Anda di halaman 1dari 10

SEDIAAN OBAT BENTUK

SUPOSITORIA
KELOMPOK :
Anisa Desmita
Nova Chesea
Widia Indriani
Zazkia Aulya Devi
 DEFINISI SUPOSITORIA
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan
melalui rektal, vagina, atau uretra yang umumnya meleleh, melunak, atau melarut dalam suhu tubuh. Supositoria dapat
bertindak sebagai pelindung jaringan setempat dan sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal atau sistemik.

 JENIS SUPOSITORIA
Berdasarkan tempat penggunaannya, supositoria dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Rektal supositoria yang sering disebut sebagai supositoria saja, bentuknya seperti peluru
dan digunakan melalui rektal atau anus. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, berat
supositaria kurang lebih 2g. Supositoria rektal berbentuk peluru memiliki keuntungan, yaitu
apabila bagian yang besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, supositoria akan
tertarik masuk dengan sendirinya.
2. Vaginal supositoria (ovula), berbentuk bola lonjong seperti kerucut dan digunakan melalui vagina, dengan berat umumnya
5g. Supositoria kempa atau supositoria sisipan adalah supositoria vaginal yang dibuat dengan cara mengempa massa
serbuk menjadi bentuk yang sesuai atau dengan cara dibuat kapsul dalam gelatin lunak. Supositoria vaginal (ovula) juga
dinamakan pessaries. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, supositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut
atau bercampur dalam air, seperti PEG atau gelatin tergliserinasi, berbobor 5 g. Supositoria dengan bahan dasar gelatin
tergliserinasi (70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin, dan 10 bagian air) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
sebaiknya pada suhu di bawah 35°C.

3. Urethral supositoria (bacilla, bougies), berbentuk batang panjang antara 7-14 cm dan digunakan melalui uretra.
Keuntungan penggunaan obat dalam supositoria dibandingkan per oral (melalui mulut) adalah :
1.Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung
3. Obar dapat masuk langsung ke dalam saluran darah sehingga berefek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral
4. Sangat menguntungkan bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pencernan obat, terutama untuk bayi, anak-anak, dan
lansia
5. Dapat mencegah terjadinya dosis obat yang berlebihan. Karena pada pemberian oral, pasien dapat menelan obat sekali telan
dalam jumlah berlebihan.

 TUJUAN PENGGUNAAN SUPOSITORIA


1. Untuk pengobatan lokal, baik dalam rektum, vagina, maupun uretra, seperti penyakit hemoroid/ wasir/ambeien dan infeksi

lainnya.
2. Secara rektal, digunakan untuk distribusi sistemik karena dapat diserap oleh membean mukosa dalam rektum.
3. Pasien tidak memungkinkan untuk menggunakan obat secara oral, seperti pasien mudah muntah atau tidak sadar.
4. Aksi kerja awal akan diperoleh secara cepat karena obat yang di absorpsi melalui mukosa rektal dapat langsung masuk
dalamsirkulasi darah.
5. Untuk menghindari rusaknya obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di
dalam hepar.
.
 FAKTOR MEMENGARUHI ABSORPSI SUPOSITORIA REKTAL
Agar obat tersedia untuk diabsorpsi obat harus dilepas dari basis supositoria dan didistribusikan oleh cairan di sekitar menuju lokasi
absorpsi. Faktor-faktor yang memengaruhi absorpsi ini antara lain:
1. Faktor fisiologis Faktor fisiologis yang memengaruhi absorpsi adalah pH dan tidak adanya kapasitas dapar dari cairan rektal.
2 .Faktor fisikokimia obat dan basis supositoria
Faktor fisikokimia obat yang memengaruhi absorpsi adalah sifat kelarutan obat dalam lemak dan air serta ukuran partikel obat
terdispersi. Faktor-faktor kimia basis supositoria yang memengaruhi absorpsi meliputi kemampuan melebur, melunak, atau melarut

pada suhu tubuh; kemampuan untuk melepas obat; dan sifat hidrofilik atau hidrofobik.
 KOMPONEN SUPOSITORIA
Komponen supositoria terdiri atas bahan aktif (bahan berkhasiat), bahan tambahn dan basis atau bahan dasar supositoria.

Bahan Dasar Supositoria


1. Padat pada suhu kamar sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dicetak, tetapi akan melunak pada suhu rektal dan

dapat bercampur dengan cairan tubuh.


2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
3. Dapat bercampur dengan beragam jenis obat.
4. Stabil dalam penyimpanan serta tidak menunjukkan perubahan warna, bau, dan pemisahan obat.
5. Kadar air cukup.
6. Tidak menimbulkan alergi/reaksi sensitivitas.
7 Untuk basis lemak, bilangan asam, bilangan iodium, dan bilangan penyabunan harus jelas..
1.
Bahan dasar supositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapeutik. Bahan dasar supositoria ini dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu:

1.Bahan dasar berlemak, contohnya oleum cacao(lemak coklat). Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan bahan
dasar oelum cacao adalah: a.Oleum cacao
merupakan trigliserida dari asam oleat, asam stearat dan asam palmitat yang berwarna putih kekuningan, berbentuk padat,
dan berbau seperti coklat. Oleum cacao dapat meleleh pada suhu 30-36°C sehingga merupakan basis supositoria yang ideal,
dapat melebur pada suhu tubuh, dan mempertahankan bentuk padatnya pada suhu kamar. b.Karena mudah tengik, oleum
cacao harus disimpan di dalam wadah/tempat sejuk, kering, dan terlindung dari cahaya c.Oleum cacao dapat membentuk
polimorfisme dari bentuk kristalnya karena pemanasan yang tinggi. Di atas titik leburnya, oleum cacao akan meleleh sempurna
seperti minyak dan akan kehilangan inti kristal stabil yang berguna untuk membentuk kristalnya kembali.
d.Beberapa bahan, seperti fenol dan kloralhidrat, dapat
menurunkan titik lebur oleum cacao. e.Titik lebur oleum cacao dapat ditingkatkan dengan
menambahkan cera (4-6%). Penambahan ini tidak boleh berlebihan. f.Oleum cacao cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak
tercampurkan dengan cairan tubuh sehingga menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang diobati.
g.Oleum cacao jarang digunakan dalam sediaan vagina karena membentuk
residu yang tidak dapat diserap. h.Oleum cacao dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan
iritasi, seperti pada sediaan haemorrhoid internal

2. Bahan dasar yang dapat bercampur atau larut dalam air, contohnya gliserin gelatin dan polietilen glikol (PEG). a.
Gelatin tergliserinasi Menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV, bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi dengan menambahkan
sejumlah tertentu bahan obat ke dalam bahan pembawa yang terdiri atas lebih kurang 70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin, dan
10 bagian air.
-Basis ini sering digunakan untuk sediaan ovula karena ovula biasanya membutuhkan perpanjangan kerja obat. Basis ini
jarang digunakan untuk sediaan rektal karena disolusinya lambat.
-Tidak melebur pada suhu tubuh, tetapi melarut dalam cairan sekresi tubuh.
-Kelebihan:
Dapat memperpanjang kerja obar, melunak secara lambat, dan lebih mudah bercampur dengan cairan fisiologis dibandingkan
dengan oleum cacao.
-Kekurangan
• Cendrung menyerap uap air karena sifat gliserin yang hidroskopis sehingga memerlukan tempat yang terlindung dari
tembab.
• Efek dehidrasi dan iritasi jaringan. Air yang terdapat dalam basis dapat meminimalkan efek ini.
b. Polietilen glikol
Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air yang dibuat menjadi beragam panjang rantai, berat
molekul, dan sifat fisik. Polietilen glikol tersedia dalam beragam berat molekul, mulai dari 200 hingga 8000. PEG yang umum
digunakan adalah PEG 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, 6000, dan 8000. Pemberian nomor menunjukkan berat
molekul rata-rata dari masing-masing polimernya. Polietilen glikol yang memiliki berat molekul rata-rata 200, 400, dan 600
berbentuk cairan bening tidak berwarna, sedangkan PEG yang memiliki berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin
putih, padat, dan kekerasannya bertambah seiring bertambahnya berat molekul. Basis polietilen glikol dapat dicampur
dalam
berbagai perbandingan dengan cara melebur dua jenis PEG atau lebih untuk memperoleh basis supositoria dengan
konsistensi dan karakteristik yang diinginkan. PEG menyebabkan pelepasan lebih lambat dan memiliki titik leleh lebih tinggi
daripada suhu tubuh. PEG tidak perlu disimpan di lemari es dan dalam penggunaannya, sediaan dapat dimasukkan secara
perlahan tanpa khawatir supositoria akan meleleh di tangan (hal yang biasanya terjadi pada basis lemak).

3. Bahan dasar lain, biasanya campuran basis hidrofilik dan lipofilik Beberapa di antaranya membentuk emulsi, biasanya tipe
a/m. Contohnya adalah polioksi 40 stearat.
 METODE PEMBUATAN SUPOSITORIA
1.Dengan tangan
Hanya supositoria dengan bahan dasar oleum cacao yang dapat dikerjakan atau dibuat dengan tangan untuk skala kecil
dan bahan obatnya tidak tahan terhadap pemanasan. Metode ini kurang cocok untuk iklim panas.
2.Dengan mencetak hasil leburan
a. Cetakan harus dibasahi terlebih dahulu dengan parafin cair untuk supositoria basis gliserin-gelatin.
b. Untuk supositoria dengan basis oleum cacao dan PEG, cetakan tidak perlu dibasahi karena sediaan akan mengerut pada
proses pendinginan dan terlepas dari cetakan.
3. Dengan kompresi
a.Pada metode ini, proses penuangan, pendinginan, dan pelepasan supositoria dilakukan
dengan mesin secara otomatis.
b. Kapasitas mesin 3.500-6.000 supositoria/jam .

 EVALUASI MUTU
Setelah dicetak, supositoria yang dihasilkan harus diperiksa terlebih dahulu. Pemeriksaan yang dilakukan
1. Penetapan kadar zat aktif dan disesuaikan dengan kadar yang tertera pada etiketnya.
2. Pengujian titik lebur, terutama jika digunakan bahan dasar oleum cacao.
3. Uji kerapuhan, untuk menghindari kerapuhan selama pengangkutan.
4. Uji waktu hancur; PEG 1000 15 menit, oleum cacao dingin 3 menit.
5. Uji homogenitas.
 PENGEMASAN SUPOSITORIA
1. Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap supositoria terpisah, tidak mudah hancur, atau meleleh.
2. Umumnya, dimasukkan kedlam wadah atau bungkus aluminium foil atau strip plastik sebanyak 6-12 buah, kemudian
dikemas dalam dus.
3. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Penyimpanan supositoria dengan basis oleum cacao disimpan dalam wadah
tertutup baik, sebaiknya pada suhu dibawah 30°C ( suhu kamar terkendali ), sedangkan supositoria dengan basis gelatin
tergliserinasi disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 35°C. Untuk supositoria dengan basis
PEG, dietiketnya tertera “Basahi dengan air sebelum digunakan” dan meskipun dapat disimpan tanpa pendingin,
supositoria ini harus dikemas dalam wadah tertutup rapat.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai