Anda di halaman 1dari 3

TUGAS LAPORAN BACAAN SEJARAH LOKAL

KAPITA SELEKTA SEJARAH BUTON


Penulis:Ali Hadara
Penerbit:Sekarlangit
Jumlah Hlm:Vi+50

DIRINGKAS OLEH:
SELMAHA
A1N122053

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
A. KONDISI PRA-BUTON

Sebelum terbentuknya Kerajaan Buton,wilayah Sulawesi Tenggara bagian


kepulauan terdiri atas puluhan bahkan mungkin ratusan kerajaan kecil yang dinamakan
‘kedatuan’.Kerajaan-kerajaan kecil mempunyai pemerintahan sendiri dengan sistem dan
struktur yang berbeda-beda.Wilayah dan komunitasnya masih sangat terbatas,biasanya
pada setiap pulau,dengan istilah atau sebutan pemimpin mereka yang berbeda-beda
pula.Misalnya di Muna pemimpinnya di sebut Sugi ada pula istilah Ghoera,di Wakatobi
lebih bervariasi lagi,ada istilah Pati,Sangaji,Jou dan Meantuu.Di daratan Buton,terutama
di wilayah yang di huni oleh suku Cia-Cia,ada istilah Parabela.Istilah-istilah ini
kemudian di adopsi ke dalam struktur pemerintahan masinh-masing barata ketika
kerajaan-kerajaan tersebut terintegrasi ke Buton.

Diantara kerajaan-kerajaan kecil itu ada yang kemudian berkembang menjadi


lebih besar dan berpengaruh terhadap wilayah sekitartnya,bahkan kemudian berkoalisasi
membentuk satu kerajaan yang lebih kuat.Diantaranya adalah Kerajaan Muna,Kerajaan
Tiworo,Kerajaan Kalingsusu (Kulisusu),Kerajaan Kahedupa (Kaledupa),Kerajaan
Kamaru,Kerajaan Tobe-tobe,Kerajaan Kotua,dan masih banyak lagi yang lain.

B. PERSEKUTUAN LIMA KERAJAAN

Kerajaan Wolio menjalin kerjasama (persekutuan) dengan kerajaan Muna


(Wuna).Tiworo,Lipu (Kalingsusu,Kulisusu),dan Kahedupa (Kaledupa).Persekutuan
tersebut terutama dimaksudkan untuk menjalin kerjasama di dalam menghadapi
gangguan bajak laut yang terus-menerus mengancam kedaulatan masing-masing
kerajaan.Kerjasama mereka kemudian dikukuhkan dalam bentuk aliansi ilmu kerajaan
melalui konvensi Kapeo-peo pada masa pemerintahan La Kilaponto (Sultan Kaimuddin I
alias Murhum alias Halu Oleo) sebagai raja Wolio VI.Persekutuan tersebut di bangun atas
filosofi atau prinsip-prinsip dasar Soi Laompo (ratusan sero) dan Toru Mbalili (mahkota
bergilir).Artinya kelima kerajaan membentuk persekutuan bersama yang kokoh dan kuat
bagaikan ‘ikatan rajutan sero’ (Soi Laompo).

Pada masa pemerintahan Dayanu Iksanuddin alias La Elangi sebagai Sultan Buton
ke-4,kedua prinsip dasar tersebut kemudian mengalami proses transformasi
(perubahan).Konsep Soi Laompo bertransformasi menjadi konsep Barata (perahu
cadik,perahu pengapit).maksudnya agar supaya lebih kuat,maka kerajaan Buton
‘diapit’atau ditopang oleh empat kerajaan disekitarnya,yaitu Kerajaan Muna,Kerajaan
Tiworo,Kerajaan Kulisusu,dan Kerajaan Kahedupa.Sedangkan konsep Toru Mbalili
bertransformasi menjadi Kamboru-mboru Talupalena (tiga pancang tiang),maksudnya
tiga kelompok bangsawan (diButon dinamakan Kaomu) yang berhak menduduki jabatan
dultan,yakni kelompok bangsawan Tanailandu,bangsawan Kumbewaha,dan bangsawan
Tapi-tapi.
C. CIKAL BAKAL KERAJAAN BUTON

Pada abad ke-13 atau awal abad ke-14,tiba di Buton rombongan dari Semanjung
Johor,Tokoh-tokoh di antara mereka adalah Sipanjonga,Sitamanajo,Siwawangkati,dan
Simalui.Keempat orang tokoh ini dalam tradisi Buton dinamakan Miu Patamiana (bahasa
Wolio:Mia =orang,Patamiana =empat orang).Mereka mendarat di dua
tempat.Rombongan Sipanjonga dan Simalui mendarat di Kalampa (sekitar perkampungan
Lipu di Katobengke sekarang) dan rombongan kedua mendarat di Walalogusi sekitar
Kapuntori sekarang,

Anda mungkin juga menyukai