Anda di halaman 1dari 4

AYAH JUGA BERTANGGUNG

JAWAB DALAM MENDIDIK


ANAKNYA
Jangan katakan bahwa mendidik anak hanya tugas seorang
ibu,tapi disana juga ada tanggung jawab seorang ayah
Sering kita melihat seorang ayah yang kelelahan seharian di tempat kerjanya malah
membawa kemarahan dan ketidaknyamanan bagi anak-anaknya di rumah. Anak yang ingin
mengajak bermain dianggap dianggap mengganggu istrahat, anak yang ingin dekat secara rasa
dianggap terlalu manja, bahkan anak yang bertanya untuk memenuhi rasa keingintahuannya
dijawab seadanya saja sehingga dari peristiwa itu menimbulkan jarak atau hubungan antara ayah
dengan anaknya sendiri.
Seorang anak kecil yang berlari kepada ayahnya yang baru saja pulang kerja untuk
meminta memperbaiki mainannya, namun apa yang ayah katakan pada anaknya sendiri.
Ayah-ayahh . . . tolong perbaiki mainan aku yah terus aku ingin main sama ayah
sebentar! Anak meminta kepada ayah
ahhh..!!baru juga pulang sudah dimintai macam-macam, Ayah cape ini, sana minta
perbaiki sama ibu saja Ayah menjawab dengan nada yang keras.
Setelah mendengar perkataan ayahnya, anak hanya bisa duduk terpaku dengan menahan
tangisnya, namun tak sedikitpun kepudilan sasng ayah terhadap anaknya, setelah itu ibupun
datang dan tak sengaja melihat sang anak.
Nak kamu kenapa nak? Tanya ibu dengan suara yang amat lembut
Ayah jahat, ayah jahat, ayah jahat. Sang anak yang mengatai ayahnya dengan mulut yang
bergumam
ehh,, Gak boleh gitu nak! Gk boleh gitu sama ayah, ayah itu pasti capek habis kerja, kalau mau
main sama ayah, nanti saja setelah ayah istirahat. Kata ibunya
Ayahh jahaattt, ayah jahat jawaban yang sama oleh sang anak.
Seorang anak bisa saja membenci ayahnya ketika ayahnya berperilaku buruk kepada anaknya,
seperti gambaran kisah di atas, setelah kejadian tersebut pasti sifat dan perlaku anak akan
berubah, si anak mulai membenci ayahnya dan memisahkan jarak antara mereka dan mungkin

saja anak akan menjadi pembangkang dan liar untuk mencari perhatian dan kesenangannya
sendiri, namun sifat si anak bisa saja kembali baik tergantung peran orangtua, terutama peran
ayah.
Tidak sedikit cerita seperti di atas ditemukan di dunia nyata, banyak ayah yang kurang
memerhatikan poin-poin besar ini dalam pendidikan anaknya, akhirnya anak yang mengalami
kejadian seperti ini menjadi pembangkang dan liar. Namun tidak sedikitnya juga cerita seperti ini
berakhir bahagia, karena timbulnya kesadaran ayah dan keinginan untuk mengubah semua
perilaku buruknya.

AYAH SEBAGAI TELADAN SEORANG ANAK


Anak adalah peniru ulung pada orang tua, utamanya ayah.
Kesibukan mencari nafkah, kadang mengabaikan kedekatan ayah dengan anak.
Ini kisah nyata. Seorang ibu muda tidak berdaya menghadapi ketiga putranya. Si sulung berusia
enam tahun, sedang kedua adiknya masih balita. Si ibu sangat kewalahan menghadapi si sulung
yang tidak mau berbagi apapun kepada adiknya.
Meski sebentar saja, si sulung akan merebut mainan yang dipegang sang adik. Akibatnya, terjadi
saling tarik dan dorong memperebutkan mainan. Rumah jadi berantakan dan tangisan sang adik
yang kalah berebut jadi rutinitas keseharian.
Sang ibu ingin mengubah sikap buruk anak sulungnya. Ia memberi nasihat, bahkan hukuman.
Tapi tak satupun cara yang ia terapkan berhasil. Keadaan diperparah dengan sikap egois ayah
yang tidak mau membantu istrinya menangani si sulung.
Setelah diamati, ternyata akar dari masalah yang membelit keluarga itu sumbernya bukan dari si
sulung. Sang anak adalah efek dari inti masalah. Sedang masalah sesungguhnya berasal dari sang
ayah.
Lho, kok bisa? Bukankah sang ayah bekerja seharian di luar rumah, tentu nyaris tak pernah
bertemu dengan keluarga?
Nah, di situlah pangkal dari semua masalah keluarga muda yang secara sepintas nampak bahagia
karena semua kebutuhan materi sudah tercukupi. Lalu apa yang kurang?
Karena kesibukan sang ayah bekerja, bahkan terkesan workaholic, membuatnya jarang
berkomunikasi dengan keluarga. Sang ayah terkesan menghindar dari segala hal yang berbau

rumah. Ia menghindar bila sang anak ingin bermain dengannya. Ia merasa asing dengan
keluarganya sendiri karena ia punya dunia sendiri. Hand phone, komputer dan urusan kerjanya,
itulah dunianya.
Anak adalah peniru ulung. Sikap egois sang ayah ternyata ditiru putra sulungnya. Setelah
melalui penyadaran yang cukup melelahkan pada sang ayah, akhirnya ia mau mengubah sikap
terhadap keluarganya. Dampaknya luar biasa. Perubahan sikap sang ayah juga berdampak
kepada si sulung. Ternyata tidak terlalu lama sikap tidak mau berbagi si sulung sedikit demi
sedikit mulai berkurang.
Melalui kisah di atas kita ketahui bahwa Anak akan meniru apa yang dilakukan orang
tuanya baik itu perilaku baik ataupun buruk. Misalnya ketika orang tua suka membentak, anak
akan menirunya dan melakukan hal itu pada adik atau sepupunya. Atau ketika Anda ke toilet
tidak bersih, maka anak akan menirunya. Bahkan ada bahasa tubuh yang juga ditiru anak.
Misalnya gerak wajah atau mimik muka Anda saat sedang menggerutu. Atau saat tersenyum dan
tertawa.

Hal ini juga terjadi pada kegiatan aktif anak. Anak yang kurang aktif merupakan hasil
dari orang tua yang kurang aktif. Misalnya orang tua pulang kerja akan santai saja, tidak
melakukan apapun, hanya di dalam rumah saja. Begitu juga dengan anaknya, ketika pulang
sekolah, dia hanya diam saja di rumah.

BUKAN HANYA NAFKAH MATERI


Tugas suami memang bekerja di luar rumah mencari uang untuk menafkahi keluarga.
Sedang istri bertugas mengurus seluruh hal yang berkenaan dengan rumah dan anak-anak.
Sebuah pembagian yang benar adanya, tetapi kadang hal ini seringkali menjadi pemicu konflik
dalam keluarga.
Kewajiban seorang suami bukan hanya memberi nafkah lahir tapi juga nafkah batin.
Sebab manusia memang tercipta dari dua unsur jasmani dan rohani. Unsur jasmani memerlukan
nafkah lahirnya seperti makan, pakaian dan papan.
Hanya saja, nafkah batin bukan melulu kebutuhan biologis, tapi juga kebutuhan
psikologis seperti pendidikan, perhatian, kenyamanan, rasa dihargai, disayangi, dan dicintai. Istri
dan anak adalah orang-orang terdekat yang memerlukan kebutuhan psikologis tersebut. Artinya,
siapa lagi pemenuhan tersebut kalau bukan dari kepala keluarganya.

SALING BERBAGI TUGAS


Sekolah yang paling pertama manusia adalah rumah, guru pertamanya tidak lain adalah
ibu dan kepala sekolahnya ialah ayah. Ayah yang merupakan kepala keluarga juga berfungsi
sebagai kepala sekolah dalam rumah tangganya. Oleh karena itu mendidik anak itu merupakan
kewajiban bersama antara ibu dan ayah. Ibu sebagai guru tidak akan bisa mengajar dengan baik
tanpa ada dukungan fasilitas dari kepalah sekolahnya, tidak lain yaitu ayahnya. Baik dan
tidaknya sekolah dipengaruhi dari kepala sekolah, termasuk pendidikan di rumah tangga.
Seorang kepala sekolah harus bertanggung jawab secara keseluruhan mulai dari
fasilitas,kurikulum, sistem, infrastruktur, dan pendanaannya.
Maka disinilah peran ayah sangat mentukan. Cara ayah mendidik anak-anak adalah
dengan mendidik ibunya dengan baik.kalau ibunya sering diberi pelatihan dan perhatian, maka
akan berefek ganda kepada anak-anaknya.
Sekarang ini banyak anak-anak yang mengalami yatim psikologis. Artinya, secara
biologis mereka masih memiliki ayah tapi secara fungsi tidak punya ayah yang memberikan hak
kepada anak-anaknya.
Seorang anak yang dibimbing oleh ayah yang peduli, perhatian dan menjaga komunikasi
akan cendrung berkembang menjadi anak yang lebih mandiri, kuat, dan memiliki pengendalian
emosional yang lebih dibandingkan anak yang tidak memiliki ayah yang seperti itu.
Mendidik anak bukan hanya kewajiban istri secara khusus, tetapi kewajiban bersama
antara suami dan istri. Ada berbagai cara bisa dilakukan oleh ayah. Pertama, membangun
kedekatan dengan terlibat dalam kepengasuhan seperti mengganti pokok, memandikan,
menyuapi, mengajak bermain, dan menemani belajar meskipun hanya sesekali.
Kedua, membangun komunikasi yang akrab. Artinya, sesibuk apapun diusahakan ada
komunikasi dengan empati tinggi, bukan hanya satu arah atau ketika anak bermasalah. Karena
ayah adalah tempat curhat yang tepat bagi anak.
Ketiga, mengenal lingkungan dan teman bermainnya. Ini penting sebagai langkah
mengkondisikan pergaulan yang sehat. Pergaulan yang baik memberikan dampak yang baik
puladalam perkembangan pendidikan anak dan mengurangi masalah perilaku negatif pada anak.

Anda mungkin juga menyukai