Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Transfusi Darah. Transfusi darah pertama kali di ketahui keberadaannya adalah di abad ke-17. Orang yang menceritakan hal ini adalah Stefano Infessura. Stefano Infessura menceritakan bahwa di tahun 1492, Pope Innocent VIII berada dalam keadaan koma. Pope Innocent VIII kemudian, oleh saran dokter, di transfusikan darah 3 orang anak. Transfusi ini dilakukan via mulut, dimana akhirnya, baik Pope Innocent VIII dan ketiga anak tersebut meninggal dalam proses transfusi darah tersebut. Tetapi banyak yang meragukan kebenaran cerita Stefano Infessura ini. Di abad 17, William Harvey, Seorang dokter asal Inggris, melakukan penelitian tentang Sirkulasi darah. Pada tahun 1628, William Harvey mengeluarkan penelitiannya dalam bentuk buku setebal 72 halaman tentang bagaimana sebenarnya sirkulasi darah terjadi. Penelitian Harvey ini merupakan penelitian pertama yang berhasil menjelaskan dengan detail bagaiman sirkulasi dan properti dari darah yang sebenarnya di pompa keseluruh tubuh oleh jantung. Penelitian Harvey ini membuat penelitian tentang transfusi darah dapat dilakukan. Percobaan transfusi darah terhadap binatang dapat dilakukan dengan sukses, tetapi sayangnya, saat transfusi dilakukan terhadap manusia, hasilnya selalu mengakibatkan kematian. Kematian bagi mereka yang memberikan darah, serta di berikan darah. Pada tahun 1665, Christian Zagado, mempraktekan bagaimana seekor binatang yang sudah mau mati karena kehabisan darah bisa selamat lagi dengan di berikannya darah terhadap binatang tersebut melalui saluran pembuluh darahnya, yang kemudian setelah itu, lukanya dijahit, membuat binatang yang hampir mati tersebut bisa tetap hidup. Orang yang pertama kali mendokumentasikan transfusi darah yang sukses terhadap binatang adalah Dr. Jean-Baptiste Denys, dokter Pribadi dari King Louis XIV, Raja Prancis. 1

Tepatnya pada tanggal 15 Juni 1667, Dr. Jean-Baptiste Denys mengawasi proses tranfusi darah yaitu 12 ons darah sapi di transfusikan kepada anak umur 15 tahun yang telah di buat berdarah oleh 20 lintah. Proses transfusi darah ini berhasil dengan si anak tetap hidup setelah proses transfusi. Percobaan berikutnya dilakukan kepada seorang pekerja dengan hasil yang sama di mana sang pekerja tetap hidup setelah proses transfusi. Keselamatan mereka kemungkinan besar terjadi akibat sangat sedikitnya darah yang masuk ke tubuh mereka sehingga mereka bisa tetap selamat. Dengan sedikitnya darah yang masuk, mereka bisa bertahan dari reaksi alergi terhadap darah tersebut. Tentu saja pada saat itu hal ini belum di ketahui. Transfusi darah lainnya yang dilakukan oleh Dr. Jean-Baptiste Denys berakibat kematian bagi orang yang menerima transfusi darah tersebut. Kemungkinan darah yang ditransfusikan jumlahnya lebih banyak dari sebelumnya. Penelitan Dr. Jean-Baptiste Denys dengan menggunakan darah binatang yang ditransfusikan ke manusia mengakibatkan kontroversial di Prancis. Kontroversi ini semakin memanas sehingga pada tahun 1670 Praktek Transfusi Darah di larang di Prancis. Lalu dengan berjalannya waktu, Parlemen di Inggris juga melarang praktek transfusi darah. Bahkan Pope juga melarang hal ini. Dengan di larangnya Proses Transfusi darah ini, maka perkembangan ilmu transfusi darah ini vacum selama hampir 150 tahun. Tahun 1818, Dr James Blundell, seorang dokter kandungan, melakukan tranfusi darah pertama yang sukses pada manusia. Dr James Blundell melakukan transfusi pada pasiennya yang mengalami pendarahan, dengan suami pasien sebagai donor. Dari suami pasien tersebut diambil darah sebanyak 4 ons yang kemudian di transfusikan ke sang istri. Praktek yang dia lakukan ini memberikan dia banyak sekali uang ( sekitar $2.000.000 atau jika dengan kurs sekarang maka nilainya sekitar $50.000.000 ). Pada tahun 1840, di St Georges Hospital Medical School, London, Samuel Armstrong Lane, di bantu oleh Dr. James Blundell, sukses dalam melakukan transfusi darah pertama kepada pasien hemophilia. Hemophilia sendiri adalah kelainan pada manusia dimana darah sukar sekali untuk membeku pada saat terjadi pendarahan. Penyakit ini merupakan penyakit keturunan. 2

Walaupun sudah banyak pasien yang terselamatkan dengan tranfusi darah, tetapi praktek ini tetap merupakan praktek yang berbahaya. Banyak juga orang yang tewas pada saat melakukan transfusi darah mengingat pada saat itu, mereka tidak mengenal golongan darah. Pada tahun 1900, Karl Landsteiner, dalam experimentnya untuk melakukan transfusi darah, menemukan sesuatu yang amat penting dalam transfusi darah, yaitu Golongan Darah. Karl Landsteiner menemukan bahwa tipe darah manusia ada 3 jenis, yaitu tipe A, tipe B dan tipe O (0 / Nol / Kosong ). Penemuan ini kemudian di sempurnakan oleh Decastrello dan Sturli di tahun 1902 yang menemukan tipe darah ke-4, yaitu tipe darah AB. Penemuan tentang Golongan Darah ini membuat praktek Tranfusi darah menjadi praktek yang tidak berbahaya. Penemuan Golongan darah membuat saat transfusi darah akan berlangsung, darah dari sang Donor dan sang penerima di ambil dahulu dan di campurkan. Di sini akan terlihat apakah Golongan darahnya cocok atau tidak. Hal ini adalah bentuk awal dalam pencocokan darah di mana jika darah cocok, maka transfusi darah akan di lakukan tetapi jika darah tidak cocok, maka sang pasien harus mencari donor yang lain. Walaupun Golongan darah A, B, AB dan O telah ditemukan, tetapi, masih sering terjadi keadaan di mana golongan darah sama, tetapi hasilnya tetap kematian. Hal ini masih merupakan misteri bagi dunia saat itu sampai akhirnya di tahun 19391940, sekali lagi, Karl Landsteiner, yang kali ini bekerjasama dengan Alex Wiener, Philip Levine dan R.E. Stetson membuat penemuan baru di dunia transfusi darah. Karl Landsteiner dan team menemukan Tipe Golongan darah terbaru yang ia sebut sebagai Golongan Darah tipe Rhesus. Penemuan ini membuat golongan darah yang sudah ada harus juga di kombinasikan dengan tipe Rhesus, Positive ( + ) dan Negative ( - ). Tiga tahun kemudian, JF Loutit dan Patrick L. Mollison memperkenalkan solusi asam-sitrat-dekstrosa (ACD), di mana dengan solusi ini, volume antikoagulan dapat dikurangi sehingga dimungkinkan untuk melakukan transfusi darah dengan volume yang lebih besar serta memungkinkan bagi darah untuk di simpan dalam jangka waktu yang lama. 3

Carl Walter dan W.P. Murphy Jr memperkenalkan kantong plastik untuk penyimpanan darah pada tahun 1950. Kantong Plastik ini menggantikan botol kaca yang selama ini digunakan. Penggunaan kantong plastik tahan lama ini memungkinkan terjadinya evolusi sistem pengumpulan darah yang mudah dan aman. Selanjutnya untuk memperpanjang umur dari darah yang di simpan, digunakanlah pengawet antikoagulan, CPDA-1, yang diperkenalkan pada tahun 1979. Dengan umur darah yang meninggkat, suplai darah menjadi meningkat dan hal ini memungkinkan terjadinya sharing darah antara sesama bank darah. 1.2 Golongan darah Golongan darah manusia dibedakan berdasar jenis antigen dan antibodinya. Golongan darah sistem ABO o Kompatibilitas system ABO antara donor dan resipien merupakan syarat utama yang harus dipenuhi untuk transfuse dan cangkok organ (transplantasi) o Antigen system ABO, yaitu A, B, dan H o Antibodi terhadap antigen A, B, H terdapat pada orang yang tidak mempunyai antigen yang bersangkutan pada eritrositnya o Jadi, anti A terdapat dalam serum golongan O dan B, anti B terdapat dalam serum golongan O dan A, sedang pada golongan AB dalam serumnya tidak terdapat anti A dan anti B. Pada golongan darah O dalam serumnya terdapat anti A, anti B, dan anti H. Golongan darah sistem Rhesus o Di negara barat : populasi Rh (+) 85%, sedangkan Rh (-) 15%, di Indonesia : Rh (+) hampir 100% o Ada 3 kelompok gen yaitu C, D, E dengan beberapa alleles. o Rhesus positif = antigen D positif (DD atau Dd), rhesus negatif bila antigen D negatif (dd) o Timbulnya anti D dalam serum kebanyakan karena rangsangan eritrosit yang antigen D positif melalui transfusi atau kehamilan o Semua antibodi dari sistem rhesus dapat menyebabkan reaksi transfusi hemolitik pada neonatus

Antigen spesifik pada leukosit dan trombosit Sistem HLA dan MHC

1.3 Tes kompatibilitas 1. tes golongan darah system ABO a. cara langsung (direct/forward grouping) eritrosit dites terhadap antigennya dengan antisera anti A dan anti B (slide test) b. cara tidak langsung (serum.reverse grouping) serum dites terhadap antibody dengan suspensi sel A dan sel B (tube test). Kedua test dikerjakan pada suhu 20-220 C, karena pada suhu 370 C reaksi menjadi lemah. Bila terjadi inkompatibiltas pada darah donor, jangan ditransfusikan. 2. uji silang Uji silang mayor dilakukan dengan memeriksa serum resipien dengan eritrosit donor untuk mendeteksi antibodi resipien yang dapat menyebabkan lisis eritrosit donor dan menyebabkan reaksi transfusi hemolitik. Uji silang minor memeriksa serum donor dengan eritrosit resipien. Kedua reaksi silang tersebut dikerjakan dalam 3 fase yaitu : medium NaCl 0,9%, albumin dan Coombs, seluruhnya memerlukan waktu 2 jam. Pada transfusi terencana/elektif, darah yang diberikan harus sesuai golongan darah ABO dan Rhesus yang diperiksa melalui tes golongan darah adan tes uji silang beberapa fase. Tetapi dalam keadaan darurat dimana kelambatan transfusi dapat membahayakan jiwa pasien maka : darah golongan O dapat diberikan kepada golongan A,B,AB, dan O meski tanpa uji silang. Teknik ini disebut metoda donor universal dan akan lebih baik jika menggunakan PRC golongan O.

BAB II ISI
2.1. Definisi Transfusi darah adalah pemindahan darah atau komponen darah dari satu orang (donor) kepada orang lain (penerima). Sebuah transfusi darah bisa prosedur yang menyelamatkan jiwa, dan pelayanan kesehatan ditantang untuk menjaga pasokan yang cukup dari darah yang aman, dan untuk memastikan bahwa itu digunakan dengan tepat. Darah donor harus diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan mengandung penyakit. Tes screening yang menjadi standar ialah hepatitis B, HIV, Syphilis. Di Negara-negara maju juga meliputi hepatitis C, HTLV, CMV, dan EBV. 2.2. Macam dan Manfaat Komponen Darah Macam-macam komponen darah transfusi adalah sebagai berikut 1. Whole blood (darah lengkap/darah utuh/WB) Satu unit kantong berisi 250-350 ml darah yang masih lengkap/utuh komponennya. 2. Darah utuh sangat segar Umurnya < 6jam, masih berisi trombosit dan semua faktor koagulasi termasuk faktor labil 3. Darah utuh segar Umurnya < 24 jam, masih berisi tormbosit dan faktor-faktor koagulasi kecuali faktor labil 4. Darah utuh simpan Umurnya > 24 jam sampai 3-4 minggu. Berisi eritrosit, albumin, dan faktorfaktor koagulasi yang umurnya panjang.

5. Packed Red Cell (PRC) Dari 250 ml darah utuh diperoleh 100-125 ml PRC. Isinya hanya eritrosit dan sedikit plasma dengan hematokrit 70-80%. Jika dibuat dengan sistim terbuka pada suhu 4 +/- 20C hanya boleh disimpan selama 12 jam. Kalau dibuat dengan sistim tertutup boleh disimpan selama 30 hari. 6. Darah Merah Cuci (Eritrosit cuci = washed erytrosit = WE) Dibuat dari PRC yang dicuci normal saline 3x untuk membuang leukosit dan antibodi plasma yang menempel eritrosit. Sediaan harus digunakan dalam 4-6jam setelah pembuatan. 7. Trombosit Tersedia sebagai plasma kaya trombosit (platelet rich plasma = prp) atau konsentrat trombosit (platelet/thrombocyte concentrate = TC). Dari 250 ml darah utuh diperoleh 50 ml prp atau 20 ml tc. Prp berisi 90% dan tc 70-80% jumlah trombosit yang semula ada di darah utuh. 1 unit prp atau tc berisi : +/- 28 milyar trombosit dan dapat menaikkan kadar trombosit 5000/mm3 8. Plasma Dari 250 ml darah utuh diperoleh 125 ml plasma. Plasma Beku Segar (Fresh Frozen Plasma = FFP) Plasma segar yang dibekukan dan disimpan pada suhu minimal 200 c dapat berthan 1 tahun. Berisi semua faktor koagulasi kecuali trombosit. Plasma Segar (Fresh Plasma = FP) Berasal dari darah utuh segar , 6 jam, berisi semua faktor koagulasi dan trombosit. Harus diberikan dalam 6 jam Plasma biasa (plasma simpan)

Berisi protein plasma dan sedikit faktor koagulasi 9. Kriopresipitat (konsentrat faktor VIIIc) Dari plasma segar yang dibeku cepat menjadi FFP kemudian dicairkan pada 40C dan disentrifuge. Jika disimpan pada suhu 300C bertahan 12 bulan. Sebelum dipakai, sedan dicairkan dulu pada suhu 40C dan segera diberikan sebelum 6 jam. Dari 250 ml darah utuh diperoleh 15-20 ml cryoprecipitat yang berisi 50-75 IU factor VIIIc dan 40-125 mg fibrinogen. 2.3. Indikasi Transfusi Indikasi transfusi dan komponen-komponennya adalah : Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan Anemia kronis jika Hb tidak ditingkatkan dengan cara lain Gangguan pembekuan daraha karena defisiensi komponen Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma substitute atau larutan albumin. a. pertimbangan rasional Dalam pedoman WHO disebutkan : tansfusi darah ridak boleh diberikan tanpa indikasi kuat. Transfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang hilang/kurang. Lansteiner, perintis transfusi mengatakan : transfusi darah tidak boleh diberikan kecuali manfaatnya melebihi resikonya. Pada anemia, transfusi baru layak diberikan jika pasien menunjukkan tanda oxygen need yaitu ; rasa sesak, mata berkunang, berdebar, pusing, gelisah, atau HB<6 gr/dl. Khusus bagi pasien yang menderita penyakit sistemik di mana kompensasi jantungnya terbatas, maka transfusi diberikan bila HB<8gr/dl.

Kehilangan darah sampai 30% EBV (estimated blood volume) umumnya dapat diatasi dengan cairan elektrolit. Kehilangan lebih dari pada itu, setelah diberi cairan elektrolit, perlu dilanjutkan dengan transfusi jika HB<8gr/dl. Dapat disebutkan bahwa : Hb sekitar 5 adalh critical Hb sekitar 8 adalah tolerable Hb sekitar 10 adalah optimal Transfusi mulai diberikan pada saat Hb critical dan dihentikan setelah mencapai tolerable atau optimal. Transfusi sampai Hb>10 hanya dapat dibenarkan pada pasien-pasien khusus di mana sistem kardiovaskulernya tidak dapat berkompensasi lagi, misalnya : pasien PJK, peernah stroke, Diabetes mellitus lanjut, juga pada pasien sepsis, bayi, thalassemia. Indikasi penggunaan komponen-komponen darah adalah : 1. darah utuh : untuk mengatasi perdarahan yang > 30% EBV setelah pasien distabilkan dulu dengan cairan elektrolit. 2. darah dipadatkan : pada pasien anemia tanpa hipovolemia (aplastik anemia, leukemia, thalassemia, gagal ginjal kronis, perdarahan kronis) yang ada tanda oxygen need. Prcdiberikan sampai tanda oxygen need hilang, biasanya pada Hb 8-10 3. konsentrat trombosit : untuk koreksi gangguan pembekuan darah pada trombositopenia akibat transfusi masif, demam hemorrhagik dengue, tromhositopati (fungsional defek), leukemia atau anemia aplastik dengan perdarahan berat. Trombosit diberikan sampai perdarahan berhenti atau masa perdarahan (bleeding time) < 2x nilai kontrol normal, tidak perlu sampaitrombosit > 100.000/mm3. Satu unit trombosit dapat meningkatkan 7000-10.000 trombosit/mm3. 4. plasma : untuk mengatasi gangguan pembekuan darah akibat defisiensi faktor koagulasi (bukan trombositopenia) dan mengganti plasma leackage (DHF, luka bakar luas).

5. plasma segar beku (fresh frozen plasma) : untuk mengatasi defisiensi faktor koagulasi yang belum jelas jenisnya, untuk defisiensi Anti Thrombin III dan overdosis obat anti koagulan. Plasma segar digunakan seperti plasma segar beku. b. pemilihan waktu transfusi Transfusi adalah terapi medik yang memiliki resiko penyulit terbesar. Karena itu setiap kali harus ditimbang masak-masak antara manfaat yang pasti dan kerugian yang dapat ditimbulkan transfusi, baik dalam waktu pendek (reaksi transfusi), dalam waktu menengah (resiko penyakit), dan waktu panjang (reaksi imunologis). Pasien yang masih berdarah (ongoing loss) Dalam keadaan ini transfusi diberikan sesedikit mungkin untuk tetap berada di atas batas critical, hanya untuk menjaga oksigenasi yang optimal. Setelah sumber perdarahan dapat dikuasai/dihentikan, baru diberikan transfusi sampai tingkat tolerable/optimal. Mekanisme ini juga digunakan dalam mneghadapi pasien perdarahan yang harus segera dioperasi darurat Pasien anemia pre operatif Bila pasien tidak menderita penyakit kardiovaskuler, Hb 8 dapat dilalui dengan aman. Bagi pasien bedah elektif, anemia pre operatif seharusnya diberi terapi obat (Fe, vitamin) dan nutrisi yang cukup, bukan dipercepat dengan transfusi. Pasien masih demam Reaksi transfusi yang sering terjadi adalah demam (febrile reaction). Pasien yang perlu transfusi tetapi masih demam sebaiknya diatasi dulu demamnya, agar jika selama transfusi terjadi reaksi demam lagi, hal ini dapat segera diketahui.

10

Namun demam sendiri bukan kontraindikasi untuk transfusi jika memang transfusi bagi pasien tersebut mendesak (misalnya pasien sepsis dengan anemia) Pasien belum sadar dari anestesia umum Jika transfusi masih dapat ditunda, maka sebaiknya ditunggu sampai pasien sadar dari anestesia umum. Beberapa tanda dini reaksi transfusi dapat dikenali dari keluhan pasien Transfusi elektif malam hari Jika indikasi masih dapat ditunda, jangan memberikan transfusi di waktu malam karena sukarnya observasi yang baik, kurangnya tenga perawatan ,dsb. 2.4. Pelaksanaan Transfusi a. penyiapan pasien dan informed consent penyiapan contoh darah contoh darah untuk uji golongan darah dan uji silang diambil dari vena sebanyak 5-10 ml tanpa diberi antikoagulan. Dipilih vena pada sisi yang sedang tidak diinfus. Desinfeksi kulit dengan alkohol, pilih vena yang mudah dipunksi, gunakan jarum nomor #22 atau # 21 dan hisap perlahan. Jarum suntik dilepas perlahan, dorong semprit pelan melalu dinding botol. Setelah botol ditutup label identitas segera ditempelkan. Label identitas berisi : nama, jenis kelamin, alamat, nomor register, ruangan dan tanggal pemgambilan contoh darah. informed consent pihak yang dijelaskan setelah mengerti manfaat dan resiko transfusi perlu menandatangani surat pernyataan dengan saksi.

11

b. transfusi elektif persiapan pasien : pasien disiapkan infus NaCl 0,9% dengan jarum besar #18-19 G (jarum kecil #23 G menyebabkan hemolisis). Cairan selain NaCL 0,9% dapat menyebabkan hemolisis, penggumpalan dan pembentukan rouleaux. Waktu mengambil darah dari lemari es, kantung jangan diguncang sebab perlu diperhatikan kondisi plasma dibagian atas. Jika plasma menunjukkan tanda hemolisis (warana cokelat hitam ,keruh) maka darah tersebut jangan diberikan. Periksa sendiri apakan nama/identitas darah donor yang tertulis di kitir bank darah dan formulir penyerahan darah = identitas pasien yang tertulis dalam dokumen medik. Jika ada perbedaan walaupun sedikit tunda transfusi. Darah donor tidak perlu dihangatkan, kecuali untuk transfusi masif cepat (1 liter dalam 2 jam). Pelaksanaan : sebelum mulai transfusi, ukur dulu tekanan darah, nadi,nafas, dan suhu pasien, serta produksi urine saat itu. Catat pada dokumen medik transfusi darah. Darah diteteskan pelan, 100 ml pertama jangan lebih cepat dari 10 menit. Dokter atau perawat harus menunggu 15 menit di samping pasien untuk mengawasi keadaan umum, keluhan, tekanan darah, nadi, nafas,suhu,. Tanyakan pada pasien apakah ada rasa gatal ,sesak nafas, demam, mual, nyeri pinggang. Evaluasi dan pengukuran ini perlu diulang setiap jam sampai 1-2 jam setelah transfusi berakhir. Setelah selesai transfusi 1 unit, infus set perlu dibilas dengan NaCl sebelum transfusi berikutnya atau kembali ke cairan infus. Perlu diingat, reaksi alergi dapat datang dalam beberapa menit dan reaksi nafilaksis dapat disusul dengan cardiac arrest. Reaksi bakteremia/septik slalu disertai penurunan tekanan darah/shock berat mendadak.

12

Jika terjadi gejala/keluhan : transfusi harus segera dihentikan. Infus set dilepas dan diganti yang baru, berikan NaCl 0.9%, ukur tekanan darah, nadi dan suhu. Hipotensi sistolik < 90 mmHg memerlukan ephedrin i.v atau dopamin drip. Perhatikan produksi dan warna urine. Urine yang berkurang atau berhenti atau warnanya menjadi merah gelap menandakan reaksi hemolitik Jika tidak ada hipovolemia dan keadaan jantung baik : maka batas aman transfusi adalah 1ml/kg/jam (1 unit dalam 3 jam) atau 1000 ml dalam 24 jam. 1 unit jangan > 5 jam agar tidak tumbuh kuman selama darah berada dalam 1 ruanagn. Transfusi WB dan PRC dianjurkan memakai makrofilter 170 mikron untuk menyaring gumpalan/mikroagregat yang terbentuk selama penyimpanan. Transfusi trombosit sebaiknya tidak memakai filter karena mungkin merusak trombosit hingga kualitas menurun. c. obat-obat premedikasi sebelum transfusi tidak dianjurkan memberi obat antihistamin. Antipiretika, atau diuretika secara rutin sebelum transfusi untuk mencegah reaksi. Reaksi panas pada dasarnya dalah tanda bahaya bahwa sedang terjadi reaksi transfusi. Jiak reaksi panas ini ditutupi dengan antipiretika, maka mungkin reaksi transfusi yang berbahaya akan berlangsung terus dan baru lambat diketahui. Diuretika hanya diperlukan pada pasien anemia kronis yang perlu transfusi sampai 20ml/kgbb dalam 24 jam.

13

2.5. Transfusi masif Transfusi masif ialah pemberian darah > volume darah pasien dalam waktu 24 jam. Masalah yang dapat timbul : Trombositopenia : terjadi setelah transfusi darah simpan

lama > 80 ml/kgBB. Diatasi dengan PRC atau TC bila jumlah trombosit < 50 ribu/ mm3 atau memberi unit darah utuh segar (< 6 jam) setiap transfusi 4 unit darah simpan. Faktor koagulasi labil : kekurangan faktor V dan VIII dapat diatasi dengan pemberian plasma segar beku. Untuk koagulasi yang baik dalam pembedahan tidak dibutuhkan kadar faktor 100 %. Fresh frozen plasma diberikan bila Plasma Protrombin Time (PT) > 1,5 x mid normal range (>18 detik) atau Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) > 1,5 x top normal range (>55-60 detik). Sibinga menganjurkan pencegahan gangguan pembekuan dengan memberikan 2 unit FFP setiap transfusi setelah masuk 10 unit WB/PRC atau 6 unit TC yang kompatibel ABO dan Rh setiap transfusi telah masuk 20 unit WB/PRC Keracunan sitrat : pada kasus resiko tinggi (shock, penyakit hati lanjut, usia tua) berikan calcium glukonas 10% 1 gram i.v pelan-pelan setiap telah masuk 4 unit darah. mEq/jam. Hiperkalemia : dalam darah simpan 21 hari, kalium Hiperkalemia menyebabkan aritmia sampai fibrilasi dapat naik setinggi 32 mEq/l. Batas dosis transfusi Kalium i.v adalah 20 ventrikel/cardiac arrest. Untuk pencegahan diberikan Calcium glukonas 5mg/kg BB, 100 mg, iv perlahan. 2.6. Menghemat Transfusi Darah Transfusi autologus Menggunakan darah pasien sendiri yang diambil pada masa prabedah, disimpan untuk digunakan pada saat pembedahan Menghindari resiko penyakit dan reaksi transfusi lainnya Syarat : status gizi pasien baik, Hb>10 gram/dl, tidak menderiat PJK. 14

Darah diambil 1 minggu sebelum pembedahan, sebanyak 8ml/kgBB (setara 10-15% EBV, 2 unit @ 250 ml). Pasien diberi makanan bergizi, Fe dan vittamin yang cukup. Jik perlu lebih banyak, diambil 2 unit pada 2 minggu rabedah, lalu pada 1 minggu prabedah diambil 4 unit lagi sementara 2 unit darah yang terdahulu ditransfusikan kembali. Sehingga diperoleh darah segar 4 unit sementara dan segi volume pasien hanya kehilangan 2 unit saja. Pengambilan 500-1000 ml juaga dapat dilakukan pada hari pembedahan, yaitu setelah pasien menjalani anestesia umum. Volume diganti cairan elektrolit atau koloid (plasma expander).

Hemodilusi Pasien dapat menahan kehilangan 30% dan volume darah (EBV) asal segera mendapat ganti volume

2.7. Resiko Transfusi Darah Reaksi transfusi cepat A. reaksi demam/panas

reaksi transfusi jenis ini paling sering terjadi (75%). Penyebab : leukosit donor dan leukoaglutinin resipien. Lebih sering pada pasien transfusi berulang dan wanita multipara. Gejala timbul dalam waktu sampai 3 jam setelah transfusi masuk, berupa demam, suhu meningkat > 10C, nadi cepat. Umumnya tekanan darah tetap normal dan suhu dapat turun lagi 2-12 jam setelah transfusi dihentikan. Penyebab lain : bahan pirogen yang dapat dikurangi dengan penggunaan kantong darah serta infus set disposable. Diagnosis ditegakkan setelah kemungkina reaksi transfusi hemolitik dan reaksi transfusi septik yang berbahaya dap at disingkirkan.

15

Pengelolaan : suhu antipiretika setelah demam mereda dan terbukti bukan reaksi transfusi segera dihentikan, set infus diganti dan observasi tekanan darah,nadi,perfusi,nafas, dan

diberikan infus NaCl 0,9%

hemolitik atau reaksi septik, transfusi dilanjutkan dengan unit darah yang lain leukosit donor dapat dihilangkan dengan menggunakan washed red cell atau memasang filter leukosit immunogard, sepacel ,dan sebagainya. B. reaksi alergi

Terbentuknya immune complex menyebabkan aktivasi komplemen yang selanjutnya menyebabkan degranulasi sel-sel mast dan basofil yang melepaskan histamin. Antigen yang terlibat biasanya IgG dan IgA. Gejala yang khas : pruritus dan urticaria. Dapat disertai bronchospasme dan sesak nafas. Reaksi yang berat berupa anafilaksis dapat menyebabkan kematian. Pasien yang sedang dalam anestesia umum mungkin tidak menampakkan urticaria. Bintil baru muncul setelah pasien sadar Pengelolaan : transfusi segera dihentikan. Set infus diganti observasi tekanan darah, nadi, perfusi, nafas, antihistamin i.m atau i.v setelah gejala hilang jika masih diperluka,

dan diberikan infus NaCl 0,9% dan suhu

diberi transfusi dengan unit darah yang lain.

16

C.

reaksi anafilaktik

Pada penderita defisisensi IgA yang telah mempunyai anti IgA dalam serumnya karena pernah transfusi dengan darah IgA (+) akan terjadi kompleksantigen antibodi yang merangsang sistem komplemen menghasilkan anaphylaktoxin hingga terjadi reaksi anafilaksis. Gejala : yang menonjol adalah shock (circulatory collapse), bronchospasme/laryngospasme. Pengelolaan : venous return transfusi segera dihentikan, set infus diganti adrenalin 0,1-0,2 mg i.v diulang tiap 5-15 dan diberikan infus NaCl 0,9% dopamin drip dan suhu 4-5 mg i.v membaik jika terjadi cardiac arrest (nadi carotis tidak teraba) segera lakukan resusitasi jantung paru D. reaksi transfusi hemolitik oksigen aminofilin 5mg/kgbb setelah tekana darah antihistami (i.v atau i.m) hidrokortison 100 mg i.v atau dexametason observasi tekanan darah, nadi, perfusi, nafas, menit sampai sirkulasi membaik. Bila perlu dilanjutkan tinggikan kedua tungkai untuk memperbaiki

17

Inkompatibilitas

ABO

akan

menyebabkan

hemolisis

akut

intravaskuler. Sering karena kesalahan administrasi selama proses/transport atau salah grouping, uji silang, dan sebagainya. Gejala : reaksi ringan : ditandai panas, mual muntah, dan nyeri pinggang. Reaksi berat : shock, gagal ginjal (oligouria, anuria), gangguan koagulasi yang ditandai perdarahan dari bekas suntikan atau luka pembedahan. Pada pasien dalam anestesia, tanda yang menonjol mungkin hanya hipotensi yang sukar diatasi dan adanya perdarahan luka pembedahan yang terus merembes karena DIC Pengelolaan : transfusi segera dihentikan, set infus diganti observasi tekanan darah, nadi, perfusi, nafas, jika shock, berikan adrenalin 0,1-0,2 mg iv

dan diberikan infus NaCl 0,9 % dan suhu diulang tiap 5-15 menit sampai sirkulasi membaik, kemudian dilanjutkan dopamin drip i.v 5-10 mg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik > 100 mmHgdan perfusi jarijari teraba hangat. Mungkin diperlukan tambahan cairan Ringer Laktat 500-1000 ml dalam 1-2 jam bila urine < 1ml/kg/jam, berikan furosemida 1-2 mg/kg untuk mempertahankan urine >100 ml/jam. Furosemide dapat diulang tiap 20-30 menit dengan dosis lipat dua, berturutan sampai tercapai dosis total 1 gram atasi demam dengan antipirtica periksa faal hemostasis untuk deteksi

kemungkinan DIC E. reaksi transfusi bakteremia/septik

18

Darah tercemar kuman-kuman E.coli, Proteus spp, P.aeruginosa, E.aerogenes, K.pneumoniae yang mampu tumbuh dan berkembang biak pada suhu 40C. endotoxin kuman-kuman ini menyebabkan shock. Darah yang tercemar biasnya mengalami hemolisis, plasmanya kecil berwarna coklat kehitaman dan menampakkan gumpalan-gumpalan kecil. Gejala segera timbal meski transfusi baru masuk beberapa tetes : menggigil, demam tinggi, tekana darah turun dan shock berta, mual muntah, nyeri seluruh tubuh, sering diikuti DIC pada tahap berikutnya. Diagnosis pasti adalah jika dari darah pasien dan sisa darah dari kantung dapat tumbuh biakan kuman yang sama. Pengelolaan : transfusi segera dihentikan, set infus diganti observasi TTV shock diatasi dengan dopamin drip dan oksigen antibitica spektrum luas dan dosis tinggi antipiretika steroid perlu dipertimbangkan

dan diberikan infus NaCl 0,9%

tambahan cairan Reaksi transfusi lambat Hemolisis yang lambat dapat terjadi 3-21 hari setelah transfusi. Penyebabnya adalah antibodi yang terbentuk oleh rangsangan berulang dan tidak terdeteksi waktu reaksi silang. Antigen yang terlibat adalah Rhesus dan antibodinya (termasuk sistem IgG). Umumnya pasien prea konyak dengan antigen karena kehamilan statu transfusi. Gejala berupa

19

demam, badan terasa sakit, ikterus, dan anemia. Bilirubin serum naik dan urobilingeno urine ++. Kelainan ini biasanya sembuh dengan sendirinya. Circulatory overload Terjadi jika pemberian transfusi terlalu cepat atau terlalu banyak, terutama jika sebelumnya sudad terjadi gangguan miokard. Gejala meliputi : sesak nafas, batu-batuk, CVP meningkat, seperti payah jantung kiri dengan edema paru. Pasien anemia gravis jantungnya sudad bekerja berat sehingga kemampuan untuk mengatasi overload lebih sedikit. Pada anemia gravis, transfusi harus menggunakan PRC. Jika hanya tersedia WB,endapkan dulu, plasma jangan ikut dimasukkan dan perlu diberikan furosemida (Lasix) 1mg/kgbb i.v sebelumatau selama transfusi.

Pengelolaan : o o o o o Hentikan transfusi Berikan oksigen, posisi berbaring setengah duduk Furosemida 1-2 mg/kgbb iv (kalau perlu digitalisasi cepat) Pertimbangkan phlebotomi, darah dikeluarkan +/- 500 ml Pada edema paru berat (pink, frothy sputum), diberikan

morfin i.v dengan titrasi pelan 1mg diulang tiap 10 menit sampai sesak mereda Penularan penyakit Walaupun screening penyakit dikerjakan secara rutin pada semua darah donor, harus diketahui bahwa tiap tes memiliki sensitivity, dan spesificity tertentu dan tidak ada yang keduanya mencapai 100%. o Hepatitis pasca transfusi

20

Pencegahan : hindari calon donor yang tidak enak badan waktu donor, pernah ikterus, pada tes mengandung Hbs Ag,anti HbC, anti HCV, atau SGPT meningkat o Malaria

Pencegahan : Choloroquin 600 mg dosis tunggal kepada resipien sebelum transfusi atau segera sesudahnya dan diteruskan 300 mg tiap minggu selama 1 bulan. Cara ini tidak selalu efektif karenaresistensi terhadap chloroquin tinggi o Siphilis

Terapi : penicillin procain 600 ribu unit selama 15 hri atau benzathine-penicilline 2,4 megaunits tiap minggu selama 3 minggu. Pasien alergia penicillin diberi erithromycin/tetraciclin 500 mg tiap 6 jam selam 15 hari

HIV/aids

Meliputi seleksi donor yang lebih baik dengan menyingkirkan calon donor yang resiko tinggi (homosex dan pecandu narkotika) dan screening untuk anti HIV (+) Perubahan imunologi Kekambuhan kanker, penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi pada penderita trauma berat 2.8. Transfusi Khusus a. wanita hamil Transfusi boleh diberikan bila jelas ada tanda-tanda kurang oksigen atau bila ada perdarahan. Pada anemia kronis diberikan bertahap, PRC 2 unit per hari,

21

diulang setelah 24 jam, sampai dicapai Hb atau hematokrit mendekati rata-rata normal. Pada anemia akut (perdarahan) atau indikasi mempertahankan janin hidup in utero, Hb yang normal diharapkan menjaga oksigenasi janin dalam batas normal juga. b. transfusi pada neonatus Masalah khusus pada neonatus : kecil, secara fisiologis masih immatur, kurang toleransi terhadap stress. Dosis transfusi sangat tergantung pada berat badan, umur kehamilan pada waktu lahir, dan keadaan maturasinya. Batas keamanan transfusi juga kecil karena volume darah total neonatus hanya 85-90 ml/kgBB. Untuk transfusi yang ideal pada neonatus diperlukan syarat tambahan yaitu ; c. transfusi topping up kehilangan darah pada neonatus dapat terjadi secara iatrogenik karena pengambilan darah untuk pemeriksaan lab. Jika mencapai >/= 10% volume darah, perlu diganti dengan sel darah merah. Kehilangan darah juga dapat terjadi selama kehamilan, waktu persalinan atau setelah bayi lahir : 1. perdarahan fetomaternal 2. perdarahan sebagai komplikasi amniocentesis 3. komplikasi transfusi intrauterine 4. transfusi antar janin kembar 5. penyulit tali pusat 6. perdarahan intern akibat persalinan sulit (terlihat 24-72 jam post partum) Indikasi : 1. Bila ada distress nafas : pada hematokrit < 35-40% 2. Bila tidak ada distress nafas : hematokrit < 30 % atau Hb < 12 pada minggu 1 post partum denyut nadi >160 x/menit, pernapasan>60x/menit

22

foto thoraks terlihat ada pembesaran jantung

3. hipovolemia : pucat, denyut nadi >160x/menit, tekanan sistolik < 50 mmHg 4. pengambilan darah > 10 % volume darah dalam < 48 jam dan hematokrit < 45 % 2.9 Penghitungan Volume untuk transfusi a. b. c. d. e. PRC : 3 x (Hbx Hb pasien) x BB Whole Blood : 6 x (Hbx- Hb pasien ) x BB Konsentrat : 0,5 x Hb x BB FFP : 10x Hb x BB Cryopresipitat : 0,5 x Hb x BB

BAB III KESIMPULAN


1. Transfusi darah ialah pemindahan darah atau komponen darah dari satu orang (donor) kepada orang lain (penerima). 2. Golongan darah manusia dibedakan berdasar jenis antigen dan antibodinya. Golongan darah sistem ABO Golongan darah sistem Rhesus Antigen spesifik pada leukosit dan trombosit Sistem HLA dan MHC

3. Macam dan Manfaat Komponen Darah

23

Whole blood (darah lengkap/darah utuh/WB) Darah utuh sangat segar Darah utuh segar Darah utuh simpan Packed Red Cell (PRC) Darah Merah Cuci (Eritrosit cuci = washed erytrosit = WE) Trombosit Plasma cryopresipitat

4. Resiko Transfusi Darah Reaksi transfusi cepat Reaksi transfusi lambat Circulatory overload Penularan penyakit Perubahan imunologi

DAFTAR PUSTAKA

1. http://johanfirdaus.zo-ka01.com/2010/07/sejarah-transfusi-darah/ Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010 jam 20.00 2. http://www.scribd.com/doc/24127163/Transfusi-Darah-BAB-2 Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010 jam 21.00 3.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/27_177Terapicairandandarah.pdf/27_177Tera picairandandarah.pdf Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010 jam 21.40 4. Rahardjo, Edy dkk. Pedoman Pelaksanaan Transfusi Darah, Edisi III. Surabaya : Januari 2001

24

25

Anda mungkin juga menyukai