang untuk mendapatkan akses memperoleh keadilan
melalui lembaga peradilan yang merupakan hak asasi manusia.

 Advokasi terhadap korban kekerasan kaum difabel telah ditangani oleh berbagai LSM dalam bidang bantuan hukum.
Sebagian besar kasus yang ditangani, berhenti karena adanya kendala-kendala dalam proses bantuan hukumnya antara
lain kendala pada Lembaga Bantuan Hukum dengan tidak adanya advokat khusus, pendamping psikolog maupun
penerjemah; kendala pada korban difabel antara lain korban dianggap tidak konsisten dalam menceritakan kronologi
kejadian, usia korban (ketidak sesuaian antara usia kalender dan usia mental), kendala dari individu korban, korban
tidak memahami akibat fisik, sosial, dan psikologi, korban tidak dapat memahami hak yang dimiliki, sistem
administrasi peradilan yang tidak aksesibel. Terakhir kendala pada aparat penegak hukum, antara lain adanya
penolakan pelaporan kasus di kepolisian, karena korban susah berkomunikasi dan tidak adanya alat-alat bukti,
rendahnya pengetahuan aparat hukum dan kepolisian terhadap isu difabel termasuk haknya, tidak tersedianya sarana
pendukung seperti petunjuk braille, penerjemah bahasa isyarat, penolakan kaum difabel sebagai saksi dan lain-lain.
Kesimpulan

Gagasan bantuan hukum terhadap kaum difabel korban tindak pidana guna terciptanya acces to justice antara lain
dibagi menjadi gagasan pada Lembaga Bantuan Hukum,Kepolisian,dan Sistem Peradilan Hal ini ditujukan agar korban
tidak menjadi korban kedua, atau bahkan ketiga (korban sistem) dalam proses peradilannya.
Saran

Penting bagi pemerintah untuk memperkuat kembali hak dari seorang penyandang disabilitas
yang berhadapan hukum di Indonesia sebab dalam beberapa penelitian telah diungkapkan adanya
ketidakonsistenan hakim dalam mengambil sebuah keputusan yang melibatkan penyandang disabilitas.

Pemerintah perlu untuk merumuskan peraturan yang mengatur pedoman beracara bagi
penyandang disabilitas selayaknya kelompok rentan lainnya seperti perempuan dan anak. Dalam aspek
materil, pemerintah perlu meningkatkan intensitas pasal per pasal yang mengatur hak penyandang
disabilitas sehingga memberikan sebuah kepastian hukum bagi penyandang disabiltas di Indonesia.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai