Anda di halaman 1dari 36

INTOKSIKASI DIAZINON

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK FK UWKS BANGKALAN D


DOKTER MUDA ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL (Periode 24 Desember 2012 - 3 Januari 2013)

Pembimbing Drs. Putu Sudjana, apt, SH Penyusun :


1. FAESAL A. SUMANSYAH 2.WELLY HUSAIN S. 3.WAHYU DHANA P 4.INDRIA YEKTI W 5.I WAYAN EKA S (06700256) (07700162) (07700303) (07700230) (07700277)

DEPARTEMAN / INSTALASI ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RSUD DR.SOETOMO SURABAYA

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Nama Penulis : : : INTOKSIKASI DIAZINON Kegiatan Tugas Kepaniteraan Klinik Lab.IKK FK UWKS 1. FAESAL A. SUMANSYAH 2. WELLY HUSAIN S. 3. WAHYU DHANA P 4. INDRIA YEKTI W 5. I WAYAN EKA S (06700256) (07700162) (07700303) (07700230) (07700277)

Pembimbing: Drs. Putu Sudjana, Apt, SH


DEPARTEMAN / INSTALASI ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RSUD DR.SOETOMO SURABAYA

Surabaya, Januari 2013 Dosen Pembimbing Drs. Putu Sudjana, Apt, SH

KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya sehingga tugas baca yang berjudul INTOKSIKASI DIAZINON ini dapat selesai dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Forensik di RSUD Dr.Soetomo Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermafaat bagi pengetahuan kita. Dalam penulisan referat ini, tidaklah lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. H. Agus M. Alghozi, dr., SpF (K), DFM, SH sebagai Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya 2. Prof. DR. Med. H. M. Soekry Erfan Kusuma, dr., SpF (K), DFM sebagai Kepala Instansi Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
3. Dr. H.Hoediyanto Sp.F(K) selaku Ketua Departemen Kedokteran Forensik dan

Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya


4. Drs. Putu Sudjana, Apt, SH selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini.

5. Segenap Staf Pengajar serta Karyawan Instalasi Kedokteran RSUD. Dr. Soetomo Surabaya. 6. Seluruh dokter PPDS Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya 7. Rekan-rekan Dokter Muda yang menjalani kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

8. Almamater kami Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Semoga makalah ini bisa berguna bagi para pembaca sekalian. Kami menyadari tugas baca ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik maupun saran yang membangun selalu diharapkan .

Surabaya, Januari 2013

Penyusun

DAFTAR ISI Halaman judul Lembar Pengesahan Kata Pengantar iii Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar vii Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Tujuan C. Manfaat D. Sasaran Penulisan Bab II Tinjauan Pustaka A. Definisi dan Sifat Kimia Diazinon B. Patofisiologi C. Cara Terjadinya Keracunan 10 D. Tanda dan Gejala Klinik 11 E. Sebab Kematian 12 F. Pemeriksaan Jenazah 12 1 1 3 3 3 4 4 8 v vi i ii

F.1. Pemeriksaan Luar 12 F.2. Pemeriksaan Dalam 12 F.3. Pemeriksaan Toksikologi 13 G. Aspek Kedokteran Forensik dan Medikolegal 17 Bab III Kesimpulan 21 Daftar Pustaka 22 Lampiran 25

DAFTAR TABEL Tabel 1 14 Kadar AChE dalam Darah

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Struktur Kimia Diazinon Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses biotik dan abiotik 4 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan racun serangga (pestisida) dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi hal lumrah, baik dibidang pertanian maupun dalam kebutuhan rumah tangga. Disamping dampak positif yang dihasilkan, penggunaan racun serangga juga dapat memberikan dampak negatif, mengingat zat yang dikandung merupakan zat yang bersifat toksik pada tubuh manusia. Dalam kadar tertentu pestisida hanya berdampak untuk membunuh serangga, namun karena faktor lain, baik di sengaja atau tidak mudahnya mendapatkan pestisida menyebabkan tingginya tingkat penyalahgunaan pestisida tersebut. Salah satu kasus yang sering terjadi adalah percobaan bunuh diri dengan meminum racun serangga. Selain itu juga dapat terjadi karena kecelakaan salah guna dan tindak kriminal yang dengan sengaja menggunakan racun serangga untuk mencelakai seseorang. Perkiraan terbaru oleh kelompok tugas WHO menunjukkan bahwa mungkin ada 1 juta kasus keracunan yang tidak disengaja. Di samping itu terdapat 2 juta orang dirawat di rumah sakit akibat usaha bunuh diri dengan pestisida, dan hal ini mencerminkan hanya sebagian kecil dari masalah yang sebenarnya.. Atas dasar survei yang dilaporkan sendiri keracunan ringan dilakukan di kawasan Asia, diperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 25 juta pekerja pertanian di negara berkembang menderita sebuah episode dari keracunan setiap tahun (Jeyaratnam J, 1990). Di Kanada pada tahun 2007 lebih dari 6000 kasus keracunan pestisida akut terjadi (W.A.Watson et al, 2005). Untuk memperkirakan jumlah keracunan pestisida kronis di seluruh dunia sangat sulit. Insektisida terbagi atas beberapa golongan, namun yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dapat di golongkan atas 3 golongan, yaitu organofosfat, carbamat dan organoklorin. Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian. Organofosfat berasal dari H3PO4 (asam fosfat). Pestisida golongan organofosfat merupakan golongan insektisida yang cukup besar, menggantikan kelompok chlorinated hydrocarbon yang mempunyai sifat:

10

a. b. c. d.
e.

Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap chorinatet hydrocarbon. Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk jangka waktu yang lama Kurang mempunyai efek yang lama terhadap non target organisme Lebih toksik terhadap hewan-hewan bertulang belakang, jika dibandingkan dengan organoklorine. Mempunyai cara kerja menghambat fungsi enzym cholinesterase.

Golongan organofosfat sendiri ada beberapa macam, yang banyak ditemukan diindonesia yaitu tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion, malation dan diazinon. Sedangkan komponen organophosphat yang paling banyak digunakan adalah diazinon dan malathion Insektisida ini masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan saluran pernafasan, akan mengikat enzim kholinesterase. Fungsi dari enzim kholinesterase ini adalah mengatur bekerjanya saraf. Bila enzim yang berada dalam darah tersebut diikat, akan menimbulkan gejala-gejala yang secara nyata tampak pada sistem biologis yang dapat menyebabkan kesakitan (salah satunya kegagalan pernafasan akut) sampai kematian.2 Dalam suatu studi kasus yang diadakan di Sumatra pada tahun 1993 terhadap petani wanita, menemukan 87% menyemprotkan insektisida di rumahnya sebanyak dua kali sehari. Lebih dari 75% menggunakan insektisida jenis organofosfat atau carbamate, dan tercatat 21% yang menyemprotkan insektisida pada kebunnya mengalami tiga atau lebih gejala keracunan. Tercatat kasus-kasus keracunan akibat insektisida sejumlah 500.000an pada tahun 1972, dan diperkirakan meningkat menjadi 25.000.000an pada awal 1990.4 Dan setiap tahunnya sekitar tiga ribu kasus yang merupakan kasus berat. Kejadian keracunan karena insektisida yang berakibat kematian lebih tinggi daripada kematian akibat penyakit infeksi pada negara-negara berkembang. Dalam hal ini mortalitas akibat keracunan insektisida diakibatkan karena tertelannya zat tersebut dalam kasus bunuh diri.2 Mengingat luasnya penggunaan organofosfat golongan diazinon di masyarakat dan cukup banyaknya kejadian keracunan baik karena penggunaannya dibidang pertanian maupun akibat penyalahgunaan (bunuh diri ataupun pembunuhan), maka perlu untuk menjabarkan secara lebih spesifik mengenai diazinon itu sendiri.

11

B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Definisi dan Sifat Kimia Diazinon 2. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Patofisiologi Intoksikasi Diazinon 3. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Cara Intoksikasi Diazinon 4. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Tanda dan Gejala Intoksikasi

Diazinon.
5. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Sebab kematian pada Intoksikasi

Diazinon.
6. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Pemeriksaan Luar yang didapatkan

pada Intoksikasi Diazinon.


7. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Pemeriksaan Dalam yang didapatkan

pada Intoksikasi Diazinon.


8. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Pemeriksaan Toksikologi Pada

Keracunan Diazinon. 9. Sebagai bagian dari salah satu tugas penulis selama menjalani masa kepaniteraan klinik di bagian / SMF Ilmu kedokteran Forensik dan Medikolegal RSU Dr. Soetomo Surabaya.

C. Manfaat Penulisan Manfaat penulisan referat ini adalah : 1. Menambah pengetahuan tentang insektisida golongan organofosfat jenis

Diazinon secara umum.

12

2.

Menambah pengetahuan tentang toksikologi Intoksikasi Diazinon dalam

kaitannya dengan kasus-kasus dibidang forensik. 3. Menambah pengetahuan tentang aspek medikolegal Intoksikasi Diazinon.

D. Sasaran Penulisan Sasaran penulisan referat ini adalah mahasiswa kedokteran, dokter dan institusi kedokteran.

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Sifat Kimia Diazinon Diazinon termasuk ke dalam golongan organophosphat, yang merupakan suatu bahan kimia yang efektif digunakan untuk membasmi serangga, yang bekerja dengan cara menghambat enzim kolinesterase secara irreversibel, dimana enzim ini berfungsi dalam pemecahan asetilkolin yang bersifat merangsang saraf otot.7 Diazinon digunakan secara luas untuk membasmi serangga dalam industri pertanian. Zat ini juga efektif dalam membasmi serangga di dalam tanah dan ectoparasit seperti kutu pada domba. Untuk penggunaan rumah tangga, diazinon juga efektif untuk membasmi kecoa, semut, kutu karpet, dan serangga pada hewan piaraan. Nama dagang untuk diazinon adalah Knox-Out, Dianon, atau Basudin.8 1. Struktur Komponen9 Senyawa diazinon merupakan thiophosphoric acid ester, yang diperkenalkan oleh Ciba-Geigy pada tahun 1952 (sekarang dikenal dengan nama Novartis), yang merupakan sebuah perusahaan kimia di Swiss. Diazinon memiliki rumus bangunan molekuler sebagai berikut.

Gambar Struktur Kimia Diazinon

14

Nama IUPAC Nama lain

Diethoxy-[(2-isopropyl-6-methyl-4-pyrimidinyl)oxy]thioxophosphorane O,O-Diethyl-O-(2-isopropyl-6-methyl-pyrimidine-4-

yl)phosphorothioate Molecular formula C12H21N2O3PS Molar mass 304.35 g/mol Appearance Colorless to dark brown liquid Data ini didapatkan pada kondisi standar (suhu 25 C, dengan 100 kPa)

2. Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Diazinon Sifat fisik diazinon yang berkaitan dengan lingkungan adalah mempunyai titik didih 83-84oC, tekanan uap 1.4 10-4 mmHg pada 20oC, koefisien partisi oktanolair adalah 4, kelarutan dalam air 40 g ml-1 pada 25oC, sedikit larut dalam air (kirakira 0.04%) dan dapat dicampur dengan pelarut organik (Merck Index 1998). Stabil dalam lingkungan alkali lemah tetapi sedikit terhidrolisis dalam air dan asam encer. Diazinon sangat sensitif terhadap oksidasi dan suhu tinggi, serta cepat terurai pada suhu di atas 100oC (Hayes & Laws 1991). Matsumura (1976) menyatakan bahwa sebagian besar diazinon mengalami degradasi membentuk asam dietiltiofosfonat. Persisten diazinon dalam air tawar dan air laut masing-masing adalah 11% dan 30% setelah aplikasi 17 hari, sedangkan residu dalam lumpur permukaan (2 mm) masih terdapat 0.05-2% setelah 21 hari aplikasi. Diazinon sangat mobil pada tanah dengan kandungan bahan organik rendah sampai sedang, dan immobil pada kandungan bahan organik tinggi (Arienzo et al. 1994). Koefisien partisi oktanol-air mengindikasikan diazinon bisa diakumulasi secara biologis dalam organisme, dan ini telah dijumpai pada ikan pada konsentrasi maksimum 300-360 kali konsentrasi di air. Volatilitas diazinon adalah 2.4 mg m-3 pada 20oC dan 18.6 mg m-3 pada 40oC. Diazinon mempunyai waktu paruh (half-life) 30 hari dan koefisien serap oleh tanah Koc=1.000 E (Wauchope et al. 1992), sedangkan konsentrasi diazinon sebesar 0.2-5.2 mg l1

dapat membunuh ikan (Smith et al. 2007)

15

Diazinon mempunyai spektrum daya bunuh yang luas terhadap serangga dan berbagai cacing tanah. Toksisitas diazinon terhadap mamalia adalah sedang (II), dengan lethal doses (LD50) oral akut masing-masing 96-967 mg kg-1 pada tikus jantan dan 66-635 mg kg-1 pada tikus betina dan LD50 dermal akut masing-masing tikus adalah >2000 mg kg-1 (katagori III), LD50 inhalasi akut pada tikus 3.5 mg l-1 termasuk kategori III (Pesticide Fact Handbook 1986). LD50 untuk beberapa spesies burung 3-40 mg kg-1 dan spesies ikan 0.4-8 g ml-1 (Sumner et al. 1985 laporan CIBA-GEIGY tidak dipublikasi). 3. Alur Biokimia pada Reduksi Diazinon di Alam Residu pestisida secara alamiah dapat hilang atau terurai dengan baik dalam lingkungan abiotik maupun lingkungan biotik. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penguraian pestisida adalah penguapan, pencucian, pelapukan dan dengan degradasi baik secara kimia, biologi maupun fotokimia. Hidrolisis diazinon menjadi IMPH (2-isopropyl-4methyl-6-hydroxy pyrimidine) terutama diatur oleh proses abiotik, degradasi dari diazinon meningkat oleh mikroorganisme tanah, sehingga mikroorganisme menjadi faktor yang lebih dominan dari faktor abiotik (Leland 1998). Formulasi diazinon terdegradasi menjadi sejumlah tetraetilpirofosfat, menghasilkan sulfotepp (S,S-TEPP) dan monothiotepp (O,S-TEPP), kedua senyawa tersebut mempunyai sifat toksik yang lebih tinggi dibandingkan diazinon dan merupakan inhibitor enzim kolinesterase terutama O,S-TEPP yaitu 14000 kali lebih toksik dari diazinon (Allender & Britt 1994). Oksidasi diazinon menjadi bentuk diazoxon yang lebih toksik, terjadi pada jaringan hewan dan tumbuhan (Mc Ewen & Stevenson 1989). Pada vertebrata, oksidasi terjadi di mikrosom hati, dalam kondisi ada oksigen dan NADPH2. Pada insekta, oksidasi terjadi dalam lemak tubuh dan metabolitnya dikeluarkan. Kecepatan oksidasi diazinon menjadi diazoxon, dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu 10oC dari 10o60oC, diazoxon tidak bisa diisolasi dari tanah (Leland 1998). Selanjutnya dikatakan bahwa degradasi diazinon lebih cepat pada air dengan suhu lebih hangat, maka degradasi menjadi 2-4 kali lebih cepat pada air dengan suhu 21oC dibandingkan pada air dengan suhu (Moore et al. 2007).

16

Proses pembentukan metabolit diazinon (reaksi transformasi enzimatik) terjadi melalui reaksi primer yaitu hidrolisis yang diikuti oleh reaksi pemecahan rantai cincin diazinon, sehingga diazinon terdegradasi pada reaksi primer menjadi 2-isopropyl-4-methyl6-pyrimidinol (IMP) dan tiofosfonat. Menurut Ku et al. (1997) bahwa diazinon mengalami dekomposisi secara fotolisis pada pH 3 menghasilkan bentuk organik antara yang bisa diekspresikan sebagai jumlah dari 2-isopropyl-4-methyl-6-pyrimidinol (IMP) dan tiofosfonat sebagai C diikuti dengan pembentukan ion SO4-2.Produk hidrolisis dan fotolisis tersebut diidentifikasi sebagai senyawa yang sifat toksiknya lebih rendah dibandingkan senyawa diazinon (Bollag 1974). Degradasi diazinon di air disebabkan oleh hydrolisis, terutama pada kondisi asam. Pada kondisi air streril half life diazinon selama 12 hari pada pH 5 dan pada air netral half life selama 138 hari pada pH 7 (US-EPA 2006). Diazinon mengalami degradasi dengan cahaya membutuhkan waktu 17.3-37.4 jam (Howard 1991) dan di tanah akan terurai menghasilkan CO2 (Roberts & Hutson 1999). Degradasi diazoxon yang diaplikasi pada tanah silt loam pada pH 8.1 dan suhu 25oC ditemukan mengikuti kurva linier dan half-life dalam tanah ditemukan 18 jam (Getzin 1968). Half-life diazinon studi laboratorium di tanah dengan pH 7.8 selama 39 hari (US-EPA 2007). Diazinon dan diazoxon dihidrolisis menjadi 2-isopropyl-4-metil-6hydroxypyrimidine (IMHP) yang memiliki toksisitas sangat rendah dan ada dalam dua bentuk isomer yaitu keton dan enol. Pada pH 8.4 kecepatan hidrolisis diazoxon, adalah 10 kali diazinon. Diazinon dan diazoxon masing-masing dikatalis dalam kondisi asam dan basa. Pada kondisi pH air alami 5.5-8.5 dan suhu kurang dari 25oC, residu diazinon akan bertahan lama Gomma et al. (1969). Hidrolisis di dalam tanah, nampaknya diadsorpsi dari pada dikatalisis asam (Konrad et al. 1967). Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses biotik dan abiotik ditunjukan pada Gambar di bawah ini.

17

Gambar. Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses biotik dan abiotik (Leland 1998) B. Patofisiologi Secara umum, organofosfat merupakan insektisida yang paling toksik diantara pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia, dengan diazinon dan malathion merupakan komponen organophosphat yang paling banyak digunakan. Efek sistemik yang timbul pada manusia ataupun pada binatang percobaan yang terpapar, baik secara inhalasi, oral, ataupun melalui kulit, terutama disebabkan oleh penghambatan enzim asetilkolinesterase (AChE) oleh Diazoxon, senyawa metabolit aktif dari diazinon.11 Penghambatan enzim asetilkolinesterase (AChE) terjadi pada hubungan antara saraf dan otot, serta pada ganglion sinap. Asetilkolin merupakan suatu neurotransmiter dari impuls saraf pada post-ganglionik, serabut saraf parasimpatik, saraf somatomotorik pada otot bergaris, serat saraf pre-ganglionik baik parasimpatis dan simpatis serta sinap-sinap tertentu pada susunan saraf. Secara normal, asetilkolin dilepaskan melalui perangsangan pada saraf, yang kemudian akan diteruskan dari motor neuron ke otot volunter, misalkan pada bronkus atau jantung. Asetilkolin yang dilepaskan tersebut kemudian akan dihidrolisa menjadi kolin dan asam asetat oleh enzim asetilkolinesterase.11 Sebagai antikolinesterase organofosfat, diazinon menghambat AChE dengan membentuk kompleks fosforilasi yang stabil, sehingga tidak mampu memecah asetilkoline

18

pada hubungan antara saraf dan otot, serta pada ganglion sinap, sehingga terjadi penumpukan asetilkoline pada reseptorm asetilkolin, yang menyebabkan terjadinya stimulasi yang berlebihan dan berkelanjutan pada serat-serta kolinergic pada parasimpatis postganglionik, hubungan neuromuskular pada otot skeletal, dan hiperpolarisasi dan desentisasi sel-sel pada sistem saraf pusat.11 Reaksi-reaksi yang terjadi dapat digolongkan menjadi : 1. Perangsangan terhadap parasimpatik postganglionik, yang berefek pada beberapa organ, antara lain kontriksi pada pupil (miosis), perangsangan terhadap kelenjar (salivasi, lakrimasi, dan rhinitis), nausea, inkontinensia urin, muntah, nyeri perut, diare, bronkokontriksi, bronkospasme, peningkatan sekresi bronkus, vasodilatasi, bradikardia, dan hipotensi. 2. Efek nicotinik, terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada hubungan otot skeletal dan simpatism preganglionik. Gejal-gejala yang muncul seperti muscular fasciculations, kelemahan, midriasis, takikardia, dan hipertensi. 3. Efek pada sistem saraf pusat terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada tingkat cortical, subcortical, dan spinal, terutama pada korteks serebral, hipocampus, dan sistem motorik ekstrapiramidal. Gejala-gejalanya seperti depresi pernafasan, cemas, insomnia, nyeri kepala, lemas, gangguan mental, gangguan konsentrasi, apatis, mengantuk, ataksia, tremor, konvulsi, dan koma.10,11 4. Hambatan aktivitas AChE berhubungan dengan stres oksidatif pada sel darah. Jika antioksidan dalam tubuh tidak mampu menangani radikal bebas yang terbentuk akibat terhambatnya AChE, radikal bebas ini akan merusak sel-sel, dan menyebabkan terjadinya stres oksidatif.12 5. Efek toxic Diazinon juga terjadi pada sel hati, dimana Diazinon juga meningkatkan pelepasan glukosa ke darah dengan jalan mengaktifkan glikogenolisis dan glukoneogenesis, sehingga menjadi predisposisi terjadinya Diabetes Mellitus.12

19

C. Cara terjadinya keracunan a. Self poisoning Pada keadaan ini petani menggunakan pestisida dengan dosis yang berlebihan tanpa memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya yang dapat ditimbulkan dari pestisida tersebut. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan, sehingga tanpa disadari bahwa tindakannya dapat membahayakan dirinya. b. Attempted poisoning Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri dengan dengan pestisida, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis. c. Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda ke dalam mulut dan kebetutan benda tersebut sudah tercemar pestisida.

d.

Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang. Masuknya pestisida dalam tubuh akan mengakibatkan aksi antara molekul dalam pestisida molekul dari sel yang bereaksi secara spesifik dan non spesifik. Formulasi dalam penyemprotan pestisida dapat mengakibatkan efek bagi penggunanya yaitu efek sistemik dan efek lokal. Efek Sistemik, terjadi apabila pestisida tersebut masuk keseluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan efek lokal terjadi terjadi dimana senyawa pestisida terkena dibagian tubuh.

Sedangkan untuk jalan masuknya sendiri dapat dibagi atas :


1. Dermal, absorpsi melalui kulit atau mata. Absorpsi akan berlangsung terus, selama

pestisida masih ada di kulit.

20

2. Oral, absorpsi melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja

(bunuh diri), akan mengakibatkan keracunan berat hingga kematian. Di USA yg paling sering terjadi karena pestisida dipindahkan ke wadah lain tanpa label.
3. Inhalasi, melalui pernafasan, dapat menyebabkan kerusakan serius pada hidung,

tenggorokan jika terhisap cukup banyak. Pestisida yg masuk secara inhalasi dapat berupa bubuk, droplet atau uap.

D. Tanda dan Gejala Klinik Diazinon diabsorbsi melalui cara yang bervariasi, baik melalui kulit yang terluka, mulut, dan saluran pencernaan serta saluran pernafasan. Melalui saluran pernafasan gejala timbul dalam beberapa menit. Bila terhirup dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk. Melalui mulut atau kulit umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Penyerapan melalui kulit yang terluka dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah
1,4,11

yang terpajan saja.

Pajanan pada mata dapat menimbulkan gajala berupa miosis atau pandangan kabur saja. Keracunan diazinon dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer. Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma). Penumpukan asetilkolin pada susunan saraf pusat menyebabkan tegang, ansietas, insomnia, gelisah, sakit kepala, emosi tidak stabil, neurosis, mimpi buruk, apatis, bingung, tremor, kelemahan umum, ataxia, konvulsi, depresi pernafasan dan koma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 8 jam,

21

tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila gejala muncul setelah lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena tersebut jarang terjadi.4,11 E. Sebab Kematian Kematian akibat keracunan diazinon umumnya berupa kegagalan pernafasan. Hal ini disebabkan karena adanya oedem paru, bronkokonstriksi, kelumpuhan otot-otot pernafasan, kelumpuhan pusat pernafasan, peningkatan sekresi bronkus, dan depresi saraf pusat yang kesemuanya itu akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit ditemukan kematian.11 Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan organophosphorus-induced delayed neuropathy (OPIDN). Sindrom ini berkembang dalam 8 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Gejala yang timbul berupa kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop.4,11 F. Pemeriksaan Pada Jenazah Pada korban yang meninggal akibat keracunan diazinon atau senyawa organofosfat lainnya, pada otopsi akan dijumpai tanda-tanda sebagai berikut: F.1. Pemeriksaan Luar 1. 2. 3. Busa atau buih putih kemerahan dari hidung atau mulut, yang kadang tercium Kuku dan jari tampak sianosis Pakaian terkadang berbau minyak tanah, jika sebelumnya korban muntah. bau pelarut insektisida tersebut, yaitu minyak tanah. sebagai penyebab hal

F.2. Pemeriksaan Dalam 1. Pada permukaan rongga torak dan abdomen biasanya tercium bau minyak tanah, terutama waktu membuka lambung, usus, bronkus dan paru

22

2.

Pada beberapa kasus, paru-paru akan tampak mengalami odem, dan berbuih

yang dapat dilihat dengan memasukkan ke dalam air. Bintik-bintik perdarahan pada pleura tampak konstan, terutama pada daerah hipostatik, yang mana akan menampakkan gambaran kolap pada pleura. 3. Penelitian Limaye tahun 1966, menyebutkan tanda-tanda yang tampak pada sistem gastrointestinal antara lain tampak warna kehitaman pada usus, adanya darah dalam usus, kongesti pada mukosa usus dengan bintik-bintik perdarahan pada lapisan submukosa usus, dan bisa juga terjadi erosi dan perlukaan pada usus. 4. 5. Adanya cairan yang berminyak dalam lambung atau usus Tidak ditemukan kelainan organ yang spesifik, tetapi terkadang terdapat edema

paru, dilatasi kapiler dan kongesti organ-organ visera.11 F.3. Pemeriksaan toksikologi Prinsip pengambilan sampel pada keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah disishkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologis. 1. a. Spesimen untuk pemeriksaan toksikologi Stasiun I Lambung dengan isinya : 250 gram Usus halus dengan isinya : 250 gram b. c. Stasiun II Hati : 250 gram Ginjal : kanan dan kiri Otak : 250 gram Hanya pada racun yang ekskresinya melalui paru-paru : 250 gram Stasiun III Rambut Lemak Secara umum sampel yang harus diambil adalah :

Pada keracunan kronis :

23

2. 3. 4.

Tulang Kuku Darah dari vena femoralis Urin Tempat Bersih Sedapat-dapatnya baru Bermulut lebar Dapat diberi tutup rapat, kemudian dilapisi parafin Diberi label dan segel, sehingga tidak mungkin membukanya tanpa merusak segel Disimpan dalam lemari yang terkunci Sebagai bahan pengawet dipakai : Dry ice Es batu Ethyl alkohol 95% Dalam hal terpaksa dapat digunakan minuman keras sebagai pengawet dengan kadar alkohol minimum 40% Yang perlu diikut sertakan dalam pengiriman bahan pemeriksaan Contoh pengawet yang dipakai, juga diberi label dan segel Surat permohonan pemeriksaan toksikologi dan laporan bahan yang dikirim dan contoh materai Berita acara mengenai peristiwa keracunan Laporan otopsi Berita acara tentang cara membungkus dan memateraikan bahan

Bahan lain :

Tempat yang dipakai untuk diisi jaringan harus :

toksikologi :

24

Untuk penentuan kadar AChE dalam darah dan plasma dapat dilakukan dengan cara tintometer (Edson) dan paper-strip (Acholest)

Cara Edson berdasarkan perubahan pH darah

Caranya adalah dengan mengambil darah korban, dan menambahkan indikaor brom-timol-biru, didiamkan, dan setelah beberapa saat akan terjadi perubahan warna. Warna tersebut dibandingkan dengan warna standar pada comparator disc, maka dapat ditentukan kadar AChE dalam darah. Tabel Kadar AChE dalam Darah % Aktifitas AChE Darah 75%-100% dari normal 50%-75% dari normal 25%-50% dari normal 0%-25% dari normal Cara Acholast Caranya dengan mengambil darah korban, dan meneteskan pada kertas Acholast bersamaan dengan kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholast sudah terdapat ACh dan indikator. Kemudian dicatat waktu perubahan warna pada kertas tersebut. Perubahan warna harus sebanding dengan perubahan warna pembanding (serum normal), yaitu warna kuning telur. Interpretasi Tidak ada keracunan Keracunan ringan Keracunan Keracunan berat

25

Jika waktu yang dikeluarkan kurang dari 18 menit, tidak ada keracunan. Jika 20-35 menit, termasuk dalam keracunan ringan. Jika 35-150 menit, termasuk keracunan berat.

Untuk pemeriksaan toksikologi lainnya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. Kristalografi Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan atau minuman, muntahan, dan isi lambung dimasukkan ke dalam gelas beker, kemudian dipanaskan dalam pemanas air sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrat yang didapat diteteskan ke dalam gelas arloji dan dipanaskan sampai kering, kemudian dilihat di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristal-kristal seperti sapu, berarti termasuk ke dalam golongan hidrokarbon terklorinasi. Kromatografi Lapisan Tipis (TLC) Kaca berukuran 20 cm x 20 cm dilapisi dengan absorben gel silikat atau dengan aluminium oksida, lalu dipanaskan ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 1 jam. Filtrat yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau jaringan korban, disertai dengan tetesan lain yang telah diketahui golongan, jenis, dan konsentrasinya sebagai pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut (biasanya dengan Hexan), namun celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut di atas. Dengan daya kapilaritas, maka pelarut akan ditarik ke atas sambil melarutkan filtrat-filtrat tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan, lalu disemprot dengan reagen Faladium klorida 0,5% dalam HCl pekat, kemudian dengan Difenilamin 0,5% dalam alkohol. Jika ditemukan warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi. Jika ditemukan warna hijau dengan dasar dadu berarti golongan organofosfat. Untuk menentukan jenis dalam golongannya, dapat dilakukan dengan menentukan R.f. masing-masing bercak, dengan rumus sebagai berikut.

26

bn Angka yang didapatkan, dicocokkan dengan standar, sehingga jenisnya dapat ditentukan. Selain pemeriksaan di atas, dapat pula dilakukan pemeriksaan dengan cara Spektrofotometri dan Kromatografi gas G. Aspek Kedokteran Forensik dan Medikolegal Toksikologi Forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang racun dan pengidentifikasian bahan racun yang diduga ada dalam organ atau jaringan tubuh dan cairan korban. Toksikologi Forensik sangat penting diberikan kepada penyidik dalam rangka membantu penyidik polisi dalam pengusutan perkara yaitu : mencari, menghimpun, menyusun dan menilai barang bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan tujuan agar dapat membuat terang suatu kasus yang ada indikasi korbannya meninggal akibat racun. Dokter pemeriksa pada kewenangannya tidak akan menyebutkan korban mati akibat bunuh diri, pembunuhan, ataupun kecelakaan, tapi jelas menyebutkan penyebab kematiannya akibat keracunan zat-zat, obat-obatan, dan racun tertentu atau dengan kata lain ditemukannya gangguan pada organ-organ tubuhnya akibat sesuatu zat-zat, obat-obatan,dan racun tertentu tersebut. 1. Aspek hukum Sebagaimana diatur dalam Pasal 133 ayat (1) KUHAP yang menegaskan dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa apabila ada kasus mati karena keracunan yang diduga tindak pidana, penyidik berwenang mendatangkan dan meminta keterangan seorang ahli.

27

Sedangkan "Keterangan ahli" menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP adalah "keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan". Dengan adanya definisi diatas maka yang dimaksud dengan seorang yang memiliki keahlian khusus dalam keracunan adalah seorang toksikologi. Sebab kematian seorang korban yang mati karena racun dan diduga karena suatu tindak pidana, perlu diketahui oleh pihak pengadilan, karena menentukan kesalahan yang telah dilakukan terdakwa, sehingga hakim dapat menjatuhkan pidana seadil mungkin. Apabila kesalahan itu dilakukan tanpa kesengajaan (karena kealpaannya) maka terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan : pasal 203, 205, dan 359 KUHP. Pasal 203 (1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bahwa barang sesuatu dimasukkan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang lain, sehingga karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Pasal 205 (1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-barang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau di bagibagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima

28

ratus rupiah. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun. (3) Barang-barang itu dapat disita. Pasal 359 Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Pasal 202 (1) Barang siapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersamasama dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang ber- salah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Pasal 338 Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Apabila terdakwa mengetahui bahwa barang tersebut berbahaya bagi jiwa atau kesehatan, tetapi ia tidak mengatakan dengan berterus terang sifat bahaya dari pada barang

29

tersebut kepada orang yang berkepentingan, maka ia dapat dipidana berdasarkan pasal 204 KUHP. Pasal 204 (1) Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat; berhahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Apabila tindakan pembunuhan dengan racun itu dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, maka terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan pasal 304 KUHP. Pasal 304 Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Apabila tidakan itu dilakukan atas permintaan korban, tedakwa dapat dipidana berdasarkan pasal 344 KUHP. Pasal 344 Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

30

Seseorang yang sengaja menghasut, membantu atau memberi sarana untuk membunuh diri dengan racun, sehingga korban meninggal dunia maka terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan pasal 345 KUHP Pasal 345 Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

BAB III KESIMPULAN 1. Racun merupakan zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik,

yang dalam dosis toksik menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Berat ringannya keracunan dipengaruhi oleh cara masuk, umur, kondisi tubuh, kebiasaan, idiosinkrasi, alergi, dan waktu pemberian. 2. Keracunan dapat terjadi akibat usaha bunuh diri, pembunuhan, ataupun kecelakaan Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah menemukan racun atau sisa racun dalam tubuh atau cairan tubuh korban, dan adanya kontak dengan racun. 3. Keracunan insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri, dan digolongkan menjadi Hidrokarbon Terklorinasi dan Inhibitor Kolinesterase, yang Organofosfat dan Karbamat. 4. Diazinon termasuk ke dalam golongan organophosphat, yang merupakan bahan kimia yang efektif digunakan untuk membasmi serangga. Efek yang timbul pada manusia akibat terpapar pada senyawa ini, baik secara inhalasi, oral, ataupun melalui kulit. Diazinon bekerja sebagai antikolinesterase organofosfat yaitu dengan

31

menghambat AchE. Kematian keracunan Diazinon umumnya berupa kegagalan pernafasan dan aritmia jantung. 5. Pengobatan untuk keracunan akut, diberikan sulfas atropin dan dilanjutkan dengan pemberian kolinesterase reaktivator. pemberian harus diberikan dengan cepat mengingat masa kritis dalam 4-6 jam pertama. Untuk keracunan kronis dapat diketahui dengan penentuan kadar AChE dalam darah. 6. Pemeriksaan pada jenasah, meliputi pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan tambahan. Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan buih putih kemerahan dari hidung atau mulut dengan bau pelarut insektisida tersebut (minyak tanah), kuku dan jari tampak sianosis. Pada pemeriksaan dalam, secara umum tidak ditemui kelainan, tetapi dapat ditemukan bau minyak tanah pada rongga torak dan abdomen, dan edema organ-organ dalam. Pada pemeriksaan tambahan dilakukan pemeriksaan toksikologi dan penentuan kadar AChE dalam darah atau plasma.pemeriksaan toksikologi menggunakan jaringan hati, limpa, paru-paru, lemak badan, isi muntahan atau sisa makanan yang dicerna, dan darah, yang umumnya menggunakan cara kristalografi dan kromatografi lapisan tipis. Sedangkan untuk menentukan kadar AChE dalam darah dan plasma, dapat menggunakan cara tintometer (Edson) dan paper strip (Acholest).

32

DAFTAR PUSTAKA 1. Budiyanto, Arif, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1999. 2. Benbrook, C.M.. How Do We Live with the Use of Chemicals to Feed the World. In: Symposium Annual Meeting of the AAAS, Can We Feed The World Without Poisoning the Earth. Washington DC; February 19, 2005. Available from: http://www.biotech-info.net. AAAS_2005.htm. Acessed: May 21th, 2008

3. Sampurna, Budi & Samsu, Zulhasmar. Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum. Jakarta; 2003. 4. Gagnon, M. Diazinon. George Washington University School of Public Health; PubH 243. 2001

33

5. Katzung, B.G & Trevor, A.J. Introduction to Toxicology in: Pharmacology, Examination and Board Review. 6th ed. United States of America; Lange Medical Book/McGraw Hill. 2002. 6. Jaga, Kushik & Dharmani, Chandrabhan. Sources of Exposure to and Public Health Implications of Organophosphate Pesticides in: Rev Panam Salud Publica/Pan AmJ Public Health. Vol 14(3). 2003. 7. Busby, A. et al. The In Vivo Quantitation of Diazinon, Chlorpyrifos, and Their Major Metabolites in Rat Blood for the Refinement of a Physiologically-Based Pharmacokinetics/Pharmacodynamic Models. In: U.S. Department of Energy Journal of Undergraduated Research. Vol. 10. 2004 .Available from: http://www.scied.science.doe.gov. Acessed: May 21th, 2008 8. Buffin, D.. Diazinon. in: Pesticides News. No. 49. September 2000. p.20. Available at: http://www.pan-uk.org/search/index.html. Acessed: May 21th,2008 9. Wikipedia.. Diazinon. in: Wikipedia, the Free Encyclopedia. U.S.; Wikimedia Foundation, Inc. 2008. Available at: http://en.wikipedia .org/wiki/ Diazinon. Acessed: May 21th, 2008 10. Kamanyire, R. & Karalliedde, L. In-Depth Interview, Organophosphate Toxicity and Occupational Exposure. in: Occupational Medicine. Vol.54. p. 69-75. 2004. 11. CDC. Diazinon. 2004.. Available from: http://www.atsdr.cdc.gov/ toxprofiles/tp86c3.pdf Accessed : May 23th, 2008 12. Teimori, F, et al. Alteration of Hepatic Cells Glucose Metabolism as a Noncholinergic Detoxication Mechanism in Counteracting Induced Oxidative Stress. In:

34

Human & Experimental Toxicology. Vol.25. p.697-703. 2006. Available at: www.sagepublications.com. Acessed : May 21th, 2008

13. Sudjana Putu. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal: Toksikologi,hal(127177). Surabaya; 2010.

35

Lampiran I Kasus 1 : Seorang laki-laki berusia 70 tahun ditemuka sudah tidak bernyawa lagi didapurnya, disisinya terdapat botol kosong berlebel Alaxon, sebelumnya pasien tampal depresi, pernah beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Pada otopsi menemukan kongesti alat dalam yang non spesifik dan difus dan tampak bintik-bintik perdarahan di sepanjang saluran pernapasan. Tampak sirosis mikronodular, dan disangka sebagai keracunan alcohol. Tidak ada tanda-tanda kekerasan.darah femoral, urin dan cairan lambung diambil jaringannya sebagai sampel untuk analisis toksikologi. Kasus 2 : Seorang tukang kebun berusia 63 tahun ditemaka tergeletak tidak sadarkan diri di atas tempat tidurnya. Didekatnya ada botol Perfekthion. Saat di dalam ambulance terjadi cardiac arrest. Walaupun telah dilakukan perawatan secara intensif, laki-laki itu meninggal setelah 3 hari berada di rumah sakit. Pada pemeriksaan post mortem ditemukan anoksia ensefalopati yang difus dan infark serebral akut. Tidak ditemukan tanda kekerasan. Cairan plasma dikumpulkan ke rumah sakit antara lain darah femoral, isi lambung, hati dan kandung empedu untuk dilakukan analisis toksikologi. Dalam kandung kemih tidak ada urin.

36

Anda mungkin juga menyukai