Anda di halaman 1dari 4

Klasifikasi ABC Dalam Persediaan Merupakan aplikasi persediaan yang menggunakan prinsip pareto Memfokuskan kepada persediaan yang

ng bernilai tinggi (critical) daripada yang bernilai rendah (trivial) Klasifikasi ABC membagi persediaan dalam 3 kelompok berdasarkan atas volume rupiah tahunan (kebutuhan tahunan setiap jenis persediaan x nilai per unitnya) Klasifikasi Kelas A Persediaan yg memiliki nilai volume rupiah yang tinggi. Kelompok tersebut mewakili 70-80 % dari total volume rupiah. Meskipun jumlahnya sedikit, bisa hanya merupakan 20% dari seluruh jumlah (volume) sediaan Kelas B Barang persediaan dengan nilai volume rupiah yang menengah Kelompok ini mewakili sekitar 15-20% dari nilai persediaan tahunan, dan sekitar 30% dari jumlah persediaan Kelas C Barang yang nilai volume rupiahnya rendah, yang hanya mewakili sekitar 5-15% dari volume rupiah tahunan, tetapi terdiri dari sekitar 50% dari jumlah persediaan Biaya-Biaya Dalam Persediaan Biaya pemesanan Biaya penyimpanan Biaya kekurangan persediaan Biaya Pemesanan (Ordering Cost/Procurement Cost) Biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan/barang sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedianya barang digudang. Meliputi biaya: administrasi, penempatan order, pemilihan vendor/pemasok, pengangkutan & bongkar muat, penerimaan, pemeriksaan barang. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost/Holding Cost) Biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Meliputi biaya: sewa gudang, administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, asuransi, kerusakan dalam penyimpanan, kehilangan atau penyusutan barang selama dalam penyimpanan. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost/Stock-Out Cost) Biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu diperlukan. Meliputi: biaya yang timbul karena terhentinya proses produksi, kehilangan pelanggan, administrasi tambahan, tertundanya penerimaan keuntungan. Akibat Terjadinya Kekurangan Persediaan Tertundanya penjualan Apabila pelanggan setia thdp produk tsb, maka dia akan menolak utk membeli produk lain & menunggu sampai barang tsb tersedia. Kehilangan penjualan Apabila pelanggan membeli barang pengganti, tetapi kembali menggunakan barang semula setelah barang semula tersedia. Kehilangan pelanggan Apabila pelanggan mencari barang pengganti & selanjutnya memutuskan untuk terus menggunakan barang pengganti. Model-Model Persediaan Model persediaan Economic Order Quantity Model persediaan dengan pemesanan tertunda Model persediaan dengan potongan kuantitas Economic Order Quantity (EOQ) Jumlah Pesanan Ekonomis Dalam penerapannya mempergunakan asumsi-asumsi: a. Barang yg dipesan & disimpan hanya satu macam b. Kebutuhan/permintaan barang bersifat konstan & diketahui c. Biaya pemesanan & biaya penyimpanan bersifat konstan & diketahui d. Barang yang dipesan diterima dalam satu batch & pada suatu saat tertentu e. Harga barang tetap & tidak tergantung dari jumlah yang dibeli (tidak ada potongan kuantitas) f. Waktu tenggang (lead time) diketahui & konstan

Grafik Persediaan dlm Model EOQ Penjelasan Grafik persediaan dalam model ini berbentuk gigi gergaji Permintaan dianggap konstan Persediaan berkurang dalam jumlah yang sama dari waktu ke waktu (berkurang secara linier) Pada waktu tingkat persediaan mencapai nol, pesanan untuk batch yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q. Cara lain untuk memperoleh EOQ dengan pendekatan matematik. D = jumlah kebutuhan barang (unit/tahun) S = biaya pemesanan (rupiah/pesanan) h = biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang) C = harga barang (rupiah/unit) H = hxC= biaya penyimpanan (rupiah/unit/thn) Q = jumlah pemesanan (unit/pesanan) F = frekuensi pemesanan (kali/tahun) T = jarak waktu antar tiap pesanan (thn, hari) TC = total biaya persediaan (rupiah/thn) Biaya pemesanan per tahun = frekuensi pesanan x biaya pesanan = D x S Q Biaya penyimpanan per tahun = persediaan rata2 x b.penyimpanan = Q x H 2 Total biaya per tahun = b.pemesanan + b.penyimpanan = D x S +Q x H Q 2 Jangka waktu antar tiap pesanan T = jumlah hari kerja per tahun = 365 Frekuensi pesanan F EOQ terjadi bila: b.pemesanan = b.penyimpanan D x S =Q x H 2DS = HQ2 Q 2 Q2 = 2DS Q= 2DS H H Q adalah EOQ yaitu jumlah pemesanan yang memberikan total biaya persediaan yang terendah Model persediaan dengan pemesanan tertunda Asumsi yang dipakai adalah tidak adanya permintaan yang ditunda pemenuhannya (back order), yang disebabkan karena tidak tersedianya persediaan (stock out) Grafik persediaan dalam model pemesanan tertunda Q merupakan jumlah setiap pesanan. b merupakan on hand inventory, yang menunjukkan jumlah persediaan pada setiap awal siklus persediaan yaitu jumlah persediaan yang tersisa setelah dikurangi back order. (Q-b) menunjukkan back order, jumlah barang yang dipesan oleh pembeli tetapi belum dapat dipenuhi. Rumus: Total biaya persediaan = b.pemesanan + b.penyimpanan + b.kekurangan persediaan. Biaya penyimpanan untuk setiap siklus pesanan = b2H 2D Frekuensi pesanan per tahun = b2H 2Q Apabila B merupakan kerugian (dalam rupiah/unit/tahun) yg timbul akibat tdk tersedianya persediaan, maka Biaya kekurangan persediaan per tahun: (Q-b)2B 2Q Total biaya per tahun: TC = DS + b2H + (Q-b)2B Q 2Q 2Q Q = 2DS B+H H B

Model persediaan dengan potongan kuantitas Model ini menambahkan komponen biaya pembelian dalam biaya persediaan. TC = DS + QH + DC Q 2 Waktu Tenggang, Persediaan Pengaman, & Titik Pemesanan Ulang Waktu Tenggang (lead time) Perbedaan waktu antara saat memesan sampai saat barang datang Dipengaruhi ketersediaan barang Jarak pembeli dengan pemasok Persediaan Pengaman (Safety Stock) Persediaan penyangga (buffer stock) / persediaan besi (iron stock) Melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan/barang, karena penggunaan bahan yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan bahan yang dipesan Titik Pemesanan Ulang (reorder point) Saat dimana harus diadakan pemesanan kembali sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu ROP = d x L + SS Dimana: ROP = reorder point (ttk pemesanan ulang) d = tingkat kebutuhan per unit waktu SS = safety stock (persediaan pengaman) L = lead time (waktu tenggang) Metode Penilaian Persediaan Tujuan Utk mengetahui nilai persediaan yang dipakai/dijual atau persediaan yang tersisa dalam suatu periode Metode First In First Out (FIFO) Last In First Out (LIFO) Rata-rata tertimbang First In First Out (FIFO) Didasarkan atas asumsi bahwa harga barang persediaan yang sudah terjual atau terpakai dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. Dgn demikian persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk. Last In First Out (LIFO) Berbeda dgn FIFO, metode ini mengasumsikan bahwa nilai barang yang terjual/terpakai dihitung berdasarkan harga pembelian barang yang terakhir masuk. Dgn demikian nilai persediaan akhir dihitung berdasarkan harga pembelian yang terdahulu masuk. Metode Rata-Rata Tertimbang (Weighted Average Method) Nilai persediaan pada metode ini didasarkan atas harga rata-rata barang yang dibeli dalam suatu periode tertentu Perbandingan atas hasil penilaian Apabila harga barang stabil, maka ketiga cara tsb akan memberikan hasil yang sama, tetapi Apabila harga barang berubah-ubah, baik memiliki kecenderungan meningkat atau menurun, maka nilainya menjadi berbeda Apabila harga pembelian barang persediaan memiliki kecenderungan meningkat Cara FIFO akan menunjukkan: Nilai barang terpakai rendah Keuntungan yang lebih besar Nilai persediaan akhir tinggi Sebaliknya cara LIFO menunjukkan:

Nilai barang terpakai tinggi Keuntungan yang rendah Nilai persediaan akhir yang rendah Kesimpulan Cara mana yg dipilih tidak menjadi persoalan, asalkan digunakan secara konsisten sepanjang tahun. Penggunaan metode yang berganti-ganti akan mengakibatkan data persediaan menjadi tidak akurat.

Anda mungkin juga menyukai