Anda di halaman 1dari 29

udah pernahkah Anda mengenal istilah Fatherless Country?

Menurut psikolog asal


Amerika Serikat, Edward Elmer Smith, fatherless adalah ketiadaan peran ayah dalam
perkembangan seorang anak, ketiadaan peran ayah dapat berupa ketidakhadiran
secara fisik maupun psikologis dalam kehidupan anak.

Sedangkan Fatherless Country adalah negara dengan peran ayah yang sangat minim.


Tentu hal ini disebabkan karena paradigma yang berkembang di masyarakat, seorang
ayah hanya wajib bekerja dan mencari nafkah, sedangkan tugas untuk mendidik dan
membimbing anak adalah tugas seorang ibu.

Lalu sebetulnya apa saja tugas seorang Ayah? Masa iya sesudah lelah bekerja mencari
nafkah seorang ayah masih harus bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak-
anaknya? Lalu bagaimana dengan istilah bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi
anak-anaknya? Bukankah itu berarti tugas utama ibu adalah untuk mendidik anak-
anak?

Mari kita luruskan paradigma keliru ini. Pertama, tugas utama seorang ayah selain
mencari nafkah untuk keluarga adalah seorang ayah dituntut untuk bisa mendidik dan
mengenalkan nilai-nilai keagamaan pada anaknya. Jika tugas utama ayah hanya untuk
mencari nafkah, lalu apa bedanya ayah dengan ATM, didatangi hanya saat ada
butuhnya saja.

Dan ketahuilah wahai para ayah, Al-Qur’an sudah mengedepankan sosok ayah dalam
pengasuhan. Contohnya ada surat Luqman, Ibrahim, Ya’qub, Imron. Itulah nama-nama
ayah teladan yang di catat Al-Qur’an untuk panutan kita menjadi sosok ayah idaman
anak-anak kita. Dan 14 dari 17 dialog pengasuhan dalam Al-Qur’an, terjadi antara ayah
dan anak. Ternyata ayah lebih sering disebut dibandingkan dengan ibu.

Jikalau para ayah masih ngotot dengan statement ibu adalah madrasah pertama bagi
anak-anaknya, maka para ayah adalah kepala sekolahnya. Yang menentukan
kebijakan. Yang mengajarkan ketegasan, nilai-nilai disiplin dan bertanggung jawab.

Wahai ayah, ketahuilah. Negeri ini butuh sosok dirimu. Segera. Bukan hanya yang
sekedar ada di rumah, tapi juga hadir dan menghangatkan rumah. Yang mau ikut
memandikan anak, yang mengajarkan tata cara mandi junub pada anak lelakinya yang
pertama kali mengalami mimpi basah. Yang mengajarkan bagaimana gagahnya
Utsman bin Affan dalam peperangan.

Wahai ayah, ketahuilah. Jika sedikit saja engkau mau berbaur membagi tugas
pengasuhan dengan ibu, mau mendidik anak nilai-nilai agama, mengajarkannya cara
wudhu dan shalat berjamaah di mesjid, pastilah nanti kita temui mesjid kita ramai
dengan jamaah generasi muda, mesjid kita dihiasi suara merdu tadarus anak-anak kita.

Wahai ayah, setidaknya, hadirlah sesaat sebelum anak-anak menjelang tidur. Ceritakan
padanya bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang harus disembah dan tidak ada
tuhan selain Allah. Ceritakan padanya kisah sang Rasul membela agama kita, ceritakan
padanya tentang bagaimana manusia diciptakan dan apa tugasnya dibumi.

Dan satu lagi yang terpenting, Ayah. Janganlah sesekali engkau meminta anakmu
tumbuh menjadi anak yang shaleh. Sedang ia tak pernah engkau berikan contoh
teladan sosok keshalehan dari dirimu. Sedangkan engkau tak pernah menunaikan
kewajibanmu untuk mengajarkannya atau bahkan mengenalkannya pada huruf-huruf
hijaiyah untuk bisa baca Al-Qur’an. Tunaikan kewajibanmu, ajarkan anak shalat di
mesjid, bershalawat, ajak mereka ke majlis ta’lim. Lalu rubahlah negeri ini dengan
kehadiranmu di rumah. Agar nanti, dimasa depan kita raih gemilangnya generasi
penerus kita. Karena jika ayah mau terlibat dalam pengasuhan anak bersama ibu, maka
separuh permasalahan negeri ini akan teratasi.

Jakarta, Aktual.com — Menurut penggiat peran ayah, Irwan Rinaldi, dalam


Konferensi Ayah Sedunia, sudah hampir empat hingga lima kali tidak ada perwakilan
dari Indonesia di Konferensi tersebut. Padahal, di Tanah Air, Hari Ayah diperingati
setiap tanggal 12 November (atau jatuh pada hari ini)

“Dari situ datanya kita dapat ketahui Indonesia termasuk ke dalam ‘fatherless country’,
negara yang kekurangan ayah,” demikian kata Irwan Rinaldi kepada Aktual.com, di
kediaman Anis Baswedan, Jakarta Selatan, Kamis (12/11).

Irwan mengatakan, kurangnya ayah di negara kita bukan secara fisik melainkan dari
sisi psikologis. Dan, anak-anak kita sudah terjerembab dalam kasus ‘father hungry’.

“Salah satu cirinya adalah kematangan psikologis lebih unggul dari biologis, di
Indonesia itu umur biologis orang 23 tahun psikologisnya umur 11 tahun,” terang ia
menambahkan.

Persoalan ‘father hungry’ di Indonesia, menurut Irwan, sama dengan kasus seksualitas
pada kaum hawa.

“Karena tidak ada peran ayah di situ. Dan, untuk anak laki-laki itu karakter ayah,
kurangnya sosok atau karakter ayah dalam hidupnya,” tuturnya.

Oleh karena itu, agar Indonesia tidak menjadi negara ‘fatherles’, kata Irwan, solusinya
yaitu dengan memperbaiki moral dan akhlak serta memperbanyak rumah-rumah
pencerah.

“Banyak volunteer yang bergerak di bidang ayah ini. Karena menurut Departemen


Agama, tingkat perceraian itu bukan karena persoalan material, yang paling besar itu
adalah kekecewaan pasangan karena menikahi seorang lelaki 40 tahun tetapi cara
menyelesaikan masalahnya seperti remaja usia 20 tahun,” papar ia menutup
pembicaraan.

 
*Notulensi Bincang-Bincang Malam (BBM) Telegram Tatsqif MJR-SJS, 20
September 2017*

Tema:
Fatherless di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Psikologis
Anak
Narasumber:
Yulinda Ashari
Mahasiswa Psikologi Perkembangan UIN Jakarta, Presenter pada
International Conference on Research Party Malang dengan judul paper
serupa.
Yulinda Ashari:
Assalamu’alaykum semuanya, salam ukhuwah, saya Inda. Masih kuliah
semester 7 jurusan psikologi di UIN Jakarta
Konsentrasi peminatan saya di psikologi perkembangan, khususnya
perkembangan anak dan psikologi keluarga.

Ini pertama kalinya saya ngisi BBM, masih belajar. Hehe


In Syaa Allah kita sama2 belajar saja ya, karena ilmu saya juga masih sangat
terbatas.
Sekitar minggu lalu saya mempresentasikan paper saya mengenai fatherless,
tepatnya di UIN Malang

Ada yg sudah familiar dengan term fatherless?

Sebenarnya awal mula saya tertarik dgn topik ini adalah karena saya
menemukan sebuah artikel
https://m.wartaekonomi.co.id/berita149193/mensos-indonesia-ranking-3-
fatherless-country-di-dunia .html
Itu artikelnya. Bu Khofifah mengatakan bahwa Indonesia berada di peringkat 3
sebagai fatherless country di dunia

Sayangnya saya tidak menemukan darimana bu Khofifah mendapat informasi


tersebut

Tapi kemudian ternyata banyak artikel2 lain yang serupa, termasuk


dikaitkannya kenakalan remaja saat ini sbg bukti minimnya peran ayah di
Indonesia. Karenanya saat ini banyak tagline Indonesia Krisis Ayah atau
Indonesia darurat ayah

Oh iya, secara singkat fatherless ini adalah ketiadaan peran ayah dalam
proses pengasuhan atau parenting ya

Sebenarnya saya ingin pesertanya lebih banyak para ayah dan calon ayah di
grup ini. Hehe

Tapi barangkali sedang sibuk, semoga nanti sempat baca ya

Ini sekaligus saya mengkampanyekan kepada para ayah untuk kembali ke


rumah, membantu istrinya mengurus anak. Hehe

Juga untuk para calon ayah, agar lebih memahami bahwa peran mereka amat
sangat penting dalam proses parenting dan berpengaruh terhadap
perkembangan psikologis anak

Riset-riset mengenai parenting sebelumnya lebih banyak berfokus pada


mothering dibanding fathering
Sekarang, topik fathering dan fatherless mulai banyak menarik perhatian para
peneliti Barat

Di Indonesia sendiri masih sangat terbatas literaturnya mengenai ini

Ada hal menarik yang saya temukan. Di negara Barat, kebanyakan fatherless
terjadi karena ayah dan ibu / pasangan tidak menikah (anak di luar nikah)

Hal ini berbeda dengan di indonesia, ayah dan ibu di Indonesia mayoritas
menikah, namun peran ayah tetap hilang dalam proses pengasuhan

Anak2 Indonesia banyak yg berayah secara fisik tapi tidak berayah secara
psikologis, berayah namun tak berayah, mereka menjadi yatim sebelum
waktunya

Ayah dan ibu memiliki peran masing2 dalam pengasuhan yg tidak dapat
digantikan satu sama lain. Keduanya harus bekerjasama agar tumbuh
kembang anak optimal. Jika salah satu peran hilang,maka akan terjadi
penyimpangan dalam perkembangan psikologis anak

Kemarin saya KKL di panti sosial untuk anak2 nakal, bisa dikatakan ini lapas
anak. Disini pusat rehabilitasi anak di bawah 18 tahun yg melakukan tindakan
kriminal (pembunuhan, pembegalan, pemerkosaan, pencurian dll)

Dari hasil wawancara singkat saya dgn sekitar 40 anak selama satu bulan
disana, sekitar 30 anak selain berlatar belakang ekonomi rendah, juga
mengaku memiliki masalah dengan ayahnya (baik ayahnya telah meninggal,
ayah ibu bercerah, ayah bersikap kasar, atau ayah dan ibu baik2 saja namun
interaksi dengan ayah sangat kurang).
Menurut Duval tahun 1977, sepanjang sejarah dipahami bahwa tugas ayah itu
bekerja di luar mencari nafkah, dan tugas ibu adalah mengurus anak dan
menyiapkan makanan di rumah.

Kalau saya ikut seminar2 parenting, biasanya didominasi ibu2, bapak2 paling

cuma berapa biji. 

Mungkin karena term “Al-Ummu Madrasatul Al-Ula” ya, padahal jangan


lupakan juga bahwa “Wal Abu Mudiruha”

Sebenarnya ini nanti kaitannya dengan pertanggungjawaban ayah di akhirat ya


(lho serem. Hehe)

Keterlibatan ayah menurut Lamb dkk ada 3 komponen:


1. Paternal engagement, ayah terlibat dalam aktivitas anak lewat bermain,
waktu khusus untuk mengobrol, mengajari sesuatu, atau aktivitas lainnya.
2. Paternal accessibility, akses untuk berinteraksi hanya terjadi jika saat
dibutuhkan saja, jadi temporal.
3. Paternal responsibility, yang ini betul2 bagi tugas dengan ibu bahwa tugas
ayah hanya mencari nafkah dan ibu yg mengurus anak. Ayah tidak terlibat
dalam interaksi dan pengasuhan anaknya.
Penelitian yang dilakukan oleh bunda Elly Risman dari tahun 2008-2010, studi
di 33provinsi di Indonesia, menyatakan bahwa Indonesia salah satu negara
paling “yatim” di dunia.

Indonesia berada di peringkat ketiga sbg fatherless country setelah Amerika.


Waktu efektif berjumpa ayah dan anak di Indonesia adalah 65 menit perhari,
sedangkan Amerika 17 menit perhari (Yusuf, 2015).
Mungkin tak jarang kita lihat ayah berangkat kerja pagi hari, bahkan sebelum
anak bangun, lalu pulang sore hari bahkan malam saat anak telah tidur, waktu
interaksi dengan anak amat sangat sedikit.

Sekarang saya akan bahas dampak yg terjadi dari fatherless ini dari berbagai
literatur yg saya temukan ya

Banyaaaak sekali dampaknya 

Secara umum pada anak laki2 ia cenderung tumbuh menjadi agresif dan
terlibat kenakalan remaja

Untuk anak perempuan memiliki kecenderungan neurotik, semacam


gangguan mental ringan terkait pengelolaan emosi, sulit mengambil
keputusan, cenderung manja atau nyaman dgn lelaki di luar (pacaran, dll)

Anak yg fatherless juga akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang inisiatif,
kurang berani mengambil risiko, memiliki harga diri (self esteem) yang rendah,
rendahnya kontrol diri, gangguan kecemasan, depresi, terlibat pergaulan
bebas, memiliki masalah emosional dan psikososialnya, serta berisiko
membully atau menjadi korban bullying.

Saat ikut seminar bunda Elly kemarin, beliau mengatakan anak yg mendapat
keterlibatan pengasuhan ayah menjadi lebih pintar secara akademik, lebih
percaya diri, dan menjadi orang yg suka menghibur orang lain ketika telah
dewasa.

Sebenarnya budaya kekeluargaan yg kental di Indonesia menjadi keuntungan


tersendiri tidak terasanya fatherless ini, peran parenting lebih banyak ditutupi
oleh ibu hingga seringkali tidak dirasakan oleh para keluarga di Indonesia,
namun jika ini dibiarkan maka akan memburuk.

Btw, seseorang individu tidak akan merasakan dirinya fatherless hingga ia


merasakan dampaknya sendiri, hal ini tergantung individual differences.

Jika individu kemudian menyadari dirinya memiliki coping stres yg buruk, atau
sulit mengambil keputusan, atau mudah sekali terpengaruh orang lain, bisa
jadi itu salah satu indikator dirinya selama ini fatherless tanpa disadari.

Menurut Grimm-Wassil, ayah memiliki pengaruh dalam beberapa area khusus


pada perkembangan anak, diantaranya ayah mengajarkan arti kebebasan
yang bertanggungjawab, ayah meluaskan pandangan anak tentang dunia luar,
pendisiplin yang tegas, serta tentu saja ayah adalah model laki-laki bagi anak.

Jadi peran ayah itu tidak hanya terbatas pada mencari nafkah (nafkah itu
tidak hanya harta, namun juga waktu dan kasih sayang), tapi lebih jauh lagi
ayah harus berperan sebagai role model bagi anak untuk belajar ketegasan
dan kuat untuk menolak segala hal negatif yang ditawarkan oleh dunia luar
atau teman sebanyanya.

So, saya mengajak para ayah untuk kembali lagi ke rumah, menjalankan
amanah yang sudah Allah beri karena pertanggungjawabannya tidak mudah.
Dan untuk para calon ayah, yuk belajar parenting dan lebih paham begitu
peranmu amat besar, dan semoga bisa lebih bijak menjadi seorang ayah
kelak.
Sekian materi yang bisa saya sampaikan. Saya kembalikan kepada moderator

ya 
Tanya Jawab:

Inay Aja:
Pertanyaan pertama,
Dari ka Ahmad Bahrudin
1. Bagaimana Jika si anak mengalami gangguan psikis ditinggal Ayahnya,
apakah ini termasuk kekerasan Psikis?
Yulinda Ashari:
Bisa dikatakan seperti itu. Betapa banyak dosa yang kita lakukan pada anak2
kita ya. Tapi ya memang seperti yg saya katakan tadi, jika ayah memang ada
di rumah sprt biasa, seorang anak tidak akan merasa fatherless sampai ia
menyadari sendiri nanti
Kalau anak mendapat kekerasan psikis, hukum juga jadi sulit menindaklanjuti
kasusnya

Inay Aja:
Pertanyaan kedua dari kak ahmad
2. bagaimana solusi keluarga dan masyarakat terkait dengan Fatherless ini,
sedangkan dalam Konvensi Hak Anak PBB Tahun 1989 salah satunya adalah
Hak mendapat Perlindungan, salah satunya adalah perlindungan kekerasan
Psikis?

Yulinda Ashari:
Sejauh ini yang saya temukan fatherless di Indonesia itu terjadi akibat masih
berlakunya paradigma tradisional terkait pembagian tugas ayah dan ibu
dalam pengasuhan. Karenanya paradigma ini perlu diminalisir melalui
edukasi2 berkelanjutan.
Para ayah zaman sekarang barangkali sudah lebih melek In Syaa Allah, hanya
perlu membangun kesadaran tsb, belajar lebih banyak, tidak perlu gengsi
untuk terlibat dalam pengasuhan anak seperti menggendong, memandikan,
menyuapi, dsb (yg bagi sebagian laki2 dianggap tidak manly). Sebenarnya
penelitian2 seperti ini juga dilakukan untuk meningkatkan awareness para
ayah, sekaligus memberi rekomendasi bagi tenaga psikologis atau terapis
misalnya jika mendapat kasus penyimpangan psikologis anak, nanti bisa
dilihat keterlibatan ayah dlm parenting dan memberikan rekomendasi pada
ayah untuk berinteraksi lebih banyak dengan anak.
Inay Aja:
Pertanyaan selanjutnya dari Miza :
1. Untuk anak-anak yang sudah meninggal Orang Tuanya, bagaimana cara
agar tetap mendapat peran ayah di hidupnya?
2. Bagaimana jika ayah itu ada namun malah dibenci oleh sang anak?
Bagaimana peran Ibu disini?

3. Apa dampak Ayah yang terlalu emosional dalam mendidik anak? Misalnya
gampang marah ke anaknya..

Terimakasih..

Yulinda Ashari:
1. Untuk kasus anak2 yatim, memang tidak akan sama jika peran itu dilakukan
langsung oleh ayah kandungnya sendiri. Namun untuk meminimalisir
hilangnya peran ayah dapat dibantu oleh keterlibatan paman, kakek, atau
keluarga yang lain dimana anak bisa mendapat role model laki2 yg baik.
2. Tentu ada alasan tertentu mengapa anak sampai membenci ayahnya
sendiri, perlu kesadaran ayah dalam hal ini untuk kemudian pelan2
membangun kembali rapport dengan anak.
Sebenarnya ya mba, laki2 itu paling tidak suka diganggu gugat untuk masalah
yang menurutnya prinsipil. Maka akan cukup sulit bagi istri untuk
menyadarkan ayah yg tidak mau terlibat dalam pengasuhan. Sarannya,
pilihlah pasangan yang baik sejak awal, yang tidak hanya bisa menjadi suami
yang baik, tetapi juga menjadi ayah yang baik. Memang tidak menjadi jaminan,
tapi setidaknya kita sudah berusaha memilihkan ayah yg baik untuk anak2
nanti.

3. Seperti pengalaman saya di lapas anak itu mba, mereka mengatakan


ayahnya kasar dan mudah marah. Karena ayah adalah role model, akhirnya
anak juga meniru. Jadi selain membenci dan dendam pada ayah, si anak juga
cenderung memiliki perilaku agresif yang serupa, atau biasanya lari ke
penggunaan obat2an terlarang dan pergaulan bebas.

Inay Aja:
Selanjutnya dr ranti yaa
Ranti Agustiningsih Mjr 98:
pertanyaannya gini,
mengenai paradigma ayah yang sekarang banyak terpengaruh dari budaya2
barat bahwa ada anggapan laki2 itu gak pantas urus anak dan tak boleh
terlibat dalam urusan pengasuhan. padahal kalo didalam islam itu jelas ada,
nah bagaimana mengubah pandangan bila ada ayah2 diluar sana yang
beranggapan seperti ini mba?
Yulinda Ashari:
Memang gak mudah mba mengubah pandangan orang lain, harus berkali2
dan disampaikan dengan cara yang baik (laki2 tentu gengsi kalau digurui.
Hehe)
Kalau memungkinkan mengisi seminar dan memberi edukasi alhamduliah,
sekarang juga sudah banyak saya lihat para pegiat parenting ayah, salah
satunya ust.Bendri yang cukup fokus memberikan materi ini, bahkan sekarang
sudah ada kajian yang ikhwan only terkait parenting ini. Saya berhusnuzan ini
untuk mengembalikan peran ayah dalam pengasuhan.
Bagi kita, bisa dimulai dari orang-orang terdekat. Terlalu sulit bagi saya juga
kalau mau mengubah semua pandangan ayah2 di luar sana, yang penting kita

sudah berikhtiar, sisanya kita doakan mereka ya 

Ranti Agustiningsih:

nah iya aku pernah sesekali baca artikel beliau. wahh jazakillah mba inda

Yulinda Ashari:
Waiyyaki, mba. Ust. Fauzil Adhim juga sering membahas mengenai parenting
Pertanyaannya:
Ciri laki-laki yang keliatan bisa jadi Bapak tu kaya gimana Nda? Hehe..
Yulinda Ashari:
Kita hanya bisa menduga2 secara zahir ya mba, bagaimana ia berinteraksi
dengan anak2, apakah ia punya wawasan dan keilmuan tentang parenting,
setidaknya ikut seminar atau sekolah parenting, baca buku2 parenting dsb
Yulinda Ashari:
Kalau dalam taaruf, nanti bisa ditanyakan mba mengenai pandangannya ttg
mendidik anak, nanti mau mendidik anaknya seperti apa dsb.

Itu kira2 bocoran pertanyaan wanita saat taaruf 

Dimas Prabu Tejonugroho:


Fatherless sendiri merupakan topik yang hits sejak 2-3 tahun terkini.
Dalam beberapa diskusi yang saya ikuti terkait fatherless, seringkali peserta
yang kebanyakan orangtua (terutama ayah) mengaku bahwa cara
pengasuhan mereka salah atau tidak pas untuk anaknya. Hal ini terlihat dari
sikap anaknya yang sudah besar tersebut memiliki beberapa indikator anak
fatherless seperti yang disebutkan oleh mbak Inda di penjelasan malam ini.

Pertanyaan saya, bagaimana cara orangtua yang sudah memiliki anak yang
usia dewasa atau matang untuk memperbaiki sikap anaknya tersebut?
Apalagi dengan usia anak yang sudah dewasa, dan juga waktu orangtua yang
semakin sedikit, akan menyulitkan perubahan untuk sang anak.

Pertama, alhamdulillah sudah sadar jika merasa ada kesalahan dalam


pengasuhan, banyak yang sampai saat ini masih merasa benar padahal keliru.
Kita juga bisa mengambil banyak pelajaran dari hal ini, bahwa persiapan
menjadi orang tua itu tidak bisa SKS pas istri hamil atau anak sudah lahir
(meskipun ini lebih baik dibanding tidak sama sekali), tapi alhamdulillah kita
bisa belajar parenting bertahun-tahun sebelum anak kita lahir ke dunia.

Karena usianya sudah dewasa, tentu sebenarnya ada window of opportunity


yang sudah terlewat ketika anak masih kecil ya. Maka jika baru sadar saat ini
dan anak kita telah beranjak dewasa, maka lakukan pengasuhan sesuai
dengan tahap perkembangannya.

Orang dewasa sudah bisa diajak berdiskusi dan berpikir abstrak, maka cara
terbaik orang tua selain memperbaiki sikap adalah dengan memperbaiki cara
berkomunikasinya
Masa dewasa awal itu perkembangan sosialnya di intimacy vs loneliness, jadi
memang membutuhkan orang dekat lain di luar keluarganya.

Mengajak diskusi pada anak yg beranjak dewasa adalah cara terbaik,


posisikan diri sebagai sahabat yang mau mendengarkan dan mengerti
kebutuhan anak.

wanti_az:
wanti_az:
1. Apakah bisa digantikan sosok ayah dg laki2 lain di rumah? Misal kakeknya,
pamannya, omnya
Kebetulan saat ini di rumah ada dua debay laki2. Yang dua2nya jauh dari
ayahnya. Yang pertama bernama Sakha umur 14bulan (ayahnya di
Samarinda), Yg kedua bernama Anka 10 bulan (ayahnya sering Dinas Luar
Kota).
Kalau sy amati..kedua debay ini lebih suka digendong sama kakeknya atau
pamannya daripada sosok perempuan (Ibunya, neneknya, tantenya)
Sama seperti jawaban saya untuk mba Miza ya mba, bisa namun tentu tidak
seoptimal jika ayah kandung sendiri yang terlibat.

Alhamdulillah jika masih ada role model laki2 lain di rumah.


Sebenarnya kuantitas interaksi ayah anak itu penting, tapi kualitas interaksi
jauh lebih penting. Apalagi kalau kuantitas yang berkualitas, tentu jauh lebih
baik.
Semoga para ayah bisa lebih bijak mengambil pekerjaan juga ya. Mengutip
bunda Elly lagi, kalau katanya ayah sering bekerja di luar atau jauh karena mau
membahagiakan istri dan anak, yakin mau membahagiakan dgn berkorban
waktu dan jarak yg berharga?
Coba tanyakan dan renungkan, apa yang sebenarnya ayah kejar?
Kecuali kalau memang untuk alasan syar’i ya (semoga tidak disyar’i2kan) dan
memang sang keluarga ridha, itu pilihan keluarga masing2.

Ihsanul Hafizhah:
Saya pernah ketemu dengan seorang perempuan, usianya sudah 20-an.
Sangat dekat dengan ayahnya dan mengaku apapun yang dilakukan selalu
tnya ayah dl atau harus dengan ayah. Ketika teman2nya berkumpul, dia lebih
memilih tetap bersama ayahnya.Ybs tidak suka dg tantangan, takut tidak bsa
mghdapi, bahkan sudah disuruh ayahnya pun tetap ia tdk bersedia.
Menurut Inda bagaimana dg hal ini? Kenapa karakter demikian bisa terbentuk
di anaknya?

Bagaimana penanganannya?

Saya tidak bisa berkomentar banyak karena saya tidak mengetahui


bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh sang ayah. Barangkali ada yang
keliru atau memang ada faktor2 lain yang mempengaruhi terbentukan
kepribadian anak yang seperti ini.

Kalau hubungannya dengan kasus psikologis memang alasannya pasti lebih


dari satu, jadi selain faktor fathering, ada faktor2 lain yang juga
mempengaruhi psikologis seseorang.

Nur Ainun:
Pertanyaan:
Seorang anak udah dewasa mba, dan anaknya yg sadar kalau mengalami
kurangnya peran ayah dalam pengasuhan.
Nah, sebenernya ni anak pengen banget bisa deket dengan ayahnya.
Sementara sifat ayah keras.
Jd bingung mulai dari mana mba?
Ini bagaimana solusinya mba?
Jika menyadari ada yang salah dengan diri, maka bisa diasah dan dipelajari ya
mba, In Syaa Allah, jangan jadi down dan berputus asa.

Karakteristik orang tua tentu berbeda2 ya mba, ujian juga bagi kita untuk bisa
berbakti disesuaikan dengan karakteristik beliau. Ayahnya keras pasti dalam
kondisi2 tertentu saja, kecil kemungkinan keras setiap saat. Maka penting
bagi kita untuk peka dengan kondisi orang tua. Apalagi si anak sudah dewasa,
tentu lebih paham karakteristik orang tua dan bagaimana cara mendekatinya
dibanding orang lain.

Posisikan diri tetap sebagai anak. Sebesar apapun kita, tetaplah anak untuk
mereka. Jauhi kesan menasihati dan merasa lebih tahu dari mereka. Terus
bersikap baik dan santun saja mba, masa beliau2 tidak luluh.
Barangkali ada kesalahan yg tidak kita sadari kepada beliau selama ini.
Sabar menghadapi orang tua dengan cara yang baik, jangan lupa doakan

mereka agar dilembutkan hatinya, kita juga sih 

Kalau tidak ada, saya tutup dulu ya. Mohon maaf jika ada kata-kata saya yang
menyinggung atau tidak mengenakan tanpa saya sadari ya.

Ini tidak hanya untuk ayah dan calon ayah kok, tapi untuk para ibu dan calon
ibu juga.
Kita sama-sama akan terus belajar ya In Syaa Allah.

Saya tutup ya, sampai jumpa lagi In Syaa Allah. Selamat rehat dan selamat
berjuang menjadi orang tua terbaik untuk para anak amanah Allah.

Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh 

"Para orang tua bekerja dan berlelah-lelah atas nama anaknya, padahal anak-anak kita kelelahan
karena menunggu kesempatan untuk bermain bersama ayahnya. Mereka ingin berbincang dan
bercanda, meski hanya sebentar saja."  M. fauzil Adhim, Pakar Parenting.

Fatherless Children dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana anak yang tumbuh kembangnya
tidak didampingi oleh ayahnya. Bukan hanya anak yatim saja yang mengalami kondisi seperti ini
akan tetapi anak yang memiliki ayah yang super sibuk dapat mengalami kondisi seperti ini juga.

Ciri-ciri ayah yang seorang Fatherless Children:

 Ayah yang tidak lengket dengan anaknya


 Yaitu ayah yang menghabiskan sebagian besar waktunya dalam sehari untuk bekerja. Namun
saat berada di rumah dimana alih-alih berkumpul dan berbincang dengan anaknya sang ayah lebih
memilih untuk bermain dengan gadgetnya maupun itu handphone atau laptopnya. Meneruskan
pekerjaan kantornya yang belum selesai. Menjadikan anak tidak dekat dengan sang ayah
 Menganggap tugas ayah hanya mencari uang
 Disini sang ayah berfikir bahwa tugasnya adalah hanya mencari uang dan materi. Dan
mengesamping keperluan anak dalam mendapatkan pendidikan dari ayahnya. Sang ayah berfikir bahwa
pendidikan anak sudahlah cukup dari ibu dan gurunya. Pemberian kasih sayang sudahlah cukup dari
ibunya saja. Padahal figure ayah sangatlah penting untuk menjadi tauladan bagi anaknya.
 Tidak mau tahu perkembangan anak
 Sang ayah telah menyerahkan segala sesuatu yang terkait dengan perkembangan anaknya
kepada ibunya. Walaupun sang ayah menganggap apa yang dilakukannya adalah benar dan merasa
bahwa kasih sayang ibu sudahlah cukup
 Pergi gelap pulang gelap
 Seorang ayah yang sibuk biasanya akan berangkat bekerja lebih pagi dan tidak sempat untuk
melihat anaknya berangkat sekolah. Padahal jika hal ini dilakukan setiapa hari dan berulang-ulang sang
ayah sama saja tidak melihat bagaimana anaknya tumbuh dan berkembang. Anak akan merasa asing
dengan ayahnya sendiri.
 Kantor adalah dunianya
 Saking terlalu sibuknya sang ayah dengan dunia kerja dan kantornya . sang ayah selalu pulang ke
rumah dalam keadaan lelah dan wajah terlipat. Ketika sang anak senang melihat ayahnya pulang dari
kantor dan berniat menegur dan mengajak anaknya bermain. Sanga anak malahan terkena damprat
karena baginya rumah adalah tempatnya untuk menenangkan diri dan beristirahat.
Beberapa dampak yang dialami oleh anak dengan kondisi Fatherless Children:

 Lebih agresif
 Sebuah studi psikologi menunjukan bahwa anak-anak yang tumbuh tanpa ayah cenderung
agresif dan cepat marah. Jangan bayangkan kemarahanyang dimaksud adalah jenis kemarahan yang
teriak-teriak atau melakukan kekerasan. Kemarahan seorang anak bisa terlihat tenanng dan tidak
dinampakkan. Kemarhan yang tenang ini justru adalah kemarahan yang wajib diwaspadai. Karena
kemarahan ini seperti halnya monster yang telah lama dikurung dan sewaktu-waktu dapat pecah dan
keluar. Kemarahan yang terlihat akan dapat dengan mudah dihadapi akan tetapi kemarahan yang
terpendam akan menghasilkan rasa dendam dan sakit hati yang berkepanjangan. Bahkan kemarahan
yang tak teratasi ini dapat berakibat fatal apalagi ketika anak ini memiliki keluarga.
 Depresi
 Remaja yang tumbuh tanpa ayah akan lebih rentan terhadap tekanan emosional. Amarah yang
tak terpendam, merasa berbeda dari anak lain dan perasaan tidak dicintai akan memicu fatherless
children hidup dalam tekanan dan kemudian mengalami depresi.
 Percaya diri rendah 
 Efek psikologis yang tumbuh dari anak yang tak didaampingi ayahnya dapat menyebabkna
masalah harga diri. Anak-anak yang dibesarkan tanpa ayah akan cenderung memiliki sfat introvert Dan
mereka tidak benar-benar membuka dirinya pada orang lain.
 lebih mudah berfikiran tentang bunuh dirisalah satu statistic yang paling menakutkan adalah
bahwa hamper 65% kasus bunuh diri terjadipada anak-anak yang tumbuh tanpa ayah. Tumbuh tanpa
mengetahui ayahnya sendiri, tumbuh tanpa ayah yang selalu ada disisinya atau tumbuh bersama ayah
yang melakuka kekerasan akan menghasilkan anak yang beresiko mengalami depresi. Depresi yang tak
teratasi dapat memicu keinginan untuk mengakhiri hidup mereka.

Bagaimana menjadi ayah yang baik meskipun sibuk?

Untuk meminimalisir Fatherless Children. Sanga ayah harus dapat membagi waktu antar
pekerjaan dan keluarga. Sesibuk apapun sang ayah hendaknya berusaha untuk meluangkan
waktu untuk buah hati di rumah. Sang ayah bisa menyisihkan waktunya beberapa menit untuk
sekedar mengobrol atau menanyakan kesulitan-kesulitan anaknya dalam pekerjaan sekolah atau
hal-hal sederhana lainnya. Walaypun kecil dan sederhana akan tetapi akan membuat anak merasa
diperhatikan dan dimenegerti oleh sang ayah.

Untung-untung jika sang ayah memiliki awaktu senggang lebih banyak. Sang ayah bisa
mengajak seluruh anggota keluarga untuk menikmati liburan di luar rumah. Tak harus keluar
rumah atau mengeluarkan banyak uang. Kita bisa sekedar mengajak anak untuk menanam Bunga
di pekarangan rumah, memasak makanan special di dapur atau begotong royong memebersihkan
beberapa bagian rumah yang kurang rapi. Hal-hal sederhana tersebut dapat membuat anak mersa
dimengerti dan dekat dengan ayahnya. Jangan sampai komunikasi anak menjadi hambar dan
kurang bermakna di mata anak.

Seorang ayah modern pasti paham cara membagi waktu antar kesibukan kerja dan kepentingan
keluarga. Karir tetap cemerlang. Hubungan keluarga puntetap hangat dan menyenangkan.
Mencegah Fatherless, Kembalikan Figur
Ayah yang Hilang
oleh Cinta Quran, 25 Juli 2018

Rumah adalah tempat berkumpul dan mencurahkan kasih sayang antara ayah-ibu
dengan anak-anaknya. Komunikasi yang hangat dan interaksi yang penuh keakraban
antara orangtua dan anak-anak akan menjadikan rumah tersebut menjadi lebih
berwarna dan ceria. Namun, tahukah anda kalau di beberapa tempat masih ditemukan
adanya fenomena fatherless? Menurut Ust Bendri Jaisyurrahman (pakar
parenting), Fatherless adalah ketika ayah hanya ada secara biologis namun tidak hadir
secara psikologis di dalam jiwa anak. Fungsi ayah lambat laun menjadi dipersempit
kepada dua hal yakni: memberi nafkah dan memberi izin untuk menikah.
Sementara fungsi pengajaran atau transfer nilai-nilai kebaikan justru hilang yang
mengakibatkan anak tak mendapatkan figur ayah dalam dirinya secara utuh.

Laki-laki setelah menikah memiliki peran sebagai ayah, juga seorang suami yang
berkewajiban memberi nafkah kepada keluarga. Makna memberi nafkah dengan
mencukupi kebutuhan keluarga, haruslah didapatkan dengan cara yang halal dan
asalnya pun halal, sehingga rezekinya pun berkah dan manfaat untuk keluarganya.
Memberi nafkah dengan mencukupi kebutuhan bukan berarti ayah hanya sibuk bekerja,
namun anak dan istri tetap merasakan kehadiran, kehangatan dan kasih sayang dari
ayah ketika di rumah.

Fenomena Fatherless yang terjadi di dalam keluarga biasanya dikarenakan ayah yang


terlalu sibuk, kurang komunikasi efektif antara ayah dan anak, waktu yang ada tidak
dimaksimalkan dengan baik, dan anggapan kuno bahwa peran utama pengasuhan
dipegang seutuhnya oleh ibu, karena ayah sibuk bekerja. Oleh sebab itu, untuk
meminimalisir dan mencegah terjadinya fenomena Fatherless,  ayah membutuhkan
waktu khusus yang berkualitas (quality time) dan lebih intens berkomunikasi dengan
istri dan anak-anak, agar kehadiran ayah tetap dirasakan hangat dan bermakna bagi
keluarga.

Pada saat seorang lelaki dan wanita akan menikah, visi dan misi keluarga yang akan
mereka bangun adalah keluarga sakinah, mawaddah, dan warohmah serta mengharap
berkah dan ridho Allah SWT. Serta tujuan utama keluarga mereka adalah terhindar dari
api neraka. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an, “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya
dari manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar, keras, lagi tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan”.(Qur’an Surat 66 (At-Tahrim): ayat 6).

Hal yang disayangkan bila terjadi fenomena Fatherless adalah ketika pengasuhan tidak


seimbang antara ayah dan ibu, dapat membuat anak-anak menjadi tidak terkontrol, lebih
sering berbagi masalah dengan teman-temannya, sehingga lebih nyaman berada di luar
dibanding di rumah karena tidak merasakan kehangatan dan kehadiran orangtua di
dalam rumah. Jiwanya menjadi kosong dan rapuh, mudah marah, emosi yang tidak
terkontrol, tidak tahu arah dan jati dirinya, berbuat semaunya sendiri yang
mengakibatkan anak tersebut jatuh ke dalam lubang kemaksiatan, sehingga tujuan
utama keluarga terhindar dari api neraka tidak dapat tercapai, serta suasana keluarga
menjadi tidak hangat dan tidak harmonis.

Harta yang dikumpulkan hasil kerja keras ayah pun tidak dapat menolong mengisi
kekosongan hati dan jiwa sang anak, kasih sayang dan figur ayah tidak dapat
tergantikan dengan uang. Karena doa anak sholeh-lah, harta yang berharga bagi
orangtua. Sangat miris dan disayangkan, bila ada seorang ayah atau ibu yang
meninggal, namun anaknya diam saja karena tidak dapat mengurus, memandikan atau
menyolati jenazah orangtuanya, karena tidak tahu adab dan tata cara mengurus
jenazah. Ketika terjadi hal seperti itu, mereka akan sadar bahwa mereka lupa
menjadikan anak-anak mereka menjadi anak yang sholeh, sehingga ketika berharap doa
dari mereka, mereka tidak bisa mendapatkannya.

Fenomena Fatherless  saat ini masih banyak ditemukan dalam masyarakat. Dampak


dan bahayanya memang tidak muncul saat ini, tetapi dimasa yang akan datang. Oleh
karena itu, para ayah, meski lelah bekerja, sempatkanlah waktu untuk bercengkrama
dan bicara dari hati ke hati dengan istri dan anak. Bangun komunikasi efektif, agar istri
dan anak tetap merasakan kehadiran dan figur ayah dalam keluarga, sehingga nilai-nilai
kebaikan dan pengajaran dapat diterima dengan baik dalam keluarga.

Jiwa anak menjadi tenang dan hangat karena peran dan pengajaran yang seimbang dari
ayah dan ibu. Rumah menjadi tempat yang dirindukan, dan anak menjadi terbuka
kepada orangtua, sehingga lebih mudah mengontrol emosi dan mudah menentukan
yang baik dan buruk bagi hidup mereka. Tujuan keluarga terhindar dari api neraka pun
dapat tercapai, karena orangtua dan anak saling menjaga diri dari keburukan dan
kemaksiatan, sehingga doa anak sholeh pun dapat menyelamatkan orangtua di akhirat
nanti.

Jadi, ayah tetaplah seimbang dalam keluarga, selain memberi nafkah kepada keluarga
juga tetap hadir sebagai figur ayah yang hangat dan bersahaja untuk anak-anak, agar
bersama-sama menjadikan keluarga sakinah, mawaddah, warohmah yang senantiasa
menjaga diri dan keluarga terhindar dari api neraka.

1| Jika memiliki anak sudah ngaku-ngaku jadi AYAH, maka sama anehnya dengan orang yang
punya bola ngaku-ngaku jadi pemain bola

2| AYAH itu gelar untuk lelaki yg mau dan pandai mengasuh anak bukan sekedar ‘membuat’ anak

3| Jika AYAH mau terlibat mengasuh anak bersama ibu, maka separuh permasalahan negeri ini
teratasi

4| AYAH yang tugasnya cuma ngasih uang, menyamakan dirinya dengan mesin ATM. Didatangi
saat anak butuh saja

5| Akibat hilangnya fungsi tarbiyah dari AYAH, maka banyak AYAH yg tidak tahu kapan anak
lelakinya pertama kali mimpi basah

6| Sementara anak dituntut sholat shubuh padahal ia dalam keadaan junub. Sholatnya tidak sah.
Dimana tanggung jawab AYAH ?

7| Jika ada anak durhaka, tentu ada juga AYAH durhaka. Ini istilah dari umar bin khattab

8| AYAH durhaka bukan yg bisa dikutuk jadi batu oleh anaknya. Tetapi AYAH yg menuntut anaknya
shalih dan shalihah namun tak memberikan hak anak di masa kecilnya

9| AYAH ingin didoakan masuk surga oleh anaknya, tapi tak pernah berdoa untuk anaknya

10| AYAH ingin dimuliakan oleh anaknya tapi tak mau memuliakan anaknya

11| Negeri ini hampir kehilangan AYAH. Semua pengajar anak di usia dini diisi oleh kaum ibu.
Pantaslah negeri kita dicap fatherless country

12| Padahal keberanian, kemandirian dan ketegasan harus diajarkan di usia dini. Dimana AYAH
sang pengajar utama ?

13| Dunia AYAH saat ini hanyalah Kotak. Yakni koran, televisi dan komputer. AYAH malu untuk
mengasuh anak apalagi jika masih bayi

14| Banyak anak yg sudah merasa yatim sebelum waktunya sebab AYAH dirasakan tak hadir dalam
kehidupannya

15| Semangat quran mengenai pengasuhan justru mengedepankan AYAH sebagai tokoh. Kita kenal
Lukman, Ibrahim, Ya’qub, Imron. Mereka adalah contoh AYAH yg peduli

16| Ibnul Qoyyim dalam kitab tuhfatul maudud berkata: Jika terjadi kerusakan pada anak penyebab
utamanya adalah AYAH

17| Ingatlah! Seorang anak bernasab kepada AYAHnya bukan ibu. Nasab yg merujuk pada anak
menunjukkan kepada siapa Allah meminta pertanggungjawaban kelak

18| Rasulullah yg mulia sejak kecil ditinggal mati oleh AYAHnya. Tapi nilai-nilai keAYAHan tak
pernah hilang didapat dari sosok kakek dan pamannya

19| Nabi Ibrahim adalah AYAH yg super sibuk. Jarang pulang. Tapi dia tetap bisa mengasuh anak
meski dari jauh. Terbukti 2 anaknya menjadi nabi
20| Generasi sahabat menjadi generasi gemilang karena AYAH amat terlibat dalam mengasuh anak
bersama ibu. Mereka digelari umat terbaik.

21| Di dalam quran ternyata terdapat 17 dialog pengasuhan. 14 diantaranya yaitu antara AYAH dan
anak. Ternyata AYAH lebih banyak disebut

22| Mari ajak AYAH untuk terlibat dalam pengasuhan baik di rumah, sekolah dan masjid

23| Harus ada sosokp AYAH yg mau jadi guru TK dan TPA. Agar anak kita belajar kisah Umar yg
tegas secara benar dan tepat. Bukan ibu yg berkisah tapi AYAH

24| AYAH pengasuh harus hadir di masjid. Agar anak merasa tentram berlama-lama di dalamnya.
Bukan was was atau merasa terancam dengan hardikan

25| Jadikan anak terhormat di masjid. Agar ia menjadi generasi masjid. Dan AYAH yang
membantunya merasa nyaman di masjid

26| Ibu memang madrasah pertama seorang anak. Dan AYAH yang menjadi kepala sekolahnya

27| AYAH kepala sekolah bertugas menentukan visi pengasuhan bagi anak sekaligus
mengevaluasinya. Selain juga membuat nyaman suasana sekolah yakni ibunya

28| Jika AYAH hanya mengurusi TV rusak, keran hilang, genteng bocor di dalam rumah, ini bukan
AYAH ‘kepala sekolah’ tapi AYAH ‘penjaga sekolah’

29| Ibarat burung yang punya dua sayap. Anak membutuhkan kedua-duanya untuk terbang tinggi ke
angkasa. Kedua sayap itu adalah AYAH dan ibunya

30| Ibu mengasah kepekaan rasa, AYAH memberi makna terhadap logika. Kedua-duanya
dibutuhkan oleh anak

31| Jika ibu tak ada, anak jadi kering cinta. Jika AYAH tak ada, anak tak punya kecerdasan logika

32| AYAH mengajarkan anak menjadi pemimpin yg tegas. Ibu membimbingnya menjadi pemimpin
yg peduli. Tegas dan peduli itu sikap utama

FATHERLESS GENERATION (GENERASI TANPA AYAH)


Tahukah Anda… Suatu hasil survei yang mengejutkan yang pernah dillakukan
di Amerika menunjukkan bahwa, “85% anak-anak yang bermasalah ternyata
tumbuh tanpa ayah”. Lalu, “71% anak sekolah menangah berhenti sekolah
ternyata tanpa ayah”.  Jadi, tak diragukan lagi peran ayah bagi perkembangan
anaknya. Bahkan, konon hasill penelitian itu dilakukan di Amerika tatkala di
era Obama menjadi presiden. Ceritanya, pernah ada masa ketika tingkat
kriminalitas meningkat begitu tajam. Lalu para peneliti diminta untuk
menggali, apakah yang menjadi latar penyebab masalahnya. Ternyata, selidik
demi selidik, mereka menemukan satu kesamaan yang menarik di antara para
criminal ini yakni tidak hadirnya figur ayah dalam kehidupanmereka.

Yang menjadi pertanyaan, mengapakah figur ayah, bukannya ibu? Tentu saja,
Ibu tetap menjadi titik sentral dalam pertumbuhan sang anak. Dan umumnya
sudah menjadi tradisi dimana seorang anak pasti dibesarkan oleh ibunya.
Namun, yang seringkali menjadi problem, apakah sang ayahnya mendampingi
saat proses pertumbuhan anaknya? Itulah yang menjadi tanda Tanya besar.

Secara psikologis seringkali dikatakan bahwa seorang anak belajar soal aman
tidaknya dalam berhubungan dengan dunia (self & social anxiety) dari sang
ibu. Dari ibunya, biasanya seorang anak akan belajar soal bergaul dan
berinteraksi dengan lingkungannya. Tetapi, justru pembelajaran soal nilai-nilai
dan prinsip, akan diperoleh dari figur sang bapak. Biasanya, figure kelaki-
lakian sang ayah (maskulinitas) akan menjadi role model bagi sang anak soal
prinsip-prinsip dimana ia harus menjadi tegas, bagaimana mengambil risiko
dan tantangan dalam hidupnya (risk taking), serta nilai-nilai hidup lainnya
seperti integritas, kedisiplinan, mengalah, ketegasan, pengendalian diri, dll.

Problem Ayah yang Tidak Punya Waktu


Seringkali, alasan utama sang ayah tidak hadir dalam kehidupan anaknya
adalahsatu, tidak ada waktu sama sekali. Biasanya, pengasuhan anakpun
diserahkan kepada sang Ibu. Maka kita pun melihat sang ibu yang sibuk setiap
hari dalam berbagai kehidupan anaknya, sementara sang ayah pulang dari
kerja hanya tahu satu hal, semua urusan di rumah sudah beres! Dan inilah
yang menyebabkan sang ayah seolah-olah fungsinya hanya sebagai pendukung
financial saja. Dan untuk yang lainnya, seakan-akan sang ayah
tidakdibutuhkan. Sayapun teringat dengan kalimat mengenaskan dari seorang
remaja SMA peserta EQ Youth camp kami, “Bagi saya, ada atau tidaknya
Bapak di rumah nyaris tidak ada bedanya. Masalahnya, Bapak tidak pernah
terlibat dalam kegiatan apapun di rumah, apalagi aktivitas terkait sekolah
kami”

Apa Dampak Ketidakhadiran Ayah?


Dalam ilmu teori psikologianalitis Carl Gustav Jung, sosok sang ayah mewakili
sisi animus atau sisi maskulin dalam kehidupan kita. Ayah adalah penyeimbang
dari sisi kelembutan yang dimiliki oleh seorang ibu.  Dan unsur-unsur
maskulinitas ini penting, sebab ketidakhadiran sisi ini bias memberikan
berbagai dampak. Apa saja?

Pertama, bagi anak putra, sosok ayah menjadi role model ketegasan. Ketidak
hadiran sosok ayah bisa membuat sex role model sang anak jadi kacau. Tak
jarang kita mendengar anak cowok yang mengalami disorientasi seksual alias
homosex, gara-gara ketidak hadiran sang ayah oleh karena dia dibesarkan di
lingkungan yang penuh unsure kewanitaan. Akibatnya, ia pun menjadi tertarik
dengan sesame lelaki ataupun mencari lelaki untuk mengganti figure ayahnya
yang hilang.

Kedua, bagi anak putri, sosok ayahpun menjadi pria pertama yang
dijumpainya di rumah. Ayanya akan menjadi sosok laki-laki yang
diidamkannya. Ketidakhadiran sang ayah bagi seorang anak wanita akan
membuatnya bingung dan tidak tahu harus mencari seorang pria yang seperti
apa dalam hidupnya. Tidaklah mengherankan jika akhirnya banyak terjadi
kenakalan remaja putri yang disebabkan pula oleh tidak hadirnya sang ayah
dalam kehidupan mereka.

Ketiga, sisi maskulinitas ayah mengajarkan soal ketegasan dan kedisiplinan.


Kehadiran sang ayah yang tegas dan disiplin, umumnya juga menjadi contoh
sekaligus bekal bagi sang anak soal mana boleh dan tidak boleh dalam
hidupnya. Sebenarnya nilai ini pun didapat dari ibunya, tetapi umumnya,
seorang ayah akan menampakkan ketegasan yang lebih kentara. Dari figure
inilah sang anak akan belajar. Itulah sebabnya, saya teringat tatkala seorang
tokoh nasional yang terkenal dengan ketegasannya dalam memberantas
korupsi di Negara kita pernah berujar, “Saya belajar semangat ketegasan
terhadap prinsip ini dari ayah saya!”

Akhirnya, ayah pula yang mengajarkan keberanian dan kenekatan dalam


mengambil risiko. Oleh karena ayah mewakili sisi kelaki-lakian, pola permainan
dan cara bermainnya pun berbeda. Biasanya, mainan mereka lebih
mengandung unsure bahaya, menantang dan punya risiko. Dan hal inilah yang
terkadang dibutuhkan di kelak kehidupannya si anak. Tanpa role model yang
baik, sang anak bias penuh dengan ketidakberanian mengambil risiko ataupun
sebaliknya, tidak punya ketakutan sama sekali terhadap risiko dan bahaya.
Nah, semoga saja bagi kaum ayah, kita menyadari bahwa pendidikan anak
bukan hanya tanggungjawab si Ibu saja tapi juga si Bapak-nya!

Fitrah Seksualitas #7 : Resume Diskusi


Tantangan level 11 Kelompok 7 Bunsay #3
Bandung 1 “Peran Ayah Dalam Pendidikan
Fitrah Seksualitas”
26 September 2018shinitchan
Dampak Fatherless Country
Virus BLAST (Bored, lonely, angry/anxious, stressed, tired)

Ibu Elly Risman menjelaskan bahwa awal mula dari masalah seksual dan penyebab disorientasi
seksual zaman sekarang adalah absennya orang tua khususnya ayah pada kehidupan anak-
anak, yang akhirnya mencari pencarian kasih sayang dan hiburan di luar keluarganya. Bibit
masalah pun dimulai, anak-anak menjadi penasaran dengan berbagai hal menjurus ke
pornografi dan mencari atau menikmati informasi dari berbagai media tanpa pengawasan.
Dampak Fatherless Country terhadap Fitrah Seksualitas anak perempuan:
• Anak perempuan yang tidak dekat dengan ayahnya di usia 10-14 tahun berpeluang besar
menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki yang dianggap dapat menggantikan sosok ayahnya yang
hilang.

• Ketidakhadiran ayah lebih memiliki dampak besar kepada anak perempuan dibandingkan kepada anak laki-
laki terkait perilaku seksual.

• Hubungan dengan ayah merupakan faktor yang penting dalam perkembangan psikologi-seksual perempuan.
Hubungan yang tidak tepat bisa mengantarkan anak menjadi tomboy atau lesbian.

• Ketiadaan ayah mempercepat umur awal anak perempuan mendapatkan menstruasi


(perkembangan seksual yang terjadi pada usia belum cukup matang).

• Hubungan antara ayah dan anak perempuan juga menentukan kualitas dan keberhasilan
hubungan anak perempuan dengan pasangannya di masa depan.

• Perempuan pada rentang usia 15-19 tahun yang tumbuh dalam keluarga tanpa ayah,
cenderung memulai aktivitas seksual lebih dini, memiliki partner seks lebih banyak, dan
memiliki hubungan tak menentu.
• Anak yang tumbuh tanpa ayah akan menganggap reproduksi diarahkan hanya sebagai
bentuk aktivitas seksual “kawin” dibandingan dengan menganggap hal tersebut bagian dari
parenting kelak.

• Sebuah survey pada anak remaja menunjukkan:


➢97% anak perempuan mengatakan, memiliki orang tua yang dapat diajak bicara dapat mengurangi
kehamilan
pada remaja
➢93% menyatakan memiliki orang tua yang sayang dan perhatian dapat menurunkan resiko kehamilan
➢76% mengatakan bahwa ayah mereka sangat berpengaruh terhadap keputusan untuk melakukan aktivitas
seksual.

Sumber:
1. Santosa, Harry. 2017. Fitrah Based Education. Bekasi: Yayasan Cahaya Mutiara Timur. 188-190.
2. Guardia, A. C. L., Nelson, J. A., & Lertora, I. M. (2014). The impact of father absence on daughter sexual
development and behaviors: implications for
professional counselors. The family journal, 22(3), 339-346.

Seberapa pentingkah peran Ayah terhadap


pendidikan fitrah seksualitas Anak?

SANGAT PENTING!

• “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena allah telah melebihkan kaum laki-
laki dari kaum perempuan, dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”
(QS. An-nisa : 34). Dari ayat tersebut terpapar jelas bahwa Ayah adalah imam keluarga. Ayah yang
bertanggungjawab menjadikan keluarga akan seperti apa dan dibawa kemana. Tugas mendidik
anak pun adalah tanggungjawab utama seorang ayah dengan kelebihan yang dimilkinya.
• “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At-tahrim: 6). Ayat ini juga ditujukan kepada
para kepala keluarga. Maka jelas, pendidikan akhlak anak menjadi tanggungjawab seorang ayah.

TANTANGAN
• Ayah tidak paham dan tidak teredukasi dengan baik dalam mendidik anaknya karena sudah terbiasa
dengan pola pengasuhan yang didapatkan dari orang tuanya dahulu.
• Paradigma bahwa kewajiban mengasuh anak diserahkan kepada ibu sepenuhnya.
• Absennya ayah pada proses pengasuhan di rumah karena harus bekerja di luar kota (long distance
relationship).
• Kualitas dan kuantitas waktu berinteraksi dengan ayah sedikit atau hanya hari libur karena harus pergi
bekerja pagi hari di saat anak belum terbangun, dan pulang di saat anak sudah terlelap.
• Terjadinya perceraian atau perpisahan suami istri oleh karena permasalahan dalam hubungan
pernikahan atau karena permasalahan kesehatan fisik/psikologis suami yang mengakibatkan ayah
harus terpisah dengan anaknya.
• Terjadinya perang, bencana alam, boarding school dll yang mengakibatkan anak kehilangan sosok
ayahnya.
• Tidak ada sosok ayah semenjak anak lahir karena kematian ayah atau kepergian ayah yang tidak
bertanggung jawab.

Sumber
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3973/A23 “Dampak Fatherless terhadap perkembangan
Psikologis Anak”
SOLUSI
1. Seorang Ayah harus menumbuhkan pondasi kepercayaan dan cinta pada anak.
2. Ayah menjalankan peran keayahannya sebagai lelaki sejati dalam pendidikan fitrah seksualitas.

3. Sebagai calon suami/calon ayah, terlebih dahulu mengedukasi diri mengenai parenting atau pendidikan
berbasis fitrah. Agar setelah menikah dan memiliki anak, ayah tidak kaget atau tidak menerima perannya.

4. Menyelaraskan visi dan misi keluarga, menggali tujuan dari keluarga, menyamakan persepsi dan pandangan
dengan pasangan, saling memahami for dan foe.

5. Menumbuhkan rasa percaya diri ayah dengan melibatkan setiap kegiatan ibu ketika mengurus anak sejak
anak lahir.

6. Jika ingin menyekolahkan anak ke PAUD sebaiknya pilih sekolah yang mempunyai guru laki-laki dan
perempuan, kecuali orang tua sudah yakin bahwa anaknya telah mendapatkan pemenuhan peran gender
yang diperlukan dari ayah dan ibu di rumah.

7. Bagaimana bila orang tua terlanjur berpisah, atau ayah mengalami kematian karena suatu penyebab?
• Pada orang tua yang bercerai, ibu tidak memberikan imaji negatif tengang ayah dan tidak membatasi atau
menghilangkan waktu kunjungan ayah agar tercapai kesadaran atas tugas dan peran masing-masing
sebagai orang tua yang tidak akan pernah berakhir walaupun hubungan pernikahan telah berakhir.
• Pada ibu yang ditinggalkan suaminya (karena kematian atau tidak mau bertanggung jawab), maka
dukungan keluarga besar yang proporsional dapat memenuhi kekosongan peran ayah, misalnya sosok laki-
laki di rumah dapat digantikan oleh kakek atau paman. Tujuannya untuk pemenuhan peran gender yang
diperlukan serta melengkapi kebutuhan cinta dan kasih sayang pada diri anak, sehingga dampak fatherless
pada diri anak dapat dimimalisir.
• Apabila seorang ibu tidak mendapat dukungan dalam membesarkan anak dari suami atau lingkungan
sekitar, maka dibutuhkan pemberdayaan diri berupa penggalian keterampilan untuk dapat memenuhi
kebutuhan materi keluarga. Keterampilan yang dimiliki ibu akan mendongkrak kepercayaan dirinya,
keyakinan bahwa ia dapat mengatasi permasalahan apapun yang terjadi dalam pengasuhan anak, dan
kemampuan dasar dalam mengelola diri secara penuh.

Hasil Diskusi kelas :

Setelah memaparkan dia berpesan jangan biarkam anak gadis di peluk oleh laki2 lain selain ayahnya…krn dg
chemistry yg ada gadis itu akan “lekat” dan terbuai perasaannya. Tak bs melupakan. Alhamdulillah Islam

sangat menjaga hubungan antar laki dan perempuan ya..

Fenomena pacaran dg resiko free seks yg marak blkngn ini jg membuktikan bhw peran Ayah mmg tak
tergantikan. Kecuali ada kekhususan.

Anda mungkin juga menyukai