Part 6
Part 6
Penafsiran otentik ini sesuai dengan tafsir yang dinyatakan oleh pembuat
undang-undang (legislator) dalam undang-undang itu sendiri.21 Misalnya, arti
kata yang dijelaskan dalam pasal atau dalam penjelasannya. Jikalau ingin
mengetahui apa yang dimaksud dalam suatu pasal, maka langkah pertama adalah
lihat penjelasan pasal itu. Oleh sebab itu, penjelasan undang-undang selalu
diterbitkan tersendiri, yaitu dalam Tambahan Lembaran Negara, sedangkan
naskah undang-undang diterbitkan dalam Lembaran Negara.
7 (tujuh) model penafsiran hukum, Visser’t Hoft
Penafsiran Evolutif-Dinamis
Jazim Hamidii, mencatat 11 (sebelas) macam metode penafsiran
hukum
1. Intrestasi Gramatikal menfsirkan kata-kata dalam sesuai kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa.
2. Interpretasi Historis, yaitu penafsiran sejarah undang-undang dan sejarah hukum.
3. Interpretasi sistematis menafsirkan undang-undang sebagai sebagai keseluruhan sistem perundang- undangan.
4. Interpretasi Sosiologis atau Teleologis, makna undang-undang dilihat berdasarkan tujuan kemasyarakatannya, sehingga
penafsiran dapat mengurangi kesenjangan antara sifat positif hukum dengan kenyataan hukum.
5. Interpretasi Komparatif, menafsirkan dengan cara membandingkan dengan berbagai sistem hukum.
6. Interpretasi Fituristik, menafsirkan undang-undang dengan cara melihat pula RUU yang sedang dalam proses pembahasan.
7. Interpretasi Restriktif, membatasi penafsiran berdasarkan kata yang maknanya sudah tertentu.
8. Interpretasi Ekstensif, menafsirkan dengan melebihi batas hasil penafsiran gramatikal.
9. Interpretasi Otentik, penafsiran yang hanya boleh dilakukan berdasarkan makna yang sudah jelas dalam undang-undang.
10. Interpretasi Interdisipliner, menggunakan logika penafsiran lebih dari satu cabang ilmu hukum.
11. Interpretasi Multidisipliner, menafsirkan dengan menggunakan tafsir ilmu lain di luar ilmu hukum.
Konstruksi hukum menurut teori dan praktek dapat dilakukan dengan
4 (empat) metode, yaitu :
Pada dasarnya, inti kegiatan intelektual dalam pengembanan Ilmu Hukum yang dimaksud dengan Ilmu Hukum
di sini adalah ilmu normatif yang termasuk ke dalam kelompok Ilmu-ilmu Praktikal yang keseluruhan kegiatan
ilmiahnya (menghimpun, memaparkan, mensistematisasi, menganalisis, menginterpretasi dan menilai hukum
positif) pada analisis terakhir terarah untuk menawarkan alternatif penyelesaian terargumentasi yang paling
akseptabel terhadap masalah hukum konkret (aktual maupun potensial) berdasarkan dan dalam kerangka
tatanan hukum yang berlaku.
Ilmu Hukum ini disebut Dogmatika Hukum atau Ilmu Hukum Praktikal; ada juga yang menyebutnya Ilmu
Hukum Positif atau Ilmu Hukum Dogmatik. Masalah hukum berintikan pertanyaan tentang apa hukumnya
bagi situasi konkret terberi, artinya apa yang menjadi hak dan kewajiban orang dalam situasi
kemasyarakatan konkret tertentu, dan berdasarkan itu apa yang seharusnya dilakukan orang, yang
kepatuhannya tidak diserahkan sepenuhnya kepada kemauan bebas yang bersangkutan, melainkan dapat
dipaksakan oleh otoritas publik (pemerintah dan aparatnya).
Pengembanan metode penelitian melalui Hermeneutik Ilmu Hukum berintikan kegiatan menginterpretasi
teks yuridik untuk mendistilasi kaidah hukum yang terkandung dalam teks yuridis itu dan dengan itu
menetapkan makna serta wilayah penerapannya. Antara ilmuwan hukum (interpretator) dan teks yuridik itu
terdapat jarak waktu.
Teks yuridik adalah produk pembentuk hukum untuk menetapkan perilaku apa yang seyogianya dilakukan
atau tidak dilakukan orang yang berada dalam situasi tertentu karena hal itu oleh pembentuk hukum
dipandang merupakan tuntutan ketertiban berkeadilan.
Jadi, terbentuknya teks yuridis itu terjadi dalam kerangka cakrawala pandang pembentuk hukum berkenaan
dengan kenyataan kemasyarakatan yang dipandang memerlukan pengaturan hukum dengan mengacu cita
hukum yang dianut atau hidup dalam masyarakat. Dalam upaya mendistilasi kaidah hukum dari dalam teks
yuridis dengan menginterpretasi teks tersebut, interpretator dari peneliti/ilmuwan tidak dapat lain kecuali
dalam kerangka pra-pemahamanan dan cakrawala pandangnya dengan bertolak dari titik berdirinya sendiri,
jadi terikat pada waktu yang di dalamnya interpretasi itu dilakukan.