Anda di halaman 1dari 10

Pembentukan dan

Perkembangan Awal
Kesultanan Buton

SUHARNI HARIS
(092001056)
ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
Latar Belakang
Kesultanan Buton merupakan kesultanan bercorak maritim.
Kesultanaan Buton dipengaruhi oleh keberadaan pelabuhan
Pendahuluan
dimana menjadi pelabuhan yang penting untuk disinggahi
di jalur perdagangan. Perputaran ekonomi menjadikan
kesultanan ini tumbuh besar dan mencapai masa kejayaan.

Penelitian ini bertujuan untuk meninjau teori arkeologi


dalam kasus keberhasilan Kesultanan Buton. Studi ini
mengeksplorasi hipotesis karakteristik ekologi sebagai
penentu perkembangan budaya.

Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah dari Kesultanan Buton dari awal hingga
menuju masa kejayaannya?

Tujuan
Mengetahui sejarah dari Kesultanan Buton dari
awal hingga meuju masa kejayaannya.
Kajian Teori
Keadaan Geografi dan Penduduk
Batas-batas wilayah kekuasaan Kesultanan Buton:
• Utara berbatasan dengan Kerajaan Luwu, Laiwui, dan Pulau Wawonii
(daerah pengaruh Kerajaan Ternate)
• Timur berbatasan dengan Laut Banda atau Selat Maluku
• Selatan berbatasan dengan Laut Flores
• Barat berbatasan dengan Teluk Bone
Cikal bakal wilayah Kesultanan Buton ialah daerah Kalampa di Desa Katobengke,
Kecamatan Betoambari, Kota Bau-bau, Pulau Buton. Menurut tradisi lisan setempat,
wilayah ini merupakan pemukiman pertama dari para tokoh utama ( primus interparis)
Kesultanan Buton Wolio.

Bentuk dan Corak ‘Negara’ Awal dan Kedatangan Islam


Kesultanan Buton diawal berbentuk kerajaan yang diperintah oleh keturunan
Dinasti Wa Khaa-khaa. Pemerintahan raja pertama dimulai tahun 1332 hingga 1538
ditandai dengan pelantikan Raja Lakilaponto sebagai Sultan I dengan gelar Sultan
Muhammad Kaimuddin atau Sultan Murhum. Kedatangan Islam dimulai pada tahun
1511 saat sekelompok guru Islam yang dipimpin oleh Syeikh Abdul Wahid datang
ke bagian timur pulau Buton (daerah Lasalimu) yang disambut oleh Raja Buton
Kelima yang memeluk Islam sebagai agama yang ditunjuk kerajaan.
Birokrasi Kesultanan

Kajian Teori Wilayah Kesultanan Buton berawal dari empat negeri yang tersusun dalam
suatu sistem tata pemerintahan dimana tiap wilayah besar dan kecil
menempatkan dirinya sesuai sejarah dan tradisi. Wilayah kesultanan
meliputi Pulau Buton ssecara keseluruhan, Pulau Muna Bagian Selatan,
Kepulauan Tukang Besi, Pulau Wowonii, dan Jazirah Tenggara Pulau
Sulawesi. Undang-undang ‘Murtabat Tujuh‘ ditetapkan pada 1610 pada
masa pemerintahan Sultan Dayanu Iksanuddin (1579-1631).

Barata sebagai Sistem Pemerintahan dan Pertahanan

Letak geogradis strategis dan kondisi lingkungan yang menguntungkan


telah mendorong Kesultanan Buton untuk mengambil pendekatan bijaksana
dalam membangun wilayah pertahanan yang mampu melindungi dan
mempertahankan integritas lokal. Sepanjang lintasan sejarah, Kesultanan
Buton telah konsisten menarik perhatian dari banyak kerjaan dan kekuatan
untuk mengendalikannya..
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, pendekatan kajian memakain konsep ilmu
sosial khususnya Ilmu Politik. Beberapa konsep mengenai
hegemoni politik dalam hubungan patron dan hamba (Patron-Client)
maupun hegemoni kultural sebagai pendekatan terhadap kajian
mengenai Kesultanan Buton.

Sumber penulisan diantaranya; Sejarah Darul Fi Butuni, Kontrak


Perjanjian Kesultanan Buton dengan VOC maupun dengan
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, Arsip Nasional.
Analisis Kasus

1 Tinjauan Environmental Determinism Model


Terhadap Struktur Masyarakat dan Kesultanan

Karena karakteristik topografi Sultanat Buton yang terdiri dari


pulau-pulau, mengakibatkan penempatan suku yang berbeda di
masing-masing pulau. Kondisi masyarakat yang terbentuk dari
kondisi tersebut adalah Kesultanan Buton, maka diperlukan
struktur lapisan sosial sebagai bentuk decision making untuk
2 Tinjauan Environmental Determinism Model
Terhadap Jaringan Perdagangan
Karakteristik fisik lingkungan berkontribusi pada penentuan
pelabuhan Bau-bau di Pulau Buton sebagai hub untuk pengumpulan
melegitimasi kekuasaan. Lapisan sosial terbentuk berdasarkan dan konsolidasi. Tradisi lokal menyatakan bahwa perkembangan
mitos tentang asal-usul masyarakat Buton. awal sejarah Buton di wilayah Timur Indonesia dalam langka
jaringan pelayaran.
Analisis Kasus

3 Tinjauan Environmental Determinism Model


Terhadap Budaya Material Kesultanan Buton

Keraton dan benteng merupakan produk budaya material. Hasil


adaptasi bentukan geografis Kota Bau-bau yang berbukit dan
berbatu. Benteng Keraton Buton terbuat dari batu karang dan kapur.
Posisi strategis benteng (diatas bukit dan berorientasi ke laut)
merupakan contoh adaptasi lingkungan yang dilakukan untuk
4 Tinjauan Environmental Determinism Model
Terhadap Hegemoni Kesultanan Buton

Kesultanan Buton berada di dalam lingkungan peta hegemoni yang


saling ingin menguasai. Secara geopolitik jalur pelayaran niaga,
mencapai keuntungan ekonomi dan politik.
Kesultanan Buton berada di tengah pengaruh kekuatan besar.
Kontinuitas aliansi tergantung pada kepentingan bersama pihak
yang terlibat dan dalam konfik, hal itu berubah menjadi keadaan
seimbang.
Hasil Analisis
1 Posisi Bidang Perdagangan Buton
Komoditas utama Sultanat Buton sebgaian besar
terdiri dari budak dibandingkan dengan daerah lain
yang menghasilkan rempah. Pulau Buton memiliki
keunggulan geografis yang signifikan sebagai pusat
komersial utama karena berada di persimpangan dua
3 Posisi Bidang Diplomasi Buton
Kondisi diplomatik Buton menghadapi tantangan
rute perdagangan utama. karena lokasi geografisnya yang mengharuskan
berhubungan dengan VOC. Domain diplomatik
Buton mirip dengan domain perdagangannya karena

2 Posisi Bidang Politik Pemerintahan Buton


Buton memiliki kelebhian di bidang pemerintahan yang
terus menunjukan sikap oposisi terhadap VOC
dalam berbagai aspek sementara menyesuaikan
dengan kondisi kepentingan penduduk.
membuat pemerintahan Buton berada di posisi yang lebih
modern daripada pemerintahan Kesultanan lain yakni posisi
sultan yang lebih fleksibel untuk ditempati rakyat lain, tidak
hanya keturunan raja saja, melalui pemilihan. Struktur
parlemen Buton menunjukan modernitasnya pada masa
Sultan La Elangi (1597-1631) dimana ditetapkan posisi
eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Hasil Analisis

4 Posisi Bidang Perekonomian Buton


Mengingat potensi Zona Ekonomi Khusus, kondidi
ekonomi Buton menantang karena sumber daya
alam yang terbatas. Namun, Buton mendapat
manfaat dari kondisi geografisnya. Buton
menunjukkan kesamaan dengan Banten dan
Mataram dalam hal pengumpulan pajak sebagai
sarana untuk menghasilkan pendapatan, namun
5 Posisi Bidang Pertahanan Buton
Buton cukup cerdas dalam membangun aliansi
Buton menggunakan pajak sebagian besar sebagai dengan Kesultanan tetangga sebagai saran untuk
pendapatan tambahan saja. melawan agresi dari kerajaan Gowa dan Ternate
yang dominan. Buton menunjukkan keterampilan
dalam mengelola strategi saingan secara efektif.
Lokasi geografisnya yang rentan dapat dikurangi
resiko aneksasi eksternalnya dengan taktik
diplomatik.
Kesimpulan
Secara umum, Sultanat Buton ditandai sebagai wilayah
minoritas dengan prospek kecil untuk sumber daya alam
Penutup
dan tinggal di daerah yang dianggap bahaya. Namun,
kecerdasan dari Sultan/Raja Buton dalam memanfaatkan
segala kemungkinan memfasilitasi pendakian mereka
kedalam posisi ekonomi yang menguntungkan,
membangun rute oerdagangan penting strategis,
memperkuat pertahanan, dan medirikan struktur
pemerintahan yang progresif. Dalam diplomasi, Buton
memiliki strategi yang superior karena secara efeektif
mengurangi partisipasi VOC dalam kerajaan.

Saran
Peneliti selanjutnya agar dapat memperbaharui
sumber dan mencari informasi melalui saksi
hidup ataupun keturuan asli Kesultanan Buton.

Anda mungkin juga menyukai