REKAYASA GENETIKA
(EUPLOIDI DAN ANEUPLOIDI)
Oleh :
Ahmad Fawaid
Fresha A. Ula
Kahfi Ardian
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2013
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Euploidi dan aneuploidi telah banyak yang merupakan salah satu bentuk
rekayasa genetika telah banyak di manfaatkan pada beberapa organisme
tumbuhan.
1.3. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian euploidi dan aneuploidi
1.4. MANFAAT
B. Jumlah Kromosom
Memang dalam keadaan normal bahan genetic setiap makhluk it u stabil. Akan
tetapi karena pengaruh luar atau di dala m sel sendiri maka terjadi perubahan
bahan genetic yang biasa dikenal dengan istilah "terjadinya mutasi". Berdasarkan
besar kecilnya jumlah nukl eotida DNA yang berubah maka mutasi dapat dikelom
pokkan menjadi dua kelompok muta si yang biasa kita kenali yaitu mutasi gen
(mutasi titik) dan mutasi kromosom.
Terjadinya perubahan suatu gen dari sa tu bentuk alel ke bentuk alel yang lain.
Mutasi ini terjadi akibat p eruba han pada satu pasang basa DNA suatu gen.
Mutasi gen dapat terjadi pada jaringan so matik dan jaringan nutfah (germinal).
Jika terjadi pada jaringan somatik, maka jaringa n atau sel yang mengalami mutasi
pada tanaman dapat diperbanyak melalui kultu r sehingga diperoleh klon-klon
yang identik dengan jaringan atau sel yang mengalami mutasi dan mungkin jadi
tanaman. Sedang kan jika terjadi pada jaringan nutfah, ma ka mutasi ini akan
diteruskan pada generasi berikutnya. Feno mena mutasi gen ini di kelompokkan
dalam lima kelas yaitu mutasi morfologi, mutasi letal, mutasi kondisonal, mu tasi
biokimia dan mutasi resisten. T erdapat dua mekanisme mutasi titik, yaitu :
substitusi pasangan basa dan penambahan atau pengurangan pasa ngan basa.
Mutasi akibat substitusi pasangan basa
2. Mutasi kromosom
1. Euploidi
Organisme poliploidi biasanya memilliki lebih dari dua perangkat kromosom (>
2n). Misalnya saja triploidi (3n), tetraploidi (4n), heksaploidi (6n), dan oktaploidi
(8n). Poliploidi umumnya terjadi pada tumbuhan dan jarang sekali terjadi pada
hewan. Tumbuhan poliploidi dapat dilihat pada tumbuhan budidaya seperti
strawberi, apel, pisang, jagung, gandum, kentang, dan lain-lain.
a. Monoploidi
Tumbuhan monoploidi adalah tumbuha n yang hanya mempu nyai satu set
kromosom (genom). Untuk spesies tu mbuhan normal diploid seperti jagung (2n
= 2x =20), monoploidi jagung akan s ama dengan haploidnya (n=x=10). Namun
pada tanaman haploid kentang (n=2x= 24) tidak sama dengan monoploidinya
(x=12) sedang dalam gametnya dijumpai n = 24. Beberapa contoh individu
monoploidi adalah gangga ng hijau (Cyanophyta), bakter i, cendawan, lumut hati
dan lumut daun serta lebah madu jantan. Terjadinya kelainan pada individu
monoploid ini disebabkan karena pada proses meiosis tidak berlangsung norma l,
sebagai akibat kromosom tidak mempunyai pasangan. Jika meiosis terjadi dan
setiap k romosom bersegregasi secara acak, maka peluang agar semua kr omosom
menuju ke kutub adalah sama (1/2)x-1 . x adalah banyaknya kromosom. Atau
dengan kata lain untuk mendapatkan gamet fertile dari tanaman monoploid sangat
kecil kemungkinannya terutama jika x nya besar. Sifat tanaman monoploid
adalah ta mpak lebih kedil, kurang tahan terhadap serangan hama dan penyakit s
erta perubahan lingkungan dibandingkan dengan yang diploid. Sterilitas tinggi
karena proses meiosis tidak teratur. Tanaman monoploid berperan penti ng dalam
metode pemuliaan tanaman yaitu metode cepat untuk membuat galur inbred
(homozigot). Inbred : tangkar dalam untuk membuat varietas hibrida dan
Mempelajar i sifat yang dikendalikan gen resesif. Jika tanaman monoploi d
digandakan kromosomnya dengan menggunakan senyawa kolkhisin, m aka ak an
diperoleh tanaman homosigot dihaploid (diploid).
b. Poliploidi
Individu poliploidi adalah individu yang memiliki lebih dari dua set kromosom
(3x, 4x, 5x, dan s eterusnya). Individu polipl oid lebih banyak ditemukan pada
tanaman. Kurang le bih separuh dari semua tanaman yang dikenal adalah
poliploid dan kira-kira dua pertiga dari semua rumput-rumputan adalah
poliploid.Poliploid terjadi ke mungkinan karena pertama terjadi secara alami di
alam seperti kelipatan somatic dan sel- sel reproduksi mengalami reduksi yang
tidak teratur atau pembelahan sel yang tidak teratur, kedua sengaja dibuat dengan
menginduksikan bahan kimia tertentu. Poliploid dibedakan menjadi dua be
rdasarkan asal set kromosom yag dimilikinya yaitu autopoliploidi (individu yang
memiliki set-set kromosom ber asal dari spesies yang sama atau be rasal dari
penggandaan kromosom sendiri) dan allopoliploidi (individu yang memiliki set-
set kromosom berasal dari spesies yang berbeda).
1. Autopoliploidi
2. Allop oliploidi
Allopoliploid terjadi karena persilan gan antara dua individu yang berbeda genom,
namun masih berhubungan dekat. Sa lah satu contoh yang telah dilakukan oleh
Karpechenko (1928) dengan menyilangkan antara kubis (brassica) dengan lobak
(Raphan us). Ia menginginkan tanaman hybrid yang berdaun kubis berakar lobak.
Ketika tanaman allopolyploid ini disilangkan kembali d engan salah satu tetuanya
(kubis atau lobak), dihasilkan turunan steril. Hasil silangan kembali ke lobak,
turunannya akan be rkromosom 2 n1 + n2 dan gamet tanaman lobak (n1)
sehingga kromosom (n2) tidak memiliki pasangan, akibatnya turunan ini steril .
Jadi Karpechenko telah menciptakan spesies baru dengan nama Raphanobrassica
(gambar 4). Persilangan lain allopolyploid y ang berpotensi untuk digunakan
secara luas adalah Tricale yang merupakan persilangan gandum durum (triticum t
urgidum), tetraploid, genom AABB (2n =4x= 28) dengan Rye diploid, genom (2n
= 2x = 14)
Hampir semua orang baik tua maupun muda mengenal dan mengonsumsi buah
jeruk. Jeruk (Citrus Sp.) memang merupakan salah satu komoditi buah–buahan
terpenting setelah pisang dan mangga, dan termasuk buah yang digemari untuk
dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Bahkan jeruk juga merupakan
komoditas buah yang cukup menguntungkan, dimana mampu meningkatkan
kesejahteraan petani dan menumbuhkembangkan perekonomian regional serta
peningkatan pendapatan nasional.
Jika konsumen ditanya kriteria buah jeruk yang mereka sukai, jawaban yang akan
kita peroleh tidak akan jauh dari rasa manis, tekstur lembut, harum, kadar jus
tinggi dan jika bisa tanpa biji. Hal inilah yang membuat buah jeruk impor yang
banyak dijumpai di semua tingkat pasar nasional lebih laris daripada jenis jeruk
lokal, walaupun jeruk impor tersebut sering tidak lagi segar. Pada kenyataannya
Indonesia memiliki banyak sekali jenis jeruk. Tiga diantaranya merupakan jeruk
komersial yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat sebagai jeruk konsumsi
segar yaitu jeruk Siam, jeruk Keprok dan Pamelo.
Kegiatan perbaikan varietas jeruk telah dimulai oleh Balitjestro dari tahun 2003
dengan 3 metode pemuliaan yaitu:
Perbaikan sifat utama jeruk (Seedless) melalui Induksi Mutasi Radiasi
Persilangan konvensional dengan embrio rescue
Peningkatan keragaman genetik melalui Fusi Protoplasma dan penggandaan
kromosom (colchiploid) yang diseleksi secara individu
Mutasi adalah suatu proses di mana suatu gen mengalami perubahan bahan
struktur genetik baik gen tunggal atau sejumlah gen atau susunan kromosom yang
terjadi secara spontan maupun secara buatan. Mutasi dibedakan menjadi dua yaitu
mutasi spontan dan mutasi buatan. Mutasi spontan yaitu mutasi yang disebabkan
oleh alam dan mutasi buatan merupakan mutasi karena kesengajaan perlakuan
oleh manusia. Mutasi buatan dipertimbangkan sebagai sumber keragaman genetik
untuk perbaikan buah, self compatibility, dan ketahanan terhadap hama penyakit.
Pemuliaan tanaman melalui mutasi telah banyak dilakukan adalah pada berbagai
jenis buah-buahan termasuk jeruk. Sejak tahun 2002, Balitjestro telah
melaksanakan program jeruk tanpa biji melalui pemuliaan mutasi. Tahap demi
tahap dari pemuliaan mutasi ini telah dilalui. Tahapan yang pertama ialah
sejumlah mata tunas jeruk Keprok dan Pamelo di-radiasi dengan sinar Gamma.
Penyinaran menggunakan dosis kekuatan 20, 40 dan 60 gray yang dilakukan di
BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional).
Mata tunas yang telah di radiasi ditempel pada batang bawah jenis JC (Japansche
Citroen). Pada tahap ini tanaman disebut M1V1. Kemudian tanaman M1V1 ini di
seleksi berdasarkan kemampuan pertumbuhan hingga kualitas buah jeruk dan
jumlah biji. Seleksi dilakukan dengan mengamati tiap cabang yang tumbuh dan
dikelompokkan sesuai tingkat parameter seleksinya.
Mata tunas dari cabang tanaman jeruk yang terseleksi disambung kembali dengan
batang bawah JC. Pada tahap ini, mata tunas yang tumbuh disebut M1V2.
Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui apakah karakter yang ditemukan pada
saat M1V1 merupakan sifat yang menurun atau hanya chimera saja. Pada tahap ini
seleksi dilakukan berdasarkan analisa secara sitogenetika dan genetik yaitu untuk
mengetahui apakah perubahan yang terjadi terdapat pada lapisan sel, organ atau
DNA dari masing-masing tanaman.
Berdasarkan pengamatan terhadap karakter buah dan rasa pada tanaman M1V2,
saat ini telah terseleksi 18 aksesi kandidat seedless yang terdiri dari 14 tanaman
mutan keprok Soe, 1 tanaman mutan Batu 55 dan 3 tanaman mutan pamelo
Nambangan. Dari 18 aksesi tersebut, 5 aksesi diantaranya merupakan kandidat
seedless yang telah panen sebanyak 3 kali dan sifat seedlesnya termasuk stabil.
Untuk mengetahui daya hasil dan kualitas buah secara optimal, saat ini beberapa
kandidat seedless tersebut telah ditanam di lapang untuk diobservasi lebih lanjut.
Harapnnya pada tahun 2011 beberapa dari kandidat seedless tersebut telah bisa
dilepas sebagai varietas baru dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara
umum.
2. Persilangan konvensional dengan kultur embrio
Persilangan merupakan suatu cara untuk memindahkan sifat yang diinginkan dari
tetua donor ke tetua penerimanya. Karena persilangan dapat meningkatkan
keragaman genetik, maka persilangan menjadi komponen yang sangat penting
dalam pemuliaan dan dasar dari perbaikan suatu organisme. Persilangan dimulai
dengan pemilihan tetua berdasarkan sifat yang akan dimuliakan, selanjutnya
diikuti dengan pengambilan tepung sari dari bunga jantan (emaskulasi). Meskipun
persilangan merupakan tahapan yang sangat penting dalam pemuliaan,
persilangan bukan merupakan pekerjaan yang sederhana karena setiap jenis
tanaman secara alami mempunyai cara sendiri dalam penyerbukan dan adanya
kendala–kendala alami dalam persilangan.
Pada tanaman jeruk, kendala yang biasa dihadapi adalah sebagai berikut:
Tingginya kerontokan buah (jeruk manis rontok sekitar 15% pada fase kuncup,
41% pada fase pertumbuhan buah muda fase selanjutnya sekitar 96–99%.
Rendahnya kemampuan pembentukan buah, seperti pada jeruk lemon hanya 45–
50% dari bunga yang ada terbentuk menjadi buah.
Viabilitas tepung sari rendah sampai nol seperti pada jenis jeruk manis ‘WNO’.
Sehingga embrio yang dihasilkan dari persilangan dapat mengalami keguguran.
Kultur embrio merupakan salah satu teknologi somaklonal yang diaplikasi paling
awal dalam pemuliaan tanaman dan telah digunakan dalam sejumlah keadaan
untuk memperoleh hibrida intergenerik atau interspesifik. Dengan kultur embrio,
suatu embrio dipisahkan dari biji yang sedang berkembang beberapa hari setelah
pembuahan dan dibiakkan dalam medium cair atau padat dalam lingkungan yang
terkendali untuk menghasilkan bibit tanaman yang dapat menghasilkan tanaman
dewasa
Metode pemuliaan seperti diatas,persilangan yang diikuti oleh kultur embrio, telah
dilakukan oleh Balitjestro sejak tahun 2006. Jenis jeruk yang disilangkan adalah
Jeruk Siam X Jeruk Satsuma dan Jeruk Siam X Jeruk Manis Tujuan dari
persilangan tersebut adalah diperolehnya jeruk unggul baru dengan sifat seedless,
mudah dikupas dan memiliki warna kulit kuning. Saat ini Balitjestro telah
memiliki 400 tanaman hasil persilangan-persilangan tersebut dengan umur 4
tahun. Sebagian tanaman saat ini telah berbuah namun belum matang, sehingga
proses seleksi sesuai dengan sifat yang diinginkan belum dapat dilakukan.
Pemuliaan tanaman jeruk melalui persilangan telah banyak dilakukan di dunia dan
telah menghasilkan banyak sekali varietas unggul seperti ORLANDO dan
MINNEOLA [Dancy tangerine dan Duncan grapefruit]; PAGE [Minneola x
Clementine]; ROBINSON, LEE, OSCEOLA dan NOVA [Orlando tangerine x
Clementine mandarin]; MURCOTT tangor [Citrus reAticulata Blanco x Citrus
sinensis (L.) Osb.]; SUNBURST [Robinson x Osceola]; FALLGLO [Bower x
Temple]; AMBERSWEET [Clementine x Orlando]; FAIRCHILD [Clementine x
Orlando tangelo]; KIYOMI [‘Miyagawa Wase’ satsuma x ‘Trovita’]; AMAKUSA
mandarin [Kiyomi x Okitsu wase14]; ‘SWEET SPRING’ [‘Ueda’ satsuma x
‘Hassaku’]; WILKING [Willow Leaf x King]; KINEY [King x Duncan]; GOLD
NUGGET [Wilking x Kiney]; ENCORE [King mandarin x Willow Leaf
mandarin]; MIKAN NORIN 9 [Encore x Nakano 3 Ponkan]; Citranges [C.
sinensis x Poncirus trifoliata); Citrumelos (C. paradisi x P. trifoliata).
Kegiatan pemuliaan tidak akan dapat bekerja jika tidak ada keragaman genetik.
Keragaman genetik tersebut dapat diperoleh melalui plasma nutfah yang tersedia
ataupun diciptakan melalui berbagai teknik. Dua teknik yang biasa digunakan oleh
para pemulia tanaman jeruk untuk tujuan diatas adalah fusi protoplasma dan
penggandaan kromosom (colchiploid). Tanaman yang normal bersifat diploid
(jumlah kromosom 2N), sedangkan tanaman yang tingkat kromosomnya lebih dari
2N disebut sebagai poliploid. Kedua teknik tersebut dilakukan untuk menciptakan
tanaman dengan tingkat ploidi (1 untai kromosom) lebih dari 2N. Harapannya
adalah tanaman dengan kromosom diatas 2N dapat memiliki sifat seedless (3N)
ataupun menjadi tetua untuk menghasilkan tanaman seedless (jika 4N dapat
dikawinkan dengan 2N menghasilkan 3N; jika 6N dapat di haploidisasi jadi 3N).
Bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
Pada teknik kedua peningkatan ploidi dapat juga dilakukan dengan menggunakan
senyawa colchisine. Colchisine ini sebetulnya adalah suatu senyawa yang berasal
dari biji dan rhizoma dari Colchicum automnale. Senyawa ini bekerja dengan cara
merusak pembentukan gelendong saat terjadi pembelahan sel sehingga
kromosom-kromosom anakan tetap dalam sel yang sama. Dengan cara demikian
maka terjadi duplikasi atau penggandaan kromosom sehingga ploidi tanaman dari
2N bisa menjadi 4N.
Pemanfaatan senyawa ini pada program jeruk tanpa biji yang telah dilakukan oleh
Balitjestro dari tahun 2007, dimaksudkan untuk mendapatkan tanaman jeruk
dengan ploidi 4N. Tanaman ini nantinya akan digunakan sebagai tetua persilangan
dengan jenis jeruk normal diploid (2N). Sebagaimana sifat dari suatu metode
persilangan, maka turunan pertamanya akan memiliki tingkat ploidi 3N dengan
sifat tanpa biji.
Populasi tanaman jeruk hasil fusi protoplasma dan colchiploid di Balitjestro saat
ini telah berumur 3 tahun. Sebagian tanaman telah mulai memasuki fase generatif
(belajar berbuah). Pada tahun ini dan tahun-tahun ke depan diharapkan telah
diketahui karakter dasar dari setiap tanaman untuk program jeruk tanpa biji
selanjutnya.
Proses perbaikan kualitas jeruk dari awal hingga menghasilkan varietas jeruk
unggul membutuhkan waktu yang cukup lama di bandingkan dengan tanaman
semusim lainnya. Hal ini disebabkan proses seleksi yang harus dilewati selama
program perbaikan/pemuliaan. Seleksi tanaman merupakan salah satu tahapan
dalam pemuliaan tanaman yaitu dengan memilih sifat terbaik dari suatu populasi
hasil pemuliaan. Pada komoditas jeruk, seleksi yang sering dilakukan adalah
seleksi individu dimana seleksi ini merupakan seleksi awal terhadap karakter
setiap individu tanaman. Dasar pemilihan dalam seleksi adalah penampilan
morfologi tanaman dengan harapan sifat-sifat gen yang terkandung didalamnya
merupakan sifat yang unggul.
Seleksi suatu sifat akan menghasilkan sifat-sifat yang berkolerasi positif dengan
sifat yang diseleksi. Dalam rangka menghasilkan varietas jeruk tanpa biji, seleksi
yang dilakukan lebih difokuskan kepada jumlah biji buah per tanaman. Seleksi
kedua adalah terhadap rasa dari buah-buah tersebut. Seleksi tanaman buah hasil
pemuliaan biasanya dilakukan secara bertahap disesuaikan pada setiap fase
pertumbuhan tanaman seperti fase bibit, vegetatif dewasa dan fase generatif.
Keberhasilan suatu kegiatan pemuliaan tanaman jeruk dikatakan berhasil jika
seleksi di semua fase dapat dilakukan, bahkan seleksi pada fase generatif perlu
dilakukan berkali-kali (± 5 kali) hingga sifat yang diinginkan tersebut stabil.
Setelah sifat tersebut dinyatakan stabil, maka perbanyakan benih/bibit secara
vegetatif baru dapat dilakukan.
BAB III. PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
3.1. SARAN
http://belajarbiologiyok.blogspot.com/2011/10/perubahan-
penggandaan-kromosom.html
http://shiroi-kiba.blogspot.com/2011/12/perubahan-jumlah-
kromosom.html#axzz2jurm3xFA
http://id.wikipedia.org/wiki/Rekayasa_genetika