Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam

perekonomian Indonesia, baik itu pada pertumbuhan ekonomi, penerimaan devisa Negara, pemenuhan kebutuhan pangan, maupun penyerapan tenaga kerja. Selain itu sektor pertanian merupakan penyedia bahan baku penting bagi keperluan industri, khususnya industri pengolahan makanan dan minuman (agroindustri). Sektor pertanian juga merupakan pilar utama dalam menopang ketahanan pangan Negara melalui sumbangannya terhadap kecukupan konsumsi dari sebagian besar rakyat Indonesia khususnya kebutuhan pangan. Sumbangan devisa sektor pertanian ditunjukkan melalui kinerja neraca perdagangan. Proses industrialisasi menyebabkan struktur perekonomian Indonesia mengalami pergeseran, yang digambarkan dengan menurunnya kontribusi relative sector industri dalam PDB adalah sebesar 24.64%, sedangkan sector industri sebesar 10.19%. pada tahun 1995 kontibusi sector pertanian hanya 16.14% dan sector industry naik menjadi 46.65%. meskipun demikian perubahan tersebut tidak menghilangkan peran penting sector pertanian dalam perekonomian Indonesia sampai saat ini dan masa mendatang. Kontribusi relative sektor pertanian terhadap total PDB di Negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam beberapa decade terakhir cenderung mengalami penurunan. Namun di sisi lain tenaga kerja yang bekerja di sector pertanian relative tidak mengalami perubahan. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan antara produktivitas relative sector pertanian dengan sector yang lain. Salah satu factor yang menyebabkan produktivitas relative tenaga kerja sector pertanian terlihat rendah, karena selama ini produk yang dihasilkannya masih berupa komoditi primer yang mempunyai nilai tambah sangat kecil. Selain itu juga karena para petani pada umumnya mengusahakan lahan dengan luasan kurang dari 1 hal inilah yang menyebabkan tingkat pendapatan petani masih rendah. Meskipun pemerintah menyadari bagaimana peran penting sector pertanian, namun sampai saat ini banyak kebijakan ekonomi yang belum sepenuhnya mendukung sector pertanian. Kebijakan
1

terhadap

sector

pertanian

dalam

implementasinya belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai contoh pengaturan tataniaga beberapa input dasar (pupuk, obat-obatan,dan lain-lain), dengan maksud untuk mempermudah akses petani dalam memperoleh input, namun karena produksinya hanya dilakukan oleh produsen tunggal, akibatnya yang terjadi dalah praktek monopoli terhadap supply input. Disisi lain pada pasar produk komoditas pertanian, pembangunan industry hilir produk pertanian selama ini juga tidak banyak melibatkan masyarakat petani, akibatnya petani hanya terfokus pada produk primer dengan nilai tambah yang rendah. Nilai tambah yang kecil dengan tingkat risiko yang tinggi, pada akhirnya hanya memarginalkan petani dalam kelompok warga yang memiliki penghasilan yang rendah (Syafaat et al, 2005).

Dari Latar Belakang di atas terdapat rumusan masalah dan tujuan sebagai berikut:

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana peran sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia 2. Bagaimana kinerja dan peran sektor pertanian di Indonesia 3. Bagaimana nilai tukar petani itu sendiri 4. Seberapa besar keterkaitan produksi antara sektor pertanian dengan sektor-sektor ekonomi lainnya 1.3 Tujuan 1. Mengetahui peran sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia 2. Mengetahui kinerja dan peran sektor pertanian di Indonesia 3. Mengetahui nilai tukar petani itu sendiri 4. Mengetahui Seberapa besar keterkaitan produksi antara sektor sektor-sektor ekonomi lainnya pertanian dengan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Peran Sektor Pertanian : kerangka analisis Mengikuti analisis klasik dari kuznets (1964), pertanian si lCDs dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadapa pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut : Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output disektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagaibsumber pemasokan makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan penduduk, disebut juga sebagai kontribusi produk. Di negara-negara agraris seperti indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya, disebut juga sebagi konstribusi pasar. Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagagnan baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri mengantikan impor, dan disebut sebagai kontribusi devisa.

A. Kontribusi Produk Kontribusi produk pertanian tetrhadap PDB dapat dilihat dari realsi antara pertumbuhan dari konribusi tersebut denga pangsa PDB awal dari pertanian dan laju pertumbuhan relatif dari produk-produk neto pertanian dan nonpertanian. Jika Pp=produk neto pertanian, PNP=produk neto nonpertanian , dan PN=total produk nasional atau PDB maka rrelasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : PDB = Pp + PNP Laju penurunan peran sekktor pertanian secara relatif di dalam ekonomi cenderung berasosiasi dengan kombonasi dari tiga hasil berikut. Pangsa PDB awal dari sektor-sektor non pertanian yang relatif lebih tinggi daripada pangsa PDB awal dari pertanian, laju pertumbuhan output pertanian yang relatif rendah, dan laju pertumbuhan output dari sektor-sektor nonpertanian yang relatif tinggi.

B. Kontribusi pasar Negara agraris dengan proporsi populasi pertanian yang besar spert indonesia merupakan sumber sangat penting bagi pertumbuan pasar domestik produk-produk dari sektor nonpertanian, khususnya industri manufaktur.

C. Kontribusi faktor-faktor produksi Ada dua faktor produksi yang dapat dialihkan dari pertanian ke sektor-sektor pertanian, tanpa harus mengulangi volume produksi di sektor pertama. Pertama, L : di dalam teor Arthur Lewis dikatakan bahwa pada saat pertanian mengalami surplus L yang menyebabkan tingkat produkvitasnya dan pendapatan riil per L disektor tersebuut rendah akan terjadi transfer L dari pertanian ke industri. Kedua, modal surplus pasar di sektor pertanian bisa menjadi salah satu sumber I disektoor-sektor lain. Dalam kata lain sesuai hukum penawaran semakin tinggi harga produk pertanian semakin besar surplai produknya. Demikian juga, semakin banyak output yang diproduksi si sektor pertanian, semakin tinggi output ang dipasarkan.

D. Kontribusi devisa Kontribusi sektor pertanian terhadap peningkatan devisa adalah lewat peningkatan ekspor dan pengurangan tingkat keterganttungan negara tersebut terhadap impor atas komoditi-komoditi pertanian. Peran sektor pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Walaupun pembangunan ekonomi yang dilaksanakan selama ini secara signifikan telah berhasil mengurangi jumlah dan proporsi penduduk miskin di Indonesia, namun terpaan krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi menyebabkan keterpurukan ekonomi yang kembali mencuatkan jumlah dan proporsi penduduk miskin, terutama di perdesaan.

2.2 Kinerja dan Peran Sektor Pertanian di Indonesia

A. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Pada tahun 2011 (sampai dengan Triwulan III), PDB sektor pertanian (di luar perikanan dan kehutanan) tumbuh sebesar 3,07%, di mana tingkat pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2010 yang hanya 2,86%.Pertumbuhan tersebut berasal dari sub sektor perkebunan (6,06%), disusul dengansub sektor peternakan (4,23%), dan sub sektor tanaman bahan makanan (1,93%).Kontribusi PDB sektor pertanian (di luar
4

perikanan dan kehutanan) terhadap PDBnasional pada tahun 2011 tersebut mencapai 11,88%, lebih tinggi dibandingkantahun 2010 yang baru mencapai 11,49%. Tabel 1. Pertumbuhan dan Kontribusi PDB Sektor Pertanian (diluar Perikanan dan Kehutanan) Tahun 2009-2011 Sektor/ Sub sector 2009 % Pertumbuhan PDB - Tanaman Bahan Makanan - Tanaman Perkebunan - Peternakan dan Hasil-hasilnya Kontribusi terhadap PDB Nasional Sumber : BPS, diolah Pusdatin 3,98 4,97 1,84 3,45 11,34 Tahun 2010% 2,86 1,81 2,51 4,06 11,49

2011% 3,07 1,93 6,06 4,23 11,88

*) sampai Triwulan III 2011, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010 daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian. B. Neraca perdagangan pertanian (Ekspor dan Impor) Neraca perdagangan sektor pertanian (di luar Perikanan dan Kehutanan) pada tahun 2011 sampai dengan bulan September mengalami surplus sebesar US$ 17,02 miliar. Dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2010, surplus tersebut mengalami kenaikan 44,20%. Surplus perdagangan pertanian tersebut umumnya berasal dari surplus perdagangan perkebunan, sementara sub sektor lainnya masih defisit. Walaupun demikian defisit yang berasal dari sub sektor lainnya tersebut terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Tabel 2. Ekspor-Impor Pertanian (di luar Perikanan dan Kehutanan) Tahun 2009 2010 Jan-Des Volume (ton) Ekspor Impor Neraca Nilai (US$000) Ekspor Impor 23.037.582 9.897.316 32.522.974 13.983.327
5

2011 Jan-Sep

29.572.229 13.401.150 16.171.080

28.767.985 16.874.998 11.893.087

19.971.351 11.854.321 8.117.030

21.141.884 17.383.783 3.758.101

8.117.030 21.651.660

32.443.215 15.417.551

Neraca 13.140.266 Sumber : BPS, diolah Pusdatin *) sampai dengan Bulan September 2011

18.539.647

11.810.055

17.025.664

C. Kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja Jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2011 sebesar 39,3 juta orang atau merupakan 33,51 % dari jumlah total angkatan kerja nasional. Proporsi penyerapan tenaga kerja tersebut relatif tidak berubah dari tahun ke tahun, di mana sektor pertanian masih merupakan sektor andalan dalam penyerapan tenaga kerja nasional. Agar usaha tani lebih efisien seharusnya sektor industri mampu lebih besar lagi menyerap tenaga kerja nasional.

Tabel 3. Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2009-2011 Tahun (orang) 2009 Pertanian Non Pertanian Tidak bekerja Total angkatan kerja 41.611.840 63.258.823 8.873.745 113.744.408 2010 41.494.941 66.712.826 8.322.233 116.530.000 2011 39.330.000 70.340.000 7.700.000 117.370.000

Persentase pertanian 36,58 35,61 33,51 terhadap total angkatan kerja Sumber: BPS (Data ketenagakerjaan bulan Agustus pada masing-masing tahun)

D. Ketahanan Pangan Banyak orang yang memperkirakan bahwa laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin smepit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok). Menurut prediksi FAO, untuk 30 tahun kedepan, peningkatan produki pangan akan lebih besar daripada pertumbuhan penduduk dunia. Peningkatan produksi pangan yang tinggi itu akan terjadi di DCs. Selain kecukupan pangan, kualitas makan juga akan membaik. Walaupun demikan, lebih besarnya tingkat pertumbuhan volume produksi panngan dunia dibandingkan laju pertumbuhan penduduk dunia bukan berarti tidak ada orang yang akan kekurangan pangan. Bahakan sebaliknya, menurut perkiraan FAO jumlah penduduk dunia yang kekurangan pangan akan meninngkat dan pada tahun 2015 diperkirakan sebanyak 580 juta jiwa. Memang tidak ada orang yang bisa mengetahui persis berapa banyak pangan yang dibutuhkan dunia tahin mendatang, apalagi untuk suatu periode jangka panjang. Oleh
6

karena itu, orang hanya bisa memprediksi dan resiko kesalahan prediksi selalu ada. Prediksi yang dubuat bisa jauh lebih besar atau lebih kecil daripada kenyataannya nanti. Oleh karena itu, tidak heran kalau banyak lembaga tau individu diluar maupun di dalam negeri membuat predikdi yang berbeda mengenai kebutuhan pangan di masa mendatang. Sumodiningrat (2000) juga membuat prediksi mengenai kebutuhan beras nasional dengan memakai data dari lembaga demografi universitas indonesia. Prediksi ini didasarkan pada beberapa ansumsi: 1) setipa penduduk mengkonsumsi 144 kg pertahun, 2) seluruh penduduk mengkonsumsi beras dan, 3) luas wilayah dan jumlah penduduk di indonesia relatif tidak berubah. Tabel 4. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Tahun 2005-2010 Perkemban Produktiv Perkemban Thn gan itas gan (%) (ku/ah) (%) 2005 11.839 -0,70 45,74 0,84 2006 11.786 -0,44 46,20 1,01 2007 12.148 3,06 47,05 1,84 2008 12.327 1,48 48,94 4,02 2009 12.884 4,51 49,99 2,15 2010 13.118 1,82 50,30 0,62 Sumber : Website Kementerian Pertanian, 2011 (12 Jan 2011) Luas Panen (000 ha) 2.3 Nilai Tukar Petani A. Pengertian Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kondisi kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Produksi (000 ton) 54.151 54.455 57.157 60.326 64.399 65.981 Perkemba ngan (%) 0,12 0,56 4,96 5,54 6,75 2,46

Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian: a) NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar. b) NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar. c) NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar.
7

Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani. Sedangkan Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian. Sebenarnya petani yang dimaksudkan adalah orang yang mengusahakan usaha pertanian (tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat) atas resiko sendiri dengan tujuan guna dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil). Ataupun orang yang bekerja di sawah/ladang orang lain dengan mengharapkan upah (buruh tani) bukan termasuk petani. Harga yang diterima petani adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum ditambahkan biaya transportasi/pengangkutan dan biaya pembungkusan (packaging) ke dalam harga penjualannya atau disebut farm gate (harga di sawah/ladang setelah pemetikan). Pengertian harga rata-rata adalah harga yang bila dikalikan dengan volume penjualan petani akan mencerminkan total uang yang diperoleh petani. Selanjutnya, data harga tersebut dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani produsen. Sedangkan harga yang dibayar petani adalah rata-rata harga eceran barang/jasa yang dikonsumsi atau dibeli petani, baik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri maupun untuk keperluan biaya produksi pertanian. Data harga barang untuk keperluan produksi pertanian dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani, sedangkan harga barang/jasa untuk keperluan konsumsi rumah tangga dicatat dari hasil wawancara langsung dengan pedagang atau penjual jasa di pasar terpilih. Kita tahu bahwa pasar adalah tempat berlangsungnya transaksi antara penjual dengan pembeli atau tempat yang biasanya terdapat penawaran dan permintaan. Pada kecamatan yang sudah terpilih sebagai sampel, pasar yang dicatat haruslah pasar yang mewakili dengan syarat antara lain: paling besar, banyak pembeli dan penjual jenis barang yang diperjualbelikan cukup banyak dan terjamin kelangsungan pencatatan harganya. Harga eceran pedesaan adalah harga transaksi antara penjual dan pembeli secara eceran di pasar setempat untuk tiap jenis barang yang dibeli dengan tujuan untuk dikonsumsi sendiri, bukan untuk dijual kepada pihak lain. Harga yang dicatat adalah harga modus (harga yang paling banyak muncul) atau harga rata-rata biasa (mean) dari beberapa pedagang/penjual yang memberikan datanya.

B. Perkembangan NTP di Indonesia Pada bulan November 2010, Nilai Tukar Petani Padi dan Palawija (NTPP) tercatat sebesar 93,25; Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) 91,58; Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 110,99; Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPPT) 95,29; dan untuk Nilai Tukar Nelayan (NTN) 99,14. Secara gabungan, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Maluku Utara sebesar 99,673 atau mengalami kenaikan yang sangat kecil yaitu 0,002 % bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Oktober) yang sebesar 99,671 %. Nilai Tukar Petani yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persen), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif mengidentifikasikan semakin kuatnya tingkat kemampuan/daya beli petani. Tabel 5. Perkembangan NTP 2011 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Sumber : BPS (2011) Indeks Diterima (IT) 135,72 136,36 136,34 136,53 137,38 138,25 139,09 140,27 140,71 141,37 142,05 Rincian Indeks Dibayar (IB) 131,76 131,96 131,95 131,40 131,46 131,92 132,63 133,45 133,80 133,99 134,47 NTP 103,01 103,33 103,32 103,91 104,50 104,79 104,87 105,11 105,17 105,51 105,64

C. Penyebab Lemahnya NTP di Indonesia Jika sebelumnya telah dijelaskan perubahan Nilai Tukar Petani (NTP) disebabkan oleh perubahan dari indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB),maka pengkajian terhadap penyebab lemahnya NTP dapat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor penyebab rendahnya IT dan faktor-faktor penyebab tingginya IB. Faktor-faktor tersebut berbeda menurut jenis komoditasnya. Jika dimisalkan, sisi IT berupa beras dan pepaya yang berbeda pola persaingannya, maka analisisnya di Indonesia beras memiliki persaingan yang ketat, termasuk beras impor sekalipun. Hal ini disebabkan beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, dan diartikan banyak permintaan (demand) akan beras tersebut.
9

Dengan kondisi tersebut, petani cenderung hanya menanam padi saja, hingga akhirnya justru membuat harga beras di pasar domestik cenderung menurun hingga sama dengan biaya marjinalnya (sama dengan biaya rata-rata per unit output). Artinya, bahwa IT akan sama dengan IB, dan berarti keuntungan petani adalah sama dengan 0 (nol). Untuk analisis pepaya, pepaya bukanlah kebutuhan yang sangat signifikan seperti beras bagi masyarakat Indonesia, jadi meskipun harga baik tidak membuat semua petani ingin menanam pepaya. Jadi dapat diartikan diversifikasi output di sektor pertanian sangat menentukan baik tidaknya Nilai Tukar Petani di Indonesia. 2.4 Keterkaitan Produksi Sektor Pertanian dengan Sektor Ekonomi Lainnya Terkait dengan Sektor Industri Manufaktur Salah satu penyebab krisis ekonomi adalah kesalahan industrialisasi yang tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sektor pertanian (+) walaupun kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Sebagai contoh; Jepang, Taiwan dan Eropa dalam memajukan industri manufaktur diawali dengan proses revolusi sektor pertanian. Alasan sektor pertanian harus kuat dalam proses industrialisasi dikarenakan sektor pertanian kuat pangan terjamin tidak akan ada kondisi kelaparan dan juga akan menciptakan situasi social politik yang stabil. Jika sudut permintaan sektor pertanian kuat, maka pendapatan riil per kapita naik. Sehingga permintaan oleh petani terhadap produk industri manufaktur naik, artinya industri manufaktur berkembang dan output industri menjadi input pada sektor pertanian. Kelebihan output sektor pertanian digunakan sebagai sebagai investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil di pedesaan. Namun dalam kondisi nyatanya di Indonesia, keterkaitan produksi sektor pertanian dan industri manufaktur masih berada pada posisi sangat lemah dan kedua sektor tersebut masih sangat bergantung kepada barang impor.

10

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN

Kontribusi Devisa Pertanian sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekpspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.

Kontribusinya devisa secara langsung dapat melalui ekspor produk pertanian dan mengurangi impor, sedangkan dengan cara tidak langsung dengan meningkatkan ekspor dan pengurangan impor produk yang berbasis pertanian.

Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kondisi kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase yang secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian.

Berhasilnya pembangunan ekonomi negara maju dimulai dengan industrialisasi dengan menciptakan produk untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Setelah subtitusi berhasil, sebagian hasilnya diekspor ke luar negeri dan ditukarkan dengan barang kebutuhan pembangunan.

3.2 SARAN Indonesia sebagai Negara agraris yang kaya akan kekeyaan alam yang dimiliki,harus bisa memenfaatkan sumber daya alam yang dimiliki.pemerintah juga harus ikut serta

memperhatikan kekekyaan yang dimiliki Indonesia sendiri, dan betul2 menstabilkan perekonomian Indonesia agar tidak terpacu terhadap barang impor, sebetulnya Negara Indonesia sendiri seharusnya bisa mencukupi kebutuhan pangan nasional tanpa adanya barang yang diimpor dari Negara lain, yang bisa menurunkan pendapatan petani kita, kurangnya perhatian dan kepuasan dari masyarakat Indonesia sendiri terhadap hasil dari pertanian yang menyebabkan pemerintah mengharuskan meng impor bahan pokok dari Negara lain untuk mencukupi permintaan masyarakat, padahal kualitas produk dari dalam negri sendiri tidak kalah bagus daripada produk luar.
11

Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia, baik itu pada pertumbuhan ekonomi, penerimaan devisa Negara, pemenuhan kebutuhan pangan, maupun penyerapan tenaga kerja. Selain itu sektor pertanian merupakan penyedia bahan baku penting bagi keperluan industri, khususnya industri pengolahan makanan dan minuman (agroindustri). Sektor pertanian juga merupakan pilar utama dalam menopang ketahanan pangan Negara melalui sumbangannya terhadap kecukupan konsumsi dari sebagian besar rakyat Indonesia khususnya kebutuhan pangan.

12

DAFTAR PUSTAKA
Tambunan, Tulus. 2003. Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia. http://www.deptan.go.id/pengumuman/berita/2012/Laporan-kinerja-kementan2011.pdf

13

Anda mungkin juga menyukai