Anda di halaman 1dari 14

UJI PENYERAPAN WARNA EKSTRAK METANOL DAUN Lawsonia inermis L.

PADA GIGI
Lies Zubardiah1, Dewi Nurul M2, Elza Ibrahim Auerkari3 1 Universitas Trisakti, Grogol Jakarta Barat 11440 2,3 Universitas Indonesia, Salemba Raya 4 Jakarta 10430 1 lieszmq@ymail.com, 2dewi_nurul_m@yahoo.com, 3eauerkari@yahoo.com

Abstrak Gingivitis adalah jenis penyakit periodontal yang paling sering ditemukan. Gingivitis yang tidak dirawat dapat berlanjut menjadi periodontitis dan mengakibatkan kerusakan jaringan pendukung. Perawatan utama gingivitis adalah menghilangkan plak dan kalkulus, dibantu dengan obat kumur antibakteri untuk mengurangi konsentrasi bakteri di dalam plak. Ekstrak daun Lawsonia inermis L. telah diteliti sebagai obat kumur dan terbukti efektif menurunkan konsentrasi bakteri di dalam plak. Obat kumur diharapkan tidak menimbulkan efek samping seperti pewarnaan pada gigi. Penelitian ini untuk membuktikan bahwa ekstrak daun L. inermis L. mempunyai efek samping pewarnaan minimal terhadap gigi manusia. Sampel adalah 18 gigi manusia yang terdiri atas gigi premolar 1 dan premolar 2 rahang bawah permanen yang sudah dicabut. Bahan uji adalah ekstrak metanol daun L. inermis L. yang diencerkan dalam 3 konsentrasi yaitu 10.000 g/mL, 15.000 g/mL, dan 20.000 g/mL. Sebagai kontrol adalah larutan hexetidine 0,1 %, dan akuades. Gigi dibersihkan dan dikeringkan, kemudian direndam di dalam bahan uji selama 12 jam. Derajat penyerapan warna diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 273,5 nm. Ditemukan perbedaan bermakna penyerapan warna gigi, antara ketiga kelompok konsentrasi dan kelompok hexetidine 0,1 %, dibandingkan dengan akuades (p = 0,003). Penyerapan warna ekstrak metanol pada gigi dalam 3 konsentrasi tersebut tidak berbeda dengan penyerapan warna yang dihasilkan oleh hexetidine 0,1 % (p > 0,05). Terbukti ekstrak daun L. inermis L. mempunyai efek penyerapan warna pada gigi yang tidak berbeda dengan obat kumur lain. Kata-kata kunci: Gingivitis, Lawsonia inermis L., penyerapan warna gigi.

THE TEST OF TOOTH COLOR ABSORPTION OF Lawsonia inermis L. LEAVES METHANOL EXTRACT Abstract Gingivitis is the most often found in periodontal disease. Untreated gingivitis can progress to periodontitis and cause damage to supporting tissues. The main purpose of treatment of gingivitis is to remove plaque and calculus, assisted with an antibacterial mouthwash to reduce the concentration of bacteria in plaque. Lawsonia inermis L. leaves extract have been studied as a mouthwash and proven effective in reducing the concentration of bacteria in plaque. Mouthwash is not expected to cause side effects such as staining the teeth. This research to prove that L. inermis L. leaves extract has minimal side effects staining of human teeth. Samples were 18 human teeth consists of first and second premolar tooth of the lower jaw was permanently revoked. Test materials is methanol extract of L. inermis L. leaves diluted in 3 concentrations of 10,000 g / mL, 15,000 g / mL, and 20,000 g / mL. As the control is a solution of 0.1% hexetidine, and aquades. Teeth cleaned and dried, then soaked in the test material for 12 hours. Degree of absorption of the color is measured by spectrophotometer with a wavelength of 273.5 nm. Found significant differences in the absorption of the color of teeth, between the three concentration groups and groups of 0.1% hexetidine, compared with aquades (p = 0.003). The absorption of methanol extracts on the color of teeth in 3 concentrations are not different from the absorption of the color produced by 0.1% hexetidine (p > 0.05). Lawsonia inermis L. leaves extracts proved have an effect on tooth color absorption is not different from other mouthwash. Key words: Gingivitis, Lawsonia inermis L., tooth color absorption.

UJI PENYERAPAN WARNA EKSTRAK METANOL DAUN Lawsonia inermis L. PADA GIGI
PENDAHULUAN Gingivitis adalah jenis penyakit periodontal yang paling sering ditemukan terutama di negara-negara berkembang dan bersifat kronis. Prevalensi gingivitis di Indonesia berdasarkan indek kalkulus mencapai 45,8 % di daerah rural, dan 38,4 % di daerah urban, serta meningkat sesuai bertambahnya umur.1 Faktor etiologi utama gingivitis adalah plak bakteri, yang mampu merusak jaringan penyangga gigi atau periodonsium; dimulai dengan kerusakan pada gingiva.2 Gingivitis tahap awal bersifat reversibel, dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tetapi jika tidak memperoleh perawatan dapat menjadi kronis. Peradangan pada gingivitis kronis dapat menjalar ke jaringan penyangga gigi yang lebih dalam, menjadi periodontitis. Jika attachment apparatus mengalami kerusakan, gigi akan kehilangan penyanggaan, menjadi goyang, dan mudah lepas.3,4 Peradangan jaringan periodonsium dapat terjadi karena berbagai macam faktor penyebab seperti bakteri dan trauma. Mikroorganisme yang berakumulasi dalam bentuk plak dan melekat pada gigi merupakan penyebab utama timbulnya peradangan.5 Beberapa faktor lain juga menjadi pemicu timbulnya penyakit periodontal, seperti karang gigi, kebersihan mulut yang buruk, gigi berjejal, gigi berlubang, restorasi gigi yang tidak proporsional, dan restorasi gigi yang rusak.6 Perawatan utama gingivitis ditujukan kepada pembuangan faktor etiologi, seperti dengan kontrol plak dan skeling, guna mengurangi atau menghilangkan peradangan sehingga memberi kesempatan jaringan gingiva untuk sembuh. Plak melekat erat pada permukaan gigi dan hanya dapat dihilangkan melalui pembersihan dengan sikat gigi dan alat pembersih interdental. Senyawa yang bersifat antibakteri dibutuhkan untuk membantu menghilangkan peradangan dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri dan menurunkan konsentrasi bakteri di dalam plak gigi.7 Pemberian agen antimikroba pada penderita gingivitis terbukti dapat mengurangi kedalaman poket, mengurangi jumlah bakteri patogen periodontal, serta untuk mendapatkan perawatan yang maksimal.8 3

Komponen antibakteri yang berasal dari tumbuhan sudah banyak digunakan sebagai pengobatan berbagai penyakit. Bahan yang berasal tumbuhan juga telah digunakan untuk penyakit periodontal, gangguan pada jaringan periodonsium, dan pemeliharaan kebersihan mulut. Beberapa jenis tumbuhan telah dievaluasi untuk kemungkinan penggunaannya dalam pengobatan moderen, sedangkan sebagian besar tumbuhan yang berpotensi untuk pengobatan lainnya belum dilakukan pengujian.9 Obat kumur yang mengandung chlorhexidine masih dianggap gold standard sebagai bahan kimia pencegah pembentukan plak dan perkembangan gingivitis. Namun produk ini memiliki beberapa efek samping yang tidak menguntungkan, seperti pewarnaan ekstrinsik pada gigi; rasa tidak enak dan gangguan pengecapan; perubahan sensitivitas pada lidah; serta rasa sakit dan iritasi pada mukosa mulut, karena mengandung alkohol.10 Pengamatan secara klinis telah dilakukan terhadap khasiat antibakteri obat kumur yang tidak mengandung alkohol. Sebagai contoh obat kumur yang mengandung amine fluoride/stannous fluoride serta obat kumur yang mengandung triclosan dibandingkan dengan chlorhexidine dan plasebo. Larutan obat kumur yang tidak mengandung alkohol menunjukkan kemampuan yang efektif dalam mengurangi akumulasi plak.11 Obat kumur herbal yang mengandung bahan alami telah dibuktikan dapat menghambat aktivitas mikrobial terhadap Streptococcus mutans, S. sanguinis dan A. viscosus. Zona hambatan yang dihasilkan obat kumur herbal lebih besar dibandingkan dengan Listerine, Peridex, dan satu jenis obat kumur racikan lainnya.12 Saat ini di pasaran cukup tersedia agen antimikroba dalam bentuk cairan obat kumur, baik yang berasal bahan sintesis kimiawi maupun yang berasal dari tumbuhan tradisional seperti sirih dan daun saga. Obat kumur buatan pabrik kebanyakan berbahan dasar kimiawi. Efek samping obat kumur yang berasal bahan kimiawi adalah terjadinya pengelupasan pada mukosa mulut dan gangguan pengecapan.13

Daun Lawsonia inermis Linnaeus atau dikenal sebagai daun inai atau henna, telah dibuktikan mengandung golongan senyawa aktif yang bersifat anti-bakteri yaitu: minyak atsiri, steroid, triterpen, saponin, flavonoid, dan tanin. Ekstrak daun L. inermis L. juga telah terbukti bersifat bakterisidal, dan memiliki Minimum Inhibitory Concentration (MIC) terhadap Streptococcus mutans, sebesar 15.625 g/mL.14 Di India telah dilakukan penelitian oleh Kritikar dan Basu (1981).15 Mereka menemukan bahwa ekstrak alkohol daun L. inermis L. mempunyai aktivitas anti bakteri terhadap Micrococcus pyogenes var. aureus dan Escherichia coli. Selain itu rebusan daun L. inermis L. dapat digunakan sebagai obat kumur untuk sakit tenggorokan dan mempunyai khasiat sebagai anti iritan, deodoran, antiseptik, dan diresepkan oleh para dokter sebagai obat iritasi terhadap kulit, kudis, dan alergi pada kulit. Di Indonesia daun ini biasa digunakan untuk mengobati bisul dan herpes.16 Daun L. inermis L. jika kelak digunakan sebagai obat kumur perlu diuji sifat penyerapan warnanya terhadap jaringan gigi. Uji penyerapan warna dilakukan pada jaringan gigi asli yang sudah dicabut.17 Berdasarkan latar belakang permasalahan yang sudah diuraikan, rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sifat penyerapan warna ekstrak daun L. inermis L. terhadap jaringan gigi manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa ekstrak daun L. inermis L. bila digunakan sebagai obat kumur mempunyai efek samping pewarnaan yang minimal terhadap jaringan gigi. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran gigi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Jika daun L. inermis L. terbukti bermanfaat dan memenuhi syarat kesehatan, diharapkan dapat dijadikan suatu bahan obat kumur dalam kemasan, yang efektif mengurangi plak dan membantu penyembuhan penyakit periodontal khususnya gingivitis. Juga dapat digunakan sebagi obat untuk mengatasi peradangan lain di dalam rongga mulut, dengan efek samping pewarnaan pada gigi yang minimal.

BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini adalah eksperimen laboratorium, untuk mengetahui derajat penyerapan warna ekstrak metanol daun L. inermis L. pada gigi secara in vitro. Uji penyerapan warna pada gigi, dilakukan di Laboratorium Produk Alami Blok Botani LIPI Cibinong, Waktu penelitian antara 1 Nopember 2007 hingga 28 April 2009. Bahan penelitian adalah ekstrak metanol daun L. inermis L. yang dibagi dalam tiga konsentrasi yaitu 10.000 g/mL, 15.000 g/mL, dan 20.000 g/mL. Sebagai kontrol positif adalah larutan hexetidine 0,1 %, dan sebagai kontrol negatif akuades. Alat-alat penelitian meliputi tabung reaksi, rak tabung, kawat pengikat gigi, gelas ukur, ultrasonic cleaner, cuvet, alat ukur serapan (spektrofotometer), dan printer. Subyek penelitian adalah gigi premolar permanen 1 dan 2 rahang bawah, dipilih dari gigi pasien yang dicabut guna keperluan perawatan ortodonti. Kriteria inklusi adalah gigi dengan mahkota yang utuh; bebas karies; bersih dari kalkulus serta deposit lain; mempunyai ukuran mesiodistal dan serviko-oklusal yang relatif sama. Setelah dibersihkan dari segala deposit, gigi dikeringkan kemudian direndam di dalam bahan uji selama 12 jam. Waktu perendaman selama 12 jam dianggap ekuivalen dengan penggunaan obat kumur selama 1 tahun, dengan asumsi berkumur dua kali sehari setiap hari. Dengan waktu berkumur selama 30 detik.17 Derajat penyerapan warna adalah hasil hitungan yang diperoleh dari alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 273,5 nm, setelah gigi direndam selama 12 jam di dalam larutan uji.

Gambar 1. Alat-alat Uji Penyerapan Warna: A. Ultrasonic cleaner; B. Ruang ultrasonic cleaner; rak, C. Tabung, gelas ukur; D. Cuvet; E. Spektrofotometer; F. Printer.
(Foto di LIPI Cibinong)

Gambar 2. Perendaman Gigi Di Dalam Tabung

Metode 1. Tahap persiapan Tabung reaksi sebanyak 17 disiapkan di dalam satu rak. Tabung 1 s/d 12 diisi dengan 2 mL ekstrak daun L. inermis L. dalam tiga konsentrasi (10.000, 15.000, dan 20.000 g/mL). Tabung 13 s/d 15 diisi 2 mL hexetidine 0,1 % sebagai kontrol positif, dan tabung 16 s/d 17 diisi 2 mL akuades sebagai kontrol negatif. 2. Larutan yang dibutuhkan. a. mL b. mL c. mL Jumlah = 24 mL. 3. Cara membuat konsentrasi larutan a. Ekstrak metanol daun L. inermis L. sebanyak 1 g (1.000 mg) dilarutkan dengan 1 mL akuades, sehingga diperoleh 1 mL larutan dengan konsentrasi 1.000 mg/mL. b. Sebanyak 1 mL ekstrak konsentrasi 1.000 mg/mL ditambahkan 9 ml akuades, sehingga diperoleh 10 mL larutan dengan konsentrasi 100.000 g/mL. Kelompok III, konsentrasi 20.000 g/mL dibutuhkan 8 Kelompok II, konsentrasi 15.000 g/mL dibutuhkan 8 Kelompok I, konsentrasi 10.000 g/mL, dibutuhkan 8

c. Sebanyak 5 mL ekstrak konsentrasi 100.000 g/mL, ditambahkan 20 mL akuades, sehingga diperoleh 25 mL larutan dengan konsentrasi 20.000 g/mL.
1000 mg/mL 100.000 g/mL 20.000 g/mL 15.000 g/mL 10.000 g/mL

1 mL

10 mL

25 mL

12 mL

10 mL

Gambar 3. Cara Pengenceran Ekstrak.

d. Sebanyak 5 mL ekstrak konsentrasi 20.000 g/mL, ditambahkan 5 mL akuades, sehingga diperoleh 10 mL larutan dengan konsentrasi 10.000 g/mL. e. Sebanyak 9 mL ekstrak konsentrasi 20.000 g/mL, ditambahkan 3 mL akuades, sehingga diperoleh 12 ml larutan dengan konsentrasi 15.000 g/mL. f. Dengan demikian tersedia larutan untuk tiap konsentrasi: 1) Kelompok I 2) Kelompok II 3) Kelompok IIII Jumlah = 33 mL 4. Tahap uji penyerapan warna a. Gigi dilubangi pada bagian akar; tiap gigi diikat dengan seutas kawat melalui lubang tersebut. Pada tiap tabung dimasukkan 1 gigi dengan bagian mahkota menghadap ke bawah, dan ujung kawat yang lain dikaitkan pada bibir tabung. Mahkota gigi direndam sebatas leher gigi (cementoenamel = 10 mL = 12 mL = 11 mL

junction). b. Semua gigi direndam di dalam 2 mL ekstrak metanol daun L. inermis L. dalam tiga konsentrasi, selama 12 jam. Jumlah waktu 12 jam dianggap equivalent dengan penggunaan obat kumur selama satu tahun, dengan asumsi sekali kumur kumur dilakukan selama 30 detik.17 c. Setelah 12 jam semua gigi diangkat, cairan perendam dibuang. Kemudian semua gigi direndam kembali di dalam tabung yang berisi akuades selama 12 jam, dengan cara yang sama. Semua tabung ditempatkan di dalam rak, kemudian rak dimasukkan ke dalam alat ultrasonic cleaner selama 6 jam untuk mengeluarkan serapan ekstrak yang mengendap di dalam jaringan gigi. d. Setelah 6 jam, cairan rendaman akuades dari tiap tabung dipindahkan ke dalam cuvet, kemudian cuvet dimasukkan ke dalam spektrofotometer untuk diukur hasil serapan warna. 5. Penyerapan warna diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 273,5 nm.

HASIL Hasil pengukuran spektrofotometer


Tabel 1. Hasil pengukuran panjang gelombang 273.5nm
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Konsentrasi Ppm/ml 10.000 Hasil 0.919 0.625 0.730 0.927 0.900 0.574 0.635 0.697 0.748 0.786 0.905 0.962 0.907 0.729

15.000

20.000

Hexetidine 0.1%

10

15 16 17

Akuades

0.519 0.080 0.296

Dari analisis data statistik menggunakan uji non-parametrik, tes Kolmogorov-Smirnov, dan anova 1 jalan, diperoleh hasil ada perbedaan bermakna penyerapan warna gigi, antara kelompok ekstrak metanol konsentrasi 10.000 g/mL, 15.000 g/mL, dan 20.000 g/mL dan kelompok kontrol hexetidine 0,1 %, dibandingkan dengan kelompok kontrol akuades (p = 0,003). Penyerapan warna ekstrak pada gigi dalam 3 konsentrasi tersebut tidak berbeda dengan penyerapan warna yang dihasilkan oleh hexetidine 0,1 % (p > 0,05). PEMBAHASAN Uji penyerapan warna ekstrak metanol daun L. inermis L. pada gigi, merupakan eksperimen laboratorium yang dilakukan secara in vitro, untuk mengetahui sifat pewarnaan ekstrak metanol daun L. inermis L. yang berpengaruh secara estetik pada gigi. Pada umumnya penggunaan obat kumur dapat menimbulkan efek samping berupa pengendapan warna kecoklatan pada gigi, lidah, tumpatan, dan gigi tiruan, di samping pengelupasan pada mukosa mulut.18 Uji sifat pewarnaan ini untuk mengetahui derajat penyerapan warna ekstrak metanol daun L. inermis L. terhadap jaringan gigi, dibandingkan dengan obat kumur yang mengandung hexetidine 0,1 %. Uji penyerapan warna dilakukan pada jaringan gigi premolar rahang bawah yang sudah dicabut.17 Obat kumur yang mengandung hexetidine 0,1 % dipilih sebagai pembanding, karena obat kumur ini tidak mengandung alkohol. Pewarnaan (stain) pada gigi secara garis besar terjadi melalui 3 jalan: (1) stain melekat secara langsung ke permukaan, (2) stain meresap ke dalam kalkulus dan deposit lunak, (3) stain menyatu ke dalam struktur gigi. Dua jenis yang pertama dapat dihilangkan dengan skeling atau penghalusan. Stain dapat terbentuk oleh obat kumur yang digunakan untuk mengatasi pembentukan plak

11

gigi seperti chlorhexidine dan alexidine. Stain yang terbentuk pada permukaan gigi berwarna kecoklatan, biasanya lebih banyak terdapat pada permukaan proksimal dan permukaan lain yang sulit dicapai oleh prosedur pembersihan gigi. Stain ini juga cenderung terbentuk lebih cepat pada permukaan akar yang terbuka daripada enamel. Pewarnaan pada gigi dianggap sebagai efek samping yang cukup berarti. rasa sakit. 10 Dari hasil analisis uji ekstrak metanol daun L. inermis L. terhadap pewarnaan pada gigi dibandingkan dengan obat kumur yang mengandung hexetidine 0,1 %, ditemukan bahwa: a) Pada kelompok konsentrasi 10.000 g/mL, 15.000 g/mL, dan 20.000 g/mL dan kelompok kontrol hexetidine 0,1 %, ditemukan adanya perbedaan bermakna (p < 0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol akuades; b) Derajat penyerapan warna ekstrak pada gigi dalam 3 konsentrasi tersebut, tidak berbeda dengan derajat penyerapan warna oleh hexetidine 0,1 % (p > 0,05). Hal ini menyatakan bahwa kemungkinan efek samping ekstrak metanol daun L. inermis L. terhadap pewarnaan pada gigi tetap ada, tetapi tidak lebih buruk daripada efek obat kumur lain yang sudah beredar. Jadi merupakan suatu hal yang wajar jika pada setiap penggunaan obat kumur terjadi pewarnaan pada gigi. Efek pewarnaan mungkin berasal dari unsur fitokimia tanaman yang berkhasiat sebagai antibakteri yang sulit atau tidak mungkin untuk dipisahkan, sebab justru di dalam bahan pewarna tersebut terdapat khasiat antibakteri. Pencegahan terhadap pewarnaan dapat diatasi dengan pemakaian obat kumur yang terkontrol dan sesuai anjuran dokter gigi, serta menjaga kebersihan mulut dengan kontrol plak yang teratur. Efek penyerapan warna oleh obat kumur sulit dihindari. Guna meminimalisir efek pewarnaan, penderita dianjurkan untuk menggunakan obat kumur secara rasional, sesuai dengan anjuran dokter gigi. Penggunaan obat kumur yang rasional adalah dalam konsentrasi sedang hingga rendah, tidak dilakukan secara terus menerus, dan setelah 2-3 minggu harus dihentikan dulu. Jika tanda tanda 12
18

Penggunaan obat kumur chlorhexidine yang berlebihan juga

dapat mengakibatkan pengelupasan mukosa rongga mulut yang disertai dengan

peradangan pada gingival sudah hilang, penggunaan obat kumur tidak perlu dilanjutkan. Sejauh ini belum dijumpai penelitian mengenai efek penyerapan warna ekstrak metanol daun L. inermis L. pada gigi.

KESIMPULAN Ekstrak methanol daun Lawsonia inermis L. pada konsentrasi hingga 20.000 g/mL mempunyai potensi penyerapan warna terhadap gigi asli yang tidak berbeda dibandingkan dengan obat kumur lain. Penggunaan ekstrak daun L. inermis L. sebagai bahan obat topikal untuk pengobatan penyakit di dalam rongga mulut, tidak dikhawatirkan menimbulkan masalah estetik, apabila dalam penggunaannya mengikuti persyaratan yang ditentukan. Dengan demikian telah dibuktikan bahwa ekstrak daun L. inermis L. mempunyai efek penyerapan warna pada gigi yang tidak berbeda dengan obat kumur lain. Daftar Referensi 1. Anonimous. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Pelita VI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Direktorat Kesehatan Gigi, DepKes RI, 1999: 18. Anonimous. The pathogenesis of periodontal diseases position paper. J Periodontol 1999; 70: 457-470. Armitage GC. Development of a classification system for periodontal diseases and conditions. Ann Periodontol 1999; 4:1-6. Novaes ABJr, de Souza SLS, Mrio Taba Jr, Grisi MFdM, Suzigan LC, Tunes RS. Control of gingival inflammation in a teenager population using ultrasonic prophylaxis. Braz Dent J 2004; 1: 15. Socransky SS, Haffajee AD. Microbial mechanisms in the pathogenesis of destructive periodontal diseases: A critical assessment. J Periodont Res 1991; 26:195-212. Hinrichs JE. The Role of Dental Calculus and Other Predisposing Factors. In: Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FAJr, eds. Carranzas Clinical Periodontology. 10th ed. St.Louis: Saunders, 2006: 170-92. 13

2. 3. 4.

5.

6.

7.

Perry DA. Plaque Control for the Periodontal Patient. In: Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FAJr, eds. Carranzas Clinical Periodontology. 10th ed. St.Louis: Saunders, 2006: 728-48. Perry DA, Schmid MO, Takei HH. Phase I Periodontal Therapy. In: Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FAJr, eds. Carranzas Clinical Periodontology. 10th ed. St.Louis: Saunders, 2006: 722-7. Tichy J, Novak J. Extraction, assay, and analysis of antimicrobials from plants with activity against dental pathogens (Streptococcus sp.). J Altern Complement Med 1998; 4(1):39-45. Quirynen M, Soers C, Desnyder M, Dekeyser C, Pauwels M, van Steenberghe D. A 0.05% cetyl pyridinium chloride/ 0.05% chlorhexidine mouth rinse during maintenance phase after initial periodontal therapy. J Clin Periodontol 2005; 32(4): 390400. Arweiler NB, Netuschil L, Reich E. Alcohol-free mouthrinse solutions to reduce supragingival plaque regrowth and vitality. A controlled clinical study. J Clin Periodontol 2001; 28 (2): 16874. Kaim JM, Gultz J, Do L, Scherer W. An in vitro investigation of the antimicrobial activity of an herbal mouthrinse. J Clin Dent 1998; 9 (2): 46-8. Rateitschak EM, Rateitschak KH, Hassell TM. Color Atlas of Periodontology. New York: Thieme, 1985: 25-31, 119. Zubardiah L, Nurul D, Hernawati E, Auerkari EI. Effect of Lawsonia inermis L. leaf extract against Streptococcus mutans. Program & Abstracts IADR SEADE. 21th Annual Scientific Meeting, Kuta, Bali; 2007: 151. Kritikar KR, Basu BD. Lythraceae - Indian Medicinal Plants. Rajpur Road, Dehradun, International Book Distributors, 1981; 2: 1076-80. Heyne K. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan, 1987: 1474-5. Cal E, Guneri P, Kose T. Digital analysis of mouthrinses staining characteristics on provisional acrylic resins. J Oral Rehab 2007; 34(4): 297-303. Wilkins EM. Clinical Practice of the Dental Hygienist. 2nd ed. Philadelphia. Lippincott 2005: 314-22.

8.

9.

10.

11.

12. 13. 14.

15. 16. 17. 18.

14

Anda mungkin juga menyukai