Anda di halaman 1dari 15

P R O B L E M AT I K A

P I L K A D A S E R E N TA K
DAL AM KONDISI
COVID-19
COVID-19
Potret Wabah Corona Virus
Disease (COVID-19) yang
menjadi sebuah pandemi.
Seluruh dunia kini
disibukkan dengan berbagai
upaya pencegahan COVID-
19 untuk menahan lonjakan
pasien positif karena hingga
saat ini obat maupun
vaksinnya masih belum jelas
kesiapannya
• COVID-19 telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
manusia, di masyarakat, bahkan pada saat ini di Indonesia
masih menunjukan lonjakan tinggi.
• Ganjar Pranowo dalam penjelasannya mengakui Jawa Tengah
masuk Zona MERAH karena telah tembus di atas 10.000,
Masyarakat harus mampu beradaptasi dengan kehidupan baru.
• COVID-19 juga melahirkan berbagai kebijakan hukum guna
memutus mata rantai penyebarannya, baik melalui PSBB,
Lockdown, Isolasi RS maupun Isolasi Mandiri.
SAL AH SATU PERSOAL AN DI TENGAH WABAH COVID-19 YANG DISOROTI
NARASUMBER ADAL AH PILK ADA SERENTAK 2020 TERLEPAS DARI
ANTISIPASI YANG TEL AH DIL AKUK AN OLEH PEMERINTAH PUSAT ATAU
PEMERINTAH DAERAH DENGAN BERBAGAI MACAM REGUL ASINYA , TETAPI
KERUMUNAN MASA TIDAK BISA DIHINDARI
• PERPU NOMOR 2 TAHUN 2020:
Telah menetapkan bahwa Pilkada yang semula akan
diselenggarakan tanggal 23 September untuk memilih 9
Gubenur, 224 Bupati, dan 37 walikota secara serentak,
karena covid-19 diundur pelaksanaannya dan tetap
akan diselenggarakan pada
9 Desember 2020
PROBLEMATIKA ?
1. Perppu 2 Tahun 2020 mengakomodir substansi norma bahwa Pilkada 2020 dapat ditunda apabila
situasi tidak memungkinkan, tetapi pasal ini dianggap sebagai sesuatu yang tidak efektif dan tidak
pasti dan sangat sulit dalam implementasinya, sebab penundaan Pilkada sama saja menghambur-
hamburkan uang dari pasangan calon (asumtif).
2. Perppu ini tidak dapat menjadi dasar hukum bagi KPU untuk melakukan diskresi dalam menilai situasi
pandemi COVID-19 di suatu wilayah apakah dapat dianggap mengganggu penyelenggaraan pilkada.
( Tidak ada kejelasan tentang kewenangan diskresi, apakah menjadi wewenang KPU yang punya hajad
besar) atau kewenangan pada instansi lain, misalnya Kementerian Kesehatan, sebagaimana yang
berlaku pada UU Kesehatan (Wabah Menular), Atau kewenangan instansi penegak hukum yang
diatur dalam UU Kekaratinaan Nasional )
TITIK RAWAN PELANGGARAN PILKADA 2020
1. Pelanggaran pada Pilkada adalah sebuah tindakan pelanggaran yang sudah lazim, baik
yang disengaja maupun tidak, legal atau illegal.
• Pelanggaran itu tergantung dari ketat tidaknya aturan main dalam proses elektoral dan
antisipasi pencegahan agar pelanggaran di atas bisa dihindari.
2. Fakta menunjukan, objek gugatan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP) seringkali muncul sebagai akibat kelalaian atau kecerobohan akibat
ketidakhati-hatian dalam menerapkan tahapan pemilu, ujung terakhirnya adalah
Mahkamah Konstitusi yang biayanya relative sangat mahal.
• Dalam situasi normal saja, problem ini sering terjadi, apalagi dalam situasi tidak normal
dan darurat seperti pilkada di tengah pandemi COVID-19 saat ini.
3. Pelanggaran administrasi dimungkinkan dapat ditemukan dalam pilkada serentak
2020.
• Potensi pelanggaran pada Pilkada 2020 terbuka bisa terjadi, misalnya tahap verifikasi
syarat dukungan calon perseorangan adalah tahap yang sensitif karena menentukan
nasib seorang calon perseorangan, apakah lolos atau gagal untuk maju ke pilkada.
Sering muncul dalam alasan atau posita gugatan di MK dg alasan cacat administratif.
• Tingkat kemungkinan pelanggaran pada tahap ini bisa terjadi sebab berdasarkan
pengalaman pada situasi normal saja, dari sejumlah kasus Pilkada Serentak yang
pernah terjadi sebelumnya, verifikasi syarat dukungan pasangan perseorangan ini
banyak menimbulkan sengketa.
• Oleh kerena itu, tingkat kemungkinan pelanggran pada verifikasi syarat dukungan
calon perseorangan bisa menjadi kendala bagi penyelenggara apabila tidak dilakukan
secara hati-hati.
4. Pelanggaran pada saat Penghitungan Suara :
• Peserta Pilkada 2020, baik calon dari partai maupun perseorangan, harus
memenuhi target untuk menyediakan saksi di setiap Tempat Pemungutan
Suara (TPS).
• Psikologi pemilih untuk menjaga physical distancing bisa menjadi kendala
bagi munculnya pengawasan yang sifatnya partisipatif.
• Selain itu, pada situasi sulit penerapan physical distancing, bisa jadi calon
juga kesulitan mencari saksi, dan situasi yang sama juga bisa dialami oleh
pengawas pemilu.
• 5. Pelanggaran Pada Saat Kampanye:
• Dalam situasi yang abnormal seperti saat ini, unsur kampanye bagi calon atau peserta
pilkada justru tidak mudah. Waktu yang sulit dan situasi, tidak memungkinkan bagi
calon untuk mengumpulkan massa. Padahal, kampanye dalam proses elektoral di
Indonesia identik dengan pengumpulan massa
• Apakah KPU bisa menabrak aturan physical distancing atau social distancing apabila
suatu daerah yang menyelenggarakan pilkada ternyata situasi pandemi belum usai?
6. Potensi pelanggaran baru dengan modus pembagian masker saat hari
pemungutan suara pada 9 Desember 2020 bias terjadi, karena KPU sudah
mensyaratkan pemilih menggunakan masker ketika mendatangi tempat
pemungutan suara (TPS)
a. Saat penggunaan masker di TPS diwajibkan, dapat membuka ruang bagi
oknum menyusup ke TPS dan memilih calon tertentu. (karena bisa saja
petugas pemilu di TPS tidak mengenali wajah seluruh pemilih di wilayah
tersebut saat mereka mengenakan masker)
b. Resiko terburuk adalah pada saat pelaksanaan, jaminan petugas tidak
terinfeksi Covid-19
SOLUSI DAN ANTISIPATIF:
• Penyelenggara Pilkada 2020, baik KPU maupun Bawaslu harus membuat sejumlah peta
jalan (road map) untuk mengantisipasi berbagai tingkat kemungkinan pelanggaran di
atas, bagi praktisi maupun akademisi seperti pegiat Pemilukada bisa memberikan
Bimbingan dan Konsultasi kepada penyelenggara maupun calon.
• Tujuannya agar Pilkada 2020 tidak disebut sebagai pilkada yang paling buruk atau
pilkada yang tidak berintegritas.
• Peningkatan koordinasi antara penyelenggara pemilu dan Pemerintah (Cq. Kepolisian)
dalam penetapan road map antisipasi guna meminimalisir kemungkinan yang tidak
terduga sebagai dampak situasi pandemi COVID-19 dalam penyelenggaraan Pilkada
2020.
• Tujuannya untuk mencegah kriminalisasi yang terstruktur dan sistematis sebagai akibat
kekalahan dalam Pilkada.

Anda mungkin juga menyukai