Anda di halaman 1dari 32

mateBroken Home Berujung Seks Bebas

Posted by Farid Ma'ruf pada Maret 6, 2012 Oleh Kholda Naajiyah (Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

BaitiJannati Sebut saja namanya Saras (16), siswi SMA swasta di Surabaya yang terjerumus pelacuran. Semua berawal ketika ibu saya meninggal dan ayah saya menikah lagi. Sejak saat itu, saya jarang mendapatkan perhatian dari ayah dan hampir tidak pernah mendapatkan uang jajan, katanya. Sarah yang waktu itu masih SMP memutuskan ikut kakek neneknya. Tanpa bimbingan langsung dari orang tua, pergaulan Sarah tak terkontrol. Mulailah dia berkenalan dengan rokok, minuman keras, bahkan obatobatan terlarang. Saya kenal teman-teman yang nakal itu pas SMP, ungkapnya. Permasalahan lebih pelik dia hadapi waktu duduk di bangku SMA. Sarah merasa kasihan melihat kakekneneknya yang tak memiliki uang untuk biaya sekolah. Kondisi itulah yang akhirnya mendorong saya jatuh ke pergaulan bebas. Saya dikenalkan oleh teman kepada pria hidung belang untuk mendapatkan uang. Sekolah juga saya tinggalkan, katanya. Cerita lain dituturkan Anggi (nama samaran, 17) yang saat diwawancarai sedang hamil tujuh bulan. Lagilagi, masalah rumah tangga yang memicunya lari ke pergaulan bebas. Kisah kelamnya berawal dari perceraian ayah dan ibunya yang sudah sama-sama memiliki calon pasangan baru. Saya sempat ikut ayah, tetapi selalu bertengkar dengan ibu tiri. Akhirnya, saya pergi ke tempat ibu kandung, ujarnya. Di sana, ia mendapatkan perlakuan sama dari ayah tiri. Akhirnya, Anggi memutuskan tidak ikut siapa-siapa. Dia menerima tawaran kerja salah seorang temannya di sebuah warung di Lamongan. Saya pikir kerja di warung cuma bikin minum dan menyiapkan makanan. Tapi, ternyata tidak, akunya. Dia malah dikenalkan pada dunia malam oleh teman-temannya. Dari situ dia mulai merokok, minum miras, narkoba, dan pergaulan bebas. Awalnya, saya kaget, sering menangis, dan ingin pulang. Tetapi, teman saya terus mempengaruhi. Akhirnya, saya terjerumus ke dunia malam itu, ungkapnya.

Ketika disinggung masalah kehamilannya, dia mengaku siap punya anak meski khawatir kesulitan untuk merawat. Nanti saya tunjukkan ke ibu saya. Kalau tidak mau merawat, saya ingin ada orang yang mau mengadopsi anak saya ini, tuturnya. Kisah Angel (bukan nama sebenarnya) tak kalah mengejutkan. Dia mengaku mengenal narkoba sejak kelas IV SD. Saat SD, saya memang sudah berteman dengan anak-anak SMA, ucap perempuan yang sekarang duduk di bangku SMA kelas X itu. Segala polemik hidup Angel sejatinya berawal dari lingkungan keluarga yang sangat tidak kondusif. Dia mengenal hubungan intim justru dari ulah kakak kandungnya. Orang tuanya pun memberikan label nakal terhadap Angel dan mengirimnya ke sebuah panti asuhan di Porong. Saya tidak betah dan sempat pulang ke rumah, katanya. Sesampai di rumah, orang tuanya memberikan pilihan sekolah atau bekerja. Kalau pilih sekolah, dia hanya diberi uang Rp 3 juta untuk seluruh biaya sampai lulus. Akhirnya, dengan terpaksa, saya memilih bekerja di perusahaan mebel, katanya. Kepada semua anak seusianya, Angel berpesan agar tidak menyia-nyiakan perhatian yang diberikan orang tua meski sangat sedikit. Dia mengatakan, di luar sangat banyak anak yang hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Saya tahu betul, banyak sekali anak yang sudah benar-benar kehilangan kasih sayang. Itu sangat berbahaya, ujarnya. Kisah-kisah pilu di atas bukan fiksi, melainkan nyata, ada di tengah-tengah kita. Mereka adalah anak-anak korban trafficking yang sedang ditangani oleh Yayasan Hot Line Surabaya dan Yayasan Hot Line Pendidikan Jawa Timur (Jawa Pos, 11/2/2012). Masih banyak cerita pilu di kalangan anak-anak seperti mereka yang tidak terekspose. Ya, dunia anak saat ini begitu dekatnya dengan perzinahan, seks bebas dan bahkan pelacuran. Pertanyaannya, ada apa dengan para orangtua? Ke mana saja mereka? Korban Broken Home Bila dicermati, mayoritas anak-anak di atas berasal dari keluarga broken home. Broken home, yakni kondisi hilangnya perhatian keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua disebabkan beberapa hal. Bisa karena perceraian, sehingga anak hanya tinggal bersama satu orang tua kandung. Bahkan akibat perceraian, banyak anak yang dititipkan ke kakek-neneknya, karena orang tua tunggalnya sibuk bekerja. Broken home bisa juga terjadi pada anak yang meski orangtuanya tidak cerai, tapi terlalu sibuk. Mereka abai terhadap kebutuhan kasih sayang anak-anaknya. Terlebih di zaman teknologi saat ini, kerap menjadi

alasan bagi orang tua untuk merasa tenang dan nyaman berjauhan lama dari anaknya. Padahal anak butuh kontak fisik, lebih dari sekadar suara orang tuanya. Apalagi bagi anak usia dini, ketersediaan orangtua di sisinya sangat penting. Broken home juga terjadi pada kondisi rumah yang seperti neraka, dimana orang tua kerap bertengkar di depan anak-anak. Ini karena orang tua tidak dewasa dalam bersikap, tanpa memikirkan dampak bagi anakanak mereka. Akibat broken home, fungsi keluarga tidak berjalan ideal. Di antaranya Pertama, fungsi afeksi atau kasih sayang. Karena tidak mendapatkan limpahan kasih sayang, anak-anak mencari perhatian di luar rumah. Entah dari sahabat, pacar atau bahkan lelaki hidung belang. Kedua, fungsi rekreasi. Keluarga idealnya tempat menyenangkan bagi anak, dimana ia merasakan rindu dengan kehangatannya. Keluarga harusnya menentramkan, membuat rileks dan gembira. Namun, broken home menyebabkan anak tidak betah di rumah, bahkan tempat yang paling dibenci. Akibatnya ia lari ke dunia luar yang ia anggap lebih peduli. Ketiga, fungsi edukatif. Orangtua semestinya menjadi pendidik dan teladan bagi anak-anaknya. Broken home justru menciptakan ketidakpercayaan anak pada orangtua. Bahkan anak menjadi trauma dengan institusi pernikahan. Tentu saja, tidak berfungsinya keluarga di atas, berdampak buruk bagi perkembangan anak. Dalam ilmu kejiwaan dikatakan, seorang broken home akan mengalami Pertama, broken heart, yakni kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia-sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si anak menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada hal-hal yang bersifat seksual, karena menganggap hanya seks yang memberi kepuasan dan kebahagiaan. Misalnya terjerumus seks bebas, homoseks, lesbian, jadi simpanan, tertarik dengan isteri/suami orang, dll. Kedua, broken relation, yakni anak merasa bahwa tidak ada orang yang perlu dihargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si anak menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal-ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain. Ia cenderung semau gue. Ketiga, broken values, yakni si anak kehilangan nilai kehidupan yang benar. Baginya dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Apa saja yang menyenangkan dilakukan dan sebaliknya.

Kondisi ini tak bisa terus menerus dibiarkan. Anak-anak adalah para calon pemimpin di masa depan. Apa jadinya jika sejak kecil kurang kasih sayang sehingga tidak termotivasi untuk berprestasi. Walhasil, generasi mendatang bisa lebih buruk dari generasi orang tua mereka. Ujian Keluarga Harus diakui, fakta buruk pada anak broken home adalah dampak dari egoisme orang tua. Walaupun tidak bisa disalahkan 100 persen karena ada andil si anak juga, namun orang tua memang harus berkaca. Seperti fenomena yang terjadi belakangan ini, dimana orang tua dengan mudahnya memutuskan tali perceraian tanpa memikirkan dampaknya bagi si anak. Padahal, semestinya orang tua berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan rumah tangga. Janganlah begitu mudah mengucap kata talak hanya karena sedikit rasa jenuh dengan pasangan. Sebab ketika menikah lagi, si anak bukannya bahagia malah terasing di rumahnya sendiri dengan ayah/ibu tiri. Termasuk ketika menghadapi ujian dan cobaan, janganlah orang tua bertengkar habis-habisan di depan anak-anak. Selain itu, orangtua masa kini, kadang juga terlalu sibuk dengan urusan mereka hingga mereka lupa bahwa mereka memiliki anak yang wajib diperhatikan. Lalu kadang mereka juga menganggap bahwa anak tidak perlu tahu masalah orang tua. Padahal adakalanya anak harus diajak bicara agar merasa berharga. Orang tua hendaknya menciptakan situasi rumah yang hangat, menentramkan dan menyenangkan bagi anakanak. Jadikan semboyan rumahku surgaku benar-benar nyata di benak anak. Keluarga seperti ini hanya bisa dibangun dengan pondasi Islam. Saat keluarga mendapat cobaan dan ujian, apakah masalah ekonomi, kenakalan anak, kejenuhan dalam pernikahan, dan lain lain, selalu disandarkan kepada Allah SWT. Ia yakin dengan firman Allah SWT: Fainna maal usri yusro, inna maal usri yusro Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. [Alam Nasyrah:5-6] Mereka juga menyandarkan pada firman Allah SWT surat Al Baqarah: Laa yukalli-fullahu nafsan illa wusaha; laha makasabat waalaiha maktasabat Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya [Al Baqarah:286] Karena itu, agar tidak terjerumus menjadi broken home, orang tua hendaknya memperbaharui lagi tujuan pernikahan itu sendiri, mereview kembali apa fungsi pernikahan, visi dan misinya dalam mengarahkan keluarga dan mendidik anak. Hanya dengan mengembalikan fungsi keluarga pada posisinya, anak-anak terhindar dari broken home. Selanjutnya, tidak akan ada lagi kisah-kisah pilu korban traficking atau seks bebas seperti dialami Sarah dan teman-temannya seperti di atas.(www.baitijannati.wordpress.com) Sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2012/03/06/broken-home-berujung-seks-bebas/

DISUSUN OLEh: Thaufan Arafat (2011-66-263) Anggi Suryawan P (2011-66-260) UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2012
BAB 1

Pendahuluan 1.1 latar belakang


Rasio tingkat Perceraian setiap tahunnya semakin meningkat, hal ini bisa di akibatkan dari masalah internal maupun eksternal dari kedua pihak, Perceraian adalah keputusan yang di sepakati bersama demi kebaikan dari kedua pihak, dan mungkin yang akan menjadi korban dari sebuah perceraian adalah anak. Anak yang terbiasa hidup dengan kedua orang tuanya,pasti akan merasa sangat kehilangan apabila perceraian yang menimpa pada keluarganya, dan berbeda dengan umur anak yang belum mengerti apa arti sebuah perceraian, dan biasanya sikap orang tua yang akan menutupi apa yang terjadi dengan keadaan yang sesungguhnya. Pada umur yang relatif labil yaitu, (+/-) 15 19 Thn, pada masa remaja samapai dewasa inilah yang berbahaya dan bisa mempengaruhi psikologi anak, karena tidak menutup kemungkinan pada masa remaja ini akan timbul pengaruh positive maupun pengaruh negative, hal ini tergantung dari antisipasi yang akan di ambil oleh orang tua, dimana ia harus lebih memberi perhatian dan pengertian secara perlahan terhadap anak.

1.2 Perumusan masalah


Antisipasi orang tua yang tidak terkoordinasi dengan benar akan mempengaruhi psikologi anak yang akan merugikan dan menimbulkan perilaku yang menyimpang, sehingga banyak anak yang terpengaruhi obat obatan terlarang dan perilkau negative lainnya,karena menurut mereka perceraian itu adalah hal yang sangat menghancurkan, dan bagi anak yang sedang mengalami tingkat kesedihan yang tinggi, akan lebih mudah mendapatkan pengaruh pengaruh dari luar, semua ini tergantung dari psikologi anak yang berbeda, dan tergantung antisipasi apa yang di berikan oleh orang tuanya agar psikologi anak tetap dalam kondisi yang stabil, dan dapat memahami kondisi meskipun real anak tidak mudah menerima sebuah perpisahan orang yang ia sayangi. Antisipasi orang tua yang tepat dan memberikan nilai nilai positive terhadap anaknya, akan memberikan pengaruh baik bahkan spirit kepada anaknya yang bisa membuat anak berfikir bahwa perceraian itu sangat menyakitkan dan ketika dewasa nanti anak ini tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Dan biasanya dari spirit yang berlebih ini akan membuat si anak menjadi sukses dalam segala hal. Maka itu berikan antisipasi yang tepat terhadap anak secara perlahan apabila perceraian yang akan mempengaruhi psikologi anak.

1.3 Tujuan
v v v v v Mengenali psikologi anak Mengenali semua pengaruh negative/positive terhadap anak Mengendalikan pola prilaku anak Memberikan perhatian dan pelajaran yang baik Memperbaiki psikologi anak yang terlanjur terpengaruh sisi negative

1.4 Manfaat
Manfaat dari mengenali psikologi anak, dimana kita bisa membedakan sikap normal anak pada umumnya dan membedakan sikap psikologis anak yang telah tepengaruh akibat perceraian .Dan dari sinilah kita bisa

membedakan pengaruh positif atau negativeYang akan terjadi pada anak.lalu kita bisa mengendalikan pola prilaku anak dengan memberikan perhatian dan pelajaran yang baik agar psikologis anak bisa kita normal kan kembali dengan kegiatan yang positif dan tidak merugikannya kelak.

BAB II LANDASAN TEORETIS 1. Pengertian dan Keadaan Keluarga Broken Home


Tak luput dari realitas bahwa semakin hari, faktanya semakin banyak keluarga yang mengalami broken home. Beberapa kasus diantaranya mungkin disebabkan perbedaan prinsip hidup, dan diantara lainnya bisa disebabkan oleh masalah-masalah pengaturan keluarga. Akan tetapi, yang jelas kasus-kasus broken home itu sama halnya dengan kasus-kasus sosial lainnya, yaitu sifatnya multifaktoral. Satu hal yang pasti, hubungan interpersonal diantara suami-istri dalam keluarga broken home telah semakin memburuk. Kedekatan fisikal juga menjadi alasan bagi pasangan suami istri dalam menyikapi masalah broken home, meskipun dalam beberapa sumber disebutkan bahwa kedekatan fisik tidak mempengaruhi kedekatan personal antarindividu. Inti dari semuanya adalah komunikasi yang baik antarpasangan. Dalam komunikasi ini, berbagai faktor psikologis termuat di dalamnya, sehingga patut mendapat perhatian utama. Memburuknya komunikasi diantara suami istri ini seringkali menjadi pemicu utama dalam keluarga broken home. Hartley (1993) melalui Sarwono menjelaskan peranan penting rasa saling percaya, saling terbuka, dan saling suka diantara kedua pihak agar terjadi komunikasi yang efektif. Dalam keadaan ini, kematangan kepribadian menentukan penerimaan peran dari pasangan komunikasinya (Kabul, 1978). Aspek lain yang penting menurut Hartley adalah adanya hubungan dua arah dalam komunikasi ini, artinya di sini terjadi saling pengertian akan makna tersirat dalam komunikasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpasangan merupakan sarana penting dalam menuju hubungan antarpasangan yang efektif. Sejalan dengan itu, dorongan berkomunikasi ini merupakan efek disposisi biologis manusia (Wright, 1989). Dalih mengenai asumsi bahwa komunikasi merupakan efek disposisi genetis adalah bahwa tiap individu dilahirkan dengan tipe kepribadian tertentu, baik intovert maupun ekstrovert (Jung, melalui Hall, 1993). Adanya perbedaan tipe kepribadian inilah yang mengarahkan perkembangan komunikasi individu. Meskipun demikian, Carl Gustav Jung juga mengakui adanya pengaruh faktor lingkungan yang membentuk persona individu dalam prosesnya merespons tuntutan-tuntutan lingkungan. Dalam suasana keluarga yang broken home bukan hanya komunikasi yang memburuk, tetapi juga terdapat aspek yang tidak relevan dalam hubungan itu, sehingga menyebabkan berkurangnya ketertarikan antardiri pasangannya. Lemahnya ketertarikan ini bisa berdampak pada pengabaian sosial termasuk pengabaian afektif ( Affective Disregard). Dalam hal ini, dapat diuraikan bahwa dalam keluarga yang broken home antarpasangan terjadi pelemahan rasa saling menilai secara positif, yang terjadi penilaian menjadi cenderung negatif antara satu pasangan dengan pasangannya. Dari semua fenomena di atas, akan bisa berdampak pada perkembangan psikologis anak dalam keluarga itu. Remajalah yang dalam hal ini sangat rentan. Masa remaja, seperti yang dikatakan oleh Erickson bahwa masa remaja merupakan masa pencarian identitas. Masa remaja ditandai dengan pergolakan internal untuk menemukan identitas dirinya berkaitan dengan eksistensi hidupnya. Pengaruh faktor broken home keluarga menjadi faktor negatif dalam penemuan identitas yang sehat, sehingga remaja cenderung mengalami fase kebingungan identitas. Perkembangan afeksi juga bisa mengalami hambatan. Hal ini dikarenakan adanya pengabaian afek oleh orangtuanya. Lebih jauh, terdapat sifat-sifat penghambat perkembangan kepribadian yang sehat yang terwujud dalam kepribadian anak, sehingga mereka mungkin mengalami schizoid atau bisa berdampak hingga schizophrenia. Broken home sebenarnya merupakan realitas yang cukup berimplikasi negatif bagi perkembangan kepribadian yang sehat, meskipun kita mengakui peranan lingkungan dalam perkembangan individu. Akan tetapi, faktor broken home nampaknya memainkan peranan cukup signifikan dalam beberapa penelitian. Dalam hubungan keluarga yang sehat, nilai-nilai subjektivitas antarpasangan harus saling mengakuinya. Jikalau tidak, hubungan interpersonal keduanya menjadi memburuk dan menyebabkan keretakan dalam keluarga. Dengan begitu, kedua pasangan telah melebihkan kapasitas egonya saja. Di sisi lain, Freud dalam psikoanalisisnya menyebutkan pentingnya keselarasan antara fungsi id, ego, dan superego agar tercipta suatu hubungan interpersonal yang sehat. Inilah yang seharusnya ada dalam hubungan sebuah keluarga yang harmonis. Sebenarnya broken home dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Akan tetapi, yang jelas semua berawal dari rasa ketidakcocokan antarpasangan suami istri. Peran psikologi nampak jelas dalam realitas ini. Psikologi mendapat beban berat untuk mencarikan alternatif terhadap masalah ini. Untuk itu, penulis ingin mengungkap realitas yang ada dalam fenomena broken home dengan harapan bisa memberikan bahan analisis guna mengembangkan intervensi yang selayaknya terhadap kasus-kasus broken home yang kian hari kian meningkat. Ayah, ibu, dan anak adalah keluarga inti yang merupakan organisasi terkecil dalam kehidupan bermasyarakat. Pada hakikatnya, keluarga merupakan wadah pertama dan utama yang fundamental bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Di dalam keluarga, anak akan mendapatkan pendidikan pertama mengenai berbagai tatanan kehidupan yang ada di masyarakat. Keluargalah yang mengenalkan anak akan aturan agama, etika sopan santun, aturan bermasyarakat, dan aturan-aturan tidak tertulis lainnya yang diharapkan dapat menjadi landasan

kepribadian anak dalam menghadapi lingkungan. Keluarga juga yang akan menjadi motivator terbesar yang tiada henti saat anak membutuhkan dukungan dalam menjalani kehidupan. Namun, melihat kondisi masyarakat saat ini, fungsi keluarga sudah mulai tergeser keberadaannya. Semua anggota keluarga khususnya orangtua menjadi sibuk dengan aktivitas pekerjaannya dengan alasan untuk menafkahi keluarga. Peran ayah sebagai kepala keluarga menjadi tidak jelas keberadaannya, karena seringkali ayah zaman sekarang bekerja di luar kota dan hanya pulang satu minggu sekali ataupun pergi pagi dan pulang larut malam. Ibulah yang menggantikan peran ayah di rumah dalam mendidik serta mengatur seluruh kepentingan anggota keluarganya. Masalah akan semakin berkembang tatkala ibupun menjadi seorang wanita pekerja dengan berdalih membantu perekonomian keluarga ataupun berambisi menjadi wanita karir, sehingga melupakan anak dan keluarganya. Banyak ditemukan ibu menjadi seorang super womanyang bekerja dua puluh empat jam sehari tanpa henti, barangkali waktu istirahat ibu hanyalah beberapa jam dalam sehari. Itupun jika ibu mampu dengan cerdas mengelola waktu bekerja di luar rumah dan bekerja di rumah tangganya. Ketika ayah dan ibu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, lalu ke manakah anak-anak mereka? Anak yang seharusnya memiliki hak mendapatkan kehangatan dalam keluarganya. Kecenderungan yang terjadi, keluarga menjadi pecah dan tidak jelas keberadaannya. Ketika ayah dan ibu sudah tidak dapat berkomunikasi dengan baik, karena kesibukan masing-masing atau karena egonya, maka mereka memilih untuk bercerai. Namun, di saat orangtua dapat mempertahankan keluarganya secara utuh tanpa ada komunikasi yang hangat antara anggota keluarganya, secara psikologis merekapun bercerai. Oleh karena orangtua tidak punya waktu banyak untuk berdialog, berdiskusi atau bahkan hanya untuk saling bertegur sapa. Saat orangtua pulang bekerja, anak sudah tertidur dengan lelapnya dan saat anak terbangun tidak jarang orangtua sudah pergi bekerja atau anaknya yang harus pergi ke sekolah. Ketika anak protes dan mengeluh, orangtua hanya cukup memberikan pengertian bahwa ayah dan ibu bekerja untuk kepentingan anak dan keluarga juga. Orangtua zaman sekarang sering merasa kesulitan mengerti keinginan anaknya, tanpa mereka sadari bahwa orangtualah yang selalu membuat anak harus mengerti keadaan orangtuanya. Anak yang broken home bukanlah hanya anak yang berasal dari ayah dan ibunya bercerai, namun anak yang berasal dari keluarga yang tidak utuh, dimana ayah dan ibunya tidak dapat berperan dan berfungsi sebagai orangtua yang sebenarnya. Tidak dapat dimungkiri kebutuhan ekonomi yang semakin sulit membuat setiap orang bekerja semakin keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun, orangtua seringkali tidak menyadari kebutuhan psikologis anak yang sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan hidup. Anak membutuhkan kasih sayang berupa perhatian, sentuhan, teguran dan arahan dari ayah dan ibunya, bukan hanya dari pengasuhnya atau pun dari nenek kakeknya. Perhatian yang diperlukan anak dari orangtuanya adalah disayangi dengan sepenuh hati dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung dengan anak, meski hanya untuk menanyakan aktivitas sehari-harinya. Menanyakan sekolahnya, temannya, gurunya, mainannya, kesenangannya, hobinya, cita-cita dan keinginannya. Ada anak di sekolah yang merasa aneh, jika temannya mendapatkan perhatian seperti itu dari orangtuanya, karena zaman sekarang hal tersebut menjadi sangat mahal harganya dan tidak semua anak mendapatkannya. Anak sangat membutuhkan sentuhan dari orangtuanya, dalam bentuk sentuhan hati yang berupa empati dan simpati untuk membuat anak menjadi peka terhadap lingkungannya. Selain itu, belaian, pelukan, ciuman, kecupan, dan senyuman diperlukan untuk membuat kehangatan jiwa dalam diri anak dan membantu anak dalam menguasai emosinya. Arahan dibutuhkan oleh anak untuk memberikan pemahaman bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada aturan tidak tertulis yang harus ditaati dan disebut sebagai norma masyarakat. Norma agama, norma sosial, norma adat atau budaya dan norma hukum sebaiknya diberikan kepada anak sejak masih usia kecil. Dengan diberikannya pemahaman dalam usia sedini mungkin, diharapkan anak dapat menjadi warga masyarakat yang baik, khususnya saat anak mulai mengenal lingkungan selain keluarganya. Jika anak melanggar norma tersebut, sudah merupakan kewajiban orangtua sebagai pendidik pertama bagi anakanaknya untuk memberikan teguran yang disertai penjelasan logis sesuai dengan perkembangan usianya supaya anak mengerti dan memahami bagaimana bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan norma-norma masyarakat. Dampak dari keegoisan dan kesibukan orangtua serta kurangnya waktu untuk anak dalam memberikan kebutuhannya menjadikan anak memiliki karakter mudah emosi (sensitif), kurang konsentrasi belajar, tidak peduli terhadap lingkungan dan sesamanya, tidak tahu sopan santun, tidak tahu etika bermasyarakat, mudah marah dan cepat tersinggung, senang mencari perhatian orang, ingin menang sendiri, susah diatur, suka melawan orang tua, tidak memiliki tujuan hidup, dan kurang memiliki daya juang. Solusi terbaik untuk anak-anak tersebut bukanlah psikolog, guru dan ulama, melainkan orangtua yaitu ayah dan ibunya di rumah yang dapat berperan dan berfungsi selayaknya orang tua. Anak-anak tidak akan berbicara secara verbal mengenai kebutuhan dan keinginan hati kecilnya, tetapi mereka akan berbicara dalam bentuk perilaku yang diperlihatkannya dalam keseharian. Alangkah bahagia dan senangnya anak-anak, jika orangtua dapat mengerti dan memahami fungsi dan peran orang tua sebagaimana mestinya. Andai saja orangtua dapat mengurangi keegoisannya dan menyisihkan waktu memenuhi kebutuhan psikologis anak-anaknya, maka anak akan menjadi generasi yang berintelektual tinggi dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan harapan dan cita-cita orangtuanya.

2. Ciri-Ciri Psikologis Keluarga Broken Home


Berdasarkan beberapa asumsi dalam literatur, penulis menemukan bahwa keluarga broken home bukan hanya keluarga dengan kasus perceraian saja. Keluarga broken home secara keseluruhan berarti keluarga dimana fungsi ayah dan ibu sebagai orangtua tidak berjalan baik secara fungsional. Fungsi orangtua pada dasarnya adalah sebagai agen sosialisasi nilai-nilai baik-buruk, sebagai motivator primer bagi anak, sebagai tempat anak untuk mendapatkan kasih sayang, dan sebagainya. Jikalau fungsi orangtua ini terhambat, maka aspek-aspek khusus dalam keluarga bisa dimungkinkan tak terjadi. Pada hakikatnya, anak membutuhkan orangtuanya untuk mengembangkan kepribadian yang sehat. Pada masa remaja, berdasarkan asumsiErickson, remaja memerlukan figur tertentu yang nantinya bisa menjadi figure sample dalam internalisasi nilai-nilai remajanya. Dengan tidak berfungsinya peran orangtua sebagaimana mestinya, maka hal in bisa terhambat. Proses pencarian identitas dalam kondisi serupa ini bisa jadi meriam bagi remaja itu. Remaja itu dimungkinkan membentuk kerpibadian yang kurang sehat dengan perasaan terisolasi. Proses pencarian identitas akan terhambat dan menimbulkan rasa kebingungan identitas (confused of Identity). Penambahan juga, remaja itu mungkin bisa mengembangkan perilaku yang delinquency, atau bahkan patologis, jika keadaan keluarga yang broken home itu dirasakannya sangat menekan dirinya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Yeri Abdillah (2003) dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa agresivitas pada remaja dalam keluarga broken home mempunyai taraf lebih tinggi daripada rekannya yang tidak mengalami kasusbroken home. Masih banyak kasus lagi yang mungkin dirasakan anak dalam keluarga broken home. Efeknya akan lebih terasa jika anak berada dalam masa remaja. Masa remaja dalam psikologi diasumsikan sebagai masa yang penuh dengan strom and stress. Jikalau dianalisis lebih lanjut keadaan broken home bisa memperburuk keadaan remaja itu. Keadaan itu akan diartikan sebagai tekanan yang bisa menjadi sumber awal penyebab patologis sosial. Cinta adalah suatu perasaan yang tulus terhadap orang yang dicintai. mampu memahami mengerti, menyayangi orang yang dicintainya. berjiwa besar, dan mau membahagiakan orang yang dicintainya (http://mtdw.blogspot.com/2006/04/apa-maknacinta-cinta-adalah-suatu.html, Disadur tanggal 7 mei 2008). Cinta merupakan suatu perasaan yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk membahagiakan umatnya. Cinta merupakan sesuatu yang sakral, suatu perasaan yang selalu digunakan dalam kehidupan. Kehidupan tanpa cinta seperti sayur tanpa garam. Walaupun cinta itu mungkin jarang diungkapkan, tetapi cinta itu sebagian besar ditunjukkan dengan perasaan-perasaan, perhatianperhatian atau mungkin tindakan-tindakan yang positif terhadap orang-orang yang dicintai. Cinta orangtua tehadap anaknya, dengan bimbingan melalui perasaan dan tindakan sebagai ungkapan cinta mereka kita sebagainya anaknya akan berkembang lebih baik. Sebagai manusia sangat wajar jika kita memiliki perasaan cinta itu. Kita menyayangi sesorang dan mencintainya itu merupakan suatu komitmen untuk bersamanya dalam mengarungi kehidupan ini, atau paling tidak kita dapat saling membahagiakan. Cinta juga dapat tumbuh seiring dengan waktu, jika ada perasaan yang tulus maka awalnya kita menganggap suatu hubungan biasa saja namun seiring dengan perjalan waktu kita menemukan kecocokan dengan hubungan tersebut, maka akan tumbuh rasa yang dinamakan cinta. Cinta akan datang sekali dalam hidup pada satu pintu hati kita, maka gunakan kesempatan ini dengan sebaikbaiknya. Dalam perjalanannya cinta itu akan mengalami banyak sekali rintangan. Seperti halnya perjalanan hidup, akan banyak mengalami cobaan halangan dan rintangan untuk mencapai kebahagian cinta. Kita bisa belajar dari rintangan-rintangan itu, sehingga dapat memahami cinta dan tahu apa yang harus dilakukan demi cinta. Cinta orangtua merupakan konsep dasar yang bisa diasumsikan sebagai segala yang diberikan oleh ayah dan ibu dalam perannya sebagai orangtua terhadap anaknya. Anak secara umum akan mengidentifikasikan dirinya pada orangtua. Beberapa penelitian mengidentifikasikan bahwa kelekatan anak hingga remaja pada umumnya terletak pada orangtuanya. Apabila orangtuanya tidak memberikan kasih sayang yang cukup kepada anaknya, maka kelekatan itu tidak aka ada. Untuk mendapatkan sumber kelekatan selain orangtua adalah hal yang rumit. Untuk itu, di sini peran orangtua secara fungsional merupakan aspek penting dalam perkembangan anak. Munculnya masalah broken home menimbulkan suatu perasaan menyesal pada remaja, dan melakukan identifikasi ulang. Ketiadaannya dukungan sosial menyebabkan kurangnya alternatif masukan bagi remaja itu untuk melakukan reidentifikasinya. Orangtua yang semulanya menjadi teladan, akan dianggap sebagai pembawa petaka baginya. Dari asumsi ini muncullah rasa ketidakpercayaan pada diri remaja itu. Munculnya rasa ketidakpercayaan ini menyebabkan cinta kepada orangtuanya semakin menipis atau berkurang. Kelekatan dengan orangtua semakin kecil, sehingga asumsi-asumsi negatif kepada orangtua mulai muncul. Dari asumsi itu muncullah asumsi bahwa orangtuanya sudah tidak menyayanginya lagi. Perkuatan muncul apabila tidak adanya perhatian secara fisikal yang ditujukan pada remaja itu. Pemaknaan cinta orangtua akan semakin mengarah pada negativitas seiring dengan munculnya beberapa hal berikut ini: a. Ketiadaan perhatian fisikal yang dirasakan oleh remaja dalam keluarga broken home, b. Konfliks antara orangtuanya dirasakan semakin mengarah pada egoisme ayah-ibunya tanpa mempertimbangkan eksistensi remaja itu, c. Kurangnya pemahaman spiritualisme dalam menghadapi kenyataan hidup berkaitan dengan situasi broken home,

1. 2. 3.

4. 5.

d. Kurangnya sosialisasi dari lingkungan sosialnya untuk memandang hal itu dari sisi positif, dan e. Taraf perkembangan sosioemosional yang belum dewasa. Freud dalam psikonalisis paradoksnya mengasumsikan bahwa konfliks sebagian besar hanya muncul dalam taraf
ketidaksadaran individu. Meskipun sacara fisikal terlihat senyum, bukan berarti mood orang itu juga posiitif. Konfliks internal yang mungkin lebih parah akan muncul dan bermula dari ketidaksadarannya. Sifat inilah yang menentukan kesadaran manusia berkaitan dengan ego, ego ideal, superego, dan id-nya. Sistem ini akan berdinamika sesuai pengalaman. Faktor broken home dapat secara kuat menyebabkan perasaan subjektif akan cinta orangtua semakin berkurang atau mengarah pada hal negatif. Bukan tidak mungkin remaja dalam keluarga broken home akan menyalahkan atau memandang secara negatif terhadap salah satu orangtua atau bahkan kedua orangtuanya, jika orangtuanya itu dianggap penyebab penderitaan yang dirasakannya. Ini merupakan suatu bentuk kompensasi tak langsung atas asumsi subjektif diri remaja itu atas penderitaan yang seharusnya tidak ia dapatkan. Dalam teori klasik Sigmund Freud, hal ini menyebabkan pemasakan intrapsikis yang salah, dan dapat mengarah pada suatu bentuk patologis apabila tidak mendapatkan pemecahan masalah yang efektif. Remaja dalam tahapan psikososial Erik H. Erickson disebutkan adalah masa pencarian identitas. Dalam tahapan ini, peran orangtua dalam membentuk identitas nampak jelas, apalagi bagi remaja putri (Margareth Rosario, 2007). Remaja putri dalam masa pencarian identitas dirinya sangat bergantung pada orangtuanya sebagai figur teladan, berbeda pada remaja putra yang lebih ditentukan oleh peer-group-nya. Fakta penelitian ini sudah seharusnya mempertimbangkan individual differences, yang menyadari bahwa itu semua bergantung dan khas pada tiap individu.

3. Peran Dukungan Sosial Terhadap Perkembangan Kepribadian Anak Pada Keluarga Broken Home Dalam psikologi individual yang dikemukakan oleh Alfred Adler (melalui Hall, 1993) disebutkan bahwa lingkungan
sosial memainkan peran penting dalam perkembangan individu dalam rentang yang ada. Manusia pertama-tama dimotivasi oleh dorongan-dorongan sosialnya. Menurut Adler, pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial. Mereka menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut dalam kegiatan sosial, dan sebagainya. Dorongan sosial Adler merupakan dorongan yang bersifat herediter atau bawaan genetis, yang kemudian mendapat stimulusstimulus untuk perubahan perkembangannya dari lingkungan sosialnya. Adler mengatakan bahwa manusia adalah diri yang kreatif. Psikologi Individual Adler merupakan kombinasi sistem subjektif yang sangat dipersonalisasikan, yang menginterpretasikan pengalaman-pengalaman penuh arti. Sejalan dengan pandangan Soren Kierkegaard bahwa manusia adalah subjektif, sehingga kebenaran subjektif merupakan hal utama yang pertama. Adler juga menambahkan bahwa diri mencari pengalaman-pengalaman yang membantu pemenuhan gaya hidup sang pribadi yang unik, apabila tak ditemukan, maka diri akan berusaha menciptakannya. Ini menjelaskan bahwa dukungan sosial sangat penting bagi remaja dalam keluarga broken home. Dengan adanya dukungan sosial dari lingkungan sosialnya, maka pengalaman dalam hal problem solving masalah keluarga yang dihadapinya akan didapatkannya. Masih dalam hal dukungan sosial, intensi perilaku juga dipengaruhi oleh arah vektor kontinumnya. Arahnya ditentukan oleh masukan dari agen dukungan sosialnya. Agen yang tepat berarti agen tersebut dapat memberi masukan saran yang tepat bagi diri itu dan dapat mengarahkannya untuk menghambat lajunya masalah yang dihadapi agar tidak semakin memburuk. Manusia sebagai diri, menurut Adler merupakan pribadi yang unik yang terdiri atas konfigurasi unik dari motifmotif, sifat-sifat, minat-minat, dan nilai-nilai, dimana setiap perbuatan yang dilakukan mencerminkan gaya hidup yang khas baginya. Manusia menjalani hidupnya dengan motivasi dorongan sosial. Hilangnya dorongan sosial dapat berakibat munculkan gangguan perkembangan atau gangguan psikis lainnya. Adler juga menjelaskan bahwa manusia lebih didorong oleh harapan-harapan di masa depan daripada kenangan masa lalunya. Harapan yang pupus akibat broken home ini, membuat diri remaja itu berupaya untuk melakukan dinamika diri ke arah kemajuan. Lagi-lagi di sini nampak peran dukungan sosial dalam dinamika diri. Harapan yang pupus menyebabkan perilaku sekarang menjadi terhambat dengan adanya broken home. Hilangnya harapan ini akan mempengaruhi perilaku dalam parameter sejauhmana harapan itu menjadi prioritas hidupnya. Apabila itu sangat penting bagi dirinya, maka simtom negatif tertentu akan mungkin muncul, misalnya menjadi suka menyendiri, mudah tersinggung, dan sebagainya. Akan tetapi, Adler menyebutkan bahwa orang norma pasti dapat membebaskan diri dari harapan fiktif ini, sehingga diri terbebas dalam menghadapi kenyataan dari fiktif-fiktif ini. Apabila diri tidak demikian, maka gangguan psikis atau gangguan perkembangan akan muncul. Adler menambahkan setiap diri memiliki kecenderungan untuk mengarah pada superioritas dengan tiga cirinya yaitu menjadi agresif, bekuasa, dan superior. Superior di sini bukanlah bersifat individualisme, melainkan sejalan dengan konsep aktualisasi diri Abraham Maslow. Superioritas merupakan gejala adanya aktualisasi diri. Ini terjadi pada orang normal. Ketidakberdayaan fisik dan kelemahan yang tak nampak lainnya menjadi faktor pendukung munculnya perasaaan inferioritas. Pada remaja dalam keluarga broken home, broken homeini akan menjadi bahan bagi munculnya rasa inferior pada dirinya, tergantung sejauhmana masalahnya dirasakan membuat dirinya tak berdaya. Adakah kompensasinya? Adler menjawab bahwa dari adanya inferioritas itu muncullah kompensasi atas rasa inferior itu. Metode kompensasi ini diperoleh selama proses belajar sosialnya terhadap

lingkungan, sedangkan pertimbangan untuk menggunakannya ditentukan secara subjektif oleh diri remaja itu. Kompensasi yang mungkin muncul adalah semakin melekatnya remaja itu dengan peer-group-nya, atau menjadi seorang penyendiri, dan peka perasaannya. Adler menyebutkan bahwa rasa inferior ini muncul bukan sebagai abnormal, melainkan sebagai bentuk penyempurnaan dalam perkembangan dirinya. Manifestasi atas perkembangan yang tak dapat dilakukan remaja mengakibatkan adanya gejala abnormalitas, misalnya gangguan penyesuaian. Adler kemudian menekankan peranan dukungan sosial dalam perkembangan diri remaja yang mengalami broken home. Lingkungan sosial yang mendukung positif menjadi sumber inspirasi penting bagi individu, sehingga diri mampu mengembangkan dirinya ke arah kesempurnaan, yang menjadi tujuan perkembangan diri menurut Adler. Ketiadaan dukungan sosial yang memadai bagi diri menyebabkan semakin besarnya intensitas inferioritas yang dirasakannya, dan ini dapat mengarahkan pada gejala keabnormalitasan diri. Akan tetapi,Adler percaya bahwa tiap diri adalah kreatif untuk mencari alternatif penyelesaian bagi setiap masalah yang dihadapinya, sehingga apabila abnormalitas itu muncul, maka dapat disimpulkan bahwa stimulus broken home yang dirasakannya melebihi taraf intensitas kemampuannya dalam mereduksi masalah.

BROKEN HOME
Broken home dapat diartikan dengan kondisi keluarga

yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga

yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Kondisi ini menimbulkan

dampak yang sangat besar terutama bagi anak-anak. Bisa saja anak jadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan. Karena orangtua merupakan pada contoh malu. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta (role model), dan

panutan, dan teladan bagi perkembangan anak-anaknya di masa emosi, anak-anak perlu pengarahan, kontrol, serta perhatian yang cukup dari orang tua. Orangtua merupakan salah satu selain faktor lingkungan, sosial, dan pergaulan. faktor sangat penting dalam pembentukan karakter anak-anak remaja, terutama perkembangan psikis

Menurut versi lain ada yang mengatakan bahwa Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka Cuma ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi.

Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman teman nya yang secara tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak. Maka dari itu mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi sayang, sebagian dari mereka melakukan cara yang salah misalnya : mencari perhatian guru dengan bertindak brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar mendapat perhatian orang lain, dll.

Kalau sudah brutal otomatis bisa salah pergaulan. Lalu mereka mulai melirik yang namanya Rokok. Awalnya hanya sekali hisap, lama lama jadi berkali-kali. Kemudian setelah merokok, mereka mulai mencoba yang namanya NARKOBA, MIRAS dll. Kalau sudah seperti itu, siapa yang patut disalahkan ? Orang tua tidak dapat disalahkan sepenuhnya tapi anak juga tidak dapat disalahkan 100%. Kesalahan orang tua adalah mereka terlalu sibuk dengan masalah mereka hingga mereka lupa bahwa mereka memiliki anak yang wajib diperhatikan. Lalu kadang mereka juga menganggap bahwa anak tidak perlu tahu masalah mereka. Padahal setidaknya mereka harus menjelaskan tentang masalah mereka ke anak agar tidak terjadi kesalahpahaman. Lalu untuk si Anak, mari kita berpikir yang logis dan tidak nyleneh.

Faktor-faktor Penyebab Broken Home

1. Terjadinya perceraian mahligai rumah tangga, faktor kedewasaan yang mencakup mengatasi berbagai masalah keluarga dan Adanya disorientasi tujuan suami istri dalam membangun

intelektualitas, emosionalitas, dan kemampuan mengelola dan perubahan dan norma yang berkembang di masyarakat. pengaruh

2. Ketidak dewasaan sikap orang tua

mementingkan

Egoisme

adalah

adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Egoisme orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbulnya sifat membandel, sulit disuruh dan suka bertengkar dengan saudaranya. 3. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab

dirinya

suatu

sendiri.

sifat

Sedangkan

buruk

manusia

egosentrisme

yang

dan uang. Mengapa demikian ? Karena filsafat hidup mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang. Di samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi. Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan.

Kesibukannya terfokus pada pencarian materi yaitu harta

4. Jauh dari Tuhan karena dia jauh dari Tuhan. Sebab Tuhan mengajarkan agar Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan

manusia berbuat baik. Jika keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga tersebut akan orang tuanya.

lahir anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua

5. Adanya masalah ekonomi memenuhi kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal di luar makan dan minum. Karena suami tidak Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam

sanggup memenuhi tuntutan isteri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan maka timbullah pertengkaran ke arah perceraian.

6. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga

menyebabkan hilangnya kehangatan di dalam keluarga antara dianggap penyebab utama dari kurangnya

orang tua dan anak. Faktor kesibukan biasanya sering Dimana ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, komunikasi.

mereka tidak punya waktu untuk makan siang bersama, sedang anggota keluarga menjadi jamaah.

sholat berjamaah di rumah dimana ayah menjadi imam,

7. Adanya masalah pendidikan broken home. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya

oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang pendidikannya rendah Karena itu sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan di menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama ada atau di atasi. Artinya suami istri akan dapat mengekang nafsu masing-masing sehingga pertengkaran dapat dihindari. sering tidak dapat memahami lika-liku keluarga.

keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang mungkin lumayan mungkin sekali kelemahan dibidang pendidikan akan

kejiwaan pada seorang Broken Home di mata Sosial

1. Broken

kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia sia dan

Heart

si

pemuda

merasakan

kepedihan

dan

mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si pemuda kepada yang bersifat keanehan sexual. Misalnya sex bebas, orang, atau suami orang dan lainnya

tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari homo sex, lesbian, jadi simpanan irang, tertarik dengan isteri

2. Broken Relation : si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh serta tidak ada orang yang dapat diteladani. Kecenderungan

terhadap orang lain, ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung semau gue.

3. Broken Values : si pemuda kehilangan nilai kehidupan yang atau merusak yang ada hanya yang menyenangkan dan yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan. tidak menyenangkan, pokoknya apa saja

benar. Baginya dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, yang

Diposkan oleh Wachit Nur Hidayati di 20:02:00

Perkembangan anak, tidak hanya ditentukan oleh faktor luar (sekolah) saja, namun peranan besar lingkungan keluarga sangat mempengaruhi perkembangan anak. Konsultasi keluarga terutama anak ke orang tua harus dibiasakan sejak dini, dibutuhkan pola-pola komunikasi yg terbuka dgn anak. Hal ini agar si anak tidak merasa segan menceritakan masalah yg dialaminya. Memotivasi anak tidak hanya tugas ibu, bapak pun perlu memahami kenapa anak tiba-tiba menjadi pemalas, pendiam, atau mencari perhatian dgn melakukan hal-hal yg dilarang. Inilah kegunaan dari konsultasi keluarga.. Faktor yg Menyebabkan Motivasi Anak Menurun Konsultasi Keluarga - Menjadi orang tua yg baik tidaklah hal yg mudah. Dibutuhkan kesabaran, ketelatenan, keinginan, dan kesadaran yg timbul dari dalam diri akan hak dan kewajibannya sebagai orang tua. Mogok sekolah atau menurunnya motivasi anak belajar biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut. 1. Kondisi Anak Anak yg memiliki kondisi fisik, sikap belajar, dan kemampuan intelektual yg memadai diharapkan

dapat mengikuti proses belajar di sekolah dgn baik. Namun jika kondisi anak kurang optimal, tentu akan menghambat anak untuk mengikuti pelajaran yg membutuhkan daya tahan tubuh yg memadai. 2. Keluarga Keluarga memiliki peran penting dalam memotivasi anak salah satunya konsultasi keluarga. Pola pengasuhan orang tua di setiap permasalahan yg terjadi dalam keluarga, juga dapat menurunkan motivasi anak untuk ke sekolah. Figur orang tua, dan kondisi hubungan orang tua bisa mempengaruhi motivasi anak. Kondisi keluarga yg broken home kadang bisa memacu anak lebih baik, namun pada kasus tersebut lebih banyak anak yg menjadi korban, kurang terperhatikan sehingga anak menjadi malas, nakal, tertutup. Jika sudah di luar batas kemampuan konsultasi keluarga, bisa dgn mendatangi psikolog. 3. Lingkungan Sekolah Lingkungan sekolah yg memiliki standar nilai yg terlalu tinggi dapat membuat anak merasa terbebani dan tidak ingin melanjutkan sekolahnya. Sebaliknya, standar sekolah yg terlampau rendah dapat menurunkan motivasi belajar sehingga anak malas sekolah.

DIAGNOSIS PEMBELAJARAN BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Kemampuan daya tangkap setiap anak terhadap materi pelajaran berbeda-beda.Ada yang cepat ada yang lambat. Berbagai macam latar belakang dan penyebab yang mengakibatkan IQ anak tersebut rendah. Sehingga perlu diagnosis masalah kesulitan belajar di SD supaya IQ anak lebih berkembang daripada sebelumnya.Kesulitan belajar memang harus kita hindari namun tidak sedikit anak yang bermasalah dibidang pelajarannya. Bahkan berbagai macam usaha sudah dilakukan tetap saja tidak ada perkembangan di diri anak tersebut.Oleh karena itu kami melakukan studi kasus terhadap anak yang kesulitan belajar di SDN Alalak Selatan 1 yang terletak di JL.Swadaya Tani HKSN Banjarmasin.

B. Tujuan Penulisan
o Untuk mengetahui latar belakang atau faktor penyebab anak yang kesulitan dalam belajar o Untuk mengetahui bagaimana usaha guru dan pihak sekolah menghadapi anak yang kesulitan

belajar

o Untuk mengetahui bagaimana usaha orang tua untuk mengantisipasi anaknya yang kesulitan

dalam belajar
o Untuk mengetahui apa yang terjadi pada anak yang kesulitan dalam belajar setelah

diantisipasi oleh pihak sekolah


o Untuk mencari solusi masalah anak kesulitan belajar o Untuk memenuhi tugas mata kuliah Diagnosis Kesulitan Belajar di SD

C. Permasalahan
o Apa yang melatar belakangi atau faktor penyebab anak kesulitan dalam belajar ? o Bagaimana usaha guru dan pihak sekolah menghadapi anak yang kesulitan belajar ? o Bagaimana usaha orang tua si anak agar anaknya tidak kesulitan dalam belajar ? o Apa yang terjadi pada anak yang kesulitan belajar setelah diantisipasi oleh pihak sekolah dan

orang tuanya ?
o Bagaimana solusi masalah anak yang kesulitan belajar ?

BAB II PEMBAHASAN

Pada hari Sabtu , 24 September 2011 jam 10.00 - 12.00 WITA telah dilakukan studi kasus ke Sekolah Dasar Negeri Alalak Selatan 1 yang berada di JL. Swadaya Tani HKSN Banjarmasin. Dalam studi kasus ini menunjukkan ada seorang anak yang berinisial MA , mengalami kesulitan dalam belajarnya terutama dibidang akademik ( Matematika , Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Pkn, serta Agama). Data menunjukkan bahwa anak laki-laki kelas V Sekolah Dasar ini dalam keadaan kurang perhatian karena orang tuanya Broken Home (mengalami perceraian) dan keadaan ekonomi yang kurang. Ayahnya yang meninggalkannya hanya bekerja sebagai buruh,sedangkan ibunya hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Terpaksa Ibunya sebagai tulang punggung keluarga. Dia termasuk orang yang pendiam dan merasa minder dihadapan teman-temannya. Oleh karena keadaan itu mengakibatkan nilai rapornya semakin menurun dan harus tinggal kelas. Kemampuan daya tangkap anak yang bercita-cita menjadi polisi ini terhadap pelajaran sangat kurang dan sering diperolok bahkan ditertawakan teman-teman sekelasnya. Apabila guru sedang mengajar dikelasnya dia sering tidak connect dengan apa yang diajarkan guru. Bahkan dia sering tidak hadir ke sekolah dengan alasan sakit padahal ternyata dia sehat. Begitulah si MA ini , memang tidak membuat keributan di kelas (nakal) seperti teman-temannya namun kesulitan dalam belajar karena sifat pendiam dan tertutup yang selalu melekat dalam dirinya.

Data yang diperoleh dari pengukuran psikologis menunjukkan bahwa yang bersangkutan termasuk yang mempunyai kecerdasan umum rendah dan dari segi kepribadian secara potensial mempunyai kecenderungan untuk berprestasi lumayan tetapi tampaknya mempunyai motivasi yang rendah.

A.Latar Belakang dan Faktor Penyebab MA kesulitan Belajar Belajar itu merupakan serangkaian kegiatan atau perbuatan yang berhubungan dengan banyak faktor. Sungguh tepat jika dikemukakan bahwa belajar itu bukan perbuatan yang serba sederhana melainkan justru amat kompleks. Banyak faktor yang mempengaruhi MA sehingga sulit dalam belajar baik faktor yang datang dari dirinya maupun faktor yang berasal dari luar. Latar belakang dan faktor penyebab MA kesulitan belajar adalah a. Faktor dari dalam dirinya ( internal ) Faktor jasmaniah Kesehatan MA cenderung tidak stabil. Beberapa minggu lalu data menunjukkan dia terkena penyakit cacar sehingga dia tidak hadir ke sekolah. Saat diwawancarai pun terlihat masih ada bekas - bekas cacar dikulit tangannya. Padahal badan yang tidak sehat akan mengakibatkan kurangnya semangat belajar. Faktor Psikologis Intelegensi Intelegensi merupakan kecakapan yang terdiri atas tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan dengan situasi yang baru dengan cepat dan efektif ,mengetahui / menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif,mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Orang yang mempunyai intelegensi yang tinggi lebih mudah belajar daripada yang tingkat intelegensinya rendah. Kemampuan berpikir MA tidak optimal. Intelegensi MA memang dari sananya sudah tergolong rendah. Kemampuan membacanya kurang lancar dan kemampuan menulis huruf sering tertukar , misalnya menuliskan huruf d malah ditulisnya huruf b . Kemampuan menangkap pelajaran yang diajarkan guru tidak connect dan sulit untuk menjelaskan materi pelajaran kepadanya. Mengerti atau tidak dia tetap diam. Sudah dilakukan usaha dengan mengusulkan les pada orang tuanya tapi tetap tidak bisa dan tidak ada perkembangan MA selama di sekolah. Psikologis MA juga terganggu.

Motivasi Motivasi merupakan daya penggerak atau pendorong untuk berbuat. Keluarga MA yang kurang perhatian menyebabkan tidak adanya motivasi. MA menjadi malas belajar karena perceraian orang tuanya dan tergolong anak yang pendiam , pemalu dan kurang aktif di kelas . MA juga tidak bisa bersosialisasi dengan teman-temannya di rumah maupun di sekolah. b. Faktor dari luar ( eksternal ) Faktor Keluarga Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Anak lebih banyak berinteraksi didalam keluarga daripada di sekolah. Karena orang tua MA yang broken home dan kurangnya didikan dari orang tuanya mengakibatkan MA terkena dampak negative. Padahal selaku orang tua seharusnya mengetahui dan memahami apa yang menjadi keinginan MA. Keadaan ekonomi yang kurang mampu menyebabkan MA kesulitan belajar. Dia sering meminjam alat-alat sekolah pada teman-temannya karena keadaan ekonomi tersebut. Saudaranya juga mempengaruhi dia dengan menyuruhnya mencuri HP temannya. Dan ternyata perilakunya itu diketahui teman-temannya serta wali kelasnya. Seharusnya hubungan antar anggota keluarga didasari saling pengertian dan kasih sayang bukan saling mempengaruhi untuk melakukan kejahatan . Selain itu perpisahan orang tua MA menyebabkan perkembangan psikologis MA terganggu. Di rumah , MA tinggal dengan ibu dan 2 saudaranya sedangkan ayahnya pergi meninggalkan mereka. Yang mencari nafkah dan membiayai kebutuhan ekonomi keluarga adalah ibundanya yang tercinta. Faktor Lingkungan Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat disekitar siswa berada merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap belajar anak. Keadaan lingkungan sekitar rumah MA tergolong lingkungan yang buruk. Komplek rumahnya dikenal sebagai Komplek Preman dimana banyak terdapat preman-preman disana.Sehingga menyebabkan kakaknya MA ikut-ikutan jadi preman dan berusaha mempengaruhi adiknya MA menjadi preman dengan mencuri HP milik temannya, karena ketahuan oleh wali kelasnya MA tidak sempat mencuri HP tersebut. Di rumah MA tidak pernah diajarkan pendidikan moral maupun intelektual sehingga MA mudah terpengaruh untuk melakukan hal-hal yang negatif. Lingkungan sekolah

Untuk memperlancar proses pembelajaran siswa memerlukan alat-alat yang menunjang pembelajaran. Fasilitas tersebut harus lengkap dan tersedia bagi siswa. Namun tidak demikian dengan MA yang lebih sering meminjam alat-alat sekolah pada temannya. Tetapi karena kelakuannya yang hampir mencuri HP temannya menyebabkan dia dijauhi teman-temannya. Temannya sering mengejeknya dan tidak mau berteman dengannya. Di dalam kelas dia duduk sebangku dengan anak yang autis, karena teman-temannya yang lain tidak mau duduk berdampingan dengannya. Di sekolah MA lebih suka menyendiri daripada bergaul dengan teman-teman sebayanya seakan-akan dia menyimpan masalahnya sendiri dan tidak mau menceritakan masalahnya itu. Hal-hal di atas itulah yang menyebabkan MA kesulitan belajar. B. Usaha Guru dan Pihak Sekolah serta orang tuanya menghadapi anak kesulitan belajar Sejauh ini usaha guru dan pihak sekolah menghadapi anak kesulitan belajar dengan memanggil orang tuanya ke sekolah namun yang datang hanya bibinya.Wali kelas MA juga telah mendatangi orang tuanya kerumah dan orang tuanya janji akan meleskan MA tapi ternyata keinginan les itu tidak kesampaian juga entah kenapa sebabnya. Hari yang lain MA tidak hadir kesekolah karena sakit, tetapi setelah dicek kerumahnya orangnya MA dalam keadaan baik-baik saja. Wali kelas juga telah memberikan perhatian khusus seperti pada saat belajar dikelas guru sering memberikan latihan-latihan soal yang lebih banyak padanya supaya dia mengerti, namun tidak ada juga perkembangan yang meningkat dari MA. C.Hal yang terjadi pada anak yang kesulitan belajar setelah diantisipasi Hasil analisis buku rapor Dari hasil analisis,menunjukkan bahwa nilai rapor MA pada umumnya (untuk semua mata pelajaran ) tergolong dibawah rata-rata kecuali mata pelajaran olahraga karena memang itu pelajaran yang disukainya.Sehingga dalam kenaikan kelas sampai kelas IV MA hanya memenuhi norma-norma kenaikan kelas minimal . Dan dikelas V MA terpaksa harus tinggal kelas. Inilah hasil belajar MA pada kelas V semestar 2 yang terlihat pada rapor.

Observasi langsung Beberapa kali kami mengamati kegiatan didalam maupun diluar kelas.Dikelas MA sering murung dalam mengikuti pelajaran.Dia memperhatikan pelajaran namun dalam pikirannya blank. Mengerti atau tidak dia tetap diam saja. Diluar kelas terutama dalam pelajaran olahraga MA lebih aktif. Wawancara 1. Wawancara dengan wali kelas Informasi dari wali kelas mengatakan bahwa MA dalam mengerjakan tugas sering tidak mengerjakan apalagi PR sekolahnya.Setiap ada ulangan dia sering tidak hadir dan sering mengulang menyebabkan nilai rapornya rendah. Wali kelas MA menyesalkan kenapa MA tetap naik kelas padahal dia dianggap belum mampu untuk melanjutkan ke kelas yang lebih tinggi. Selain itu MA tidak mempunyai motivasi untuk belajar yang mengakibatkan dia kurang memperhatikan pelajaran. 2. Wawancara dengan MA Wawancara antara kami dan MA dapat mengungkapkan isi hatinya,MA menangis ketika kami tanya mengenai ayahnya.MA mungkin merasa ayahnya itu tidak bertanggung jawab.Dalam hatinya tersimpan rasa benci yang mendalam pada ayahnya.Dia merasa kurang diperhatikan orang tuanya.Disekolah juga sering diejek temannya akibat kesulittan belajarnya bahkan sering ditertawakan dan tidak ditemani,sehingga membuat dia menjadi malas hadir ke sekolah.Disebabklan oleh kejadian itu MA sekarang sulit konsentrasi untuk belajar dan selera makannya merosot. 3. Wawancara dengan teman MA Menurut keterangan dari temannya, MA lebih banyak diam dan menyendiri dikelas. MA juga sering diejek dan dikucilkan karena dia pernah ketahuan ingin mencuri HP disekolah, dengan kejadian itu mungkin MA merasa malu dan minder terhadap teman-temannya. Disamping itu MA juga dianggap kurang pintar sehingga dia dijauhi oleh temannya dikelas. D. Solusi Masalah Anak Kesulitan Belajar 1) Solusi dari pihak sekolah

Sekolah telah menetapkan MA untuk tinggal kelas agar dikelas tinggi yaitu dikelas VI dia dapat mengikuti pelajaran dengan baik tanpa ada halang rintang seperti dikelas sebelumnya. Pihak sekolah juga telah memberikan perhatian khusus kepada MA berupa pendekatan individual secara langsung kepada anak. 2) Solusi dari Konselor Orang tua MA maupun ke dua kakaknya sebaiknya harus lebih memperhatikan MA secara khusus agar dia tidak melakukan kesalahan yang sama dan agar MA dapat belajar dengan baik. Harus melakukan pendekatan lagi yang lebih mendalam ( penuh dengan perasaan ) agar MA mau menceritakan masalah yang dialaminya. Keinginan orang tua untuk memberikan bimbingan belajar tambahan untuk MA harus dijalankan namun terhambat dengan biaya ekonomi.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesulitan belajar yang dialami oleh MA disebabkan oleh berbagai macam faktor dari faktor intelegensi,motivasi,keluarga,dan lingkungan.Adapun guru dan pihak sekolah serta orang tua sudah berusaha mengatasi masalah ini dengan berbagai macam cara.Hal yang terjadi pada MA,dikucilkan dari pergaulan dan konsentrasi belajarnya merosot.

B. Saran Sebagai pendidik kita harus tahu bagaimana mengatasi anak yang kesulitan belajar disamping dikonseling oleh guru BK disekolah supaya apabila kita terjun kelapangan nanti menjadi pengajar yang disegani dan bisa mengatasi masalah-masalah kesulitan belajar anak didiknya.

DAFTAR PUSTAKA

PENGERTIAN DAN FAKTOR BROKEN HOME

PENGERTIAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA BROKEN HOME BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka Cuma ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi. Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman teman nya yang secara tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak. Bilamana anda menginginkan anak anda tidak menjadi pribadi yang broken home kiranya kedua orang mengerti akan tugas dan kedudukan dalam rumah tangga, ibu harus dirumah merawat, mendidik dan memberi arahan kepada anaknya, ayah bertugas mencari rejeki untuk mengidupi dan melindungi keluarga. Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam

menjalankan aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman teman nya yang secara tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak. Maka dari itu mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi sayang, sebagian dari mereka melakukan cara yang salah misalnya : mencari perhatian guru dengan bertindak brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar mendapat perhatian orang lain, dll. Kalau sudah brutal otomatis bisa salah pergaulan. Lalu mereka mulai melirik yang namanya Rokok. Awalnya hanya sekali hisap, lama lama jadi berkali-kali. Kemudian setelah merokok, mereka mulai mencoba yang namanya NARKOBA, MIRAS dll. Waduw, sudah semakin kacau aja nih Kalau sudah seperti itu, siapa yang patut disalahkan ? Orang tua tidak dapat disalahkan sepenuhnya tapi anak juga tidak dapat disalahkan 100%. Kesalahan orang tua adalah mereka terlalu sibuk dengan masalah mereka hingga mereka lupa bahwa mereka memiliki anak yang wajib diperhatikan. Lalu kadang mereka juga menganggap bahwa anak tidak perlu tahu masalah mereka. Padahal setidaknya mereka harus menjelaskan tentang masalah mereka ke anak agar tidak terjadi kesalahpahaman. Lalu untuk si Anak, mari kita berpikir yang logis dan tidak nyleneh. Penyebab Broken Home : 1. Terjadinya perceraian 2. Ketidak dewasaan sikap orang tua yang berkelahi di depan anak anak 3. Tidak bertanggung jawabnya orang tua sehingga tidak memikirkan dampak dalam kehidupan anak anak mereka 4. Jauh dari Tuhan, sehingga masalah masalah tidak diserahkan kepada Tuhan 5. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak Gangguan kejiwaan pada seorang Broken Home 1. Broken Heart : si pemuda merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si pemuda tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi simpanan irang, tertarik dengan isteri orang, atau suami orang dan lainnya 2. Broken Relation : si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung semau gue. 3. Broken Values : si pemuda kehilangan nilai kehidupan yang benar. Baginya dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang menyenangkan

dan yang tidak menyenangkan, pokoknya apa saja yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan. Sikap negatif dalam menghadapi Broken Home 1. Denial: si pemuda sepertinya tidak menunjukan reaksi apa apa bahkan cenderung menyangkal : ah memang mereka begitu, tapi ah, kenapa memang? mereka tidak tertarik untuk membicarakannya . padahal justru di saat saat seperti ini ia butuh bimbingan dan kekuatan dari orang lain yang dapat membimbing dalam kebenaran 2. Shame : si pemuda dibalik penyangkalannya merasa begitu malu, akan keberadaan hidupnya. Ditunjukan dengan khayalan khayalanseandainya saya memiliki orang tua yang bahagia. 3. Guilt : si pemuda merasa kecil hati karena jangan-jangan keberadaannya juga salah satu penyebab keributan atau perceraian mereka; atau merasa koq saya tidak dapat berbuat apa apa sih. 4. Anger : sebagian pemuda lain akan merasa begitu kesal sebab menurut mereka banyak keributan orang tua yang tidak rasional. masa Cuma itu aja diributin tidak dewasa benar sih . 5. Iini secure : si pemuda merasa kemana ia harus lari, keluarga sudah menjadi tempat yang menakutkan, tidak aman dan damai. Efek efek kehidupan seseorang broken home 1. academic problem, seorang yang mengalami broken home akan menjadi orang yang malas belajar, dan tidak bersemangat berprestasi 2. behavioural problem, mereka mulai memberontak, kasar, masa bodoh, memiliki kebiasaan merusak, seperti mulai merokok, minum minum, judi, lari ketempat pelacuran 3. sexual problem, krisis kasih mau coba ditutupi dengan mencukupi kebutuhan hawa nafsu 4. spritual problem, mereka kehilangan fathers figure sehingga Tuhan, pendeta, atau orang orang rohani hanya bagian dari sebuah sandiwara kemunafikan Menghadapi broken Home dengan positif 1. tariklah pelajaran positif dari masalah tersebut 2. dekatkan pada Tuhan 3. jangan menghakimi semua orang karena keadaan tersebut 4. tetao menjaga diri dan memegang teguh kebenaran 5. broken home bukanlah akhir dunia

Yang dimaksud kasus broken home dapat dilihat dari dua aspek yaitu (1) keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai, (2) orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah

atau ibu sering tidak di rumah, atau tidak memperlihatkan kasih sayang lagi. Misalnya orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologis. Dari keluarga yang digambarkan di atas tadi, akan lahir anak-anak yang mengalami krisis kepribadian sehingga perilakunya sering tidak sesuai. Mereka mengalami gangguan emosional bahkan neurotik. Kasus keluarga broken home ini sering kita temui di sekolah dengan penyesuaian diri yang kurang baik, seperti malas belajar, menyendiri, agresif, membolos, dan suka menentang guru. 1.1 home. 1.1.2 Permasalahan Dari masalah yang ada maka didapat permasalahannya adalah faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya broken home ? 1.2 Tujuan Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya broken home. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Broken Home Istilah broken home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di masyarakat. Namun, broken home dapat juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi anak-anak. Bisa saja anak jadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan malu. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan. Karena orangtua merupakan contoh (role model), panutan, dan teladan bagi perkembangan anakanaknya di masa remaja, terutama pada perkembangan psikis dan emosi, anak-anak perlu pengarahan, kontrol, serta perhatian yang cukup dari orang tua. Orangtua merupakan salah satu faktor sangat penting dalam pembentukan karakter anak-anak selain faktor lingkungan, sosial, dan pergaulan. Masalah dan Permasalahan Masalah

Dari latar belakang di atas maka masalah yang didapat adalah faktor penyebab terjadinya broken

2.2 Faktor-faktor Penyebab Broken Home Adapun 1. faktor-faktor yang menyebabkan Terjadinya broken home adalah :

perceraian

Faktor yang menjadi penyebab perceraian adalah pertama adanya disorientasi tujuan suami istri dalam membangun mahligai rumah tangga; kedua, faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas, emosionalitas, dan kemampuan mengelola dan mengatasi berbagai masalah keluarga; ketiga, pengaruh perubahan dan norma yang berkembang di masyarakat. 2. Ketidak dewasaan sikap orang tua

Ketidakdewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap egoisme dan egosentrime. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Pada orang yang seperti ini orang lain tidaklah penting. Dia mementingkan dirinya sendiri dan bagaimana menarik perhatian pihak lain agar mengikutinya minimal memperhatikannya. Akibatnya orang lain sering tersinggung dan tidak mau mengikutinya. Misalnya ayah dan ibu bertengkar karena ayah tidak mau membantu mengurus anaknya yang kecil yang sedang menangis alasannya ayah akan pergi main badminton. Padahal ibu sedang sibuk di dapur. Ibu menjadi marah kepada ayah dan ayah pun membalas kemarahan tersebut, terjadilah pertengkaran hebat di depan anak-anaknya, suatu contoh yang buruk yang diberikan oleh keduanya. Egoisme orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbulnya sifat membandel, sulit disuruh dan suka bertengkar dengan saudaranya. Adapun sikap membandel adalah aplikasi dari rasa marah terhadap orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang tua memberi contoh yang baik seperti suka bekerja sama, saling membantu, bersahabat dan ramah. Sifat-sifat ini adalah lawan dari egoisme atau egosentrisme. 3. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab

Tidak bertanggungjawabnya orang tua salah satunya masalah kesibukan. Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat pada masyarakat modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian materi yaitu harta dan uang. Mengapa demikian ? Karena filsafat hidup mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang. Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan. Di samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi. Kesibukan orang tua dalam urusan ekonomi ini sering membuat mereka melupakan tanggungjawabnya sebagai orang tua. Dalam masalah ini, anak-anaklah yang mendapat dampak negatifnya. Yaitu anakanak sering tidak diperhatikan baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di masyarakat. Contohnya anak menjadi pemakai narkoba, kemudian akhirnya ditangkap polisi dan orang tua baru sadar bahwa melepas tanggung jawab terhadap anak adalah sangat berbahaya.

4.

Jauh

dari

Tuhan

Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari Tuhan. Sebab Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga tersebut akan lahir anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua orang tuanya. Mereka bisa menjadi orang yang berbuat buruk, yang dapat melawan orang tua bahkan pernah terjadi seorang anak yang sudah dewasa membunuh ayahnya karena ayahnya tidak mau menyerahkan surat-surat rumah dan sawah. Tujuannya agar dia dapat menguasai harta tersebut. Apalagi dia seorang penjudi dan pemabuk. Inilah hasil pendidikan yang hanya mengutamakan dunia, makan dan minum saja, pendidikan umum saja, hasilnya sangat mengecewakan orang tua, akhirnya tega membunuh ayahnya sendiri. 5. Adanya masalah ekonomi

Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal di luar makan dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya dapat memberi makan dan rumah petak tempat berlindung yang sewanya terjangkau. Akan tetapi yang namanya manusia sering bernafsu ingin memiliki televisi, radio dan sebagainya sebagaimana layaknya sebuah keluarga yang normal. Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan isteri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suami istri yang sering menjurus ke arah perceraian. Berbeda dengan keluarga miskin maka keluarga kaya mengembangkan gaya hidup internasional yang serba mewah. Mobil, rumah mewah, serta segala macam barang yang baru mengikuti model dunia. Namun tidak semua suami suka hidup sangat glamour atau sebaliknya. Di sinilah awal pertentangan suami istri yaitu soal gaya hidup. Jika istri yang mengikuti gaya hidup dunia sedangkan suami ingin biasa saja, maka pertengkaran dan krisis akan terjadi. Mungkin suami berselingkuh sebagai balas dendam terhadap istrinya yang sulit diatur. Hal ini jika ketahuan akan bertambah parah krisis keluarga kaya ini dan dapat berujung pada perceraian, dan yang menderita adalah anak-anak mereka. 6. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak

Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga menyebabkan hilangnya kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak. Faktor kesibukan biasanya sering dianggap penyebab utama dari kurangnya komunikasi. Dimana ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, mereka tidak punya waktu untuk makan siang bersama, sholat berjamaah di rumah dimana ayah menjadi imam, sedang anggota keluarga menjadi jamaah. Di meja makan dan di tempat sholat berjamaah banyak hal yang bisa ditanyakan ayah atau ibu kepada anak-anaknya seperti pelajaran sekolah, teman di sekolah, kesedihan dan kesenangan yang dialami anak. Dan anak-anak akan mengungkapkan pengalaman perasaan dan pemikiran-pemikiran tentang kebaikan keluarga termasuk kritik terhadap orang tua mereka. Yang sering terjadi adalah kedua orang tua pulang hampir malam karena jalanan macet,

badan capek, sampai di rumah mata sudah mengantuk dan tertidur. Tentu orang tidak mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dengan anak-anaknya. Akibatnya anak-anak menjadi remaja yang tidak terurus secara psikologis, mereka mengambil keputusan-keputusan tertentu yang membahayakan dirinya seperti berteman dengan anak-anak nakal, merokok, meneguk alkohol, main kebut-kebutan di jalanan sehingga menyusahkan masyarakat. Dan bahaya jika anak terlibat menjadi pemakai narkoba. 7. Adanya masalah pendidikan

Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken home. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami lika-liku keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan di keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang mungkin menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama ada atau lumayan mungkin sekali kelemahan dibidang pendidikan akan di atasi. Artinya suami istri akan dapat mengekang nafsu masingmasing sehingga pertengkaran dapat dihindari. BAB KESIMPULAN Kesimpulan Istilah broken home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di masyarakat. Faktor-faktor yang menyebabkan broken home : 1. Terjadinya perceraian 2. Ketidak dewasaan sikap orang tua 3. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab 4. Jauh dari Tuhan 5. Adanya masalah ekonomi 6. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak 7. Adanya masalah pendidikan III

Anda mungkin juga menyukai