Anda di halaman 1dari 9

Usia dan kematangan calon pasutri

dari prespektif psikologi dan undang-


undang pernikahan
Anggota

DEAN NADA RIZKY ADIB RAHDIFA


FAHIRA KURNIAQIL FHARDINY
definisi kesiapan menikah

Kesiapan menikah dapat didefinisikan sebagai


sejauh mana individu merasa dipersiapkan untuk
memenuhi pasangan di masa depan, kebutuhan
cinta, pemenuhan kepribadian, rasa hormat dan
komunikasi.

REFERENSI : K. V. Shemila dan K. Manikandan, “Development and Standardization of


Marriage Readiness Scale”, Guru Journal of Behavioral and Social Sciences,Vol. 6, Issue. 2,
2018, hlm. 813
Psikologis finansial

Aspek kesiapan menikah

moral berdasarkan orang


terdekat

REFERENSI: K. V. Shemila dan K. Manikandan, “Development and Standardization of


Marriage Readiness Scale”, Guru Journal of Behavioral and Social Sciences, Vol. 6, Issue 2,
2018, hlm. 819
faktor yang mempengaruhi kesiapan

kematangan religiusitas (ancok


emosional dan suroso)
(schneiders)

merupakan potensi yang


ditempatkan dalam suatu kemampuan yang dimiliki
kondisi tertentu, tuntutan yang oleh seseorang dalam
nyata dari kehidupan individu menerapkan dan
dewasa dapat dihadapi dengan menginternalisasikan nilai
cara yang agama dalam kehidupan
efektif dan positif sehari-hari

REFERENSI : Maya Mustika Ardina dan Hepi Wahyuningsih, Skripsi: “Hubungan Antara
Kematangan Emosi dengan Perilaku Asertif pada Remaja”, Yogyakarta: Universitas
Islam Indonesia, 2015, hlm. 34
Usia dan Kematangan pasutri
dalam prespektif psikologi

Menurut psikologi pada masa dewasa adalah masa


yang baik untuk melakukan perkawinan, karena
kondisi psikologi individu merasa mampu
mengambil tanggung jawab atas tindakan-
tindakan mereka dan mampu berinteraksi dengan
orang-orang dewasa lainnya.
Usia ideal menikah secara fisik dan mental adalah
20 sampai 25 tahun bagi perempuan dan 25
sampai 30 tahun bagi laki-laki.

Referensi:
Yukhamid Abadiyah, Mohammad Noviani Ardi, Tali Tulab. Usia Dewasa Dalam Menikah:
Studi Kritis Dalam Ilmu Psikologis Dan Kompilasi Hukum Islam. Jurnal
UU Pernikahan
UU Perkawinan merupakan perwujudan dari negara Indonesia sebagai
negara hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) UUD
1945 dan negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagaimana termuat pada Pasal 29 ayat (1) UUD 1945. Oleh
karenanya pada kehidupan masyarakat Indonesia, wajib menjalankan
syariat Islam bagi orang Islam, syariat Nasrani bagi orang Nasrani,
dan syariat Hindu bagi orang Hindu. Untuk menjalankan syariat
tersebut, diperlukan perantaraan kekuasaan negara. Maka, dalam UU
Perkawinan dasar hukum yang digunakan tidak lain adalah Pasal 29
UUD 1945, sehingga setiap pasal-pasal yang ada di dalam suatu
norma harus dijiwai dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
Pasal 29 UUD 1945. Artinya, semua ketentuan (termasuk perkawinan)
harus sesuai dengan Pasal 29 UUD 1945 yang menjadi syarat mutlak.

Referensi:
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK
INDONESIA. 2022. Pasal 29 UUD 1945 Menjadi Dasar
Hukum Perkawinan di Indonesia
hukum Perkawinan munurut islam
Adapun yang dimaksud dengan ayat-ayat hukum perkawinan
dan perceraian ialah ayat-ayat yang berisikan tentang
masalahmasalah hukum perkawinan dan perceraian.
Contohnya : QS. An-Nur [24] ayat 32

Artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih


membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak
(menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah
Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.”
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai