Lalu sebetulnya apa saja tugas seorang Ayah? Masa iya sesudah lelah bekerja mencari
nafkah seorang ayah masih harus bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak-
anaknya? Lalu bagaimana dengan istilah bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi
anak-anaknya? Bukankah itu berarti tugas utama ibu adalah untuk mendidik anak-
anak?
Mari kita luruskan paradigma keliru ini. Pertama, tugas utama seorang ayah selain
mencari nafkah untuk keluarga adalah seorang ayah dituntut untuk bisa mendidik dan
mengenalkan nilai-nilai keagamaan pada anaknya. Jika tugas utama ayah hanya untuk
mencari nafkah, lalu apa bedanya ayah dengan ATM, didatangi hanya saat ada
butuhnya saja.
Dan ketahuilah wahai para ayah, Al-Qur’an sudah mengedepankan sosok ayah dalam
pengasuhan. Contohnya ada surat Luqman, Ibrahim, Ya’qub, Imron. Itulah nama-nama
ayah teladan yang di catat Al-Qur’an untuk panutan kita menjadi sosok ayah idaman
anak-anak kita. Dan 14 dari 17 dialog pengasuhan dalam Al-Qur’an, terjadi antara ayah
dan anak. Ternyata ayah lebih sering disebut dibandingkan dengan ibu.
Jikalau para ayah masih ngotot dengan statement ibu adalah madrasah pertama bagi
anak-anaknya, maka para ayah adalah kepala sekolahnya. Yang menentukan
kebijakan. Yang mengajarkan ketegasan, nilai-nilai disiplin dan bertanggung jawab.
Wahai ayah, ketahuilah. Negeri ini butuh sosok dirimu. Segera. Bukan hanya yang
sekedar ada di rumah, tapi juga hadir dan menghangatkan rumah. Yang mau ikut
memandikan anak, yang mengajarkan tata cara mandi junub pada anak lelakinya yang
pertama kali mengalami mimpi basah. Yang mengajarkan bagaimana gagahnya
Utsman bin Affan dalam peperangan.
Wahai ayah, ketahuilah. Jika sedikit saja engkau mau berbaur membagi tugas
pengasuhan dengan ibu, mau mendidik anak nilai-nilai agama, mengajarkannya cara
wudhu dan shalat berjamaah di mesjid, pastilah nanti kita temui mesjid kita ramai
dengan jamaah generasi muda, mesjid kita dihiasi suara merdu tadarus anak-anak kita.
Wahai ayah, setidaknya, hadirlah sesaat sebelum anak-anak menjelang tidur. Ceritakan
padanya bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang harus disembah dan tidak ada
tuhan selain Allah. Ceritakan padanya kisah sang Rasul membela agama kita, ceritakan
padanya tentang bagaimana manusia diciptakan dan apa tugasnya dibumi.
Dan satu lagi yang terpenting, Ayah. Janganlah sesekali engkau meminta anakmu
tumbuh menjadi anak yang shaleh. Sedang ia tak pernah engkau berikan contoh
teladan sosok keshalehan dari dirimu. Sedangkan engkau tak pernah menunaikan
kewajibanmu untuk mengajarkannya atau bahkan mengenalkannya pada huruf-huruf
hijaiyah untuk bisa baca Al-Qur’an. Tunaikan kewajibanmu, ajarkan anak shalat di
mesjid, bershalawat, ajak mereka ke majlis ta’lim. Lalu rubahlah negeri ini dengan
kehadiranmu di rumah. Agar nanti, dimasa depan kita raih gemilangnya generasi
penerus kita. Karena jika ayah mau terlibat dalam pengasuhan anak bersama ibu, maka
separuh permasalahan negeri ini akan teratasi.
“Dari situ datanya kita dapat ketahui Indonesia termasuk ke dalam ‘fatherless country’,
negara yang kekurangan ayah,” demikian kata Irwan Rinaldi kepada Aktual.com, di
kediaman Anis Baswedan, Jakarta Selatan, Kamis (12/11).
Irwan mengatakan, kurangnya ayah di negara kita bukan secara fisik melainkan dari
sisi psikologis. Dan, anak-anak kita sudah terjerembab dalam kasus ‘father hungry’.
“Salah satu cirinya adalah kematangan psikologis lebih unggul dari biologis, di
Indonesia itu umur biologis orang 23 tahun psikologisnya umur 11 tahun,” terang ia
menambahkan.
Persoalan ‘father hungry’ di Indonesia, menurut Irwan, sama dengan kasus seksualitas
pada kaum hawa.
“Karena tidak ada peran ayah di situ. Dan, untuk anak laki-laki itu karakter ayah,
kurangnya sosok atau karakter ayah dalam hidupnya,” tuturnya.
Oleh karena itu, agar Indonesia tidak menjadi negara ‘fatherles’, kata Irwan, solusinya
yaitu dengan memperbaiki moral dan akhlak serta memperbanyak rumah-rumah
pencerah.
*Notulensi Bincang-Bincang Malam (BBM) Telegram Tatsqif MJR-SJS, 20
September 2017*
Tema:
Fatherless di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Psikologis
Anak
Narasumber:
Yulinda Ashari
Mahasiswa Psikologi Perkembangan UIN Jakarta, Presenter pada
International Conference on Research Party Malang dengan judul paper
serupa.
Yulinda Ashari:
Assalamu’alaykum semuanya, salam ukhuwah, saya Inda. Masih kuliah
semester 7 jurusan psikologi di UIN Jakarta
Konsentrasi peminatan saya di psikologi perkembangan, khususnya
perkembangan anak dan psikologi keluarga.
Sebenarnya awal mula saya tertarik dgn topik ini adalah karena saya
menemukan sebuah artikel
https://m.wartaekonomi.co.id/berita149193/mensos-indonesia-ranking-3-
fatherless-country-di-dunia .html
Itu artikelnya. Bu Khofifah mengatakan bahwa Indonesia berada di peringkat 3
sebagai fatherless country di dunia
Oh iya, secara singkat fatherless ini adalah ketiadaan peran ayah dalam
proses pengasuhan atau parenting ya
Sebenarnya saya ingin pesertanya lebih banyak para ayah dan calon ayah di
grup ini. Hehe
Juga untuk para calon ayah, agar lebih memahami bahwa peran mereka amat
sangat penting dalam proses parenting dan berpengaruh terhadap
perkembangan psikologis anak
Ada hal menarik yang saya temukan. Di negara Barat, kebanyakan fatherless
terjadi karena ayah dan ibu / pasangan tidak menikah (anak di luar nikah)
Hal ini berbeda dengan di indonesia, ayah dan ibu di Indonesia mayoritas
menikah, namun peran ayah tetap hilang dalam proses pengasuhan
Anak2 Indonesia banyak yg berayah secara fisik tapi tidak berayah secara
psikologis, berayah namun tak berayah, mereka menjadi yatim sebelum
waktunya
Ayah dan ibu memiliki peran masing2 dalam pengasuhan yg tidak dapat
digantikan satu sama lain. Keduanya harus bekerjasama agar tumbuh
kembang anak optimal. Jika salah satu peran hilang,maka akan terjadi
penyimpangan dalam perkembangan psikologis anak
Kemarin saya KKL di panti sosial untuk anak2 nakal, bisa dikatakan ini lapas
anak. Disini pusat rehabilitasi anak di bawah 18 tahun yg melakukan tindakan
kriminal (pembunuhan, pembegalan, pemerkosaan, pencurian dll)
Dari hasil wawancara singkat saya dgn sekitar 40 anak selama satu bulan
disana, sekitar 30 anak selain berlatar belakang ekonomi rendah, juga
mengaku memiliki masalah dengan ayahnya (baik ayahnya telah meninggal,
ayah ibu bercerah, ayah bersikap kasar, atau ayah dan ibu baik2 saja namun
interaksi dengan ayah sangat kurang).
Menurut Duval tahun 1977, sepanjang sejarah dipahami bahwa tugas ayah itu
bekerja di luar mencari nafkah, dan tugas ibu adalah mengurus anak dan
menyiapkan makanan di rumah.
Kalau saya ikut seminar2 parenting, biasanya didominasi ibu2, bapak2 paling
Sekarang saya akan bahas dampak yg terjadi dari fatherless ini dari berbagai
literatur yg saya temukan ya
Secara umum pada anak laki2 ia cenderung tumbuh menjadi agresif dan
terlibat kenakalan remaja
Anak yg fatherless juga akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang inisiatif,
kurang berani mengambil risiko, memiliki harga diri (self esteem) yang rendah,
rendahnya kontrol diri, gangguan kecemasan, depresi, terlibat pergaulan
bebas, memiliki masalah emosional dan psikososialnya, serta berisiko
membully atau menjadi korban bullying.
Saat ikut seminar bunda Elly kemarin, beliau mengatakan anak yg mendapat
keterlibatan pengasuhan ayah menjadi lebih pintar secara akademik, lebih
percaya diri, dan menjadi orang yg suka menghibur orang lain ketika telah
dewasa.
Jika individu kemudian menyadari dirinya memiliki coping stres yg buruk, atau
sulit mengambil keputusan, atau mudah sekali terpengaruh orang lain, bisa
jadi itu salah satu indikator dirinya selama ini fatherless tanpa disadari.
Jadi peran ayah itu tidak hanya terbatas pada mencari nafkah (nafkah itu
tidak hanya harta, namun juga waktu dan kasih sayang), tapi lebih jauh lagi
ayah harus berperan sebagai role model bagi anak untuk belajar ketegasan
dan kuat untuk menolak segala hal negatif yang ditawarkan oleh dunia luar
atau teman sebanyanya.
So, saya mengajak para ayah untuk kembali lagi ke rumah, menjalankan
amanah yang sudah Allah beri karena pertanggungjawabannya tidak mudah.
Dan untuk para calon ayah, yuk belajar parenting dan lebih paham begitu
peranmu amat besar, dan semoga bisa lebih bijak menjadi seorang ayah
kelak.
Sekian materi yang bisa saya sampaikan. Saya kembalikan kepada moderator
ya
Tanya Jawab:
Inay Aja:
Pertanyaan pertama,
Dari ka Ahmad Bahrudin
1. Bagaimana Jika si anak mengalami gangguan psikis ditinggal Ayahnya,
apakah ini termasuk kekerasan Psikis?
Yulinda Ashari:
Bisa dikatakan seperti itu. Betapa banyak dosa yang kita lakukan pada anak2
kita ya. Tapi ya memang seperti yg saya katakan tadi, jika ayah memang ada
di rumah sprt biasa, seorang anak tidak akan merasa fatherless sampai ia
menyadari sendiri nanti
Kalau anak mendapat kekerasan psikis, hukum juga jadi sulit menindaklanjuti
kasusnya
Inay Aja:
Pertanyaan kedua dari kak ahmad
2. bagaimana solusi keluarga dan masyarakat terkait dengan Fatherless ini,
sedangkan dalam Konvensi Hak Anak PBB Tahun 1989 salah satunya adalah
Hak mendapat Perlindungan, salah satunya adalah perlindungan kekerasan
Psikis?
Yulinda Ashari:
Sejauh ini yang saya temukan fatherless di Indonesia itu terjadi akibat masih
berlakunya paradigma tradisional terkait pembagian tugas ayah dan ibu
dalam pengasuhan. Karenanya paradigma ini perlu diminalisir melalui
edukasi2 berkelanjutan.
Para ayah zaman sekarang barangkali sudah lebih melek In Syaa Allah, hanya
perlu membangun kesadaran tsb, belajar lebih banyak, tidak perlu gengsi
untuk terlibat dalam pengasuhan anak seperti menggendong, memandikan,
menyuapi, dsb (yg bagi sebagian laki2 dianggap tidak manly). Sebenarnya
penelitian2 seperti ini juga dilakukan untuk meningkatkan awareness para
ayah, sekaligus memberi rekomendasi bagi tenaga psikologis atau terapis
misalnya jika mendapat kasus penyimpangan psikologis anak, nanti bisa
dilihat keterlibatan ayah dlm parenting dan memberikan rekomendasi pada
ayah untuk berinteraksi lebih banyak dengan anak.
Inay Aja:
Pertanyaan selanjutnya dari Miza :
1. Untuk anak-anak yang sudah meninggal Orang Tuanya, bagaimana cara
agar tetap mendapat peran ayah di hidupnya?
2. Bagaimana jika ayah itu ada namun malah dibenci oleh sang anak?
Bagaimana peran Ibu disini?
3. Apa dampak Ayah yang terlalu emosional dalam mendidik anak? Misalnya
gampang marah ke anaknya..
Terimakasih..
Yulinda Ashari:
1. Untuk kasus anak2 yatim, memang tidak akan sama jika peran itu dilakukan
langsung oleh ayah kandungnya sendiri. Namun untuk meminimalisir
hilangnya peran ayah dapat dibantu oleh keterlibatan paman, kakek, atau
keluarga yang lain dimana anak bisa mendapat role model laki2 yg baik.
2. Tentu ada alasan tertentu mengapa anak sampai membenci ayahnya
sendiri, perlu kesadaran ayah dalam hal ini untuk kemudian pelan2
membangun kembali rapport dengan anak.
Sebenarnya ya mba, laki2 itu paling tidak suka diganggu gugat untuk masalah
yang menurutnya prinsipil. Maka akan cukup sulit bagi istri untuk
menyadarkan ayah yg tidak mau terlibat dalam pengasuhan. Sarannya,
pilihlah pasangan yang baik sejak awal, yang tidak hanya bisa menjadi suami
yang baik, tetapi juga menjadi ayah yang baik. Memang tidak menjadi jaminan,
tapi setidaknya kita sudah berusaha memilihkan ayah yg baik untuk anak2
nanti.
Inay Aja:
Selanjutnya dr ranti yaa
Ranti Agustiningsih Mjr 98:
pertanyaannya gini,
mengenai paradigma ayah yang sekarang banyak terpengaruh dari budaya2
barat bahwa ada anggapan laki2 itu gak pantas urus anak dan tak boleh
terlibat dalam urusan pengasuhan. padahal kalo didalam islam itu jelas ada,
nah bagaimana mengubah pandangan bila ada ayah2 diluar sana yang
beranggapan seperti ini mba?
Yulinda Ashari:
Memang gak mudah mba mengubah pandangan orang lain, harus berkali2
dan disampaikan dengan cara yang baik (laki2 tentu gengsi kalau digurui.
Hehe)
Kalau memungkinkan mengisi seminar dan memberi edukasi alhamduliah,
sekarang juga sudah banyak saya lihat para pegiat parenting ayah, salah
satunya ust.Bendri yang cukup fokus memberikan materi ini, bahkan sekarang
sudah ada kajian yang ikhwan only terkait parenting ini. Saya berhusnuzan ini
untuk mengembalikan peran ayah dalam pengasuhan.
Bagi kita, bisa dimulai dari orang-orang terdekat. Terlalu sulit bagi saya juga
kalau mau mengubah semua pandangan ayah2 di luar sana, yang penting kita
Ranti Agustiningsih:
nah iya aku pernah sesekali baca artikel beliau. wahh jazakillah mba inda
Yulinda Ashari:
Waiyyaki, mba. Ust. Fauzil Adhim juga sering membahas mengenai parenting
Pertanyaannya:
Ciri laki-laki yang keliatan bisa jadi Bapak tu kaya gimana Nda? Hehe..
Yulinda Ashari:
Kita hanya bisa menduga2 secara zahir ya mba, bagaimana ia berinteraksi
dengan anak2, apakah ia punya wawasan dan keilmuan tentang parenting,
setidaknya ikut seminar atau sekolah parenting, baca buku2 parenting dsb
Yulinda Ashari:
Kalau dalam taaruf, nanti bisa ditanyakan mba mengenai pandangannya ttg
mendidik anak, nanti mau mendidik anaknya seperti apa dsb.
Pertanyaan saya, bagaimana cara orangtua yang sudah memiliki anak yang
usia dewasa atau matang untuk memperbaiki sikap anaknya tersebut?
Apalagi dengan usia anak yang sudah dewasa, dan juga waktu orangtua yang
semakin sedikit, akan menyulitkan perubahan untuk sang anak.
Orang dewasa sudah bisa diajak berdiskusi dan berpikir abstrak, maka cara
terbaik orang tua selain memperbaiki sikap adalah dengan memperbaiki cara
berkomunikasinya
Masa dewasa awal itu perkembangan sosialnya di intimacy vs loneliness, jadi
memang membutuhkan orang dekat lain di luar keluarganya.
wanti_az:
wanti_az:
1. Apakah bisa digantikan sosok ayah dg laki2 lain di rumah? Misal kakeknya,
pamannya, omnya
Kebetulan saat ini di rumah ada dua debay laki2. Yang dua2nya jauh dari
ayahnya. Yang pertama bernama Sakha umur 14bulan (ayahnya di
Samarinda), Yg kedua bernama Anka 10 bulan (ayahnya sering Dinas Luar
Kota).
Kalau sy amati..kedua debay ini lebih suka digendong sama kakeknya atau
pamannya daripada sosok perempuan (Ibunya, neneknya, tantenya)
Sama seperti jawaban saya untuk mba Miza ya mba, bisa namun tentu tidak
seoptimal jika ayah kandung sendiri yang terlibat.
Ihsanul Hafizhah:
Saya pernah ketemu dengan seorang perempuan, usianya sudah 20-an.
Sangat dekat dengan ayahnya dan mengaku apapun yang dilakukan selalu
tnya ayah dl atau harus dengan ayah. Ketika teman2nya berkumpul, dia lebih
memilih tetap bersama ayahnya.Ybs tidak suka dg tantangan, takut tidak bsa
mghdapi, bahkan sudah disuruh ayahnya pun tetap ia tdk bersedia.
Menurut Inda bagaimana dg hal ini? Kenapa karakter demikian bisa terbentuk
di anaknya?
Bagaimana penanganannya?
Nur Ainun:
Pertanyaan:
Seorang anak udah dewasa mba, dan anaknya yg sadar kalau mengalami
kurangnya peran ayah dalam pengasuhan.
Nah, sebenernya ni anak pengen banget bisa deket dengan ayahnya.
Sementara sifat ayah keras.
Jd bingung mulai dari mana mba?
Ini bagaimana solusinya mba?
Jika menyadari ada yang salah dengan diri, maka bisa diasah dan dipelajari ya
mba, In Syaa Allah, jangan jadi down dan berputus asa.
Karakteristik orang tua tentu berbeda2 ya mba, ujian juga bagi kita untuk bisa
berbakti disesuaikan dengan karakteristik beliau. Ayahnya keras pasti dalam
kondisi2 tertentu saja, kecil kemungkinan keras setiap saat. Maka penting
bagi kita untuk peka dengan kondisi orang tua. Apalagi si anak sudah dewasa,
tentu lebih paham karakteristik orang tua dan bagaimana cara mendekatinya
dibanding orang lain.
Posisikan diri tetap sebagai anak. Sebesar apapun kita, tetaplah anak untuk
mereka. Jauhi kesan menasihati dan merasa lebih tahu dari mereka. Terus
bersikap baik dan santun saja mba, masa beliau2 tidak luluh.
Barangkali ada kesalahan yg tidak kita sadari kepada beliau selama ini.
Sabar menghadapi orang tua dengan cara yang baik, jangan lupa doakan
Kalau tidak ada, saya tutup dulu ya. Mohon maaf jika ada kata-kata saya yang
menyinggung atau tidak mengenakan tanpa saya sadari ya.
Ini tidak hanya untuk ayah dan calon ayah kok, tapi untuk para ibu dan calon
ibu juga.
Kita sama-sama akan terus belajar ya In Syaa Allah.
Saya tutup ya, sampai jumpa lagi In Syaa Allah. Selamat rehat dan selamat
berjuang menjadi orang tua terbaik untuk para anak amanah Allah.
"Para orang tua bekerja dan berlelah-lelah atas nama anaknya, padahal anak-anak kita kelelahan
karena menunggu kesempatan untuk bermain bersama ayahnya. Mereka ingin berbincang dan
bercanda, meski hanya sebentar saja." M. fauzil Adhim, Pakar Parenting.
Fatherless Children dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana anak yang tumbuh kembangnya
tidak didampingi oleh ayahnya. Bukan hanya anak yatim saja yang mengalami kondisi seperti ini
akan tetapi anak yang memiliki ayah yang super sibuk dapat mengalami kondisi seperti ini juga.
Lebih agresif
Sebuah studi psikologi menunjukan bahwa anak-anak yang tumbuh tanpa ayah cenderung
agresif dan cepat marah. Jangan bayangkan kemarahanyang dimaksud adalah jenis kemarahan yang
teriak-teriak atau melakukan kekerasan. Kemarahan seorang anak bisa terlihat tenanng dan tidak
dinampakkan. Kemarhan yang tenang ini justru adalah kemarahan yang wajib diwaspadai. Karena
kemarahan ini seperti halnya monster yang telah lama dikurung dan sewaktu-waktu dapat pecah dan
keluar. Kemarahan yang terlihat akan dapat dengan mudah dihadapi akan tetapi kemarahan yang
terpendam akan menghasilkan rasa dendam dan sakit hati yang berkepanjangan. Bahkan kemarahan
yang tak teratasi ini dapat berakibat fatal apalagi ketika anak ini memiliki keluarga.
Depresi
Remaja yang tumbuh tanpa ayah akan lebih rentan terhadap tekanan emosional. Amarah yang
tak terpendam, merasa berbeda dari anak lain dan perasaan tidak dicintai akan memicu fatherless
children hidup dalam tekanan dan kemudian mengalami depresi.
Percaya diri rendah
Efek psikologis yang tumbuh dari anak yang tak didaampingi ayahnya dapat menyebabkna
masalah harga diri. Anak-anak yang dibesarkan tanpa ayah akan cenderung memiliki sfat introvert Dan
mereka tidak benar-benar membuka dirinya pada orang lain.
lebih mudah berfikiran tentang bunuh dirisalah satu statistic yang paling menakutkan adalah
bahwa hamper 65% kasus bunuh diri terjadipada anak-anak yang tumbuh tanpa ayah. Tumbuh tanpa
mengetahui ayahnya sendiri, tumbuh tanpa ayah yang selalu ada disisinya atau tumbuh bersama ayah
yang melakuka kekerasan akan menghasilkan anak yang beresiko mengalami depresi. Depresi yang tak
teratasi dapat memicu keinginan untuk mengakhiri hidup mereka.
Untuk meminimalisir Fatherless Children. Sanga ayah harus dapat membagi waktu antar
pekerjaan dan keluarga. Sesibuk apapun sang ayah hendaknya berusaha untuk meluangkan
waktu untuk buah hati di rumah. Sang ayah bisa menyisihkan waktunya beberapa menit untuk
sekedar mengobrol atau menanyakan kesulitan-kesulitan anaknya dalam pekerjaan sekolah atau
hal-hal sederhana lainnya. Walaypun kecil dan sederhana akan tetapi akan membuat anak merasa
diperhatikan dan dimenegerti oleh sang ayah.
Untung-untung jika sang ayah memiliki awaktu senggang lebih banyak. Sang ayah bisa
mengajak seluruh anggota keluarga untuk menikmati liburan di luar rumah. Tak harus keluar
rumah atau mengeluarkan banyak uang. Kita bisa sekedar mengajak anak untuk menanam Bunga
di pekarangan rumah, memasak makanan special di dapur atau begotong royong memebersihkan
beberapa bagian rumah yang kurang rapi. Hal-hal sederhana tersebut dapat membuat anak mersa
dimengerti dan dekat dengan ayahnya. Jangan sampai komunikasi anak menjadi hambar dan
kurang bermakna di mata anak.
Seorang ayah modern pasti paham cara membagi waktu antar kesibukan kerja dan kepentingan
keluarga. Karir tetap cemerlang. Hubungan keluarga puntetap hangat dan menyenangkan.
Mencegah Fatherless, Kembalikan Figur
Ayah yang Hilang
oleh Cinta Quran, 25 Juli 2018
Rumah adalah tempat berkumpul dan mencurahkan kasih sayang antara ayah-ibu
dengan anak-anaknya. Komunikasi yang hangat dan interaksi yang penuh keakraban
antara orangtua dan anak-anak akan menjadikan rumah tersebut menjadi lebih
berwarna dan ceria. Namun, tahukah anda kalau di beberapa tempat masih ditemukan
adanya fenomena fatherless? Menurut Ust Bendri Jaisyurrahman (pakar
parenting), Fatherless adalah ketika ayah hanya ada secara biologis namun tidak hadir
secara psikologis di dalam jiwa anak. Fungsi ayah lambat laun menjadi dipersempit
kepada dua hal yakni: memberi nafkah dan memberi izin untuk menikah.
Sementara fungsi pengajaran atau transfer nilai-nilai kebaikan justru hilang yang
mengakibatkan anak tak mendapatkan figur ayah dalam dirinya secara utuh.
Laki-laki setelah menikah memiliki peran sebagai ayah, juga seorang suami yang
berkewajiban memberi nafkah kepada keluarga. Makna memberi nafkah dengan
mencukupi kebutuhan keluarga, haruslah didapatkan dengan cara yang halal dan
asalnya pun halal, sehingga rezekinya pun berkah dan manfaat untuk keluarganya.
Memberi nafkah dengan mencukupi kebutuhan bukan berarti ayah hanya sibuk bekerja,
namun anak dan istri tetap merasakan kehadiran, kehangatan dan kasih sayang dari
ayah ketika di rumah.
Pada saat seorang lelaki dan wanita akan menikah, visi dan misi keluarga yang akan
mereka bangun adalah keluarga sakinah, mawaddah, dan warohmah serta mengharap
berkah dan ridho Allah SWT. Serta tujuan utama keluarga mereka adalah terhindar dari
api neraka. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an, “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya
dari manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar, keras, lagi tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan”.(Qur’an Surat 66 (At-Tahrim): ayat 6).
Harta yang dikumpulkan hasil kerja keras ayah pun tidak dapat menolong mengisi
kekosongan hati dan jiwa sang anak, kasih sayang dan figur ayah tidak dapat
tergantikan dengan uang. Karena doa anak sholeh-lah, harta yang berharga bagi
orangtua. Sangat miris dan disayangkan, bila ada seorang ayah atau ibu yang
meninggal, namun anaknya diam saja karena tidak dapat mengurus, memandikan atau
menyolati jenazah orangtuanya, karena tidak tahu adab dan tata cara mengurus
jenazah. Ketika terjadi hal seperti itu, mereka akan sadar bahwa mereka lupa
menjadikan anak-anak mereka menjadi anak yang sholeh, sehingga ketika berharap doa
dari mereka, mereka tidak bisa mendapatkannya.
Jiwa anak menjadi tenang dan hangat karena peran dan pengajaran yang seimbang dari
ayah dan ibu. Rumah menjadi tempat yang dirindukan, dan anak menjadi terbuka
kepada orangtua, sehingga lebih mudah mengontrol emosi dan mudah menentukan
yang baik dan buruk bagi hidup mereka. Tujuan keluarga terhindar dari api neraka pun
dapat tercapai, karena orangtua dan anak saling menjaga diri dari keburukan dan
kemaksiatan, sehingga doa anak sholeh pun dapat menyelamatkan orangtua di akhirat
nanti.
Jadi, ayah tetaplah seimbang dalam keluarga, selain memberi nafkah kepada keluarga
juga tetap hadir sebagai figur ayah yang hangat dan bersahaja untuk anak-anak, agar
bersama-sama menjadikan keluarga sakinah, mawaddah, warohmah yang senantiasa
menjaga diri dan keluarga terhindar dari api neraka.
1| Jika memiliki anak sudah ngaku-ngaku jadi AYAH, maka sama anehnya dengan orang yang
punya bola ngaku-ngaku jadi pemain bola
2| AYAH itu gelar untuk lelaki yg mau dan pandai mengasuh anak bukan sekedar ‘membuat’ anak
3| Jika AYAH mau terlibat mengasuh anak bersama ibu, maka separuh permasalahan negeri ini
teratasi
4| AYAH yang tugasnya cuma ngasih uang, menyamakan dirinya dengan mesin ATM. Didatangi
saat anak butuh saja
5| Akibat hilangnya fungsi tarbiyah dari AYAH, maka banyak AYAH yg tidak tahu kapan anak
lelakinya pertama kali mimpi basah
6| Sementara anak dituntut sholat shubuh padahal ia dalam keadaan junub. Sholatnya tidak sah.
Dimana tanggung jawab AYAH ?
7| Jika ada anak durhaka, tentu ada juga AYAH durhaka. Ini istilah dari umar bin khattab
8| AYAH durhaka bukan yg bisa dikutuk jadi batu oleh anaknya. Tetapi AYAH yg menuntut anaknya
shalih dan shalihah namun tak memberikan hak anak di masa kecilnya
9| AYAH ingin didoakan masuk surga oleh anaknya, tapi tak pernah berdoa untuk anaknya
10| AYAH ingin dimuliakan oleh anaknya tapi tak mau memuliakan anaknya
11| Negeri ini hampir kehilangan AYAH. Semua pengajar anak di usia dini diisi oleh kaum ibu.
Pantaslah negeri kita dicap fatherless country
12| Padahal keberanian, kemandirian dan ketegasan harus diajarkan di usia dini. Dimana AYAH
sang pengajar utama ?
13| Dunia AYAH saat ini hanyalah Kotak. Yakni koran, televisi dan komputer. AYAH malu untuk
mengasuh anak apalagi jika masih bayi
14| Banyak anak yg sudah merasa yatim sebelum waktunya sebab AYAH dirasakan tak hadir dalam
kehidupannya
15| Semangat quran mengenai pengasuhan justru mengedepankan AYAH sebagai tokoh. Kita kenal
Lukman, Ibrahim, Ya’qub, Imron. Mereka adalah contoh AYAH yg peduli
16| Ibnul Qoyyim dalam kitab tuhfatul maudud berkata: Jika terjadi kerusakan pada anak penyebab
utamanya adalah AYAH
17| Ingatlah! Seorang anak bernasab kepada AYAHnya bukan ibu. Nasab yg merujuk pada anak
menunjukkan kepada siapa Allah meminta pertanggungjawaban kelak
18| Rasulullah yg mulia sejak kecil ditinggal mati oleh AYAHnya. Tapi nilai-nilai keAYAHan tak
pernah hilang didapat dari sosok kakek dan pamannya
19| Nabi Ibrahim adalah AYAH yg super sibuk. Jarang pulang. Tapi dia tetap bisa mengasuh anak
meski dari jauh. Terbukti 2 anaknya menjadi nabi
20| Generasi sahabat menjadi generasi gemilang karena AYAH amat terlibat dalam mengasuh anak
bersama ibu. Mereka digelari umat terbaik.
21| Di dalam quran ternyata terdapat 17 dialog pengasuhan. 14 diantaranya yaitu antara AYAH dan
anak. Ternyata AYAH lebih banyak disebut
22| Mari ajak AYAH untuk terlibat dalam pengasuhan baik di rumah, sekolah dan masjid
23| Harus ada sosokp AYAH yg mau jadi guru TK dan TPA. Agar anak kita belajar kisah Umar yg
tegas secara benar dan tepat. Bukan ibu yg berkisah tapi AYAH
24| AYAH pengasuh harus hadir di masjid. Agar anak merasa tentram berlama-lama di dalamnya.
Bukan was was atau merasa terancam dengan hardikan
25| Jadikan anak terhormat di masjid. Agar ia menjadi generasi masjid. Dan AYAH yang
membantunya merasa nyaman di masjid
26| Ibu memang madrasah pertama seorang anak. Dan AYAH yang menjadi kepala sekolahnya
27| AYAH kepala sekolah bertugas menentukan visi pengasuhan bagi anak sekaligus
mengevaluasinya. Selain juga membuat nyaman suasana sekolah yakni ibunya
28| Jika AYAH hanya mengurusi TV rusak, keran hilang, genteng bocor di dalam rumah, ini bukan
AYAH ‘kepala sekolah’ tapi AYAH ‘penjaga sekolah’
29| Ibarat burung yang punya dua sayap. Anak membutuhkan kedua-duanya untuk terbang tinggi ke
angkasa. Kedua sayap itu adalah AYAH dan ibunya
30| Ibu mengasah kepekaan rasa, AYAH memberi makna terhadap logika. Kedua-duanya
dibutuhkan oleh anak
31| Jika ibu tak ada, anak jadi kering cinta. Jika AYAH tak ada, anak tak punya kecerdasan logika
32| AYAH mengajarkan anak menjadi pemimpin yg tegas. Ibu membimbingnya menjadi pemimpin
yg peduli. Tegas dan peduli itu sikap utama
Yang menjadi pertanyaan, mengapakah figur ayah, bukannya ibu? Tentu saja,
Ibu tetap menjadi titik sentral dalam pertumbuhan sang anak. Dan umumnya
sudah menjadi tradisi dimana seorang anak pasti dibesarkan oleh ibunya.
Namun, yang seringkali menjadi problem, apakah sang ayahnya mendampingi
saat proses pertumbuhan anaknya? Itulah yang menjadi tanda Tanya besar.
Secara psikologis seringkali dikatakan bahwa seorang anak belajar soal aman
tidaknya dalam berhubungan dengan dunia (self & social anxiety) dari sang
ibu. Dari ibunya, biasanya seorang anak akan belajar soal bergaul dan
berinteraksi dengan lingkungannya. Tetapi, justru pembelajaran soal nilai-nilai
dan prinsip, akan diperoleh dari figur sang bapak. Biasanya, figure kelaki-
lakian sang ayah (maskulinitas) akan menjadi role model bagi sang anak soal
prinsip-prinsip dimana ia harus menjadi tegas, bagaimana mengambil risiko
dan tantangan dalam hidupnya (risk taking), serta nilai-nilai hidup lainnya
seperti integritas, kedisiplinan, mengalah, ketegasan, pengendalian diri, dll.
Pertama, bagi anak putra, sosok ayah menjadi role model ketegasan. Ketidak
hadiran sosok ayah bisa membuat sex role model sang anak jadi kacau. Tak
jarang kita mendengar anak cowok yang mengalami disorientasi seksual alias
homosex, gara-gara ketidak hadiran sang ayah oleh karena dia dibesarkan di
lingkungan yang penuh unsure kewanitaan. Akibatnya, ia pun menjadi tertarik
dengan sesame lelaki ataupun mencari lelaki untuk mengganti figure ayahnya
yang hilang.
Kedua, bagi anak putri, sosok ayahpun menjadi pria pertama yang
dijumpainya di rumah. Ayanya akan menjadi sosok laki-laki yang
diidamkannya. Ketidakhadiran sang ayah bagi seorang anak wanita akan
membuatnya bingung dan tidak tahu harus mencari seorang pria yang seperti
apa dalam hidupnya. Tidaklah mengherankan jika akhirnya banyak terjadi
kenakalan remaja putri yang disebabkan pula oleh tidak hadirnya sang ayah
dalam kehidupan mereka.
Ibu Elly Risman menjelaskan bahwa awal mula dari masalah seksual dan penyebab disorientasi
seksual zaman sekarang adalah absennya orang tua khususnya ayah pada kehidupan anak-
anak, yang akhirnya mencari pencarian kasih sayang dan hiburan di luar keluarganya. Bibit
masalah pun dimulai, anak-anak menjadi penasaran dengan berbagai hal menjurus ke
pornografi dan mencari atau menikmati informasi dari berbagai media tanpa pengawasan.
Dampak Fatherless Country terhadap Fitrah Seksualitas anak perempuan:
• Anak perempuan yang tidak dekat dengan ayahnya di usia 10-14 tahun berpeluang besar
menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki yang dianggap dapat menggantikan sosok ayahnya yang
hilang.
• Ketidakhadiran ayah lebih memiliki dampak besar kepada anak perempuan dibandingkan kepada anak laki-
laki terkait perilaku seksual.
• Hubungan dengan ayah merupakan faktor yang penting dalam perkembangan psikologi-seksual perempuan.
Hubungan yang tidak tepat bisa mengantarkan anak menjadi tomboy atau lesbian.
• Hubungan antara ayah dan anak perempuan juga menentukan kualitas dan keberhasilan
hubungan anak perempuan dengan pasangannya di masa depan.
• Perempuan pada rentang usia 15-19 tahun yang tumbuh dalam keluarga tanpa ayah,
cenderung memulai aktivitas seksual lebih dini, memiliki partner seks lebih banyak, dan
memiliki hubungan tak menentu.
• Anak yang tumbuh tanpa ayah akan menganggap reproduksi diarahkan hanya sebagai
bentuk aktivitas seksual “kawin” dibandingan dengan menganggap hal tersebut bagian dari
parenting kelak.
Sumber:
1. Santosa, Harry. 2017. Fitrah Based Education. Bekasi: Yayasan Cahaya Mutiara Timur. 188-190.
2. Guardia, A. C. L., Nelson, J. A., & Lertora, I. M. (2014). The impact of father absence on daughter sexual
development and behaviors: implications for
professional counselors. The family journal, 22(3), 339-346.
SANGAT PENTING!
• “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena allah telah melebihkan kaum laki-
laki dari kaum perempuan, dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”
(QS. An-nisa : 34). Dari ayat tersebut terpapar jelas bahwa Ayah adalah imam keluarga. Ayah yang
bertanggungjawab menjadikan keluarga akan seperti apa dan dibawa kemana. Tugas mendidik
anak pun adalah tanggungjawab utama seorang ayah dengan kelebihan yang dimilkinya.
• “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At-tahrim: 6). Ayat ini juga ditujukan kepada
para kepala keluarga. Maka jelas, pendidikan akhlak anak menjadi tanggungjawab seorang ayah.
TANTANGAN
• Ayah tidak paham dan tidak teredukasi dengan baik dalam mendidik anaknya karena sudah terbiasa
dengan pola pengasuhan yang didapatkan dari orang tuanya dahulu.
• Paradigma bahwa kewajiban mengasuh anak diserahkan kepada ibu sepenuhnya.
• Absennya ayah pada proses pengasuhan di rumah karena harus bekerja di luar kota (long distance
relationship).
• Kualitas dan kuantitas waktu berinteraksi dengan ayah sedikit atau hanya hari libur karena harus pergi
bekerja pagi hari di saat anak belum terbangun, dan pulang di saat anak sudah terlelap.
• Terjadinya perceraian atau perpisahan suami istri oleh karena permasalahan dalam hubungan
pernikahan atau karena permasalahan kesehatan fisik/psikologis suami yang mengakibatkan ayah
harus terpisah dengan anaknya.
• Terjadinya perang, bencana alam, boarding school dll yang mengakibatkan anak kehilangan sosok
ayahnya.
• Tidak ada sosok ayah semenjak anak lahir karena kematian ayah atau kepergian ayah yang tidak
bertanggung jawab.
Sumber
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3973/A23 “Dampak Fatherless terhadap perkembangan
Psikologis Anak”
SOLUSI
1. Seorang Ayah harus menumbuhkan pondasi kepercayaan dan cinta pada anak.
2. Ayah menjalankan peran keayahannya sebagai lelaki sejati dalam pendidikan fitrah seksualitas.
3. Sebagai calon suami/calon ayah, terlebih dahulu mengedukasi diri mengenai parenting atau pendidikan
berbasis fitrah. Agar setelah menikah dan memiliki anak, ayah tidak kaget atau tidak menerima perannya.
4. Menyelaraskan visi dan misi keluarga, menggali tujuan dari keluarga, menyamakan persepsi dan pandangan
dengan pasangan, saling memahami for dan foe.
5. Menumbuhkan rasa percaya diri ayah dengan melibatkan setiap kegiatan ibu ketika mengurus anak sejak
anak lahir.
6. Jika ingin menyekolahkan anak ke PAUD sebaiknya pilih sekolah yang mempunyai guru laki-laki dan
perempuan, kecuali orang tua sudah yakin bahwa anaknya telah mendapatkan pemenuhan peran gender
yang diperlukan dari ayah dan ibu di rumah.
7. Bagaimana bila orang tua terlanjur berpisah, atau ayah mengalami kematian karena suatu penyebab?
• Pada orang tua yang bercerai, ibu tidak memberikan imaji negatif tengang ayah dan tidak membatasi atau
menghilangkan waktu kunjungan ayah agar tercapai kesadaran atas tugas dan peran masing-masing
sebagai orang tua yang tidak akan pernah berakhir walaupun hubungan pernikahan telah berakhir.
• Pada ibu yang ditinggalkan suaminya (karena kematian atau tidak mau bertanggung jawab), maka
dukungan keluarga besar yang proporsional dapat memenuhi kekosongan peran ayah, misalnya sosok laki-
laki di rumah dapat digantikan oleh kakek atau paman. Tujuannya untuk pemenuhan peran gender yang
diperlukan serta melengkapi kebutuhan cinta dan kasih sayang pada diri anak, sehingga dampak fatherless
pada diri anak dapat dimimalisir.
• Apabila seorang ibu tidak mendapat dukungan dalam membesarkan anak dari suami atau lingkungan
sekitar, maka dibutuhkan pemberdayaan diri berupa penggalian keterampilan untuk dapat memenuhi
kebutuhan materi keluarga. Keterampilan yang dimiliki ibu akan mendongkrak kepercayaan dirinya,
keyakinan bahwa ia dapat mengatasi permasalahan apapun yang terjadi dalam pengasuhan anak, dan
kemampuan dasar dalam mengelola diri secara penuh.
Setelah memaparkan dia berpesan jangan biarkam anak gadis di peluk oleh laki2 lain selain ayahnya…krn dg
chemistry yg ada gadis itu akan “lekat” dan terbuai perasaannya. Tak bs melupakan. Alhamdulillah Islam
Fenomena pacaran dg resiko free seks yg marak blkngn ini jg membuktikan bhw peran Ayah mmg tak
tergantikan. Kecuali ada kekhususan.