Anda di halaman 1dari 7

POLIPLOIDI DAN MONOPLOIDI Poliploidi Poliploid terjadi karena penggalan perangkat kromosom secara keseluruhan.

Individu- individi yang tergolong poliploid dapat muncul turunan- turunan yang triploid, tetraploid, pentaploid, heksaploid dan sebagainya. Fenomena poliploid lebih sering dijumpai di kalangan spesies- spesies tumbuhan dibandingkan dengan spesies- spesies hewan. Namun, pada kelompok kadal, amphibi, serta ikan, poliploid lazim dijumpai. Ada juga informasi yang menyatakan bahwa poliploid alami dijumpai pada hewan- hewan hermafrodit, seperti cacing tanah, planaria; hewan partenogenik seperti kumbang, kupu malam, sow bugs, udang, ikan mas dan salamander. Sedangkan berkenaan dengan poliplloid pada tumbuhan, ada informasi yang menyebutkan bahwa sekitar 47% tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) tergolong diploid. Diploid ini juga umum dijumpai pada tumbuhan paku- pakuan tetapi jarang dijumapi pada Gymnospermae. Dalam Ayala, dkk (1984), dikemukakan beberapa alasan fenomena poliploid jarang dijumpai pada hewan sebagai berikut: 1. Poliploid mengganggu keseimbangan antara autosom dan kromosom kelamin yang bermanfaat untuk determinasi kelamin 2. Kebanyakan hewan melakukan fertilisasi silang, dalam hal ini satu individu poliploid baru yang terbentuk tidak dapat bereproduksi sendiri 3. Hewan memiliki perkembangan yang lebih kompleks, yang dapat dipengaruhi oleh perubahan yang disebabkan oleh poliploid, misalnya dalam kaitannya ukuran sel yang dapat mempengaruhi ukuran organ 4. Jika di kalangan tumbuhan, individu- invidu poliploid sering timbul dari duplikasi pada hibrid, tetapi di kalangan hewan hibrid biasanya inviabel atau steril Jumlah perangkat kromosom yang ganjil pada poliploid biasanya tidak bertahan dari generasi ke generasi. Suatu makhluk hidup poliploid yang memiliki jumlah kromosom- kromosom homolog yang tidak seimbang (tidak sama) memang biasanya tidak mengahasilkan gamet- gamet yang secara genetik seimbang. Karena

alasan inilah maka perangakat kromosom triploid-tertraploid dan sebagainya biasanya tidak dijumpai pada spesies yang bereproduksi secara generatif. Berkenaan dengan poliploid yang memiliki jumlah kromosom homolog seimbang (jumlah kromosom genap), ada informasi yang menyatakan bahwa kelompok tersebut lebih berpeluang fertil dibandingkan dengan jumlah kromososm yang tidak seimbang (jumlah kromososm ganjil). Hala tersebut berkaitan dengan masih adanya peluang kromosom- kromosom berpasangan selama meiosis. Contoh poliploid yang berjumlah kromosom genap (hexaploid) adalah gandum roti (Triticum aestivum), sedangkan poliploid berjumlah ganjil yang steril adalah pisang (triploid). Oleh karena itu, perkembangbiakan pisang secara vegetatif. Poliploid dapat terjadi secara spontan maupun sebagai akibat perlakuan. Poliploid sering terjadi sebagai akibat rusaknya aparatus spindel selama satu atau lebih pembelahan meiosis ataupun selama pembelahan mitosis. Berkenaan dengan poliploid yang terkait dengan meiosis, informasi lain menyebutkan bahwa poliploid dapat terjadi akibat penyimpangan selama meiosis yang menghasilkan gemet- gemet yang tidak mengalami reduksi (Ayala dkk, 1984). Jika suatau gamet tidak mengalami reduksi (misalnya pada individu diploid) bergabung suatu gamet normal (haploid) maka zigot yang terbentuk tergolong triploid dan sebaliknya jika gamet- gamet yang bergabung itu sama- sama tidak mengalami lam sel- sel somatik secreduksi, maka zigot yang terbentuk tergolong tetraploid. Berkenaan dengan poliploid selama mitosis, informasi lain menyebutkan bahwa poliploid dapat juga terjadi akibat penggandaan jumlah perangkat kromosom di dalam sel- sel somatik secara spontan (Ayala dkk, 1984). Dalam hal ini replikasi kromosom tanpa diikuti oleh pembelahan sel. Pada individu diploid, kondisi ini dapat berakibat terbentuknya kelompok sel (jaringan) tetraploid yang pada akhirnya mengahasilkan gamet- gamet diploid, lebih lanjut jika terjadi pembuahan sendiri maka akan dihasilkan zigot tetraploid tetapi jika terjadi pembuahan yang melibatkan suatu gamet haploid, maka akan terbentuk zigot triploid. Poliploid yang terjadi akibat perlakuan, misalnya perlakuan dengan kolkisin. Kolkisin ini tergolong alkaloid yang diperoleh dari tumbuhan Colchicum autumnale.

Perlakuan dengan kolkisin pada saat mitosis berakibat terhambatnya pembentukan benang spindel mitosis dan kromosom- kromosom yang telah mengalami replikasi tetap tidak terpisah. Kromosom- kromosom ang telah bereplikasi tersebut tidak bisa memasuki tahap mitosis anafase bermigrasi ke kutub- kutub sel. Lebih lanjut jika efek kolkisin itu hilang, maka sel itu dapat langsung memasuki tahap siklus sel interfase dan pada kondisi tersebut sel tadi memiliki jumlah kromosom dua kali lipat. Atas asal usul kejadiannya, poliploid dibedakan menjadi autopoliploid dan allopoliploid. Pada autopoliploid tidak melibatkan spesies yang lain. Dalam hal ini seluruh perangkat kromosom (yang sudah mangganda) berasal dari apesies yang sama atau dengan kata lain perangkat kromosom tambahan adalah milik spesies yang sama tersebut. Misalnya perangakat kromosom diberi simbol A, maka

autopoliploidnya mempunyai simbol AAA, sedangkan autotetraploidnya bersimbol AAAA. Autotriploid dapat terjadi akibat pembuahan suatu gamet diploid oleh satu gamet haploid. Kadang- kadang suatu zigot autotriploid terjadi akibat pembuahan satu ovum oleh dua sperma, bahkan zigot autotriploid dapat terbentuk akibat persilangan eksperimental individu diploid dan yang tetraploid. Autopoliploid juga dapat terjadi akibat perlakuan tekanan hidrostatik yang diindukksikan beberapa menit setelah fertilisasi yang bertujuan untuk merusak benang spindel dari pembelahan meiosis kedua. Dari sumber lain, dikemukakan bahwa autotriploid juga dapat terjadi akibat perlakuan kejutan suhu dingin maupun panas. Pada umumnya, ukuran individu autopoliploid lebih besar dai pada kondisi diploid (Klug dan Cummings, 1994). Dalam hubungan ini seringkali bunga ataupun buah tanaman bertambah besar dan kenyataan itu disebabkan oleh makin besarnya ukuran sel dan bukan oleh peningkatan jumlah sel. Karena secara mendasar individu individu autopoliploid tersebut tidak mengandung informasi baru atau unik yang berbeda dari kerabatnya yang diploid, maka di lingkup tanaman budidaya, varietas varieatas semacam itu dapat mempunyai nilai komersial yang lebih tinggi. Contohnya

pada bebrapa spesies kentang dari marga Solanum, Winesap aples, pisang komersial, semangka tak berbiji serta bunga bakung (Lilium tigrinum). Pada allopoliploid, kejadian poliploid tersebut melibatkan spesies yang lain. dalam hal ini ada perangkat kromosom yang berasal dari spesies yang lain, biasanya perangkat kromosom itu berasal dari spesies yang berkerabat dekat (Russel, 1992; Klug dan Cummings, 1984). Dalam hal ini allopoliploid tersebut terjadi melalui hibridisasi yang melibatkan dua spesies yang berkerabat dekat. Sebagai contoh misalnya, terjadi hibridasi antara spesies A (yang berkromosom a1, a2, a3.....an) dan spesies B (yang berkromosom b1, b2, b3......bn) menghasilkan hibrid AB. Hibrid itu mungkin steril karena ketidakmampuannya menghasilkan gamet yang viabel, sebagai akibat kromosom- kromosom dari kedua spesies itu tidak dapat melakukan sinapsis selama meiosis yang menimbulkan kondisi biotik yang tidak seimbang. Namun, jika hibrid AB tersebut mengalami penggandaan kromosom secara alami, maka suatu tetraploid AABB dapat terbentuk. Jika suatu makhluk hidup atau individu hibrid mengandung dua genom diploid yang lengkap, maka yang bersangkutan (alllotetraploid itu) disebut juga sebagai amphidiploid (Klug dan Cummings, 1984).

Gambar kejadian allopolyploid, khususnya allotetraploid (sumber: Klug dan Cummigs, 1984)

Dewasa ini teknik hibridisasi sel somatik juga digunakan untuk menghasilkan tumbuhan allopoliploid (Klug dan Cummings, 1984). Pada teknik tersebut, sel yang diambil dari daun yang sedang tumbuh dihilangkan dinding selnya sehingga dihasilkan protoplast. Sel- sel dalam wujud protoplast tersebut dapat dipertahankan dalam kultur atau distimulasi untuk melakukan fusi dengan protoplast yang lain, sehingga menghasilkan hibrid sel somatik (dalam wujud protoplast) itu dapat diinduksi sehingga tumbuh dan berkembang menjadi tanaman allopoliploid.

Gambar pembuatan bagian tanaman yang allopoliloid melalui teknik hibridisasi sel somatic (sumber: Klug dan Cummigs, 1984)

Allopoliploid merupakan macam poliploid alami yang umum di kalangan tumbuhan karena peluang terbentuknya gamet seimbang lebih besar dibandingkan macam poliploid yang lain (Klug dan Cummings, 1984). Satu contoh klasik dari tanaman allotetraploid adalah suatu spesies tanaman budidaya dari marga Gossypium. Spesies tersebut mempunyai 16 pasang kromosom: 13 dari ke-26 pasang kromosom

tersebut berukuran besar sedangkan 13 pasang lainnya berukuran lebih kecil. Kepastian eksperimental tentang allopoliploid pada spesies Gossypium telah dibuktikan oleh J.O. Beasley yang telah berhasil melakukan persilangan antara suatu Gossypium dari dunia lama dengan satu strain Gossypium dari dunia baru. Hibrid yang terbentuk kemudian diberi perlakuan dengan kolkisin sehingga terjadilah penggandaan kromosom yang menghasilkan satu varietas Gossypium allotetraploid yang fertil. Endopoliploid Endopoliploid adalah peningkatan jumlah perangkat kromosomyang terjadi akibat replikasi selama endomitosis yang berlangsung dalam inti sel somatik (Klug dan Ciummings, 1984). Sel- sel tertentu dalam tubuh makhluk hidup diploid sebaliknya tergolong poliploid. Dalam hal ini sel- sel tersebut dikatakan telah mengalami endopoliploid, pada sel- sel itu replikasi dan pemisahan kromosom berlangsung tanpa diikuti pembelahan inti. Contoh sel pada tubuh makkhluk hidup diploid yang tergolong poliploid yaitu inti sel hati vertebrata termasuk manusia terbukti sering mengandung perangkat kromosom sejumlah 400, 800, atau bahkan 1600 (Klug dan Cummings, 1984).

Monoploid Kejadian yang menyebabkan makhluk hidup yang biasanya tergolong diploid, hanya memiliki satu perangkat kromosom disebut monoploid. Monoploid jarang terjadi mungkin karena banyak individu monoploid tidak dapat hidup akibat pengaruh gen mutan letal (termasuk yang resesif). Di lain pihak spesies tertentu justru memiliki individu- individu monoploid suatu bagian/ kondisi yang normal dalam siklus hidupnya. Contoh- contoh semacam itu misalnya kelompok- kelompok tawon, semut serta lebah. Individu monoploid pada kelompok- kelompok tersebut berkembang dari telur yang tidak dibuahi. Dewasa ini monoploid secara ekstensif digunakan pada percobaan pemulian tanaman. Dalam hal ini sel- sel monoploid diisolasi dari produk meiosis yang haploid di dalam kepala sari. Sel- sel monoploid itu selannjutnya diinduksi hingga tumbuh

dan selanjutya ditelaah misalnya yang berkaitan dengan sifat- sifat genatik (Russel, 1992). Sel- sel dari induksi suatu monoploid juga dapat diinduksi untk mengalami mutasi, tanpa setiap kali harus menginduksi mutasi yang resesif.

Pertanyaan: 1. Bagaimanakah kejadian poliploid yang terkait dengan penyimpangan meiosis? Jawab: poliploid dapat terjadi akibat penyimpangan selama meiosis yang menghasilkan gemet- gemet yang tidak mengalami reduksi. Jika suatu gamet tidak mengalami reduksi (misalnya pada individu diploid) bergabung suatu gamet normal (haploid) maka zigot yang terbentuk tergolong triploid dan sebaliknya jika gamet- gamet yang bergabung itu sama- sama tidak mengalami lam sel- sel somatik secreduksi, maka zigot yang terbentuk tergolong tetraploid. 2. Apakah yang dimaksud dengan Aneuploidi? Bagaimana dapat terjadi? Jawab : Aneuploidi adalah kondisi abnormal yang disebabkan oleh hilangnya satu atau lebih pada suatu pasang kromosom atau yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah kromosom pada suatu pasang kromosom dari jumlah yang seharusnya. Sel atau individu aneuploidi adalah pasangan kromosomnya kehilangan satu atau lebih dari satu kromosom, atau bertambahnya satu atau lebih dari satu kromosom dari jumlah yang seharusnya dari pasangan itu. Aneuploidi dibedakan menjadi nullisomi, monosomi, trisomi, tetrasomi, pentasomi, dsb.

Anda mungkin juga menyukai