HAJI UMROH
SEMESETER 4
MANAJEMEN HAJI UMRAH
INSTITU MADANI NUSANTARA
SUKABUMI
Penyelenggaraan Haji
Nidjam dan Hanan menjelaskan, terdapat Enam unsur tersebut saling berkelindan satu sama lain, di mana
enam unsur pokok dalam penyelenggaraan keenamnya mempersyaratkan jaminan dalam penyelenggaraan
ibadah haji yang harus diperhatikan: ibadah haji yang berkaitan dengan: pertama, jemaah haji yang
(3) kelengkapan administratif; transportasi; ketiga, seluruh jemaah haji yang telah berada di
a. Azas Penyelenggaraan Haji dan 1) Asas Syariat, bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah
Umrah
undang-undang nomor 8 tahun 2019 dilaksanakan berdasarkan hukum agama Islam.
tentang penyelenggaraan ibadah Haji 2) Azas amanah adalah bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
dan Umrah pasal 2
Umrah dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
3) Asas keadilan adalah bahwa Penyelenggaraan lbadah Haji dan
Umrah berpegang pada kebenaran, tidak berat sebelah, tidak
memihak, dan tidak sewenang-wenang.
4) Asas kemaslahatan adalah bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji
dan Umrah harus dilaksanakan demi kepentingan jemaah.
5) Asas kemanfaatan adalah bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
Umrah dilaksanakan demi memberikan manfaat kepada jemaah
6) Asas keselamatan adalah bahwa Penyelenggaraan lbadah Haji dan Umrah harus dilaksanakan demi
keselamatan jemaah.
7) Asas keamanan adalah bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah harus dilaksanakan dengan
tertib, nyaman, dan aman guna melindungi jemaah.
8) Azas profesionalitas adalah bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah harus dilaksanakan
dengan mempertimbangkan keahlianpara pengelolanya.
9) Asas transparansi adalah bahwa Penyelenggaraan lbadah Haji dan Umrah dilakukan secara terbuka
dan memudahkan akses masyarakat untuk memperoleh informasi terkait dengan Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan Umrah, pengelolaan keuangan, dan aset.
10) Asas akuntabilitas adalah bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dilakukan dengan
penuh tanggung jawab baik secara etik maupun hukum. (Penjelasan atas UU RI No.8 Tahun 2019,
Tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah)
Asas akuntabilitas dilakukan dengan pengelolaan keuangan
sesuai sistem akuntansi pemerintah serta berbasis syariah. Dana
setoran awal dioptimalkan melalui instrumen Sukuk, deposito,
giro, dan Iainnya sesuai ketentuan. Nilai manfaat dana tersebut
digunakan untuk mendukung operasional penyelenggaraan
ibadah haji. Selanjutnya, dalam pelaksanan anggaran diperiksa
oleh BPK termasuk pemberian opini Iaporan keuangannya.
Bahkan selama ini, Iaporan keuangan yang bersumber dari BPIH,
secara khusus neraca keuangannya diumumkan di media cetak
nasional.
b Tujuan penyelenggaraan haji dan umrah
1. Pembinaan
Undang-undang adalah memberikan pembimbingan manasik haji dan
nomor 8 tahun pembinaan kesehatan serta materi lainnya, konsultasi ibadah,
2019 pasal 3, ziarah, ceramah keagamaan baik di tanah air, diperjalanan,
maupun di Arab Saudi secara terencana, terstruktur, terukur,
dan terpadu sesuai dengan standardisasi pembinaan, baik
standar manasik ibadah haji maupun standar kesehatan
pelayanan meliputi: layanan administrasi mulai dari pendaftaran dan dokumen
perjalanan haji (paspor dan Visa), pelayanan akomodasi yang memenuhi standar
kelayakan dengan memperhatikan aspek kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan Jemaah Haji beserta barang bawaannya serta memiliki akses yang
mudah ke Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah; konsumsi
dengan memenuhi standar kesehatan, kebutuhan gizi, tepat waktu, tepat jumlah,dan
citarasa Indonesia; transportasi yang memperhatikan aspek keamanan, keselamatan,
kenyamanan, dan efisiensi serta melaksanakannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan; dan pelayanan kesehatan sebelum, selama, dan
setelah melaksanakan Ibadah Haji yang dilaksanakan berdasarkan standardisasi
organisasi kesehatan dunia sesuai dengan prinsip syariat.
perlindungan disini adalah memberikan pelindungan kepada
Jemaah Haji dan petugas haji sebelum, selama, dan setelah
Jemaah Haji dan petugas haji melaksanakan Ibadah Haji.
Perlindungan tersebut meliputi: perlindungan warga Negara
Indonesia diluar negeri (pendampingan dan penyelesaian
dokumen perjalanan apabila Jemaah Haji menghadapi
permasalahan selama melaksanakan perjalanan Ibadah Haji);
perlindungan hukum (jaminan kepastian keberangkatan dan
kepulangan Jemaah Haji dan petugas haji serta pelayanan
bantuan hukum); perlindungan keamanan (keamanan fisik,
keselamatan jiwa, dan keamanan barang bawaan);
perlindungan jiwa, kecelakaan, dan kesehatan yang diberikan
dalam bentuk asuransi. Besaran pertanggungan paling sedikit
sebesar Bipih. Masa pertanggungan asuransi dimulai sejak
Jemaah Haji masuk asrama haji embarkasi atau ermbarkasi-
antara untuk pemberangkatan sampai keluar asrama haji
debarkasi atau debarkasi-antara untuk kepulangan. (UU No.8
tahun 2019, pasal :30-42
2. Hak, Kewajiban Jemaah Haji dan Tanggung
Jawab Pemerintah
a. Hak Jemaah Haji
mendapatkan bukti setoran dari BPS Bipih dan nomor porsi dari Menteri; 2) mendapatkan bimbingan
manasik haji dan materi lainnya di tanah air, dalam perjalanan, dan di Arab Saudi; 3) Mendapatkan
mendapatkan pelindungan sebagai Jemaah Haji Indonesia; 6) mendapatkan identitas haji dan dokumen
lainnya yang diperlukan untuk pelaksanaan Ibadah Haji; 7) mendapatkan asuransi jiwa sesuai dengan
prinsip syariat; 8) Mendapatkan pelayanan khusus bagi Jemaah Haji penyandang disabilitas; 9)
Mendapatkan informasi pelaksanaan Ibadah Haji; 10) memilih PIHK untuk Jemaah Haji Khusus; dan 11)
melimpahkan nomor porsi kepada suami, istri, ayah, ibu, anak kandung, atau saudara kandung yang
ditunjuk dan/ atau disepakati secara tertulis oleh keluarga dengan alasan meninggal dunia atau sakit
permanen menurut keterangan kesehatan Jemaah Haji. Pelimpahan porsi sebagaimana dimaksud berlaku
hanya untuk 1 (satu) kali pelimpahan. Ketentuan mengenai tata cara pelimpahan porsi sebagaimana
wilayah meliputi: a) Daker Airport membawahi Sektor-sektor b) Daker Makkah membawahi Sektor-sektor, dan c) Daker
Madinah membawahi Sektor-sektor PPIH Arab Saudi dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama. 4) PPIH Kloter
adalah petugas haji yang menyertai jemaah sejak dari Tanah Air, dalam perjalanan, dan selama di Arab Saudi, yaitu: a)
Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI), bertugas menyertai Jemaah Haji dalam kelompok terbang yang bertugas
memberikan pelayanan umum bagi Jemaah Haji sekaligus mengemban tanggung jawab sebagai ketua kelompok
terbang. b) Tim Pembimbing ibadah Haji Indonesia (TPIHI), bertugas menyertai Jemaah Haji dalam kelompok terbang
yang bertugas memberikan pelayanan bimbingan ibadah bagi Jemaah Haji. c) Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI),
bertugas menyertai Jemaah Haji dalam kelompok terbang yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan bagi Jemaah
4) Staf Sekretariat; berjumlah 2 (dua) orang yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil
pada Kementerian Agama dan mendapat penugasan dari Menteri
oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan
Hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ditanya mengenai ‘umroh, wajib ataukah sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab, “Tidak. Jika engkau berumroh maka itu afdhol.” (HR. Tirmidzi no. 931)
b. Syarat, Rukun Haji dan Umrah.
1) Syarat Haji dan Umrah. Syarat adalah hal-hal yang perlu dipenuhi
sebelum suatu kegiatan ibadah itu dilakukan. Syarat wajib haji dan umrah
menurut pandangan jumhur fuqaha adalah : Islam, baligh (dewasa),
berakal sehat, merdeka (bukan hamba sahaya dan mampu (istita’ah).
(Kementerian Agama, 2015, hal. 99) dan masuk waktu haji, berniat haji
dimulai tanggal 1 bulan Syawal sampai tanggal 10 bulan Dzulhijjah
sebelum terbit Fajar. (Kartono, 2016, hal. 31)
2) Rukun Haji dan Umrah.
Rukun Haji adalah rangkaian amalan yang harus dilakukan dalam ibadah haji dan tidak dapat
diganti dengan yang lain walaupun dengan dam. Jika ditinggalkan, maka tidak sah ibadah
hajinya. Demikian halnya rukun umrah tidak dapat ditinggalkan, bila tidak terpenuhi maka
umrahnya tidak sah. Rukun haji haji ada 6 (enam) yaitu: Ihram (niat), Wukuf di Arafah, Tawaf
Ifadah, Sa’i, cukur/memotong rambut dan tertib. Sedangkan rukun umrah ada 5 (lima) tanpa
ada wukuf ; yaitu meliputi: Ihram (niat), Tawaf, Sa’i, Cukur dan Tertib. (Kementerian Agama
RI, 2018, hal. 58-64) . Jemaah haji ataupun jemaah umrah yang tidak mengerjakan salah satu
dari rukun tersebut, maka ibadah haji atau umrahnya batal (tidak sah
a) Ihram (Berniat Haji/ Umrah).
Kata ihram secara bahasa berarti mengharamkan. Dalam kontek haji
dan umrah, ihram berarti “masuk dalam keharaman”. Menurut istilah
(terminologi) ihram adalah niat masuk (mengerjakan) ibadah haji atau
umrah dengan mengharamkan/ menghindari hal-hal yang dilarang
selama berihram. (Kementerian Agama, 2015, hal. 124)
Lafadz Niat Ihram (Kementerian Agama, 2015, hal. 128-129) dan
(Kartono, 2016, hal. 92-95)
1) Niat Ihram Umrah atau niat umrah bagi yang berhaji Tamattu
Lafadz Niat Ihram
1) Niat Ihram Umrah atau niat umrah bagi yang berhaji Tamattu
(Labbaikallohumma ‘Umratan) Ya Allah aku datang mmenuhi panggilan-Mu untuk berumrah. Atau
dengan niat.
(Nawaitul ‘umrata wa ahromtu bihaa lillaahi Ta’aalaa) Artinya: Aku niat umrah dengan berihram
karena Allah Ta'ala
(Labbaikallohumma Hajjan). Artinya : Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji. Atau dengan
niat.
(Nawaitul hajja wa ahromtu bihi lillaahi Ta’aalaa). Artinya: Aku niat haji dengan berihram karena
Allah Ta'ala
3) Niat Ihram Haji dan Umrah (Haji Qiran).
(Labbaikallohumma Hajjan wa umratan). Artinya : Aku sambut
panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji dan berumrah Atau dengan niat.
(nawaitul hajja wal ‘umrata wa ahramtu bihima lillahi ta’ala). Artinya;
Aku niat melaksanakan haji dan umrah dengan berihram karena Allah
Ta’la.
4) Bacaan do’a setelah ihram.
• الَّلُهَّم ُأَح ِّر ُم َش ْع ِري َو َبَش ِرْي َو َج َسِد ْي َو َج ِم ْيَع َج َو اِرِح ْي ِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍء َح َّر ْم َتُه َع َلى اْلُم ْح ِرِم َأْبَتِغ ي ِبذِلَك َو ْج َهَك
اْلَك ِرْيَم َياَرَّب اْلَعاَلِم ْيَن
Allahumma uharrimu sya'ri wa basyari wa jasadi wa jami'a jawarihi min kulli syai-in
harramtahu 'alal muhrimi abtaghi bidzalika wajhakal karim ya rabbal 'alamin.
Artinya: Ya Allah, aku haramkan rambut, kulit, tubuh, dan seluruh anggota
tubuhku dari semua yang Engkau haramkan bagi seorang yang sedang berihram,
demi mengharapkan diri-Mu semata, wahai Tuhan pemelihara alam semesta.
5) Bacaan Talbiyah.
• ِإَّن اْلَح ْم َد َو الِّنْع َم َة َلَك َو اْلُم ْلَك َال َش ِرْيَك َلَك، َال َش ِرْيَك َلَك َلَّبْيَك،َلَّبْيَك الَّلُهَّم َلَّبْيَك
Labbaika allahumma labbaik, Labbaika laa syariika laka labbaik. Innal hamda wan
ni’mata laka wal mulk. Laa syariikalak.
"Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-
Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang
memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan
adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu."
6) Bacaan Shalawat dan Do’a setelah Niat Ihram.
Artinya, “Ya Allah sungguh kami memohon ridha dan surga-Mu. Kami
berlindung kepada-Mu dari murka dan neraka-Mu. Wahai Tuhan kami,
anugerahkanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.
Lindungilah kami dari siksa neraka.”
Macam-macam Tawaf
2) Tawaf ifadah: tawaf rukun haji yang apabila ditinggalkan maka tidak sah
hajinya. Waktunya, dilakukan sesudah wukuf di Arafah
3) Tawaf wada’: tawaf pamitan yang wajib dilakukan oleh seseorang
yang akan meninggalkan kota Mekkah, tidak disertai dengan sa’i.
Jika terjadi pada jemaah wanita yang baru datang ke Makkah dan hendak
melaksanakan tawaf umrah atau tawaf qudum, maka harus menunggu
hingga haidnya selesai. Selama menunggu tersebut dalam keadaan ihram
dan berlaku semua ketentuan ihram dan larangan-larangannya.
Tetapi jika tawaf ifadah, maka langkah yang diambil adalah sebagai
berikut:
1) Menunda tawaf menunggu sampai suci, jika memiliki cukup waktu dan tidak terdesak waktu kepulangan.
2) Jika tidak memungkinkan karena harus segera pulang, misalnya jemaah haji kloter awal gelombang 1, maka
3) Jika ada sela-sela hari atau waktu yang diperkirakan mampet dengan waktu yang cukup sekedar melaksanakan
tawaf 7 putaran, maka segera bersuci/berwudlu, mandi besar, kemudian menutup rapat kemaluannya dengan
pembalut yang dimungkinkan tidak keluar dan menetes di masjid, selanjutnya melaksanakan tawaf.
4) Atau berusaha pindah kloter/rombongan yang kepulangannya masih cukup waktu, sehingga dapat menunggu
5) Apabila kepulangan ke tanah air tidak bisa ditunda dan tidak bisa pindah kloter/rombongan, maka yang
bersangkutan segera mandi (bersuci) lalu membalut kemaluannya sampai aman/ tidak netes, kemudian
berangkat ke Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf ifadah, sekalipun selesai tawaf darah haid keluar lagi.