Anda di halaman 1dari 37

PERAN PENTING AYAH DALAM

PENGASUHAN ANAK

Oleh :
Agus Haryatmo, Psikolog
Negeri Tanpa Ayah
 Jika memiliki anak sudah ngaku-ngaku jadi
AYAH, maka sama anehnya dengan orang yang
punya bola ngaku-ngaku jadi pemain bola
 AYAH itu gelar untuk lelaki yg mau dan pandai
mengasuh anak bukan sekedar 'membuat' anak
 Jika AYAH mau terlibat mengasuh anak bersama
ibu, maka separuh permasalahan negeri ini
teratasi
 AYAH yang tugasnya cuma ngasih uang, menyamakan dirinya
dengan mesin ATM. Didatangi saat anak butuh saja
 Akibat hilangnya fungsi tarbiyah dari AYAH, maka banyak
AYAH yg tidak tahu kapan anak lelakinya pertama kali mimpi
basah
 Sementara anak dituntut sholat shubuh padahal ia dalam
keadaan junub. Sholatnya tidak sah. Dimana tanggung jawab
AYAH ?
 Jika ada anak durhaka, tentu ada juga AYAH durhaka. Ini
istilah dari Umar bin khaththab
 AYAH durhaka bukan yg bisa dikutuk jadi batu oleh anaknya.
Tetapi AYAH yg menuntut anaknya shalih dan shalihah
namun tak memberikan hak anak di masa kecilnya
 AYAH ingin didoakan masuk surga oleh anaknya, tapi tak
pernah berdoa untuk anaknya
 AYAH ingin dimuliakan oleh anaknya tapi tak mau
memuliakan anaknya
 Negeri ini hampir kehilangan AYAH. Semua pengajar
anak di usia dini diisi oleh kaum ibu. Pantaslah negeri
kita dicap fatherless country
 Padahal keberanian, kemandirian dan ketegasan harus
diajarkan di usia dini. Dimana AYAH sang pengajar utama
?
 Dunia AYAH saat ini hanyalah Kotak. Yakni gadget,
televisi dan komputer. AYAH malu untuk mengasuh anak
apalagi jika masih bayi
 Banyak anak yg sudah merasa yatim sebelum waktunya
sebab AYAH dirasakan tak hadir dalam kehidupannya
 Semangat quran mengenai pengasuhan justru
mengedepankan AYAH sebagai tokoh. Kita kenal Lukman,
Ibrahim, Ya'qub, Imron. Mereka adalah contoh AYAH yg
peduli
 Ibnul Qoyyim dalam kitab Tuhfatul maudud berkata: Jika
terjadi kerusakan pada anak penyebab utamanya adalah
AYAH
 Ingatlah! Seorang anak bernasab kepada AYAHnya bukan
ibu. Nasab yg merujuk pada anak menunjukkan kepada
siapa Allah meminta pertanggungjawaban kelak
 Rasulullah yg mulia sejak kecil ditinggal mati oleh
AYAHnya. Tapi nilai-nilai keAYAHan tak pernah hilang
didapat dari sosok kakek dan pamannya
 Nabi Ibrahim adalah AYAH yg super sibuk. Jarang pulang.
Tapi dia tetap bisa mengasuh anak meski dari jauh.
Terbukti 2 anaknya menjadi nabi
 Generasi sahabat menjadi generasi gemilang karena
AYAH amat terlibat dalam mengasuh anak bersama ibu.
Mereka digelari umat terbaik.
 Di dalam quran ternyata terdapat 17 dialog pengasuhan.
14 diantaranya yaitu antara AYAH dan anak. Ternyata
AYAH lebih banyak disebut
 Mari ajak AYAH untuk terlibat dalam pengasuhan baik di
rumah, sekolah dan masjid
 Harus ada sosok AYAH yg mau jadi guru TK dan TPA.
Agar anak kita belajar kisah Umar yg tegas secara benar
dan tepat. Bukan ibu yg berkisah ttg AYAH
 AYAH pengasuh harus hadir di masjid. Agar anak merasa
tentram berlama-lama di dalamnya. Bukan was was atau
merasa terancam dengan hardikan
 Jadikan anak terhormat di masjid. Agar ia menjadi
generasi masjid. Dan AYAH yang membantunya merasa
nyaman di masjid
 Ibu memang madrasah pertama seorang anak. Dan AYAH yang menjadi
kepala sekolahnya
 AYAH kepala sekolah bertugas menentukan visi pengasuhan bagi anak
sekaligus mengevaluasinya. Selain juga membuat nyaman suasana
sekolah yakni ibunya
 Jika AYAH hanya mengurusi TV rusak, keran hilang, genteng bocor di
dalam rumah, ini bukan AYAH 'kepala sekolah' tapi AYAH 'penjaga
sekolah'
 Ibarat burung yang punya dua sayap. Anak membutuhkan kedua-
duanya untuk terbang tinggi ke angkasa. Kedua sayap itu adalah AYAH
dan ibunya
 Ibu mengasah kepekaan rasa, AYAH memberi makna terhadap logika.
Kedua-duanya dibutuhkan oleh anak
 Jika ibu tak ada, anak jadi kering cinta. Jika AYAH tak ada, anak tak
punya kecerdasan logika
 AYAH mengajarkan anak menjadi pemimpin yg tegas. Ibu
membimbingnya menjadi pemimpin yg peduli. Tegas dan peduli itu
sikap utama
 Hak anak adalah mendapatkan pengasuh yg lengkap. AYAH terlibat, ibu
apalagi
 Mari penuhi hak anak untuk melibatkan AYAH dalam pengasuhan.
Semoga negeri ini tak lagi kehilangan AYAH
• KEHILANGAN AYAH BUKAN BERARTI TIDAK
PUNYA AYAH NAMUN DALAM BANYAK KASUS
KURANGNYA PERAN AYAH DALAM MENGASUH
ANAK
• AYAH TIDAK MENYAPA SECARA EMOSIONAL
• MENGANGGAP MENDIDIK ANAK ADALAH TUGAS
IBU
• AYAH KURANG DEKAT SECARA SPIRITUAL
Hasil penelitian tentang peran ayah dalam
kehidupan anak yang dilakukan Kalter dan Rembar
dari Children’s Psychiatric Hospital, University of
Michigan

63 % anak mengalami masalah psikologis seperti


gelisah, sedih, suasana hati yang mudah
berubah, fobia, dan depresi
56 % anak memilik kemampuannya berada di
bawah rata-rata
43 % anak melakukan agresi terhadap orangtua
Kehilangan peran ayah dalam kehidupan anak berkaitan dengan
kesulitan anak untuk menyesuaikan diri di sekolah, lingkungan sosial
dan penyesuaian pribadi terhadap perubahan
Hasil penelitian tentang Hubungan keterlibatan ayah
dalam pengasuhan dengan perilaku agresif pada siswa
SMKN 2 Di Kupang oleh mahasiswa Universitas Kristen
Widya Wacana Salatiga tahun 2015 menunjukkan hasil
ada hubungan negatif antara keterlibatan ayah dengan
perilaku negatif yang berarti semakin baik keterlibatan
ayah maka perilaku agresif semakin menurun
Beberapa karakter remaja akibat kehilangan
figur ayah di rumah
Ayah adalah sosok pemimpin dalam keluarga.
Ketidakhadirannya bisa memengaruhi anggota
keluarga yang lain termasuk karakter anak dalam
fase remaja.
Bagaimana karakter remaja yang kehilangan sosok
ayah di rumah? Simak ulasannya berikut ini
Tersesat oleh figuritas
Remaja yang tidak mengenal sosok ayahnya karena sering
tidak ada di rumah, akan mempelajari peran ayah dari orang
lain. Kalo ibu bisa memberikan pemahaman yang baik
tentang sosok ayah mereka, itu bagus. Tapi, kalau tidak,
mereka akan menciptakan sosok ayah bayangan yang bisa
saja negatif. Mereka yang tidak mengenal sosok ayah akan
mencari figur ayah yang bisa ditiru di luar. Nah, ini yang
bahaya karena bisa saja figur itu mereka temukan pada
orang-orang yang punya maksud tidak baik dan malah
menjerumuskan remaja menjadi pemberontak, melawan
hukum, atau perbuatan negatif lainnya
Tidak bisa membangun pertemanan
Kondisi masyarakat sekarang penuh dengan kekerasan
dan berbagai macam konflik dan emosi. Ketidakhadiran
ayah di rumah, membuat remaja bingung dan tidak
mengerti harus melakukan apa pada situasi tersebut.
Ditambah lagi, kehilangan sosok ayah yang seharusnya
bisa membangun suasana dinamis di rumah, membuat
seorang remaja menjadi cenderung pendiam dan kurang
bisa bersosialisasi. Akibatnya, mereka akan gamang, sulit
berkomunikasi dengan orang lain, dan akan sulit pula
membangun hubungan di luar rumah
Pribadi yang mudah takut atau trauma
Tidak adanya sosok ayah di rumah, bisa
menimbulkan berbagai persepsi pada remaja. Bisa
saja mereka merasa dirinya tidak berarti, terabaikan,
atau merasa bersalah. Perasaan ini bisa terbawa
sampai dewasa. Mereka yang nggak bisa move on
dari pikiran itu dan takut merasakan pengabaian,
akan takut juga untuk menjalin hubungan,
menunjukkan perasaan, atau terlalu bergantung pada
orang demi menghindari penolakan.
Memperburuk psikologis
Remaja yang diremehkan dan secara emosi tidak diakui
oleh ayah, karena ketidakhadirannya, bisa menderita
berbagai macam penyakit psikologis seperti depresi
kronis, harga diri menciut, dan tidak mampu mengambil
keputusan. Mereka cenderung akan mencari pengakuan
akan diri mereka, tapi, terlalu takut mengalami penolakan
sehingga tidak berani membela diri. Remaja akan
terombang-ambing di antara dua kondisi ekstrem,
"perilaku penyendiri" atau "ingin mendapatkan kedekatan
instan". Penuh rasa curiga atau pengkhianatan, dan
mengidolakan atau menguasai orang lain.
Ayah yang tidak hadir dalam keluarga, bisa membuat
waktu remaja terutama laki-laki habis dengan ibu nya. Hal
itu memang baik, tapi, kalau menjadi kebiasaan, dalam
pikiran seorang remaja laki-laki akan tertanam karakter
lemah lembut seorang perempuan tanpa diimbangi
pemikiran tentang harus kokoh dan kuatnya seorang laki-
laki. Mereka kehilangan waktu untuk belajar pada ayahnya
soal jati diri seorang laki-laki. Ini bahayanya yang bisa
mendorong banyaknya generasi laki-laki tapi, gemulai.
Bagi remaja perempuan, akan lebih berbahaya. Karena
kehilangan sosok ayah di rumah, membuat dia kehilangan
sosok pelindung. Seorang remaja perempuan yang pasti
haus akan kasih sayang, akan mencari sosok itu pada
orang lain. Nah, remaja perempuan yang terjerumus pada
hubungan yang salah seperti pacaran, akan mencari
pelampiasan kasih sayang yang salah, misalnya rela
melakukan apa saja untuk pacarnya termasuk terjerumus
pada pergaulan bebas.
1. Masalah penciptaan.
Pada saat kita kawin, ayah kita tidak menyampaikan dan ibu kita juga tidak
bercerita bahwa sebetulnya Allah menciptakan otak laki-laki dan perempuan itu
berbeda. Ini susah disuruh setara.

Otak laki-laki itu kuatnya sebelah kiri, perempuan kuatnya sebelah kanan. Karena
bapak otak kirinya lebih kuat, jadi lebih mudah fokus dalam berbagai hal
termasuk dalam hubungan suami istri. Fokusnya duluan. Sementara istri masih
mikir, "Aduh, panci hangus. Obat mertua belum dikirim. Anak besok minta celana
panjang putih."
2. Pilihan kalimat
Bapak kalau mau ngomong, beliau pikir dulu dengan otak
kiri tentang apa yang mau disampaikan. Sementara ibu,
mikir tujuan apa yang mau disampaikan sambil ngomong.
Jadi panjang. Bapak bicaranya pendek-pendek, terbatas,
tapi langsung.
Anak yang biasa diasuh oleh ibunya, itu sangat sangat
membutuhkan ayahnya dengan kalimat-kalimatnya yang
pendek itu. Lebih jelas, jadi lebih mudah untuk mereka
lakukan. Oleh karena itu makanya kalau ayahnya ngomong,
anak mendengarkan. Karena ayah ngomongnya pendek-
pendek. Ibu ngomongnya panjang.
3. Figur Teladan (Role Model)

Ayah, sudah otaknya otak kiri, bicaranya terbatas,


kemungkinan dulu beliau tidak punya role model.
Kemungkinan kakeknya anak ini juga adalah orang
yang 'dingin'. Yang jarang bicara. Bicara seperlunya
dan tidak menunjukkan emosi juga.
Jadi, modal darimana untuk bisa hangat dengan
anaknya?
4. Ibu terlalu dominan
Ibu-ibu suka mengeluh bahwa, "Suami saya pendiam.“
,"Suami saya jarang banget ngomong, Bu. jadi saya yang
ngatasin daripada nggak bisa."

Sering kali ibu-ibu merasa nunggu ayahnya lama,


ngomongnya lama, ngomongnya pendek-pendek, terus
waktunya nanti nggak ada, ibu terus ngambil semua.
Dalam satu kata, Ibu terlalu dominan.
Jadi, karena ibu kelihatannya sudah sangat menguasai, ibu
kelihatannya sangat dekat dengan anak, ibu kelihatannya
sangat bisa, dia belajar parenting ke sana kemari,terus si
Bapak bilang,"Ya udah, Loe aja."
Ibu turunin sedikit! Jangan terlalu dominan! Sebetulnya
ayah itu mau, tapi nggak ada kesempatannya. Dan tidak
dibuka. Dan tidak ditunjukkan dan dikirimkan aura
kepercayaan pada ibunya dan ibunya tidak menciptakan
suasana dimana ayahnya bisa bicara. Ya ayahnya,"Ya
udahlah!“
Tanya deh ayah-ayah!
5. Ayah kurang mempunyai pengetahuan agama
tentang tentang tugas dan tanggungjawabnya.
Ini yang paling mendasar di atas segala-galanya.
Ayah kurang mempunyai pengetahuan agama tentang
tugas dan tanggung jawab dalam pengasuhan anak, bahwa
secapek-capek apapun ayah, setidakbisanya dia ngomong,
dia HARUS. KARENA ALLAH.
Kan ayah dan ibunya yang dipilih jadi baby sitternya Allah.
Kenapa dicariin , disubkontrakkan kepada orang lain dan
berharap orang lain yang berbicara?
Dan saya pikir, tidak mungkin ayah itu tidak bisa. Karena ayah
pernah sekolah, pernah presentasi di sekolahnya, berdiri di depan
kelas menjelaskan sesuatu. Di dalam grupnya, di perusahaanya, ayah
bisa bicara.

Kalau dari kecil nggak diajak bicara, nggak ada yang ngajak, nggak
ada hubungannya. Jangan lupa ya, banyak persoalan yang akan
timbul. Dan hari tua ayah akan sangat sepi.
Kalau ditunda-tunda sekarang, nanti saat hari tua ayah, akan
tertunda-tunda juga anak untuk datang menemani ayah.
Karena waktu kecil anak nggak ada 'wiring' di kepalanya tentang
hubungan anda dengan anak anda.
Padahal sebetulnya ayah banyak fungsinya dan
tak tergantikan.

Ayah sebetulnya adalah pelatih emosi.


Emosi yang meletup-letup, ayah bisa
mengendalikannya.
Ayah adalah contoh.
Ayah adalah bintang dalam pengasuhan.
Menghadirkan ayah dalam pengasuhan akan
menghasilkan anak yang
1. memiliki kecerdasan emosional lebih bagus,
2. potensinya bisa lebih optimal,
3. lebih berani di luar hubungan ibu anak,
4. bertanggung jawab,
5. punya perspektif berbeda dalam memandang
masalah,
6. anak-anak tumbuh menjadi lebih simpatik,
7. kalau ayahnya hangat, anak empatinya juga
hangat,
8. hubungan sosialnya lebih baik,
9. percaya diri jadi tinggi.
10.akademis dan finansial jadi sukses.
Bagaimana dengan para ibu yang single
parent?
Mengasuh anak-anak mereka sendirian.
Umpamakan jiwa kita bak bejana berhubungan
yang kedua-duanya perlu diisi.
Itu fitrah. Kita ini perlu ayah, perlu ibu.Kalau
berpisah dengan ibu tapi bapak masih hidup, kan
bapak berpisah dengan ibunya, bukan dengan
anaknya.
Tidak semua hal bisa berjalan seperti yang kita
kehendaki. Hidup ini kadang-kadang
begitulah.Tidak selalu dapat apa yang kita
kehendaki atau kita tidak dapat apa yang kita mau.
Jadi ada 'ayah pengganti'. Ayah pengganti itu tetap
harus dicarikan.
Rasulullah itu 'nggak punya ayah', tapi ada
kakeknya terus ada pamannya. Waktu beliau
disusukan ke orang lain, Halimatussa'diyah itu
punya suami yang sangat perhatian.
Jadi sekarang siapa?
Ada kakeknya nggak?
Ada pamannya nggak?
Ya harus pakai hatilah.
Orang di sekitarnya dia itu harus bertanggungjawab,
ada keluarga kita yang tidak punya ayah. Kalau dalam
Islam menyantuni anak yatim itu perintahnya besar
sekali dan kuat sekali.
Kalau misalnya jauh dari saudara, minta tolonglah
pada guru. Tapi harus bicara pada istri guru tersebut,
supaya tidak salah tangkap.
Bisa juga imam masjid, Minta tolonglah pada
keluarganya.
Sekali atau dua kali seminggu bersama anaknya.
Karena memang, itu dibutuhkan.
Bantulah menyampaikan dan menyadarkan
ayah-ayah,
"Anda dahsyat sekali perannya Ayah/Bapak,
peranannya dalam pendidikan anak-anak
kita."
Tapi sampaikan dengan cara yang pas untuk
otak kirinya. Seperti juga anak laki-laki kita.
Untuk anak perempuan,ia perlu mengenal cara
bekerja otak laki-laki untuk masa depannya.
Bagaimana dia 'deal' dengan pasangannya ke
depan dan bosnya,dan teman laki-lakinya.
Jika dia tidak punya kesempatan untuk bergaul
dengan bapak, darimana modalnya, Pak?
Bapak lepaskan dia ke dunia dewasanya, Bapak
ikatkan dia ke tiang rumah orang lain, Anak
perempuan kan akan tinggal dalam keluarga
suaminya.
Jadi apa yang diharapkan dari seorang ayah? Bapak
menentukan garis-garis besar haluan pengasuhan
anak
MASIH BELUM CUKUPKAH UNTUK
MENGGUGAH PARA BAPAK AGAR
BERPERAN DALAM MENGASUH
ANAK???
JAZAKUMULLOHU
KHOIRON

Anda mungkin juga menyukai