Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Siklus hidup tanaman selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman dan faktor lingkungan tanaman di
sekitarnya, dimana faktor genetik yang diwariskan kepada keturunannya dapat
berubah dari generasi ke generasi. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya
mutasi yang terjadi pada tanaman. Perubahan genetik dalam tanaman akibat
mutasi ada yang menguntungkan manusia, sehingga akhirnya dikembangkan
untuk mempengaruhi biji-biji yang sedang berkecambah, titik tumbuh, sel induk,
serbuk sari, dan bagian-bagian lain yang bersifat meristematik. Faktor lingkungan
dapat mempengaruhi bentuk penampilan luar atau morfologi dari tanaman yang
dibudidayakan.
Salahsatu bentuk dari perubahan genetik adalah adanya poliploid, yaitu
suatu keadaan (kondisi) dimana individu mempunyai kromosom set (genom) pada
sel-sel somatiknya lebih dari dua. Poliploid dapat berasal dari penggandaan
kromosom set dari spesies tunggal dan ini disebut autoploidi, dan dapat juga
berasal dari kombinasi set kromosom dari dua atau lebih spesies tanaman yang
disebut alloploidi. Alloploidi lebih umum terjadi di alam. Suatu alloploidi
merupakan kombinasi komplemen kromosom dari kedua spesies hibrid yang
fertil. Salah satu cara untuk mengkondisikan agar sel-sel tanaman dalam keadaan
alloploidi adalah dengan pemberian kolkhisin.
Kolkhisin adalah suatu alkaloid yang berfungsi menghambat (mencegah)
pembelahan plasma (division of cytoplasm), tetapi tidak menghambat pembelahan
inti (division of nucleus). Sebagai hasil sesudah pembelahan sel, jumlah
kromosomnya menjadi dua kalinya. Jadi, kolkhisin adalah zat yang sangat efektif
untuk menggandakan kromosom (prosespoliploidi). Jaringan tanaman yang dalam
keadaan membelah dapat diberikan kolkhisin dengan berbagai cara dan dengan
konsentrasi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu kami melakukan percobaan
mengenai poliploidi dengan menggunakan tanaman tapak liman yang diduga
mengandung kolkhisin sehingga dapat berpengaruh terhadap kromosom bawang
merah.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak tapak liman terhadap jumlah
kromosom akar bawang merah?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pratikum kali ini adalah mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak tapak liman terhadap jumlah kromosom pada akar bawang merah.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui tentang poliploid
2. Mengetahui cara pemuliaan tanaman
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kromosom
Kromosom merupakan pembawa bahan genetik yang terdapat di dalam
inti sel setiap makhluk hidup. Kromosom berbentuk batang panjang atau pendek
dan lurus atau bengkok. Kromosom adalah benang-benang yang terdapat pada inti
sel yang berfungsi membawa DNA yang bersifat bawaan dan berisi tentang
sebagian besar informasi untuk aktivitas regulasi sel (Francis2007). Kromosom
akan tampak jelas pada sel yang aktif membelah (Zamariola et al. 2014).
Jumlahkromosom di dalam inti sel dari berbagai organisme berbeda-beda (Chung
et al. 2012, Draghia et al. 2013, Kuo 2013). Kromosom adalah struktur
nukleoprotein yang membawa informasi genetik. Struktur initerletak di dalam inti
sel dan berkumpul membentuk genom. Pada organisme terdapat dua
macamkromosom, yaitu kromosom seks (gonosom) yang menentukan jenis
kelamin dan kromosom tubuh (autosom) yang tidak menentukan jenis kelamin.
Kromosom memiliki dua fungsi utama, yakn iuntuk memastikan DNA terpisah
dalam porsi yang sama pada setiap pembelahan sel dan untukmenjaga integritas
dan ketepatan replikasi genom pada setiap siklus sel. Elemen yang bertanggung
jawab terhadap proses ini adalah sentromer, telomer, dan unit replikasi.
Sifat fenotip diatur secara genetis sehingga program pemuliaan tanaman
perlu ditunjang melalui informasi sifat genetika. Upaya perakitan bibit unggul
dapat dilakukan melalui kegiatan pemuliaan. Faktor penentu keberhasilan
program perakitan bibit unggul, salah satunya adalah tersedianya keragaman
genetik. Teknik yang biasanya digunakan untuk menghasilkan keragaman genetik
ialah poliploidisasi (Foschi et al. 2013), dan mutasi (Mao et al. 2005). Beberapa
metode dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik yang dihasilkan,
salah satunya dengan analisis berdasarkan susunan kromosom (Bedini et al.
2012). Kromosom sebagai penanda genetika atau sebagai marka genetika pada
tumbuhan dapat dianalisis dengan menggunakan metode pewarnaan serta
penyusunan kariotipenya.

2.2 Mutasi Kromosom


Mutasi kromosom adalah perubahan yang terjadi pada struktur kromosom.
Mutasi kromosom ini bisa terjadi secara spontan ataupun tidak spontan. Salah satu
penyebab mutasi kromosom misalnya adalah radiasi pada kromosom. Akibat dari
mutasi kromosom misalnya berbagai kelainan genetik seperti sindrom Wolf-
Hirschhorn, sindrom Turner, sindrom Klinefelter, dan lainnya.
Berdasarkan faktor penyebabnya, mutasi dapat dibedakan menjadi dua
macam sebagai berikut.
a. Mutasi alamiah (spontan). Mutasi alam adalah mutasi yang terjadi dengan
sendirinya atau penyebabnya tidak diketahui secara pasti sehingga mutasi ini
terjadi secara spontan. Mutasi alam ini diduga disebabkan oleh sinar kosmis
(proton, positron, photon), sinar radioaktif (uranium), sinar ultraviolet, dan radiasi
ionisasi internal, yaitu bahan radioaktif dalam suatu jaringan tubuh yang
berpindah masuk ke jaringan lainnya.
b. Mutasi induksi (buatan). Mutasi buatan adalah mutasi yang terjadi akibat
campur tangan manusia. Mutasi buatan ini memang sengaja dibuat oleh manusia
untuk suatu kepentingan tertentu dan diambil manfaatnya. Mutasi buatan ini
merupakan awal dari lahirnya rekayasa genetika dalam bidangbioteknologi.
Mutasi buatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pemakaian
bahan radioaktif untuk memperoleh bibit unggul, penggunaan radiasi peng-ion,
pemakaian bahan kolkisin, dan penggunaan sinar X. Penyebab terjadinya mutasi
disebut mutagen. Mutagen dapat berasal dari:
1. Bahan fisika, misalnya radiasi yang dipancarkan oleh bahan radioaktif.
2. Bahan kimia, misalnya fenol, benz pyrene, metil cholauthrene, metil Hg,
pestisida, formaldehid, kolkhisin.
3. Bahan biologi, misalnya virus penyebab kerusakan kromosom. Virus hepatitis
menimbulkan aberasi pada darah dan tulang.
Mutasi dapat dibedakan atas mutasi sitologis yakni perubahan bentuk,
ukuran ataupun jumlah kromosom, serta mutasi gen yang secara sitologis tidak
tampak namun mempengaruhi penampakan fenotip. Mutasi terakhir ini dapat
dideteksi dengan teknik molekuler. Perubahan jumlah kromosom dapat dibedakan
atas euploidi dan aneuploidi. Pada kondisi euploidi jumlah kromosom merupakan
kelipatan dari kromosom dasarnya. Variasi euploidi yang dapat terjadi adalah:
monoploid (haploid; 1n), diploid (2n) dan poliploid yang terdiri dari: triploid (3n),
tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n),
dan nonaploid (9n). Variasi aneuploid meliputi delesi, duplikasi, inversi dan
translokasi. Delesi atau defisiensi adalah hilangnya satu bagian kromosom.
Duplikasi adalah penambahan kromosom. Inversi adalah penyisipan kembali gen-
gen secara terbalik. Translokasi adalah pindahnya suatu bagian kromosom ke
kromosom lain yang bukan homolognya.
Mutasi yang terjadi di dalam tubuh dapat berupa perubahan somatis
(mutasi autosom), dan perubahan generatif atau gametis (mutasi kromosom seks).
Perubahan somatis (mutasi autosm) terjadi pada jaringan tubuh, misal epitel, otot,
tulang, dan saraf.Adapun perubahan generatif atau gametis (mutasi kromosom
seks) terjadi pada gonade (kelamin).

2.3 Kandungan Tapak Liman


Seluruh bagian tanaman ini terutama daun, akar, dan batang tanaman dapat
digunakan sebagai obat tradisional. Salah satunya sebagai pemacu gairah seksual
sehingga tanaman ini dikenal dengan sebutan Viagra Jawa. Tanaman ini
mengandung senyawa stigmaterol yang membentuk hormon progesterone
sehingga dapat sebagai pemacu gairah. Di samping sebagai pembangkit gairah,
tanaman ini juga berkhasiat untuk melancarkan air seni, melancarkan peredaran
darah, menyembuhkan berbagai jenis radang (termasuk radang rahim alias
keputihan), antianemia, pembersih darah, antikanker, mengatasi perut kembung,
beri-beri, disentri, digigit ular, batuk seratus hari, hingga hepatitis.
Daun pada tumbuhan ini mengandung zat semacam glukosida. Ekstrak
daun berkhasiat sebagai antibiotik terhadap Staphylococcus, dan pada daunnya
juga telah ditemukan suatu zat pahit dan glikosid berupa kristal putih. Menurut
farmakologi China, tapak liman yang mempunyai rasa pahit, pedas, dan
menyejukkan ini berkhasiat sebagai penurun panas antibiotika, anti radang,
peluruh air seni, menghilangkan pembengkakan serta menetralkan racun. Daun
tapak liman mengandung epifrielinol, lupeol, stiqmasterol, triacontan-l-ol,
dotriacontan-l-ol, lupeol acetat, deoxyelephantopin, dan isodeozyelephantopin,
sedangkan di bagian bunganya terdapat kandungan luteolin-7-glucoside.
Senyawa deoxyelephantopin inilah yang merupakan senyawa antitumor,
penghilang radang akibat bakteri, antibiotik terhadap bakteri Staphylococcus,
penyebab keputihan.

2.4 Kolkisin Menginduksi Poliploidi


Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid berwarna putih yang diperoleh
dari umbi tanaman Colchichum autumnale L. (Familia Liliaceae) (Suminah, et
al., 2002), sedangkan menurut Haryanto, et al. (2009) Kolkisin (C22H25O6N)
merupakan alkaloid yang mempengaruhi penyusunan mikrotubula, sehingga salah
satu efeknya adalah menyebabkan penggandaan jumlah kromosom tanaman
(terbentuk tanaman poliploid).
Kolkisin sering digunakan untuk menginduksi tanaman poliploidi. Larutan
kolkisin pada konsentrasi kritis tertentu akan menghalangi penyusunan
mikrotubula dari benang-benang spindle yang mengakibatkan ketidakteraturan
pada mitosis. Suminah (2005) juga menjelaskan bahwa kolkisin ini dapat
menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada pembelahan sel sehingga
menyebabkan terbentuknya individu poliploidi. Mansyurdin, et al. (2002)
memaparkan bahwa semakin tingi konsentrasi kolkisin makin tinggi persentase
sel yang tetraploid, tetapi persentase kematian kecambah makin tinggi pula.
Apabila kolkisin digunakan pada konsentrasi yang tepat maka jumlah
kromosom akan meningkat, sehingga tanaman bersifat poliploid. Tanaman yang
bersifat poliploid umumnya memiliki ukuran morfologi lebih besar dibandingkan
tanaman diploid. Dengan demikian kualitas tanaman yang diberi perlakuan
diharapkan lebih baik dibandingkan tanaman diploid. Umumnya kolkisin akan
bekerja efektif pada konsentrasi 0,01-1% untuk jangka waktu 6-72 jam, namun
setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda. Setiap spesies memiliki
jumlah kromosom yang khas. Sebagian besar organisme berderajat tinggi
memiliki jumlah kromosom yang bersifat diploid. Variasi jumlah set kromosom
(ploidi) sering ditemukan di alam. Pada keadaan normal materi genetik setiap
makhluk hidup stabil (tidak berubah-ubah), akan tetapi karena adanya pengaruh
luar atau dari dalam sel itu sendiri dapat terjadi perubahan. Perubahan materi
genetik karena pengaruh dari dalam sel merupakan ciri benda hidup yang
membedakannya dengan benda mati, yakni dapat melakukan mutasi dan menjaga
keanekaragaman hayati. Perubahan materi genetik karena pengaruh dari luar sel
dapat disebabkan oleh bahan kimia maupun radiasi.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum dilakukan pada tanggal 16 November 2018 di Laboratorium


Mikrobiologi gedung C09 Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya.

3.2 Alat dan Bahan


• Bawang Merah
• Tapak Liman
• Akuades
• Cawan Petri
• Mortar
• Kertas saring
• Corong

3.3 Cara Kerja


1. Timbang daun tapak liman 10gram, tumbuk hingga halus dan larutkan
dalam 100 ml akuadesuntuk mendapatkan larutan kolkhisin dengan
konsentrasi 1%.
2. Siapkan eksplan tanaman bawang merah yang akan dimasak. Potong
bagian daun menjadi lebih pendek agar mudah diletakkan dalam cawan
petri.
3. Masukkan ekstrak daun tapak liman ke dalam cawan petri
4. Letakkan eksplan bawang merah ke dalam cawan petri yang telah berisi
ekstrak tapak liman.
5. Biarkan akar eksplan bawang merah terendam selama 3 x 24 jam.
6. Buat preparat dari ujung akar bawang merah
7. Tetesi Methylen Blue lalu fiksasi
8. Amati dengan bantuan mikroskop.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Pada praktikum poliploidi diperoleh hasil pengamatan seperti pada tabel
berikut
Gambar Tahap Keterangan
Pembelahan
Profase Hilangnya nukleus dan
diganti dengan mulai
tampaknya pilinan-pilinan
kromosom yang terlihat
tebal dan benang-benang
kromatin yang semakin
memendek.
Anafase Ditunjukkan dengan
tertariknya kromosom pada
kutub-kutub yang
berlawanan.

Telofase Nampak adanya dinding


pemisah yang berupa sekat
yang belum sempurna yang
memisahkan kromosom-
kromosom yang telah
mencapai kutub.

Dari gambar diketahui bahwa tahap profase pada bawang merah (Allium
ascalonicu) ditunjukkan dengan adanya letak kromosom yang tidak beraturan,
serta kromosom yang mulai menebal dan hilangnya nukleus. Hal ini sesuai
dengan pendapat Setjo (2004) bahwa profase ditandai dengan hilangnya nukleus
dan diganti dengan mulai tampaknya pilinan-pilinan kromosom yang terlihat tebal
dan benang-benang kromatin yang semakin memendek. Kromosom yang mulai
memanjang akan memiliki lengan kromosom yang disebut juga dengan kromatid.
Benang-benang spindel mulai terbentuk disitoplasma dan juga terbentuknya
mikrotubula didalam plasma.Profase, merupakan transisi dari fase G2 ke fase
pembelahan inti atau mitosis (M) dari siklus sel. Tahap profase merupakan tahap
awal dalam mitosis. Proses terjadinya profase ditandai dengan hilangnya nukleus
dan diganti dengan mulai tampaknya pilinan-pilinan kromosom yang terlihat.
Dari gambar diketahui bahwa tahap anafase pada Allium ascalonicum
ditunjukkan dengan tertariknya kromosom pada kutub-kutub yang berlawanan.
Pembelahan mitosis tahap anafase ditandai dengan terjadinya pemisahan sister
chromatids membentuk anak kromosom yang bergerak menuju kutub spindel
yang berlawanan.
Dari gambar diketahui bahwa tahap telofase pada Allium ascalonicum
ditunjukkan dengan mulai terbentuknya dua sel anak, membran inti dan nukleolus
muncul, serta benangspindellenyap. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
menyatakan bahwa tahapan telofase merupakan fase terakhir pada pembelahan
mitosis. Pada fase ini nampak adanya dinding pemisah yang berupa sekat yang
belum sempurna yang memisahkan kromosom-kromosom yang telah mencapai
kutub. Sekat belum sempurna dan sel belum benar-benar terpisah tetapi tanda
akan terbentuknya dua sel sudah mulai tampak.

4.2 Pembahasan
Autoploliploidi dapat terjadi secara alami akibat adanya respon tertentu
seperti stres dan faktor usia. Namun, autoploliploidi dapat terjadi dengan cara
buatan yakni dengan pemberian senyawa antimitotik seperti kolkisin, vinkristin,
vinblastin, vinoreblin, vindesin, vinflunin, colcemid, podophyllotoxin, dan
halichondrin B. Senyawa-senyawa tersebut mampu mendepolimerasi mikrotubul
pada saat peristiwa pembelahan sel (Calligaris et al., 2010).
Berbagai macam tanaman yang telah diinduksi menjadi poliploidi dengan
cara pemberian kolkisin biasanya memiliki sifat ukuran lebih besar dan cepat
tumbuh. Kolkisin dapat diaplikasikan dengan berbagai cara. Di setiap perlakuan,
pembelahan sel pada meristem titik tumbuh harus terkena pengaruh perlakuan
tersebut. Apabila perlakuan yang diberikan tidak tepat, maka hanya sebagian
jaringan yang terpengaruh dan poliploidi tidak terjadi di seluruh bagian tanaman.
Benih atau bibit dapat direndam dengan larutan kolkisin atau kolkisin dapat
diaplikasikan hanya pada titik tumbuh tanaman (Liu et al., 2009). Mekanisme
kerja kolkisin dengan cara mengikat dimer β-tubulin dan menghambat perakitan
mikrotubulus, namun kolkisin tidak menghambat kerja mikrotubulus yang sudah
terakit. Sehingga efek yang terjadi adalah penggandaan kromosom dalam sel
akibat kegagalan mikrotubul menarik kromosom menuju ke kutub.
Poliploid yang terjadi akibat perlakuan, misalnya perlakuan dengan
kolkisin. Kolkisin ini tergolong alkaloid yang diperoleh dari tumbuhan Colchum
autamnale. Perlakuan dengan koklisin pada saat mitosis berakibat terhambatnya
pembentukan benang spindle mitosis. Dalam hal ini akibat perlakuan maka
kromosom yang telah mengalami replikasi tetap tidak terpisah dan tidak dapat
masuk ke tahap mitosis anaphase berimigrasi ke kutub-kutub sel. Lebih lanjut jika
efek kolkisin itu hilang maka sel itu dapat berlangsung memasuki tahap siklus sel
interfase; dan pada keadaan tersebut sel tadi mempunyai jumlah kromosom
sebanyak 2 kali lipat.
Dari gambar diketahui bahwa poliploidi tahap profase pada Allium sativum
ditunjukkan dengan adanya pembesaran sel poliploid. Pembesaran yang terjadi
pada sel poliploid berupa meningkatnya ukuran sel sehingga sel poliploid lebih
besar dari sel normal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Setyowati, Sulistyaningsih, dan
Purwantoro (2013) bahwa peningkatan jumlah kromosom berkaitan dengan
ukuran sel dan inti sel. Hal tersebut merupakan salah satu indikasi terjadinya
poliploidi. Peningkatan jumlah kromosom disertai dengan peningkatan ukuran sel
dan diameter inti sel ujung akar yang lebih besar pada perlakuan kolkisin
dibandingkan kontrolnya.

4.3 Diskusi
Berawal dari literatur mengenai kandungan daun tanaman tapak liman
yang kurang spesifik, memiliki kandungan kolkhisin seperti halnya pada tanaman
kembang sungsang. Sehingga dalam praktikum hasil yang diperoleh tidak dapat
menunjukkan keberhasilan praktikum poliploidi. Selain itu terbatasnya mikroskop
juga sedikit banyak menjadi penghambat dalam pengamatan. Dari hasil-hasil
gambar saat pengamatan menggunakan akar bawang merah yang telah ditetesi
Methylen Blue, hanya dapat diamati tahapan pembelahan sel yang terjadi.
Sedangkan untuk menghitung kromosom tidak dapat dilakukan karena mikroskop
cahaya yang digunakan hanya mampu pada perbesaran 10x10. Padahal untuk
dapat dikatakan poliploid cara yang paling tepat yakni dengan menghitung jumlah
kromosom. Namun karena keterbatasan bahan dan alat sehingga keberhasilan
praktikum poliploid ini menjadi sukar.
Hal ini dapat terjadi pemberian kolkisin pada konsentrasi yang rendah
belum dapat menghambat pembentukkan benang – benang gelendong , sehingga
proses pemisahan kromosom pada stadium anafase tetap berlangsung dan pada
akhirnya, sel tersebut akan tetap diploid. Pemberian kolkisin dengan konsentrasi
yang tepat akan dapat mencegah terbentuknya benang – benang gelendong yang
mengakibatkan pertambahan jumlah kromosom.
BAB V
SIMPULAN

5.1 Simpulan
Beradasarkan hasil praktikum poliploidi dapat disimpulkan bahwa pemberian
ekstrak tapak liman terhadap jumlah kromosom pada akar bawang merah tidak
dapat diamati secara jelas karena keterbatasan alat, yang dapat diamati dengan
jelas yaitu terlihat tahapan pembelahan sel profase, anafase, dan telofase.
5.2 Saran
Praktikum selanjutnya dapat dikaji terlebih dahulu mengenai bahan yang akan
dipakai serta perlu adanya fasilitas yang mendukung agar hasil dapat maksimal
sesuai yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Allard, R. W. 1995. PemuliaanTanaman. Jakarta: RinekaCipta.


Bedini G, Garbari F, Peruzzi L. 2012. Does chromosome number count?
Mapping karyological knowledge on Italian flora in a phylogenetic framework.
Plant Syst Evol (2012) 298:739–750. DOI 10. 1007/s00606-011-0585-1.
Calligaris D, Verdier-Pinard P, Devred F, Villard C, Braguer D and Daniel L.
2010. Microtubule targeting agents: from biophysics to proteomics. Cell. Mol.
Life Sci. vol 67(7): 1089-1104. doi: 0.1007/s00018-009-0245-6.
Chung K, Hipp AL, Roalson EH. 2012. Chromosome number evolves
independently of genome size in a clade with non localized centromeres (Carex:
Cyperaceae). Evolution 66(9):2708-2722. doi:10.1111/j.1558.5646.2012.01624.x.
Crowder. 2008. GenetikaTumbuhan. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity
Press
Draghia L, Chelariu EL, Sîrbu C, Brânzà M, Sandu Miculschi C. 2013.
Analysis of chromosome number in some Allium and Silène wild species with
ornamental use. Not Bot Horti Agrobo 41 (1):294- 300.
Foschi ML, Martínez LE, Ponce MT, Galmarini CR, Bohanec B. 2013. Effect
of colchicine and amiprophos-methyl on the production of in vitro doubled
haploid onion plants and correlation assessment between ploidy level and
stomatal size. Rev FCA UNCUYO 45(2):155-164
Fukuyama, Francis. 2007. The Great Disruption Hakikat Manusia dan
Rekonstitusi Tatanan Sosial. Jakarta: Qalam.
Haryanto, S. 2009. Ensiklopedi Tanaman Obat Indonesia. Yogyakarta: Palmal.
Liu, J. H., J. J. Qin., H. Z. Jin., X. J. Hu., M, Chen., Y. H. Shen., S. K. Yan.,
and W. D. Zhang. (2009). A new triterpenoid from Brucea javanica. Arch. Pharm
Res, 32, 5, 661- 666.
Mao G, Chan J, Calder G, Doonan JH, Lloyd CW. 2005. Modulated targeting
of GFP-AtMAP65-1 to central spindle microtubules during division. The Plant
Journal 43:469–478. doi: 10.1111/j. 1365- 313X.2005.02464.x
Mansyurdin, Hamru dan D. Murni. 2004. Induksi Tetraploid pada Tanaman
Cabai Merah Keriting dan Cabai rawit dengn Kolkisin. Stigma. 12(3): 297-300.
Setyowati, Sulistyaningsih, dan Purwantoro. 2013. Induksi Poliploidi dengan
Kolkisina pada Kultur Meristem Batang Bawang Wakegi (Allium x wakegi
Araki). Jurnal Ilmu Pertanian UGM Vol 16, No 1 (2013)
Setjo, Susetyoadi. 2004. Anatomi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri
Malang

Suminah, Sutarno, A. D. Setyawan. 2002. Induksi Dengan


Kolkisin. BIODIVERSITAS. 3 (1) : 174 – 180.

Zamariola L, Tiang CL, De_Storme N, Pawlowski W, Geelen D. 2014.


Chromo-some segregation in plant meiosis. Plant Science 5:1-20
LAMPIRAN

Gambar 1. Penyaringan ekstrak Gambar 2. Tata letak bawang merah


Tapak liman pada cawan yang berisi ekstrak tapak liman

Gambar 3. Penampang sayatan ujung akar bawang merah dengan mikroskop


Perbesaran 4x10

Anda mungkin juga menyukai