Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BIOLOGI

REKAYASA GENETIKA
(EUPLOIDI DAN ANEUPLOIDI)

Oleh :

Ahmad Fawaid

Fakhri Arif Billah

Fresha A. Ula

Kahfi Ardian

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2013

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Mutasi adalah perubahan materi genetik (DNA) dan kromosom yang dapat


diwariskan secara genetis pada keturunannya. Mutasi gen terdiri dari substitusi,
transisi, transversi, inversi, dan delesi. Mutasi kromosom meliputi perubahan
susunan kromosom (delesi, duplikasi, inversi, translokasi) dan perubahan jumlah
kromosom (euploidi, aloploidi, aneuploidi, autoploidi). Macam mutasi ada mutasi
alami dan buatan. Mutasi dapat merugikan juga menguntungkan bagi manusia.
Euploidi dan aneuploidi Anaeuploidi merupakan salah satu bentuk dari peristiwa
mutasi gen yang kini di kembangkan dengan perkembangan rekayasa genetika.

Penerapan genetika untuk kepentingan manusia. Dengan pengertian ini


kegiatan pemuliaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam populasi dapat
dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi buatan tanpa target dapat pula
dimasukkan. Walaupun demikian, masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat
dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-teknik biologi
molekular untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah
sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu.

Euploidi dan aneuploidi telah banyak yang merupakan salah satu bentuk
rekayasa genetika telah banyak di manfaatkan pada beberapa organisme
tumbuhan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang di maksud euploidi dan aneuploidi?

2. Bagaimanakah pengaruh rekayasa genetika dengan euploidi dan


aneuploidi pada organisme?

3. Bagaimanakah pengaruh rekayasa genetika dengan euploidi dan


aneuploidi pada kehidupan manusia?

1.3. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian euploidi dan aneuploidi

2. Mengetahui pengaruh rekayasa genetika dengan euploidi dan


aneuploidi pada organisme.

3. Mengetahui pengaruh rekayasa genetika dengan euploidi dan


aneuploidi pada kehidupan manusia.

4. Mengetahui proses aplikasi euploidi dan aneuploidi.

1.4. MANFAAT

Adapun manfaat yang dapat diterima melalui makalah ini adalah


mengetahui rekayasa genetika berupa euploidi dan aneuploidi yang melalui
campur tangan manusia dalam prosesnya dan dapat mengetahui contoh hasil
euploidi dan aneuploidi pada lingkungan sekitar serta dampak bagi aktivitas
manusia dan organisme itu sendiri.

BAB II. PEMBAHASAN


Organisme eukariota, maupun prokariota, di dalam selnya terkandung
kromosom. Pada organisme eukariota, kromosom terdapat di dalam inti sel
(nukleus), sedangkan pada organisme prokariota kromosomnya terdapat di dalam
sitoplasma atau badan khusus yang disebut nukleoid. Kromosom berasal dari
bahasa latin yaitu chroma yang berarti berwarna dan soma yang berarti tubuh. T.
Boveri (1891) mengemukakan bahwa kromosom mer upakan pembawa sifat
keturunan. Pernyataan te rsebut dikenal dengan teori kromosom. W. Flemming
(1882) mengamati tingkah lak u kromosom di dalam pr oses pembelahan sel
somatis dan proses tersebut selanjutnya ia beri nama mitosis. A. Weismann
(1887) m enduga bahwa pada saat terjadinya pembentukan gamet, terj adi reduksi
jumlah kromosom separu dari kromosom semula dalam sel so matisnya. H. de
winiwarter mengamati reduksi kromosom yang berlangsung selama pemben tukan
ovum di dalam ovarium kelinci. Fa rmer dan Moore (1905) kemudian memb eri
nama proses pembelahan yang berlangsung pada saat reduksi kromosom selama
pembentukan g amet dengan nama miosis.Sel kelamin atau gamet mengandung
separuh dari jumlah kromosom yang terdapat di dalam sel somatis , sebab itu
disebut haploid (n kromosom). Satu set kromosom haploid dinamakan genom.
Pa da hewan dan tumbuhan tinggi, sel-sel somatisnya adalah diploid (2 n
kromosom), mengandung 2 set kromosom. Pada organisme yang berproduksi
secar a seksual, satu s et kromosom diturunkan dari maternal (maternal set) dan
satu set ya ng lain ditur unkan dari paternal (pat ernal set). Kromosom dalam
keadaan diploid terdapat berpasangan, dimana setiap pasang terdiri dari satu
kromosom yang diturunkan secara materna l dan satu kromosom yang diturunkan
secara paternal. Kromosom-kromosom tersebut mempunyai bentuk, besar dan
komposisi yang sama. Sepasang kromosom tersebut dinamakan kromosom
homolog. Pada fase interfase dari siklus sel, kromosom berada dalam bentuk
jalinan benang-benang halus di dalam plasma in ti, struktur yang demikian
dinamakan kromatin (bahasa latin chroma =berwarna dan tin = benang). Pada
saat mitosis berlangsung, benang-benang kromatin melilit sedemikian rupa
sehingga menghasilkan struktur yang tampak lebih pendek da n meneba l.
Struktur ini dinamakan kromosom. Pada Drosophilamelanogaster, sel
somatisnya memiliki jumlah kromosom sebanyak 8 . Karena ada dua yang
homolog, maka ada 8/2 = 4 macam krom osom. Karena mereka berada dalam
keadaan berpasangan atau 2 set, maka dinamakan diploid, sedangkan ploidinya
adalah 4.

B. Jumlah Kromosom

Jumlah kromosom pada setiap species adalah konstan, ak an tetapi jumlah


kromosom pada setiap inti sel bervariasi antara satu species dengan species
lainnya. Ascaris megalocephalus merupakan makhluk dengan jumlah kromosom
paling sedikit, yaitu ada dua kromosom di dalam sel somatisnya.

C. Variasi Jumlah Kromosom

Memang dalam keadaan normal bahan genetic setiap makhluk it u stabil. Akan
tetapi karena pengaruh luar atau di dala m sel sendiri maka terjadi perubahan
bahan genetic yang biasa dikenal dengan istilah "terjadinya mutasi". Berdasarkan
besar kecilnya jumlah nukl eotida DNA yang berubah maka mutasi dapat dikelom
pokkan menjadi dua kelompok muta si yang biasa kita kenali yaitu mutasi gen
(mutasi titik) dan mutasi kromosom.

1. Mutasi gen (Mutasi titik)

Terjadinya perubahan suatu gen dari sa tu bentuk alel ke bentuk alel yang lain.
Mutasi ini terjadi akibat p eruba han pada satu pasang basa DNA suatu gen.
Mutasi gen dapat terjadi pada jaringan so matik dan jaringan nutfah (germinal).
Jika terjadi pada jaringan somatik, maka jaringa n atau sel yang mengalami mutasi
pada tanaman dapat diperbanyak melalui kultu r sehingga diperoleh klon-klon
yang identik dengan jaringan atau sel yang mengalami mutasi dan mungkin jadi
tanaman. Sedang kan jika terjadi pada jaringan nutfah, ma ka mutasi ini akan
diteruskan pada generasi berikutnya. Feno mena mutasi gen ini di kelompokkan
dalam lima kelas yaitu mutasi morfologi, mutasi letal, mutasi kondisonal, mu tasi
biokimia dan mutasi resisten. T erdapat dua mekanisme mutasi titik, yaitu :
substitusi pasangan basa dan penambahan atau pengurangan pasa ngan basa.
Mutasi akibat substitusi pasangan basa
2. Mutasi kromosom

Terjadinya perubahan yang melibatkan sebagian kromosom, kromosom utuh atau


mungkin seluruh set kromosom. Mutasi kromosom dibedakan atas dua yaitu
mutasi sitologis tampak di dalam inti sel sebagai perubahan jumlah dan struktur
kromosom dan mutasi gen yang sitologi s tidak Nampak, namun memperlihatkan
pengaruhnya pada fenotipe makhluk. Terjadinya variasi jumla h kromosom pa da
makhluk hidup merupakan salah satu sumber keragaman genetic. Variasi jumlah
ini terjadi akibat terjadinya pe nambahan atau pengurangan kromosom-
kromosom utuh atau se t kromosom lengkap (genom). Ada dua jenis variasi
jumlah kromosom yaitu Euploidi dan aneuploidi.

1. Euploidi

Organsime triploidi (3n) adalah organisme yang memiliki tiga perangkat


kromosom di dalam sel somatiknya. Umumnya, individu triploid merupakan
individu yang steril (tidak mampu menghasilkan sel kelamin) seperti semangka
dan jeruk tanpa biji.

Organisme tetraploidi (4n) merupakan organisme yang memiliki empat perangkat


kromosom di dalam sel somatiknya. Organsime yang tetraploidi biasanya bersifat
fertil (mampu menghasilkan sel kelaamin).

Organisme poliploidi biasanya memilliki lebih dari dua perangkat kromosom (>
2n). Misalnya saja triploidi (3n), tetraploidi (4n), heksaploidi (6n), dan oktaploidi
(8n). Poliploidi umumnya terjadi pada tumbuhan dan jarang sekali terjadi pada
hewan. Tumbuhan poliploidi dapat dilihat pada tumbuhan budidaya seperti
strawberi, apel, pisang, jagung, gandum, kentang, dan lain-lain.

a. Monoploidi

Tumbuhan monoploidi adalah tumbuha n yang hanya mempu nyai satu set
kromosom (genom). Untuk spesies tu mbuhan normal diploid seperti jagung (2n
= 2x =20), monoploidi jagung akan s ama dengan haploidnya (n=x=10). Namun
pada tanaman haploid kentang (n=2x= 24) tidak sama dengan monoploidinya
(x=12) sedang dalam gametnya dijumpai n = 24. Beberapa contoh individu
monoploidi adalah gangga ng hijau (Cyanophyta), bakter i, cendawan, lumut hati
dan lumut daun serta lebah madu jantan. Terjadinya kelainan pada individu
monoploid ini disebabkan karena pada proses meiosis tidak berlangsung norma l,
sebagai akibat kromosom tidak mempunyai pasangan. Jika meiosis terjadi dan
setiap k romosom bersegregasi secara acak, maka peluang agar semua kr omosom
menuju ke kutub adalah sama (1/2)x-1 . x adalah banyaknya kromosom. Atau
dengan kata lain untuk mendapatkan gamet fertile dari tanaman monoploid sangat
kecil kemungkinannya terutama jika x nya besar. Sifat tanaman monoploid
adalah ta mpak lebih kedil, kurang tahan terhadap serangan hama dan penyakit s
erta perubahan lingkungan dibandingkan dengan yang diploid. Sterilitas tinggi
karena proses meiosis tidak teratur. Tanaman monoploid berperan penti ng dalam
metode pemuliaan tanaman yaitu metode cepat untuk membuat galur inbred
(homozigot). Inbred : tangkar dalam untuk membuat varietas hibrida dan
Mempelajar i sifat yang dikendalikan gen resesif. Jika tanaman monoploi d
digandakan kromosomnya dengan menggunakan senyawa kolkhisin, m aka ak an
diperoleh tanaman homosigot dihaploid (diploid).

Tanaman haploid dapat diperoleh :

a. cara spontan, telur yang tidak dibuahi jagu ng

b. anggota kecambah kembar pada cabai

c. tidak terjadi fusi antara nukleus telur dan sperma kapas

d. kultur antera (cara buatan) padi

b. Poliploidi

Individu poliploidi adalah individu yang memiliki lebih dari dua set kromosom
(3x, 4x, 5x, dan s eterusnya). Individu polipl oid lebih banyak ditemukan pada
tanaman. Kurang le bih separuh dari semua tanaman yang dikenal adalah
poliploid dan kira-kira dua pertiga dari semua rumput-rumputan adalah
poliploid.Poliploid terjadi ke mungkinan karena pertama terjadi secara alami di
alam seperti kelipatan somatic dan sel- sel reproduksi mengalami reduksi yang
tidak teratur atau pembelahan sel yang tidak teratur, kedua sengaja dibuat dengan
menginduksikan bahan kimia tertentu. Poliploid dibedakan menjadi dua be
rdasarkan asal set kromosom yag dimilikinya yaitu autopoliploidi (individu yang
memiliki set-set kromosom ber asal dari spesies yang sama atau be rasal dari
penggandaan kromosom sendiri) dan allopoliploidi (individu yang memiliki set-
set kromosom berasal dari spesies yang berbeda).

1. Autopoliploidi

Tanaman yang termasuk autopoliploidi adalah autotriploid (3x ), autotetraploid


(4x), autopentaploid ( 5x) dan autoheksaploid (6x). Tanaman triploid adalah
tanaman yang memiliki tiga set kromosom. Tanaman ini dapat dibuat dengan
menyilangkan tanaman tetr aploid (4x) dengan tanaman diploid (2x).Sedangkan
tanaman autotetraplo id dapat terjadi seca ra alami hasil penggandaan secara
spontan genom 2x menjadi genom 4x atau secara buatan dengan mengguna kan
kolkhisin. Karena ada empat homolog untuk setiap kromosom, maka pada waktu
meiosis kemungkinan kromosom berpasangan dua pasang bivalen, satu trivalent +
satu uni valent atau satu kuadrivalen. Tiap kromosom akan berpasangan dengan
homolognya seca ra acak seperti pada gambar. Kegunaan tanaman au totetraploid
diantaranya adalah sebagai tetua betina dalam pembenukan semangka tanpa biji
dan membuat ukuran lebih besar (berguna pada tanaman hias, sayura n dan buah-
buahan. Biasanya dengan meningkatnya jumlah genom tanaman pada tin gkat
tertentu, berasosiasi dengan ukuran tanaman yang membesar. Pe nggandaan
genom secara buatan pada bawang merah dengan men ggunakan kolkhisin.
Tanaman autoploiploidi Bermanfa at dalam menimbulkan keragaman genetic,
menimbulkan rasio gene tik ya ng kompleks, tanaman resesif jarang muncul pada
poliploidi daripada bentuk diploid, sehingga mutan gen resesif yang mem atikan
( lethal) tertutupi oleh efek domina n danempunyai peranan penting dalam evolusi
spesies tanaman

2. Allop oliploidi
Allopoliploid terjadi karena persilan gan antara dua individu yang berbeda genom,
namun masih berhubungan dekat. Sa lah satu contoh yang telah dilakukan oleh
Karpechenko (1928) dengan menyilangkan antara kubis (brassica) dengan lobak
(Raphan us). Ia menginginkan tanaman hybrid yang berdaun kubis berakar lobak.
Ketika tanaman allopolyploid ini disilangkan kembali d engan salah satu tetuanya
(kubis atau lobak), dihasilkan turunan steril. Hasil silangan kembali ke lobak,
turunannya akan be rkromosom 2 n1 + n2 dan gamet tanaman lobak (n1)
sehingga kromosom (n2) tidak memiliki pasangan, akibatnya turunan ini steril .
Jadi Karpechenko telah menciptakan spesies baru dengan nama Raphanobrassica
(gambar 4). Persilangan lain allopolyploid y ang berpotensi untuk digunakan
secara luas adalah Tricale yang merupakan persilangan gandum durum (triticum t
urgidum), tetraploid, genom AABB (2n =4x= 28) dengan Rye diploid, genom (2n
= 2x = 14)

Salah satu contoh tumbuhan euploidi

Perbaikan Jeruk Tanpa Biji

Hampir semua orang baik tua maupun muda mengenal dan mengonsumsi buah
jeruk. Jeruk (Citrus Sp.) memang merupakan salah satu komoditi buah–buahan
terpenting setelah pisang dan mangga, dan termasuk buah yang digemari untuk
dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Bahkan jeruk juga merupakan
komoditas buah yang cukup menguntungkan, dimana mampu meningkatkan
kesejahteraan petani dan menumbuhkembangkan perekonomian regional serta
peningkatan pendapatan nasional. 

Jika konsumen ditanya kriteria buah jeruk yang mereka sukai, jawaban yang akan
kita peroleh tidak akan jauh dari rasa manis, tekstur lembut, harum, kadar jus
tinggi dan jika bisa tanpa biji. Hal inilah yang membuat buah jeruk impor yang
banyak dijumpai di semua tingkat pasar nasional lebih laris daripada jenis jeruk
lokal, walaupun jeruk impor tersebut sering tidak lagi segar. Pada kenyataannya
Indonesia memiliki banyak sekali jenis jeruk. Tiga diantaranya merupakan jeruk
komersial yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat sebagai jeruk konsumsi
segar yaitu jeruk Siam, jeruk Keprok dan Pamelo.

Ketiga jenis jeruk tersebut memiliki potensi produktivitas tinggi karena


kemampuan adaptasinya yang baik terhadap beberapa kondisi iklim di Indonesia.
Namun ketiga jenis jeruk tersebut juga memiliki kualitas yang kurang jika
dibandingkan dengan jeruk impor seperti jumlah biji yang cenderung banyak,
kulit yang terkadang sulit dikupas dan warna buah kurang menarik, serta tidak
tahan simpan dalam waktu yang lebih dari 2 minggu. Hal ini mengakibatkan
jeruk-jeruk tersebut belum menjadi komoditas primadona pada negeri sendiri.
Otomatis keadaan ini akan menjadi bumerang bagi agribisnis perjerukan di
Indonesia apabila upaya perbaikan varietas jeruk baik kualitas dan hasil tidak
segera dilakukan. 

Perbaikan kualitas dapat dilakukan secara genetik melalui pemuliaan tanaman.


Pemuliaan tanaman merupakan penerapan suatu metoda untuk mengeksploitasi
potensi genetik tanaman. Tujuan pemuliaan tanaman adalah memaksimumkan
hasil pada suatu kondisi lingkungan tertentu dalam suatu usaha budidaya
pertanian dengan meminimalkan keluaran melalui peningkatan hasil, perbaikan
kualitas hasil, ketahanan terhadap kendala biotik dan abiotik, pengubahan daur
hidup, modifikasi keragaan tanaman serta pengadaptasian pada suatu cara
pembudidayaan. 
 
METODE PEMULIAAN TANAMAN JERUK TANPA BIJI

Banyak pakar membagi pemuliaan tanaman berdasarkan metode yang digunakan


menjadi 2 yaitu pemuliaan konvensional dan non konvensional. Metode
persilangan seksual merupakan bagian pemuliaan konvensional dan metode
mutasi dan bioteknologi merupakan bagian pemuliaan non konvensional. Kedua
metode tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Namun
dalam pelaksanaannya pada program pemuliaan jeruk tanpa biji kedua metode
tersebut dapat dipadukan untuk memperoleh hasil terbaik dan efisiensi waktu. 

Kegiatan perbaikan varietas jeruk telah dimulai oleh Balitjestro dari tahun 2003
dengan 3 metode pemuliaan yaitu: 
Perbaikan sifat utama jeruk (Seedless) melalui Induksi Mutasi Radiasi
Persilangan konvensional dengan embrio rescue
Peningkatan keragaman genetik melalui Fusi Protoplasma dan penggandaan
kromosom (colchiploid) yang diseleksi secara individu

1. Perbaikan sifat utama jeruk (Seedless) melalui Induksi Mutasi Radiasi 

Mutasi adalah suatu proses di mana suatu gen mengalami perubahan bahan
struktur genetik baik gen tunggal atau sejumlah gen atau susunan kromosom yang
terjadi secara spontan maupun secara buatan. Mutasi dibedakan menjadi dua yaitu
mutasi spontan dan mutasi buatan. Mutasi spontan yaitu mutasi yang disebabkan
oleh alam dan mutasi buatan merupakan mutasi karena kesengajaan perlakuan
oleh manusia. Mutasi buatan dipertimbangkan sebagai sumber keragaman genetik
untuk perbaikan buah, self compatibility, dan ketahanan terhadap hama penyakit.

Pemuliaan tanaman melalui mutasi telah banyak dilakukan adalah pada berbagai
jenis buah-buahan termasuk jeruk. Sejak tahun 2002, Balitjestro telah
melaksanakan program jeruk tanpa biji melalui pemuliaan mutasi. Tahap demi
tahap dari pemuliaan mutasi ini telah dilalui. Tahapan yang pertama ialah
sejumlah mata tunas jeruk Keprok dan Pamelo di-radiasi dengan sinar Gamma.
Penyinaran menggunakan dosis kekuatan 20, 40 dan 60 gray yang dilakukan di
BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional).

Mata tunas yang telah di radiasi ditempel pada batang bawah jenis JC (Japansche
Citroen). Pada tahap ini tanaman disebut M1V1. Kemudian tanaman M1V1 ini di
seleksi berdasarkan kemampuan pertumbuhan hingga kualitas buah jeruk dan
jumlah biji. Seleksi dilakukan dengan mengamati tiap cabang yang tumbuh dan
dikelompokkan sesuai tingkat parameter seleksinya.

Mata tunas dari cabang tanaman jeruk yang terseleksi disambung kembali dengan
batang bawah JC. Pada tahap ini, mata tunas yang tumbuh disebut M1V2.
Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui apakah karakter yang ditemukan pada
saat M1V1 merupakan sifat yang menurun atau hanya chimera saja. Pada tahap ini
seleksi dilakukan berdasarkan analisa secara sitogenetika dan genetik yaitu untuk
mengetahui apakah perubahan yang terjadi terdapat pada lapisan sel, organ atau
DNA dari masing-masing tanaman.

Berdasarkan pengamatan terhadap karakter buah dan rasa pada tanaman M1V2,
saat ini telah terseleksi 18 aksesi kandidat seedless yang terdiri dari 14 tanaman
mutan keprok Soe, 1 tanaman mutan Batu 55 dan 3 tanaman mutan pamelo
Nambangan. Dari 18 aksesi tersebut, 5 aksesi diantaranya merupakan kandidat
seedless yang telah panen sebanyak 3 kali dan sifat seedlesnya termasuk stabil.
Untuk mengetahui daya hasil dan kualitas buah secara optimal, saat ini beberapa
kandidat seedless tersebut telah ditanam di lapang untuk diobservasi lebih lanjut.
Harapnnya pada tahun 2011 beberapa dari kandidat seedless tersebut telah bisa
dilepas sebagai varietas baru dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara
umum. 
2. Persilangan konvensional dengan kultur embrio 

Persilangan merupakan suatu cara untuk memindahkan sifat yang diinginkan dari
tetua donor ke tetua penerimanya. Karena persilangan dapat meningkatkan
keragaman genetik, maka persilangan menjadi komponen yang sangat penting
dalam pemuliaan dan dasar dari perbaikan suatu organisme. Persilangan dimulai
dengan pemilihan tetua berdasarkan sifat yang akan dimuliakan, selanjutnya
diikuti dengan pengambilan tepung sari dari bunga jantan (emaskulasi). Meskipun
persilangan merupakan tahapan yang sangat penting dalam pemuliaan,
persilangan bukan merupakan pekerjaan yang sederhana karena setiap jenis
tanaman secara alami mempunyai cara sendiri dalam penyerbukan dan adanya
kendala–kendala alami dalam persilangan. 

Pada tanaman jeruk, kendala yang biasa dihadapi adalah sebagai berikut: 
Tingginya kerontokan buah (jeruk manis rontok sekitar 15% pada fase kuncup,
41% pada fase pertumbuhan buah muda fase selanjutnya sekitar 96–99%.
Rendahnya kemampuan pembentukan buah, seperti pada jeruk lemon hanya 45–
50% dari bunga yang ada terbentuk menjadi buah. 
Viabilitas tepung sari rendah sampai nol seperti pada jenis jeruk manis ‘WNO’.
Sehingga embrio yang dihasilkan dari persilangan dapat mengalami keguguran. 

Beberapa kendala yang ditemui pada tanaman jeruk ini, menyebabkan


keberhasilan persilangan konvensional menjadi rendah karena populasi F1
(turunannya) sangat sedikit. Namun dengan aplikasi kultur embrio setelah 90 hari
persilangan, dapat mengatasi kelemahan pada persilangan konvensional.

Kultur embrio merupakan salah satu teknologi somaklonal yang diaplikasi paling
awal dalam pemuliaan tanaman dan telah digunakan dalam sejumlah keadaan
untuk memperoleh hibrida intergenerik atau interspesifik. Dengan kultur embrio,
suatu embrio dipisahkan dari biji yang sedang berkembang beberapa hari setelah
pembuahan dan dibiakkan dalam medium cair atau padat dalam lingkungan yang
terkendali untuk menghasilkan bibit tanaman yang dapat menghasilkan tanaman
dewasa 

Metode pemuliaan seperti diatas,persilangan yang diikuti oleh kultur embrio, telah
dilakukan oleh Balitjestro sejak tahun 2006. Jenis jeruk yang disilangkan adalah
Jeruk Siam X Jeruk Satsuma dan Jeruk Siam X Jeruk Manis Tujuan dari
persilangan tersebut adalah diperolehnya jeruk unggul baru dengan sifat seedless,
mudah dikupas dan memiliki warna kulit kuning. Saat ini Balitjestro telah
memiliki 400 tanaman hasil persilangan-persilangan tersebut dengan umur 4
tahun. Sebagian tanaman saat ini telah berbuah namun belum matang, sehingga
proses seleksi sesuai dengan sifat yang diinginkan belum dapat dilakukan. 

Pemuliaan tanaman jeruk melalui persilangan telah banyak dilakukan di dunia dan
telah menghasilkan banyak sekali varietas unggul seperti ORLANDO dan
MINNEOLA [Dancy tangerine dan Duncan grapefruit]; PAGE [Minneola x
Clementine]; ROBINSON, LEE, OSCEOLA dan NOVA [Orlando tangerine x
Clementine mandarin]; MURCOTT tangor [Citrus reAticulata Blanco x Citrus
sinensis (L.) Osb.]; SUNBURST [Robinson x Osceola]; FALLGLO [Bower x
Temple]; AMBERSWEET [Clementine x Orlando]; FAIRCHILD [Clementine x
Orlando tangelo]; KIYOMI [‘Miyagawa Wase’ satsuma x ‘Trovita’]; AMAKUSA
mandarin [Kiyomi x Okitsu wase14]; ‘SWEET SPRING’ [‘Ueda’ satsuma x
‘Hassaku’]; WILKING [Willow Leaf x King]; KINEY [King x Duncan]; GOLD
NUGGET [Wilking x Kiney]; ENCORE [King mandarin x Willow Leaf
mandarin]; MIKAN NORIN 9 [Encore x Nakano 3 Ponkan]; Citranges [C.
sinensis x Poncirus trifoliata); Citrumelos (C. paradisi x P. trifoliata). 

3. Peningkatan keragaman genetik melalui Fusi Protoplasma dan penggandaan


kromosom (colchiploid) yang diseleksi secara individu 

Kegiatan pemuliaan tidak akan dapat bekerja jika tidak ada keragaman genetik.
Keragaman genetik tersebut dapat diperoleh melalui plasma nutfah yang tersedia
ataupun diciptakan melalui berbagai teknik. Dua teknik yang biasa digunakan oleh
para pemulia tanaman jeruk untuk tujuan diatas adalah fusi protoplasma dan
penggandaan kromosom (colchiploid). Tanaman yang normal bersifat diploid
(jumlah kromosom 2N), sedangkan tanaman yang tingkat kromosomnya lebih dari
2N disebut sebagai poliploid. Kedua teknik tersebut dilakukan untuk menciptakan
tanaman dengan tingkat ploidi (1 untai kromosom) lebih dari 2N. Harapannya
adalah tanaman dengan kromosom diatas 2N dapat memiliki sifat seedless (3N)
ataupun menjadi tetua untuk menghasilkan tanaman seedless (jika 4N dapat
dikawinkan dengan 2N menghasilkan 3N; jika 6N dapat di haploidisasi jadi 3N).
Bagaimana hal tersebut dapat terjadi?

Teknik fusi protoplama ialah penggabungan antara 2 genotip (masing-masing 2N)


tanaman pada tingkat sel secara in vitro. Jika pencampuran sesuai dengan teori
fusi protoplasma maka bisa diperoleh tanaman baru dengan tingkat ploidi lebih
dari 2N. Untuk mengetahui tingkat ploidi setelah fusi dilakukan melalui
pengamatan terhadap jumlah kromosom. Dan jika fusi telah berhasil, tanaman
yang tumbuh akan memiliki kecenderung ukuran lebih besar, daunnya lebih tebal
dan dapat mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap lingkungan. Untuk
mengetahui sifat seedless dilakukan setelah tanaman berbuah. 

 Pada teknik kedua peningkatan ploidi dapat juga dilakukan dengan menggunakan
senyawa colchisine. Colchisine ini sebetulnya adalah suatu senyawa yang berasal
dari biji dan rhizoma dari Colchicum automnale. Senyawa ini bekerja dengan cara
merusak pembentukan gelendong saat terjadi pembelahan sel sehingga
kromosom-kromosom anakan tetap dalam sel yang sama. Dengan cara demikian
maka terjadi duplikasi atau penggandaan kromosom sehingga ploidi tanaman dari
2N bisa menjadi 4N.

Pemanfaatan senyawa ini pada program jeruk tanpa biji yang telah dilakukan oleh
Balitjestro dari tahun 2007, dimaksudkan untuk mendapatkan tanaman jeruk
dengan ploidi 4N. Tanaman ini nantinya akan digunakan sebagai tetua persilangan
dengan jenis jeruk normal diploid (2N). Sebagaimana sifat dari suatu metode
persilangan, maka turunan pertamanya akan memiliki tingkat ploidi 3N dengan
sifat tanpa biji.

Populasi tanaman jeruk hasil fusi protoplasma dan colchiploid di Balitjestro saat
ini telah berumur 3 tahun. Sebagian tanaman telah mulai memasuki fase generatif
(belajar berbuah). Pada tahun ini dan tahun-tahun ke depan diharapkan telah
diketahui karakter dasar dari setiap tanaman untuk program jeruk tanpa biji
selanjutnya.

PROSES SELEKSI PADA PEMULIAAN TANAMAN JERUK

Proses perbaikan kualitas jeruk dari awal hingga menghasilkan varietas jeruk
unggul membutuhkan waktu yang cukup lama di bandingkan dengan tanaman
semusim lainnya. Hal ini disebabkan proses seleksi yang harus dilewati selama
program perbaikan/pemuliaan. Seleksi tanaman merupakan salah satu tahapan
dalam pemuliaan tanaman yaitu dengan memilih sifat terbaik dari suatu populasi
hasil pemuliaan. Pada komoditas jeruk, seleksi yang sering dilakukan adalah
seleksi individu dimana seleksi ini merupakan seleksi awal terhadap karakter
setiap individu tanaman. Dasar pemilihan dalam seleksi adalah penampilan
morfologi tanaman dengan harapan sifat-sifat gen yang terkandung didalamnya
merupakan sifat yang unggul.

Seleksi suatu sifat akan menghasilkan sifat-sifat yang berkolerasi positif dengan
sifat yang diseleksi. Dalam rangka menghasilkan varietas jeruk tanpa biji, seleksi
yang dilakukan lebih difokuskan kepada jumlah biji buah per tanaman. Seleksi
kedua adalah terhadap rasa dari buah-buah tersebut. Seleksi tanaman buah hasil
pemuliaan biasanya dilakukan secara bertahap disesuaikan pada setiap fase
pertumbuhan tanaman seperti fase bibit, vegetatif dewasa dan fase generatif.
Keberhasilan suatu kegiatan pemuliaan tanaman jeruk dikatakan berhasil jika
seleksi di semua fase dapat dilakukan, bahkan seleksi pada fase generatif perlu
dilakukan berkali-kali (± 5 kali) hingga sifat yang diinginkan tersebut stabil.
Setelah sifat tersebut dinyatakan stabil, maka perbanyakan benih/bibit secara
vegetatif baru dapat dilakukan.
BAB III. PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Euploidi meliputi monoploidi, triploidi, tetraploidi, dan poliploidi.


Organisme monoploidi (n) adalah organisme yang hanya memiliki satu perangkat
kromosom di dalam sel-selnya. Contoh organisme monoploidi adalah lebah madu
jantan, karena lebah madu jantan tumbuh dari sel telur yang tidak dibuahi.
Aneuploidi meliputi nulisomik, monosomik, trisomik, dan tetrasomik. Organisme
nulisomik (2n – 2) adalah organisme yang di dalam sel-selnya kehilangan dua
kromosom yang sejenis atau homolog. Euploidi dan aneuploidi telah banyak yang
merupakan salah satu bentuk rekayasa genetika telah banyak di manfaatkan pada
beberapa organisme tumbuhan, seperti pada jeruk sehingga menghasilkan jeruk
non biji, pada semangka dan beberapa tanaman lain.

3.1. SARAN

Aplikasi dari rekayasa genetika khususnya euploidi dan aneuploidi


hendaknya dapat lebih dikembangkan untuk pemanfaatan kehidupan dengan tetap
mengacu pada prosedur dan teori teori genetika sehingga pemanfaatannya
memberikan dampak yang benar-benar baik untuk kehidupan dan keseimbangan
alam.
DAFTAR PUSTAKA

http://belajarbiologiyok.blogspot.com/2011/10/perubahan-
penggandaan-kromosom.html

http://shiroi-kiba.blogspot.com/2011/12/perubahan-jumlah-
kromosom.html#axzz2jurm3xFA

http://id.wikipedia.org/wiki/Rekayasa_genetika

Anda mungkin juga menyukai