Dalam menguji objektivitas hukum pidana positif, dapat dilihat dari substansi hukum
pidana positif tersebut. Misalnya, pada perbuatan yang dilarang dikenal istilah
‘rechtsdelicten’ dan ‘wetsdelicten’. Rechtsdelicten lahir dari norma agama dan norma
kesusilaan. Sedangkan, wetsdelicten lahir karena undang-undang yang menyatakan
perbuatan tersebut merupakan tindak pidana, karena perkembangan masyarakat.
Ada adagium dari Van Kan bahwa ‘Hukum Pidana tidak membuat Norma Hukumnya
sendiri’.
Menguji Objektivitas Ilmu Hukum Pidana, juga dapat dilihat pada penegakan hukumnya.
Artinya, saat proses peradilan pidana (criminal justice process).
Tujuan Hukum Pidana :
■ Aliran Klasik : Lahir sebagai reaksi terhadap ancien regime yang arbritair pada
abad ke-18 di Perancis yang banyak menimbulkan ‘ketidakpastian hukum’,
‘ketidaksetaraan dalam hukum’, dan ‘ketidakadilan hukum’.
– Pendapat Ahli :
■ Prof Sudarto : Bersifat Retributif dan Represif ; Berpaham Filsafat
Indeterminisme ; Konsep Hukum Pidana daad strafrecht.
o Berpijak pada 3 (tiga) tiang :
Asas Legalitas : Tidak ada pidana tanpa undang-undang, tidak ada perbuatan
pidana tanpa undang-undang, dan tidak ada penuntutan tanpa undang-undang ;
Cesare Beccaria.
Asas Kesalahan : Bahwa orang hanya dapat dipidana untuk tindak pidana yang
dilakukannya dengan ‘sengaja’ dan ‘kesalahan’ ; Pompe.
Asas Pembalasan : Bahwa sanksi pidana dijatuhkan bukan untuk sesuatu hasil
yang bermanfaat, melainkan setimpal dengan berat-ringan tindak pidana yang
dilakukan ; Beysens.
■ Aliran Modern : Lahir karena kekecewaan para Ilmuwan Hukum Pidana
terhadap penegakan hukum pidana dengan Aliran Klasik. Aliran Modern ini
disebut juga ‘Aliran Positif’ yakni mencari sebab kejahatan menggunakan metode
ilmu alam dengan maksud mempengaruhi pelaku kejahatan secara positif sejauh
dapat diperbaiki. Konsep Hukum Pidana Aliran Modern yakni dader strafrecht.
Filsafat Determinisme.
– Berdasarkan 3 (Tiga) Pijakan :
■ Memerangi kejahatan ; Cesare Lombroso & Enrico Ferri
■ Memperhatikan dan menggunakan ilmu lain ; Adolphe Quetelet
■ Ultimum Remidium ; Frank von Lizt
Beberapa Pendapat Pakar Hukum Pidana mengenai Aliran Klasik & Aliran Modern :
Prof. Muladi & Prof. Barda :
Aliran Klasik hanya mengenal Legal Definition of Crime. Sedangkan Aliran Modern
menggunakan Natural Crime.
Aliran Klasik beranggapan hanya sanksi pidana sebagai satu-satunya cara untuk
membasmi kejahatan. Sedangkan, Aliran Modern beranggapan bahwa pidana saja
tidak mampu membuat pelaku menjadi lebih baik dan tidak dapat membasmi faktor-
faktor kriminogen.
Aliran Klasik mengajarkan doktrin kehendak bebas pada setiap individu untuk
melakukan atau tidak melakukan kejahatan. Sedangkan, Aliran Modern mengajarkan
tingkah laku individu merupakan interaksi dengan lingkungan sebagai satu mata rantai
hubungan sebab-akibat.
Aliran Klasik menghendaki adanya sanksi pidana mati terhadap kejahatan-kejahatan
tertentu. Sedangkan, Aliran Modern tidak menghendaki dan ingin menghapus sanksi
pidana mati.
Aliran Klasik menggunakan definite sentence yang menentukan ancaman pidana secara
pasti dan tidak dimungkinkan adanya kebebasan hakim dalam menjatuhkan hukuman.
Sedangkan, Aliran Modern menggunakan indeterminate sentence yang menentukan
ancaman pidana minimum dan maksimum terhadap suatu kejahatan, guna kebebasan
hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana.
Berkembangnya Aliran dalam Hukum
Pidana
■ Dikenal dengan sebutan Aliran Neo-Klasik. Lebih berorientasi pada ‘Pelaku’ dan
‘Perbuatan Pidana’. Konsep Daad Dader Strafrecht. Doktrin Kebebasan Kehendak
Manusia dan Ketidakbebasan seorang Manusia. Sehingga, dikenal faktor-faktor
yang meringankan dalam pertanggungjawaban pidana.
Fungsi Hukum Pidana :
■ Pendapat Ahli :
– Vos mengatakan bahwa hukum pidana berfungsi untuk melawan kelakukan-
kelakuan yang abnormal.
– Hart mengatakan hukum pidana berfungsi untuk menjaga keteraturan dan
kesusilaan umum serta melindungi warga dari hal-hal yang merugikan
dirinya.
– Sudarto membagi menjadi fungsi hukum pidana umum dan khusus. Fungsi
Umum maksudnya mengatur kehidupan kemasyarakatan atau
menyelenggarakan tata tertib masyarakat. Fungsi Khusus melindungi
kepentingan hukum yang hendak dilindungi.
■ Perlindungan terhadap nyawa
■ Perlindungan terhadap harta benda
■ Perlindungan terhadap Kesusilaan
PERSOALAN POKOK HUKUM
PIDANA
■ TINDAK PIDANA (STRAFBAAR FEIT / CRIMINAL ACT)
■ PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA (CRIMINAL LIABILITY)
■ SANKSI HUKUM PIDANA (CRIMINAL SANCTION)
SEJARAH BERLAKUNYA KUHP DI
INDONESIA …
■ PASAL II ATURAN PERALIHAN UUD 1945;
■ PRESIDEN mengeluarkan Peraturan Presiden pada tanggal 10 Oktober 1945;
■ UU No. 1 Tahun 1946 menyatakan bahwa ‘Hukum Pidana yang berlaku pada
tanggal 8 Maret 1942 dengan berbagai perubahan dan penambahan yang
disesuaikan dengan keadaan Negara Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia dengan Namanya Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie
diubah menjadi Wetboek van Strafrecht yang sekarang disebut Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP).
TINDAK PIDANA (STRAFBAAR FEIT / CRIMINAL
ACT)
ASAS LEGALITAS PASAL 1 AYAT (1) KUHP :
BERKAITAN DENGAN WAKTU (TEMPUS) DAN TEMPAT (LOCUS)
TERJADINYA TINDAK PIDANA.
KETENTUAN TIDAK BOLEH BERLAKU SURUT (ASAS NON-
RETROAKTIF).
– INTERPRETASI GRAMATIKA
– INTERPRETASI SISTEMATIS
– INTERPRETASI HISTORIS
– INTERPRETASI TELEOLOGIS
– INTERPRETASI EKSTENSIF
– INTERPRETASI PERBANDINGAN HUKUM
– INTERPRETASI SOSIOLOGIS
ISTILAH DAN KONSEP TINDAK
PIDANA ... ; TINDAK PIDANA ; RUMUSAN DELIK
■ DELIK (DELICT)
PERBUATAN YANG DIANCAM DENGAN SANKSI HUKUM PIDANA,
YANG BERSIFAT MELAWAN HUKUM, YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KESALAHAN, DAN YANG MELAKUKAN DAPAT DIMINTAI
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA.