Anda di halaman 1dari 9

Aliran dalam Kriminologi Terdapat banyak sekali aliran atau dikenal dengan istilah schooldalam kriminologi, akan tetapi

ada beberapa saja yang berkembang dan memiliki banyak pengikut. AliranKriminologiTeoriHuman NatureTeoriSosiologiAliranKlasik(1600-1850)AliranPositivis(18501920)PembentukanSosiologi(1900-1950)PerkembanganSosiologi(1950)BeccariaJeremy BenthamBiologiPositivis(Lombrosso)PsikologiPositivis(Sigmund Freud)SosiologiPositivis(E. Durkheim)AliranChicagoDifferential Association(E. Sutherland)Strain(R. K. Merton)KontrolSosialLabellingKriminologiKritis

Aliran Klasik Dipelopori oleh Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham yang berkembang sekitar abad 18. Secara sederhana aliran atau inti ajaran klasik menyatakan bahwa manusia melakukan kejahatan karena kemauan dan kepentingannya sendiri. Kejahatan merupakan konsekuensi logis dari sifat alami manusia yang memiliki kehendak bebas.

Aliran Positivis Aliran Positivis menolak pendapat aliran klasik yang menyatakan, kejahatan adalah pilihan manusia dan konsekuensi logis dari sifat dasar manusia. Aliran positivis memiliki kaitan secara ilmiah dalam menyelidiki kejahatan dari faktor individu pelaku kejahatan. Pembagian Aliran Positivis Aliran Positivis memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang penyebab kejahatan. Aliran Positivis diklasifikasikan menjadi: Biologi Positivis Psikologi Positivis Sosiologi Positivis Biologi Positivis

Pendiri aliran ini adalah Cesare Lombrosso yang diikuti oleh muridya Enrico Ferri dan memiliki banyak pendukung seperti Carles Goring, William Sheldon dan lain sebagainya.Inti dari biologi positivis adalah, bahwa pelaku kejahatan memiliki perbedaan karakterisitik secara fisik dibandingkan manusia yang lain.Biologi Positivis di Italia disebut sebagai mahzab Italia Psikologi Positivis Berbeda dengan biologi positivis, psikologi positivis menekankan, bahwa kejahatan terjadi karena perbedaan tingkat psikologis manusia. Sigmund Freud adalah tokoh aliran ini yang membagi manusia dalam tiga golongan sec psikologis yaitu ego, super ara ego dan orang yang tidak punya naluri Aliran Neo Klasik Aliran Neo Klasik adalah penerus ajaran para utilitarian seperti Jeremy Bentham dan Cesare Lombrosso. Pertanyaan besar yang dipertanyakan oleh aliran ini adalah apakahbenar hukuman itu merupakan penghalang terjadinya kejahatan lain yang efektif? Travis Hirschi dan David Matza adalah tokoh-tokoh yang mendukung aliran ini. Selain tiga aliran yang sudah disebutkan, masih banyak aliran yang ada dalam perkembangan kriminologi diantaranya: Posmodernisme Feminisme Kriminologi Marxis Realisme kanan Realisme kiri dan lain sebagainya

Pengantar Kriminologi. Pendahuluan. Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang sifatnya masih baru apabila kita ambil definisinya secara etimologis berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan dan logos yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah ilmu /pengetahuan

tentang kejahatan. Istilah kriminologi untuk pertama kali (1879) digunakan oleh P. Topinard, ahli dari perancis dalam bidang antropologi, sementara istilah yang sebelumnya banyak dipakai adalah antropologi criminal. Menurut E.H. Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena social, termasuk didalamnya proses pembuatan undang-undang, pelanggaran undang-undang dan reaksi terhadap pelanggaran undang-undang. Bonger mengatakan bahwa kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan seluas-luasnya. Sejarah kriminologi. Meskipun Kriminologi bisa dianggap sebagai ilmu pengetahuan baru yang diakui baru lahir pada abad ke-19 ( sekitar tahun 1850 )bersamaan dengan ilmu sosiologi tetapi karangankarangan tentang kriminologi bisa ditemukan pada zaman kuno yaitu zaman Yunani dimulai dengan karangan Plato dalam Republiek menyatakan antara lain bahwa emas , manusia adalah sumber dari banyak kejahatan sedangkan Aristotelis menyatakan bahwa kemiskinan adalah sumber dari kejahatan. Kemudian abad pertengahan Thomas Aqunio menyatakan bahwa orang kaya memborosboroskan kekayaanya disaat dia jatuh miskin maka dia akan mudah menjadi pencuri Perkembangan hukum pidana pada Akhir abad ke 19 yang dirasakan sangat tidak memuaskan membuat para ahli berfikir mengenai efektifitas hukum pidana itu sendiri, Thomas Moore melakukan penelitian bahwa sanksi yang berat bukanlah faktor yang utama untuk memacu efektifitas hukum pidana buktinya lewat penelitiannya ditemukan bahwa para pencopet tetap beraksi disaat dilakukan hukuman mati atas 24 penjahat di tengah-tengah lapangan. Ini membuktikan bahwa sanksi hukum pidana tidak berarti apa-apa. Ketidakpuasan terhadap hukum pidana, Hukum acara pidana dan sistem penghukuman menjadi salah satu pemicu timbulnya kriminologi Perkembangan ilmu statistik juga mempengaruhi timbulnya kriminologi. Statistik sebagai pengamatan massal dengan menggunakan angka-angka yang merupakan salah satu pendorong perkembangan ilmu sosial. Quetelet (1796-1829) ahli statistik yang pertama kali melakukan pengamatan terhadap kejahatan. Dialah yang pertama kali membuktikan bahwa kejahatan adalah fakta yang ada dimasyarakat, dalam penelitiannya Quetelet menemukan bahwa kejahatan memiliki pola-pola yang sama setiap tahunnya maka beliau berpendapat bahwa kejahatan dapat diberantas dengan meningkatkan/ memperbaiki kehidupan masyarakat. Sarjana lain yang menggunakan statistik dalam pengamatan terhadap kejahatan adalah G Von Mayr ( 1841-1925) ia menemukan bahwa perkembangan antara tingkat pencurian dengan tingkat harga gandum terdapat kesejajaran (positif). Bahwa tiap-tiap kenaikan harga gandum 5 sen dalam tahun 1835 1861 di bayern. Jumlah pencurian bertambah dengan 1 dari antara 100.000 penduduk. Dalam perkembangannya ternyata tingkat kesejajaran tidak selalu tampak. Karena adakalanya berbanding berbalik ( invers) antara perkembangan ekonomi dengan tingkat kejahatan. Sebutan kriminologi sendiri diperkenalkan oleh Topinard ( 1830-1911) seorang ahli antropologi dari perancis. Aliran Pemikiran Dalam Kriminologi Yang dimaksud dengan aliran pemikiran disini adalah cara pandang (kerangka acuan, Paradigma, perspektif) yang digunakan oleh para kriminolog dalam melihat, menafsirkan, menanggapi dan menjelaskan fenomena kejahatan. Oleh karena pemamahaman kita terhadap dunia social terutama dipengaruhi oleh cara kita menafsirkan peristiwa-peristiwayang kita alami/lihat, sehingga juga bagi para ilmuwan cara

pandang yang dianutnya akan dipengaruhi wujud penjelasan maupun teori yang dihasilkannya. Dengan demikian untuk dapat memahami dengan baik penjelasan-penjelasan dan teori-teori dalam kriminologi perlu diketahui perbedaan aliran pemikiran/paradigma dalam kriminologi. Teori adalah bagian dari suatu penjelasan mengenai sesuatu sementara suatu penjelasan dipandang sebagai masuk akal akan dipengaruhi oleh fenomena tertentu yang dipersoalkan didalam keseluruhan bidang pengetahuan. Adapun keseluruhan bidang pengetahuan tersebut merupakan latar belakang budaya kontemporer yang berupa dunia informasi. Hal-hal yang dipercayai ( belief ) dan sikap-sikap yang membangun iklim intelektual dari setiap orang pada suatu waktu dan tempat tertentu. Didalam sejarah intelektual terhadap masalah penjelasan ini secara umum dapat dibedakan dua cara pendekatan yang mendasar yakni pendekatan spiritistik atau demonologik dan pendekatan naturalistic, yang kedua-duanya merupakan pendekatan yang dikenal pada masa kuno maupun modern. Penjelasan demonologik mendasarkan pada adanya kekuasaan lain atau spirit ( roh). Unsur utama dalam penjelasan spiristik adalah sifatnya yang melampaui dunia empiric; dia tidak terikat oleh batasan-batasan kebendaan atau fisik, dan beroperasi dalam cara-cara yang bukan menjadi subyek dari control atau pengetahuan manusia yang bersifat terbatas. Pada pendekatan naturalistik penjelasan diberikan secara terperinci dengan melihat dari segi obyek dan kejadian-kejadian dunia kebendaan dan fisik. Secara garis besar pendekatan ini dibagi tiga bentuk sistem pemikiran atau bisa disebut sebagai paradigma yang digunakan sebagai kerangka untuk menjelaskan fenomena kejahatan, adapun ketiga paradigma/ aliran ini adalah aliran klasik, positivisme dan aliran kritis. a. Aliran Klasik Aliran ini mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok. Intelegensi mampu membawa manusia untuk berbuat mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti lain ia adalah penguasa dari dirinya sendiri. Ini adalah pokok pikiran aliran klasik dengan dilandasi pemikiran yang demikian maka penjahat dilihat dari batasan-batasan perundang-undangan yang ada. Kejahatan dipandang sebagai pelanggaran terhadap undang-undang hukum pidana, penjahat adalah setiap orang yang melakukan kejahatan. Secara rasionalitas maka tanggapan masyarakat adalah memaksimalkan keuntungan dan menekan kerugian yang ditimbulkan oleh kejahatan. Kriminologi disini sebagai alat untuk menguji sistem hukuman yang dapat meminimalkan kejahatan. Salah satu tokoh dalam aliran ini adalah Cesare Beccaria ( 1738 1794 ) merupakan tokoh yang menentang kesewenang-wenangan lembaga peradilan pada saat itu. Dalam bukunya Dei Delitti e delle pene secara gamblang dia menyebutkan keberatan-kebaratannya atas hukum pidana. Aliran ini melahirkan aliran Neo-Klasik dengan ciri khas yang masih sama tetapi ada beberapa hal yang diperbaharui antara lain adalah kondisi si pelaku dan lingkungan mulai diperhatikan. Hal ini dipicu oleh pelaksanaan Code De Penal secara kaku dimana tidak memperhitungkan usia, kondisi mental si pelaku, aspek kesalahan. Semua faktor tersebut tidak menjadi pertimbangan peringanan hukuman, penjatuhan hukuman dipukul rata berdasarkan prinsip kesamaan hukum dan kebebasan pribadi. b. Aliran Positivisme Aliran pemikiran ini bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor diluar kontrolnya, baik yang berupa faktor biologi maupun kultural. Ini berarti manusia bukanlah mahluk yang bebas untuk mengikuti dorongan keinginannya dan intelegensinya, akan tetapi mahluk yang dibatasi atau ditentukan perangkat biologinya dan

situasi kulturalnya. Manusia berubah bukan semata-mata akan intelegensianya akan tetapi melalui proses yang berjalan secara perlahan-lahan dari aspek biologinya atau evolusi kultural. Aliran ini melahirkan dua pandangan yaitu Determinisme Biologik yang menganggap bahwa organisasi sosial berkembang sebagai hasil individu dan perilakunya dipahami dan diterima sebagai pencerminan umum dari warisan biologik. Sebaliknya Determinis Kultural menganggap bahwa perilaku manusia dalam segala aspeknya selalu berkaitan dan mencerminkan ciri-ciri dunia sosio kultural yang melingkupinya. Mereka berpendapat bahwa dunia kultural secara relatif tidak tergantung pada dunia biologik, dalam arti perubahan pada yang satu tidak berarti akan segera membuat perubahan yang lainnya. Salah satu pelopor aliran positivis ini adalah Cesare Lombrosso (1835-1909) seorang dokter dari itali yang mendapat julukan Bapak Kriminologi Modern lewat teorinya yang terkenal yaitu Born Criminal, Lombrosso mulai meletakkan metodologi ilmiah dalam mencari kebenaran mengenai kejahatan serta melihatnya dari banyak faktor. Teori Born Criminal ini di ilhami oleh teori evolusi dari darwin. Lombrosso membantah mengenai Free Will yang menjadi dasar aliran klasik. Doktin Avatisme membuktikan bahwa manusia menuruni sifat hewani dari nenek moyangnya. Gen ini dapat muncul sewaktu-waktu dan menjadi sifat jahat pada manusia modern. Dalam perkembangan teorinya bahwa manusia jahat dapat dilihat dari ciri-ciri fisiknya lewat penelitian terhadap 3000 tentara dan narapidana lewat rekam mediknya beberapa diantaranya telingan yang tidak sesuai ukuran, dahi yang menonjol, hidung yang bengkok. Pada dasarnya teori lombrosso ini membagi penjahat dengan empat golongan, yaitu : 1. Born Criminal yaitu orang yang memang sejak lahir berbakat menjadi penjahat seperti paham avatisme 2. Insane Criminal yaitu orang termasuk dalam golongan orang idiot, embisil,dan paranoid 3. Ocaccasial criminal atau criminaloid adalah pelaku kejahatan yang berdasarkan pada pengalaman yang terus menerus sehingga mempngaruhi pribadinya. 4. Criminal of Passion yaitu orang yang melakukan kejahatan karena cinta, marah atapun karena kehormatan. c. Aliran Kritis Pemikiran Kritis lebih mengarhkan kepada proses manusia dalam membangun dunianya dimana dia hidup. Menurut aliran ini tingkat kejahatan dan ciri-ciri pelaku terutama ditentutakan oleh bagaimana undang-undang disusun dan dijalanka. Sehubungan denga itu maka tugas dari kriminologi adalah bagaimana cap jahat tersebut diterapkan terhadap tindakan dan orang-orang tertentu. Pendekatan kritis ini secara relatif dapat dibedakan antara pendekatan interaksionis dan konflik. Pendekatan interaksionis berusaha untuk menentukan mengapa tindakan-tindakan dan orang-orang tertentu didefinisikan sebagai kriminal di masyarakat tertentu dengan cara mempelajari persepsi makna kejahatan yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan. Mereka juga mempelajari kejahatan oleh agen kontrol sosial dan orang-orang yang diberi batasan sebagai penjahat, juga proses sosial yang dimiliki kelompok bersangkutan dalam mendifinisikan seseorang sebagai penjahat. Hubungan antara kejahatan dan proses kriminalisasi secara umum dijelaskan dalam konsep penyimpangan ( deviance ) dan reaksi sosial. Kejahatan dipandang sebagai bagian dari penyimpangan sosial dengan arti tindakan yang bersangkutan berbeda dengan tindakan orang pada umumnya dan terhadap tindakan menyimpang ini diberlakukan reaksi yang negatif dari masyarakat. Menurut pendekatan konflik orang berbeda karena kekuasaan yang dimilikinya dalam perbuatan dan bekerjanya hukum. Secara umum dapat dijelaskan bahwa mereka yang memiliki kekuasaan yang lebih besar dan mempunyai kedudukan yang tinggi dalam

mendifinisikan kejahatan adalah sebagai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan dirinya sendiri. Secara umum kejahatan sebagai kebalikan dari kekuasaan; semakin besar kekuasaan seseorang atau sekelompok orang semakin kecil kemungkinannya untuk dijadikan kejahatan dan demikian juga sebaliknya. Orientasi sosio-psikologis teori ini pada teori-teori interaksi sosial mengenai pembentukan kepribadian dan konsep proses sosial dari perilaku kolektif. Dalam pandangan teori ini bahwa manusia secara terus menerus berlaku uintuk terlibat dalam kelompoknya dengan arti lain hidupnya merupakan bagian dan produk dari kumpulan kumpulan kelompoknya. Kelompok selalu mengawasi dan berusaha untuk menyeimbangkan perilaku individu-individunya sehingga menjadi suatu perilaku yang kolektif.

B. RUANG LINGKUP DAN DEFINISI KRIMINOLOGI Kriminologi yang berasal dari kata crimen dan logos, seperti halnya disiplin ilmu lainnya menghendaki pembatasan atau definisi. Kriminologi menurut Van Bemmelen (Romli Atmasasmita, 1975:4) adalah layaknya merupakan The king without countries sebab daerah kekuasaannya tidak pernah dite tapkan. Menurut Sholmo Shohan, sebagaimana dikutip oleh Romli Atmasasmita (Romli Atmasasmita, 1975:4) Kriminologi mengambil konsep dasar dan metodologi dari ilmu tingkah laku manusia dan lebih luas lagi dari nilai -nilai historis dan sosiologis dari hukum p idana.

Banyak literatur-literatur tentang kriminologi yang memberikan batasan atau pengertian tentang kriminologi. Tujuan dari pemberian definisi tersebut adalah untuk menunjukkan objek serta identitas suatu ilmu. Dapatkah kriminologi dikatakan sebagai ilmu yang berdiri sendiri, mengingat kriminologi mengambil konsep dasar dari bidang ilmu yang lain serta mau tidak mau harus diakui, bahwa kriminologi adalah ilmu yang yang dilahirkan secara tidak sengaja (Romli Atmasasmita, 1992:15). Mengenai hal tersebut, W olfgang berpendapat, bahwa krimimologi harus dipandang sebagai pengetahuan yang berdiri sendiri, terpisah oleh karena kriminologi telah mempunyai data-data yang teratur secara baik dan konsep teoritis yang menggunakan metode-metode ilmiah. Dengan kedudukan seperti itu tidak dipungkiri bahwa adanya hubungan yang seimbang dalam menykong pengetahuan akan timbul dengan berbagai lapangan ilmu. Kedudukan sosiologi, psikologi, psikiatri, hukum, sejarah dan ilmu-ilmu yang lain secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memberikan bantuannya kepada kriminologi tidak mengurangi peranan kriminologi sebagai suatu subjek yang berdiri sendiri yang didasarkan atas penelitian ilmiah. Sebagai suatu bidang ilmu tersendiri, kriminologi memiliki objek tersendiri. Suatu bidang ilmu harus memiliki objek kajiannya sendiri, baik objek materiil maupun formil. Pembeda antara bidang ilmu yang satu dengan bidang ilmu yang lain adalah kedudukan objek formilnya. Tidak ada suatu ilmu yang memiliki objek formil yang sama, sebab apabila objek formilnya sama maka ilmu itu adalah sama. Kriminologi sebagai disiplin ilmu adalah suatu kesatuan pengetahuan ilmiah mengenai kejahatan sebagai gejala sosial (Sutherland, 1970:3), dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai masala h kejahatan, dengan menggunakan metode-metode ilmiah dalam mempelajari dan menganalisa pola -pola

dan faktor-faktor kausalitas yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat, serta sanksi sosial terhadap keduanya. Banyak sekali tokoh-tokoh yang memberikan definisi tentang kriminologi. Diantaranya adalah; Bonger (1934) memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari, menyelidiki sebab -sebab kejahatan dan gejala -gejala kejahatan seluas-luasnya. Menurut Bonger, mempelajari kejahatan se luas-luasnya adalah termasuk di dalamnya mempelajari tentang patologi sosial. Manheimm (1965) melihat kriminologi dari sisi yang berbeda, yaitu kriminologi dapat dikategorikan secara luas ataupun secara sempit. Secara luas yakni mempelajari penologi dan metode-metode yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah pencegahan kejahatan dengan tindakan yang bersifat non punit, sedangakan dalam arti sempit kriminologi hanya mempelajari tentang kejahatan. Karena mempelajari kejahatan, maka pendekatan yang diperguna kan adalah pendekatan deskriptif, kausalitas dan normatif. Dengan demikian secara singkat dapat diuraikan, bahwa objek kriminologi adalah: 1. Kejahatan Berbicara tentang kejahatan, maka sesuatu yang dapat kita tangkap secara spontan adalah tindakan yang merugikan orang lain atau masyarakat umum, atau lebih sederhana lagi kejahatan adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma. Seperti apakah batasan kejahatan menurut kriminologi. Banyak para pakar mendefiniskan kejahatan dari berbagai sudut. Penger tian kejahatan merupakan suatu pengertian yang relatif, suatu konotasi yang tergantung pada nilai -nilai dan skala sosial (I Nyoman Nurjaya, 1985:60). Kejahatan yang dimaksud disini adalah kejahatan dalam arti pelanggaran terhadap undang-undang pidana. Disinilah letak berkembangnya kriminologi dan sebagai salah satu pemicu dalam perkembangan kriminologi. Mengapa demikian, perlu dicatat, bahwa kejahatan dedefinisikan secara luas, dan bentuk kejahatan tidak sama menurut tempat dan waktu. Kriminologi dituntut s ebagai salah satu bidang ilmu yang bisa memberikan sumbangan pemikiran terhadap kebijakan hukum pidana. Dengan mempelajari kejahatan dan jenis -jenis yang telah dikualifikasikan, diharapkan kriminologi dapat mempelajari pula tingkat kesadaran hukum masyarak at terhadap kejahatan yang dicantumkan dalam undang -undang pidana.
2. Pelaku Sangat sederhana sekali ketika mengetahui objek kedua dari kriminlogi ini. Setelah mempelajari kejahatannya, maka sangatlah tepat kalau pelaku kejahatan tersebut juga dipelajari. Akan tetapi, kesederhanaan pemikiran tersebut tidak demikian adanya, yang dapat dikualifikasikan sebagai pelaku kejahatan untuk dapat dikategorikan sebagai pelaku adalah mereka yang telah ditetapkan sebagai pelanggar hukum oleh pengadilan. Objek peneliti an

kriminologi tentang pelaku adalah tentang mereka yang telah melakukan kejahatan, dan dengan penelitian tersebut diharapkan dapat mengukur tingkat kesadaran masyarakat terhadap hukum yang berlaku dengan muaranya adalah kebijakan hukum pidana baru.

3. Reaksi masyarakat terhadap perbuatan melanggar hukum dan pelaku kejahatan Tidaklah salah kiranya, bahwa pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah laku yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan serta perlu mendapat sanksi pidana. Sehingga dalam h al ini keinginan -keinginan dan harapan -harapan masyarakat inilah yang perlu mendapatkan perhatian dari kajian -kajian kriminologi. D. ARTI DAN TUJUAN MEMPELAJARI KRIMINOLOGI Kriminologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri dengan memiliki bidang kajian tersendiri pastilah memliki alasan yang cukup rasional kenapa ilmu ini penting. Bidang ilmu apapun pasti memiliki arti dan tujuan, bahkan kegunaan. Seperti halnya tercantum dalam kitab suci, bahwa Tuhan menciptakan sesuatu tidak ada yang sia sia, maka sangat tidak masuk akal apabila kriminologi dipelajari dengan berbagai macam perdebatan tanpa adanya tujuan darn arti pentingnya.

Untuk mempelajari arti dan tujuan mempelajari kriminologi, perlu ditinjau kembali awal kelahiran studi tentang kejahatan sebagai lapora n penelitian baru para ilmuwan abad ke-19. Banyak yang menyatakan, bahwa asal mula perkembangan kriminologi berasal dari penelitian Cesare Lombrosso (1876), walaupun istilah kriminologi sendiri untuk kali pertama dipergunakan oleh Topinard, seorang anthrop olog Perancis pada tahun 1879, namun pendapat lain mengemukakan justru bukan Lombrosso sebagai tonggak perkembangan kriminologi melainkan Adolphe Quetelet (1874), seorang ahli matematika dari Belgia yang memperkenalkan kepada dunia tentang statistic criminal yang kini dipergunakan terutama oleh pihak kepolisian di semua negara dalam memberikan deskripsi tentang perkembangan kejahatan di negaranya. Penelitian Lombrosso dilakukan setelah itu (1835 -1909) yang hasilnya disusun dalam sebuah buku L uomodelinquen te (1876). Ada apa dengan statistik kriminal dan apa hubungannya denga arti penting dan tujuan mempelajari kriminologi. Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang cukup mendasar dan cukup masuk akal. Statistik kriminal atau statistik moral menurut Romli Atmasasmita (Romli Atmasasmita, 1992:15) yang diperkenalkan oleh Quetelet adalah suatu bentuk observasi tentang kejahatan menggunakan angka yang menemukan adanya regularities dalam perkembangan kejahatan. Kejahatan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan setiap kejahatan tertentu dalam masyarakat selalu berulang sama. Arti statistik kriminal ini tidak hanya sekedar angka melainkan sebuah makna yang sangat mendalam, bahwa kejahatan dapat diprediksikan. Dalam perkembangannya, kejahatan dapat dikatakan sebag ai hasil dari suatu proses rekayasa masyarakat baik dibidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya kriminologi bukan lagi sebagai scienc for science tetapi sudah bergeser menjadi science for the welfare of society ( il mu untuk kesejahteraan sosial) atau bahkan dapat dikatakan sebagai science for the interest of the power elite. Menurut Romli Atmasasmita (Romli Atmasasmita, 1992:17) kriminologi harus merupakan suatu kontrol sosial terhadap kebijakan dalam pelaksanaan hukum pidana. Dengan kata lain kriminologi harus memiliki peran antisipatif dan reaktif terhadap semua kebijakan di lapangan hukum pidana sehingga dengan demikian dapat dicegah kemunkinan timbulnya akibat -akibat yang merugikan, baik bagi pelaku, korban maupun masyarakat secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian singkat tersebut di atas dapat ditarik sebuah pemikiran, bahwa kriminologi adalah bidang ilmu yang cukup penting dipelajari karena dengan adanya kriminologi dapat dipergunakan sebagai kontrol sosial terhad ap kebijakan dan pelaksanaan hukum pidana. Munculnya lembaga -lembaga kriminologi dibeberapa perguruan tinggi sangat diharapkan dapat memberikan sumbangan -sumbangan dan ide-ide yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan kriminologi sebagai science for welfare of society. Arti penting mempelajari kejahatan adalah karena dengan adanya kriminologi dapat dipergunakan sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan dan pelaksanaan hukum pidana. Munculnya lembaga-lembaga kriminologi dibeberapa perguruan tinggi sangat diharapkan dapat memberikan sumbangan -sumbangan dan ide-ide yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan kriminologi sebagai science for welfare of society.

Anda mungkin juga menyukai