Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) CARA FERMENTASI Ni Pt. Sutami, Dian Adi A.

Elisabeth, dan Ni Wayan Trisnawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK
Kelapa memegang peranan sangat penting dan strategis bagi masyarakat Bali, baik secara ekonomis, sosial, maupun budaya, bahkan religi. Kelapa dalam bali adalah jenis kelapa dalam lokal yang memiliki kandungan minyak tinggi dan digunakan oleh masyarakat Bali sebagai bahan pengolahan minyak kelapa secara tradisional, yang disebut minyak kelentik atau minyak tandusan. Introduksi teknologi pembuatan minyak kelapa murni dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tambah bagi produk kelapa sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani kelapa melalui peningkatan nilai jual minyak kelapa yang diproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung analisis finansial dari pengolahan minyak kelapa murni, meliputi analisis kelayakan usaha (R/C ratio), titik impas harga, dan titik impas produksi. Pembuatan minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO) telah dilakukan di sentra produksi kelapa di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng pada bulan Mei sampai Juli 2006. Hasil analisis kelayakan finansial dengan R/C ratio sebesar 1,21 menunjukkan bahwa usaha pembuatan minyak kelapa murni ini layak untuk diusahakan. Pengolahan minyak kelapa murni menghasilkan dua jenis produk, yaitu minyak kelapa murni dan minyak kelentik. Produktivitasnya berturut-turut 6,38 liter dan 9,12 liter per 100 butir kelapa. Titik impas harga minyak kelapa murni Rp 13.403,08 per liter dan titik impas produksinya 2,85 liter; sementara titik impas harga minyak kelentik Rp 13.456,10 per liter dan titik impas produksinya 18,31 liter. Kata kunci : minyak kelapa murni, virgin coconut oil (VCO), analisis finansial

PENDAHULUAN Kelapa (Cocos nucifera L.) sebagai salah satu kekayaan hayati Indonesia telah berabad-abad dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan, baik sebagai sumber makanan, obatobatan, industri dan lain-lain. Hasil-hasil produk kelapa di Indonesia secara umum masih bertumpu pada minyak kelapa, padahal kelapa merupakan tanaman yang serbaguna. Tanaman kelapa memiliki keragaman produk yang tinggi, karena dari daun sampai akar memiliki manfaat dan nilai sosial ekonomi. Bagi masyarakat Bali, kelapa merupakan komoditas strategis karena selain sebagai sumber pendapatan juga memiliki peranan sosial dan kultural. Akan tetapi saat ini, keadaan perkelapaan di Bali kurang menguntungkan terutama bila ditinjau dari produktivitas tanaman dan harga jual. Harga jual butiran kelapa masih rendah berkisar antara Rp 700 1000 per butir. Produktivitas tanaman kelapa per hektar di Bali tidak pernah melampaui 1,2 ton ekuivalen kopra/ha/th. Hal ini jauh di bawah produktivitas tanaman kelapa yang dipelihara secara intensif yang dapat mencapai jumlah 2,5 3 ton ekuivalen kopra/ha/th (APCC, 2004). Statistik Perkebunan Bali (2004) menyebutkan bahwa tanaman kelapa di Bali memiliki areal seluas 73.785 hektar atau kurang lebih 46,7 persen dari total luas areal perkebunan di Bali dengan jumlah total produksi sebesar 76.000 ton. Olahan kelapa yang selama ini dikenal dan populer di masyarakat adalah minyak kelapa cara tradisional atau minyak kelentik. Minyak ini sering digunakan sebagai penyubur dan penghitam rambut, serta pelancar proses kelahiran. Akan tetapi minyak kelentik tidak tahan simpan. Dengan introduksi teknologi dihasilkan minyak yang tahan simpan lebih lama, yang disebut dengan nama VCO. VCO atau virgin coconut oil (dalam bahasa Indonesia disebut sebagai minyak kelapa murni) merupakan produk modern buah kelapa yang memiliki kemampuan meningkatkan taraf kesehatan, mengobati dan bahkan dimanfaatkan dalam bidang kecantikan atau kosmetika. Walaupun sebagai produk modern, pengembangan minyak VCO tetap berkaitan dengan akar budaya masyarakat yang menggantungkan hidup pada tanaman kelapa. Teknologi pengolahan kelapa menjadi VCO sangat mudah dan murah karena menggunakan bahan dan alat yang dapat dijumpai pada setiap tingkat rumah tangga. Teknologi pengolahan ini juga sederhana sehingga mudah untuk diaplikasikan, bahkan oleh petani kelapa yang hanya memiliki pengetahuan pengolahan terbatas. Minyak VCO dibuat dengan menggunakan bahan baku kelapa segar berupa santan atau parutan kelapa yang diproses dengan perlakuan mekanis dan panas yang minimal. Cara ini dimaksudkan untuk mempertahankan struktur bahan kimia tanaman yang terjadi secara alami. Ciri-ciri minyak kelapa murni ini adalah bening (tidak berwarna), memiliki aroma dan rasa khas buah kelapa (Syah, 2005). Salah satu cara pembuatan minyak kelapa murni yang banyak dilakukan saat ini adalah dengan fermentasi. Proses fermentasi dimaksud untuk dapat mengekstrak minyak dari dalam santan. Untuk itu perlu terlebih dahulu mengatur kondisi awal sehingga proses fermentasi dapat berlangsung dengan sempurna.

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan air kelapa dalam santan kental sebelum fermentasi berlangsung. Dengan demikian diharapkan ekstraksi minyak dalam santan dapat terjadi secara optimal. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengetahui pendapatan dan kelayakan usaha dalam proses pengolahan VCO cara fermentasi. Dengan adanya berbagai produk olahan dari kelapa, implementasinya akan membawa perkembangan industri komoditas kelapa, peningkatan penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya disamping mengembalikan citra Indonesia sebagai negeri nyiur melambai. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng pada bulan Mei sampai Juli 2006. Bahan yang dipergunakan kelapa tua (maksimal berumur 12 bulan) 100 butir. Penelitian mengamati fermentasi dengan menggunakan air kelapa untuk memperoleh data jumlah produksi minyak VCO dan minyak kelentik. Data diperoleh di petani dengan cara melihat langsung proses pembuatannya. Analisis data dilakukan dengan analisis kelayakan usaha (R/C ratio) dan analisis titik impas harga dan produksi. Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian usaha dalam menerapkan suatu teknologi. Sebagai tolak ukur adalah nisbah penerimaan dan biaya atau R/C ratio. Apabila R/C ratio > 1, maka usaha layak secara finansial (Rahmanto, Bambang, et. al., 1998). Secara sederhana dapat ditulis : R R/C ratio = C R = Py.Y C = FC + VC R/C ratio = {(Py.Y) / (FC +VC)} Keterangan : R = Penerimaan C = Biaya Py = Harga output Y = Output FC = Biaya tetap (fixed cost) VC = Biaya tidak tetap (variabel cost) Jika R/C ratio > 1 maka dikatakan layak, Jika R/C ratio < 1 maka dikatakan tidak layak dan Jika R/C ratio = 1 maka dikatakan impas (tidak untung maupun merugi) Analisis Titik Impas Harga dan Produksi Analisis Titik Impas Harga (TIH) dan Titik Impas Produksi (TIP) dipakai untuk membandingkan kemampuan suatu teknologi dalam mentolerir penurunan produksi atau harga sampai batas dimana penerapan teknologi tersebut masih memberikan tingkat keuntungan normal. Semakin besar nisbah produksi aktual dan harga aktual terhadap produksi minimal atau harga minimal pada tingkat keuntungan normal menunjukkan tehnologi tersebut dari segi produktivitas relatif terhadap usahatani yang dikorbankan (Hermanto, 1989).

Secara matematis nilai TIP dan TIH ditulis sebagai berikut : B TIP = Hp B TIH = P Keterangan : TIP = Titik Impas Produksi TIH = Titik Impas Harga B = Biaya Hp = Harga output P = Produksi HASIL DAN PEMBAHASAN Biaya-biaya dalam Proses Pengolahan Biaya proses pembuatan minyak kelapa murni mencakup biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan alat. Untuk biaya tenaga kerja, selain mencakup ongkos parut kelapa, juga melibatkan upah tenaga kerja untuk setiap aktivitas yang dilakukan selama proses pembuatan minyak kelapa murni, meliputi memeras santan dan merebus air untuk air hangat (air perasan santan), mengangkat santan kental atau krim yang diperoleh, mengangkat minyak kelapa murni yang diperoleh, menyaring minyak kelapa murni (termasuk mengemasnya), serta menggoreng blondo sebagai hasil samping pengolahan minyak kelapa murni untuk mendapatkan minyak kelentik. Total biaya tenaga kerja yang dikeluarkan adalah 4,25 HOK atau sebesar Rp 105.000,00 (Tabel 1).
Tabel 1. Analisis Kelayakan Usaha untuk 100 Butir Kelapa Uraian Biaya Proses 1. Biaya sarana produksi a. Kelapa b. Bahan bakar Total biaya sarana produksi (a + b) 2. Biaya tenaga kerja a. Ongkos parut kelapa b. Peras santan + rebus air Angkat krim Angkat VCO Saring VCO Goreng blondo Total biaya tenaga kerja (a + b) 3. Biaya penyusutan alat Alat-alat pembuat VCO (kekuatan 15 tahun) 4. Total biaya proses Penerimaan 1. Minyak Kelapa Murni 2. Minyak Kelentik 3. Total penerimaan Pendapatan R/C Ratio Sumber : data primer diolah Jumlah Harga Satuan Nilai

100butir 1liter

1.000 3.000

100.000 3.000 103.000 20.000 40.000 5.000 10.000 20.000 10.000 105.000 565,07 208.565,07 191.400 61.104 252.504 43.938,93 1,21

100butir 2HOK 0,25HOK 0,5HOK 1HOK 0.5HOK

200 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

3,3 jam

171,23

6,38liter 9,12liter

30.000 6.700

Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha pembuatan minyak kelapa murni, tingkat pendapatan yang diterima adalah Rp 43.938,93 per 100 butir kelapa (Tabel 1). Secara efisiensi ekonomis, diperoleh nilai R/C (return cost) ratio sebesar 1,21 (R/C ratio >1), atau yang berarti bahwa teknologi pengolahann minyak kelapa murni ini layak untuk diusahakan.

Biaya yang dikeluarkan dalam proses pembuatan minyak kelapa murni untuk masing-masing produk yang dihasilkan selama proses, yaitu minyak kelapa murni sebagai produk utama dan minyak goreng atau minyak kelentik sebagai produk sampingannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis Biaya per Jenis Produk dalam Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa Murni Jenis Produk Minyak Kelapa Murni Minyak Kelentik Sumber : data primer diolah Total Biaya Produksi (Rp) 208.565,07 208.565,07 Produksi (liter) 6,38 9,12 Persentase Produksi Biaya/Jenis Produk (%) (Rp) 41,16 58,84 85.511.67 122.719.68

Berdasarkan hasil perhitungan biaya per jenis produk didapatkan bahwa biaya untuk pembuatan minyak kelapa murni adalah Rp 85.511.67, sementara biaya untuk pembuatan minyak kelentik adalah Rp 122.719.68. Biaya produksi minyak kelentik yang lebih tinggi dibandingkan minyak kelapa murni disebabkan oleh produksi minyak kelentik yang lebih besar dibandingkan dengan minyak kelapa murni, yaitu dengan kapasitas masing-masing 41,6 persen untuk minyak kelapa murni dan 58,84 persen untuk minyak kelentik (Tabel 2). Titik impas harga adalah nilai yang menunjukkan harga minimal yang harus dicapai pada tingkat produktivitas aktual agar usahatani tidak mengalami kerugian; sementara titik impas produksi adalah nilai yang menunjukkan produksi minimal dimana usaha dapat memberikan keuntungan normal. Hasil perhitungan titik impas harga dan titik impas produksi dari masing-masing produk minyak kelapa murni dan minyak kelentik disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Titik Impas Harga dan Titik Impas Produksi dalam Pengolahan Minyak Kelapa Murni Jenis Produk Minyak Kelapa Murni Minyak Kelentik Sumber : data primer diolah Biaya Produksi (Rp) 85.511.67 122.719.68 Produksi (liter) 6,38 9,12 Harga Pasar (Rp/liter) 30.000 6.700 Titik Impas Harga (Rp) 13.403,08 13.456,10 Titik Impas Produksi (liter) 2,85 18.31

Hasil perhitungan titik impas harga menunjukkan bahwa titik impas harga untuk produk minyak kelapa murni yang dibuat selama penelitian adalah sebesar Rp 13.403,08 per liter. Nilai ini jauh dibawah harga pasaran minyak kelapa murni yang berlaku saat ini, yaitu Rp 30.000,00 per liter. Ini menunjukkan bahwa pada tingkat produktivitas aktual yang dicapai oleh petani, usaha pengolahan minyak kelapa murni secara finansial menguntungkan. Lain halnya dengan produk minyak kelentik, yang memiliki titik impas harga sebesar Rp 13.456,10 per liter. Nilai titik impas harga ini mencapai dua kali lipat harga minyak kelentik di pasaran, yaitu Rp 6.700, 00 per liter; atau berarti bahwa secara finansial usaha pembuatan minyak kelentik ini tidak menguntungkan. Namun, secara keseluruhan, proses pembuatan minyak kelapa murni dengan hasil samping berupa minyak kelentik layak untuk diusahakan. Sementara, hasil perhitungan titik impas produksi menunjukkan bahwa produktivitas minimal dari kedua jenis produk agar tidak mengalami kerugian masing-masing sebesar 2,85 liter untuk minyak kelapa murni dan 18,31 liter untuk minyak kelentik. Bila produktivitas kedua jenis produk tersebut lebih rendah daripada angka-angka tersebut, maka usaha pembuatan minyak kelapa murni akan mengalami kerugian. Produksi minyak kelentik sebagai hasil samping dalam proses pembuatan minyak kelapa murni sebenarnya masih jauh di bawah angka titik impas produksi, yaitu 9,12 liter (Tabel 3). Namun, secara keseluruhan, proses pembuatan minyak kelapa murni tetap menguntungkan dan layak diusahakan karena keuntungan yang lebih tinggi dapat diperoleh dari produk minyak kelapa murni sebagai produk utama, yang produksinya mencapai 6,38 liter per 100 butir kelapa, jauh di atas nilai titik impas produksinya. KESIMPULAN Hasil analisis kelayakan finansial dengan R/C ratio sebesar 1,21 menunjukkan bahwa usaha pembuatan minyak kelapa murni ini layak untuk diusahakan. Pengolahan minyak kelapa murni ini menghasilkan dua jenis produk, yaitu minyak kelapa murni dan minyak kelentik sebagai produk samping, dengan produktivitas berturut-turut 6,38 liter dan 9,12 liter per 100 butir kelapa. Titik impas harga minyak kelapa murni adalah Rp 13.403,08 per liter dan titik impas produksinya 2,85 liter; sementara titik impas harga minyak kelentik adalah Rp 13.456,10 per liter dan titik impas produksinya 18,31 liter.

DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2004. Statistik Perkebunan Bali. Bappeda Propinsi Bali. Alam Syah, A.N. 2005. Virgin Coconut Oil, Minyak Penakluk Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta. APCC. 2004. World Coconut Industries : Past, Present, Future. Makalah disampaikan dalam Coconut World Meeting, 14 15 April 2004. Bali. Hermanto, F. 1989. Ilmu Usahatani.Penebar Swadaya. Jakarta. Rahmanto, B dan Made Oka Adnyana, 1988. Potensi SUTPA dalam Meningkatkan Kemampuan Daya Saing Komoditas Pangan di Jawa Tengah. Prosiding Ekonomi Pedesaan dan Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai