Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

GANGGUAN REFRAKSI PADA


ANAK DIERA PANDEMI

Khalidinah iriansyah, S.Ked

Pembimbing :

dr. Miftahul Akhyar Latif, Ph.D, Sp.M,M.kes


PENDAHULUAN

 Di tengah masa pandemi covid-19 pemerintah


menerapkan protokol pencegahan penularan covid-
19. salah satunya pengaplikasian yaitu dengan
memberlakukan sistem pembelajaran online pada
anak sekolah dengan tujuan untuk menghindarkan
anak dari gangguan kegiatan massal.
 Dampak negatif intensitas penggunaan gadget
seperti ponsel, laptop, komputer, tv, dan sejenisnya
meninggkat
 Dampak positif mengurangi angka kejadian
covid-19
PENDAHULUAN

 Kelainan refraksi menjadi salah satu penyebab utama


gangguan penglihatan pada anak terutama usia 5-15
tahun, sekitar 90% anak mengalami kelainan refraksi.

 Saat ini prevalensi kelainan refraksi pada anak


meningkat tajam, salah satunya di bagian Asia tenggara
yang mencakup 70% dari seluruh penyebab kebutaan.
Perbandingan sebelum sekolah daring dan
setelah sekolah daring
Sebelum sekolah Daring Setelah sekolah Daring

Kelainan Kelainan
Jumlah % Jumlah %
Refraksi Refraksi

Ya 0 0 Ya 61 74.7

Tidak 98 100 Tidak 37 50.3

Total 98 100 Total 98 100.0


Anatomi dan fisiologi mata
Fisiologi
Kelainan Refraksi

Miopia Hipermetropu

Kelainan
Refraksi

Astigmatisme
Presbiopi
Miopia

Miopia merupakan kesalahan refraksi dengan berkas sinar


memasuki mata yang sejajar dengan sumbu optik dibawa ke
fokus di depan retina, sebagai akibat bola mata yang terlalu
panjang atau peningkatan kekuatan daya refraksi media mata
Jenis Miopia
Miopia refraktif

• Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu
cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat)

Miopia aksial

• Diameter anteroposterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih


panjang

Miopia Indeks

• Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes
mellitus

Miopia karena perubahan posisi

• cth: posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi glaukoma


Klasifikasi Miopia
• Miopia ringan
Menurut • Miopia sedang
derajat • Miopia berat/tinggi
beratnya

• Miopia stasioner/simplek
Menurut • Miopia progresif
perjalanan • Miopia maligna
penyakitnya
Manifestasi Klinik Miopia
Manifestasi klinik:
 Penglihatan kabur saat melihat
jauh, dan jelas pada jarak
tertentu/dekat
 Selalu ingin melihat dengan
mendekatkan benda yang
dilihat pada mata
 Gangguan dalam pekerjaan
 Nyeri kepala akibat akomodasi
kuat untuk melihat jelas
 Cendrung memicingkan mata
bila melihat jauh
 Astenopia konvergensi
(kelelahan mata)
Diagnosis Miopia
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
 Visus dasar utk melihat jauh
 Visus dengan pinhole untuk mengetahui apakah
penglihatan yang buram disebabkan kelainan
refraksi atau kelainan anatomi
 Metode “trial and error”, snellen chart dan lensa
sferis negatif sampai didapatkan visus 6/6
3. Pemeriksaan penunjang
 Funduskopi
 Auto refraktometer
Tatalaksana Miopia
 Koreksi non bedah
 Kacamata sferis negatif terkecil
yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal agar
memberikan istirahat mata
dengan baik sesudah dikoreksi
 Koreksi bedah
 Fotorefraktif Keratektomi
(PRK)
 Laser in situ Keratomileusis
(LASIK)
 Laser Subepitelial
Keratomileusis (LASEK)
 Keratomi Radikal
Hypermetropia
 Hipermetropia  gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar tidak cukup
dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di
belakang retina.
Klasifikasi

 Hipermetropia manifes
Hipermetropia ini terdiri atas:
- Hipermetropia absolut,
- Hipermetropia fakultatif,
 Hipermetropia laten,
 Hipermetropia total
Manifestasi Klinik Hipermetropia
Manifestasi klinik:
 Gejala subyektif
 Penglihatan kabur bila melihat
dekat dan jauh
 Astenopia akomodativa : sakit
kepala, mata cepat lelah, cepat
mengantuk sesudah membaca
dan menullis
 Gejala obyektif
 Terjadi strabismus
 COA dangkal, karena hipertofi
otot-otot siliaris
 Ambliopia pada mata yang tanpa
akomodasi; tidak pernah melihat
obyek dengan baik
Diagnosis Hipermetropia
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
 Visus dasar dengan snellen
chart, visus dengan pinhole
 Refraksi subyektif dengan
cara trial and error
3. Pemeriksaan penunjang
 Funduskopi
 Refraktometer
Tatalaksana Hipermetropia
 Non bedah
 Koreksi dengan lensa sferis terbesar
yang memberikan visus terbaik dan
dapat melihat dekat yanpa kelelahan
 Tidak diperlukan lensa sferis positif
pada hipermetropia rinagn, tidak ada
astenopia akomodatif, tidak ada
strabismus
 Bedah
 LASIK (Laser in situ keratomileusis)
 LASEK (Laser sebepithelial
keratomileusis)
 PRK
Astigmat
 kondisi dimana sinar cahaya tidak di fokuskan
pada satu titik tapi banyak titik.

(Eva PR dkk, 2012)


Klasifikasi Astigmatisme
 Bentuk Astigmatisme:
1. Astigmatisme reguler :
astigmatisme yang
memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau
berkurang perlahan-lahan
secara teratur dari satu meridian
ke meridian berikutnya.
Dibedakan atas Astigmat ‘with
the rule’ dan Astigmat ‘against
the rule’
2. Astigmatisme irreguler :
Astigmat yang terjadi tidak
mempunyai 2 meridian yang
saling tegak lurus
Manifestasi Klinik Astigmatisme
 Manifestasi klinik:
1. Distorsi bagian-bagian
lapang pandang
2. Tampak garis vertikal,
horizontal atau miring
yang tidak jelas
3. Memegang bahan
bacaan dari dekat
4. Sakit kepala, mata
berair dan cepat lelah
5. Memiringkan kepala
agar dapat melihat jelas
Penatalaksanaan Astigmatisme
 Penatalaksanaan non bedah:
dapat dikoreksi dengan
sferis silindris sesuai aksis
yang didapatkan, untuk
astigmatisme yang kecil
tidak perlu dikoreksi.
Untuk astigmatisme miopi,
diperlukan lensa silinder
negatif, untuk astigma
hipermetropi diguunakan
lensa silinder positif.
 Astigma juga dapat
dikoreksi dengan
keratektomi, fotorefraktif,
dan LASEK
Deteksi Dini dan Koreksi Kelainan Refraksi

 Penurunan fungsi penglihatan pada anak dapat tidak terdeteksi, maka


harus dilakukan penapisan sedini mungkin dan teratur untuk mendeteksi
adanya kelainan refraksi.
 Pada 3-4 tahun pertama, perkiraan penglihatan sangat bergantung pada
pengamatan mengenai perilaku anak sewaktu bermain atau berinteraksi
dengan orangtua.
 Pada usia 4 tahun keatas telah dapat dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakan grafik “E” buta huruf. Biasanya pada tingkat sekolah dasar
kelas 1 atau kelas 2, dapat digunakan grafik Snellen.
 Lensa kacamata masih merupakan metode paling aman untuk
memperbaiki refraksi. Kacamata berguna untuk memfokuskan bayangan
ke retina. Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf (minus),
hipermetropi dengan menggunakan lensa konveks (plus), sedangkan
astigmatisma dengan lensa silindris.
Kesimpulan
Kelainan refraksi pada anak membutuhkan penanganan
yang serius. Prestasi akademik anak dengan kelainan
refraksi berpotensi untuk turun karena terkendala
dalam menerima informasi visual. Orang tua dan guru
perlu bekerja sama dalam mengawasi aktivitas anak
sehari-hari terutama berkaitan dengan upaya
menghindari faktor risiko terjadinya kelainan refraksi.
Apabila sudah muncul keluhan, harus segera periksa ke
dokter untuk penanganan lebih lanjut.
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai