Anda di halaman 1dari 7

Agus, Kajian Kawasan Wisata Goa

KAJIAN KAWASAN WISATA GOA MAHARANI DAN TANJUNG KODOK DI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN DALAM MENUNJANG MATA PELAJARAN GEOGRAFI DI TINGKAT SLTP
Agus Sutedjo * Abstrak: Pada umumnya objek wisata alam merupakan fenomena geografi yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar dan sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan. Tujuan penelitian untuk mengetahui: 1) kondisi fisik, 2) proses-proses geologis, dan 3) kelayakan kawasan wisata Goa Maharani dan Pantai Tanjung Kodok sebagai lokasi wisata pendidikan geografi siswa SLTP. Observasi dan pengukuran dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik proses-proses geologis yang terjadi, analisis KBK mata pelajaran geografi SLTP untuk memperoleh sub-aspek mata pelajaran yang sesuai untuk lingkungan fisik beserta indikatornya. Hasil observasi dan pengukuran didiskripsikan dan dilakukan pengukuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik dan proses-proses geologi tidak lengkap untuk pembelajaran geografi namun layak untuk lokasi wisata pendidikan geografi. Abstract: The research attempts to know the 1) physical condition, 2) geological processes, 3) eligibility area of Goa Maharani and pantai Tanjung Kodok as a location of geography education for SLTP students. Observation and measurement were conducted to know the condition of physical and geological processes happened, analysis of competence based curriculum for geography subject to get the sub aspect of the subject appropriate to the physical environment and its indicators. The finding indicates that the physical condition and geology processes are only appropriate for the location of geography education, but not for geography learning process. Kata Kunci : kawasan wisata, kurikulum geografi SLTP, kelayakan.
Perubahan dan perkembangan berbagai aspek kehidupan perlu diimbangi oleh kinerja pendidikan yang profesional dan bermutu tinggi. Mutu pendidikan yang tinggi sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas dan berkehidupan yang damai, terbuka, berdemokrasi dan mampu bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Agar kelulusan pendidikan memiliki keunggulan kompetitif dan sesuai mutu standar nasional maupun internasional, laboratorium perlu dikembangkan sebagai tempat berlatih untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi selain kurikulum berbasis kompetensi maupun penunjang pendidikan yang lain. Geografi merupakan ilmu yang menunjang kehidupan dalam segala perwujudan hidup sepanjang hayat dan dorongan peningkatan kehidupan. Lingkup bidang kajiannya memungkinkan manusia memperoleh jawaban atas pertanyaan sekelilingnya yang menekankan pada aspek-aspek spasial eksistensi manusia, agar manusia memahami karakteristik dunianya dan tempat hidupnya (Pusat Kurikulum, 2002). * Dosen Jurusan Geografi FIS Universitas Negeri Surabaya

28

JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOL.6, NO. 1, 2005: 1 - 60 Bidang kajian geografi meliputi muka bumi dan proses-proses yang membentuknya, hubungan antara manusia dengan lingkungannya serta pertalian antara manusia dengan tempattempat. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi-dimensi alam dan manusia di dunia dalam menelaah manusia, tempat-tempat dan lingkungannya (Bintarto, 1988). Sementara itu Hagget (1997) menjelaskan bahwa obyek material geografi meliputi gejala-gejala yang terdapat dan terjadi di muka bumi yaitu litosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer. Mata pelajaran geografi mengembangkan pemahaman siswa tentang organisasi spasial, masyarakat, tempat-tempat dan lingkungannya pada muka bumi. Siswa didorong untuk memahami proses-proses fisik yang membentuk pola-pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di muka bumi, sehingga diharapkan siswa dapat memahami bahwa manusia menciptakan wilayah (region) untuk menyederhanakan kompleksitas muka bumi. Selain itu, siswa dimotivasi secara aktif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah-wilayah. Dengan demikian siswa diharapkan memiliki kepedulian kepada kelestarian ekologis yang pada gilirannya dapat mendorong siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan di lingkungannya pada masa kini dan masa depan (Pusat Kurikulum, 2002). Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar geografi, tidak cukup hanya dilakukan dalam kelas/ruang saja. Siswa perlu mengetahui fenomena-fenomena alam yang sesungguhnya sehingga siswa tidak terjebak dalam verbalisme. Kecuali itu, banyak di antara proses-proses alam tidak dapat dipelajari dalam ruang kelas atau laboratorium sehingga siswa dituntut untuk mempelajari secara langsung di alam yang sesungguhnya. Karena itulah lokasi belajar yang alami diperlukan untuk penguasaaan mata pelajaran geografi. Dalam rangka pemahaman tentang proses-proses fisik yang membentuk pola-pola muka bumi, diperlukan pengetahuan teoritis yang baik melalui kurikulum mata pelajaran geografi yang terintegrasi. Untuk itulah diperlukan adanya suatu laboratorium alam yang ada di luar kelas, dan siswa didorong untuk memahami proses-proses fisik yang membentuk fenomena-fenomena alam di muka bumi. Bintarto (1988) menjelaskan bahwa porsi materi geografi pada setiap jenjang berbeda namun berkesinambungan. Pada jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dalam rangka mengenalkan lingkungan kepada siswa dapat dilakukan dengan studi wisata. Dalam kegiatannya, siswa ditunjukkan beberapa fenomena alam, fenomena kependudukan, dan kegiatan manusia di tempattempat tertentu. Kegiatan belajar dapat dilakukan sekaligus dengan melakukan kegiatan rekreasi. Dengan cara demikian kegiatan belajar dilakukan dalam suasana yang gembira, pikiran segar maupun tanpa perasaan yang tertekan. Dengan kondisi tersebut, siswa diharapkan lebih dapat memahami apa yang ingin diketahuinya. Untuk menunjang kegiatan tersebut diperlukan tempat belajar berupa laboratorium alam sekaligus berfungsi sebagai objek wisata. Objek wisata, menurut Damardjati (1992) adalah berwujud objek, barang-barang mati atau statis baik yang diciptakan oleh manusia sebagai hasil seni dan budaya maupun yang berupa gejala-gejala alam yang memiliki daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi agar dapat menyaksikan, mengagumi, menikmati sehingga terpenuhilah rasa kepuasan wisatawan sesuai dengan motif kunjungannya. Pada umumnya objek wisata alam merupakan fenomena geografi yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar dan sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan. Hanya masalahnya, tidak setiap lokasi wisata dapat digunakan untuk kegiatan belajar yang memadai, artinya dapat memenuhi cukup banyak materi ajar. Terlebih lagi apabila dalam pelaksanaannnya diisyaratkan waktu pelaksanaan yang relatif pendek untuk penghematan biaya. Goa Maharani dan Pantai Tanjung Kodok di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan merupakan dua kawasan wisata alam yang berdekatan dan cukup menarik, mudah dicapai dengan berbagai jenis kendaraan bermotor, sehingga dua lokasi tersebut dapat dijadikan satu paket wisata. Keduanya merupakan fenomena alamiah yang terbentuk dari berbagai proses geologis, dan didapatinya fenomena hasil interaksi antara manusia dengan lingkungan alam di sekitar kawasan wisata.

29

Agus, Kajian Kawasan Wisata Goa Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya pada mata pelajaran geografi, pada jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), diperlukan adanya laboratorium alam yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar yang menyenangkan bagi siswa. Sehubungan dengan itu diperlukan adanya studi kelayakan untuk mengetahui layak tidaknya kawasan wisata Goa Maharani dan Pantai Tanjung Kodok sebagai tempat wisata pendidikan untuk mata pelajaran geografi pada SLTP. Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengetahui kondisi fisik kawasan wisata Goa Maharani dan Pantai Tanjung Kodok, 2) mengidentifikasi proses-proses geologis yang terjadi di kawasan wisata Goa Maharani dan Pantai Tanjung Kodok, 3) mengetahui tingkat kelayakan kawasan wisata Goa Maharani di Tanjung Kodok sebagai lokasi wisata pendidikan geografi untuk SLTP.

Metode
Untuk mengetahui kondisi fisik dan prosesproses geologis dilakukan analisis secara deskriptif, sedangkan untuk mengetahui tingkat kelayakan kawasan wisata Goa Maharani dan Pantai Tanjung Kodok sebagai lokasi wisata pendidikan geografi dilakukan penskoran yang langkahlangkahnya adalah : 1) pemilihan subaspek kompetensi dasar, hasil belajar dan indikatornya pada kurikulum kompetensi dasar mata pelajaran geografi SLTP, dalam hal ini dipilih subaspek ciri-ciri fisik di suatu tempat, proses-proses fisik yang membentuk pola-pola muka bumi, interaksi lingkungan fisik di suatu wilayah, 2) dari pemilihan subaspek tersebut akan diperoleh sejumlah indikator yang digunakan sebagai acuan dalam mengevaluasi ada tidaknya proses eksogen dan endogen, landform, kondisi fisik dan usaha konservasi; apabila di daerah penelitian dijumpai indikator proses eksogen, endogen, landform, kondisi fisik atau usaha-usaha konservasi maka indikator tersebut diberi skor 1, dan skor 0 apabila tidak ada, 3) menjumlah seluruh skor indikator yang diperoleh, selanjutnya dibandingkan dengan skor maksimal indikator atau jumlah skor semua indikator, dengan demikian akan diperoleh nilai perbandingan antara 0 % (nilai minimal) sampai 100 % (nilai maksimal), 4) untuk menentukan tingkat kelayakan kawasan wisata menjadi lokasi wisata pendidikan geografi skor dimasukkan ke dalam kriteria sebagai berikut : tidak layak apabila nilai 0 % - 20 %, kurang layak apabila nilai 21 % - 40 %, cukup layak apabila nilai 41% - 60%, layak apabila nilai 61% - 80%, dan sangat layak apabila nilai 81%- 100%.

Hasil dan Pembahasan


Penentuan tingkat kelayakan daerah penelitian menjadi lokasi wisata pendidikan geografi, pada dasarnya menggunakan sifat-sifat fisik, proses geologis dan aktivitas manusia sebagai indikatornya.

Kondisi Fisik
Kawasan wisata Pantai Tanjung Kodok dan Goa Maharani merupakan bagian dari lipatan pegunungan kapur pada zone Antiklinal Rembang Utara dengan lipatan yang tidak begitu kuat. Hal itu dapat dilihat dari lipatan-lipatan yang landai, dip kecil dan lebih simetris sebagai akibat gaya endogen. Batuan yang terdapat di daerah penelitian termasuk batu kapur yang telah mengalami pelapukan di beberapa tempat baik fisik, kimiawi maupun biologis. Air permukaan di daerah penelitian, sulit ditemui mengingat daerah tangkapan hujan tidak begitu luas sehingga tidak sempat membentuk konsentrasi aliran sungai kecuali di waktu hujan. Air tanah sulit ditemui, berkaitan dengan jenis batuannya yang bersifat sulit melalukan resapan air, kecuali pada retakan-retakan, misalnya pada goa. Topografi daerah penelitian berupa perbukitan dengan ketinggian 0 m sampai 100 meter. Sebagian besar berupa lereng perbukitan dengan kemiringan yang bervariasi yang didominasi oleh lereng 25 % - 40 %. Dataran yang ada saat ini kemungkinan bukan bentukan alami namun lereng yang diratakan dan menjadi lahan parkir. Jenis tanah yang terbentuk hanya satu macam yaitu terra rosa mengingat bahan induk tanah, iklim, topografi maupun vegetasi yang ada kurang bervariasi. Solum tanah yang terbentuk

30

JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOL.6, NO. 1, 2005: 1 - 60 sangat dangkal karena sifat bahan induk tanahnya yang lebih tahan lama dan lebih sulit untuk melapuk, lebih dominan pelapukan kimianya. Mengingat bahan induk yang sedikit jumlah mineralnya kesuburan tanahnya termasuk rendah. Berkaitan dengan kesuburan tanah yang rendah, penggunaan lahan dan jenis vegetasi yang ada tidak banyak. Hanya tumbuhan tertentu yang ada dan dapat hidup dengan baik yaitu jati, berupa areal hutan. Namun beberapa tempat yang solum tanahnya lebih tebal telah diusahakan beberapa jenis tanaman untuk usaha pertanian.

Proses Geologi
Proses geologi merupakan proses endogen dan eksogen yang terjadi pada waktu yang bersamaan yang akhirnya membentuk berbagai macam bentuk lahan seperti saat ini. Proses endogen yang terdapat di daerah penelitian hanya satu macam yaitu pengangkatan batuan kapur sebagai akibat proses pelipatan, sedangkan proses eksogen berupa pelapukan, pengikisan, longsoran dan pengendapan. Proses eksogen tersebut terjadi karena terangkatnya batuan kapur sampai di atas permukaan laut dan terjadi kontak dengan atmosfer yang mengakibatkan proses eksogen berlangsung. Mengingat batuan kapur di daerah penelitian merupakan batuan yang resisten maka proses eksogen didominasi oleh pelapukan kimia akibat beraksi dengan air hujan yang mengandung karbon dioksida. Reaksi tersebut terjadi di dalam batu kapur, pada retakan-retakan yang terbentuk dan hasil dari reaksi kimia tersebut berupa pelarutan yang menghasilkan material endapan berujud stalagtit, stalagmit, tiang kapur, flow stone seperti pada Goa Maharani. Retakan-retakan yang terbentuk merupakan hasil proses pengangkatan dalam rentang waktu yang cukup lama atau hasil pelapukan fisik. Pengikisan yang terjadi di daerah penelitian merupakan erosi pada endapan material hasil longsoran oleh air hujan, hanya sedikit erosi permukaan lereng oleh air hujan. Abrasi tebing pantai lebih dipengaruhi oleh faktor kemiringan tebing yang relatif terjal daripada besarnya pukulan gelombang air laut. Hasil abrasi, selanjutnya oleh gerakan pasang surut air laut diendapkan di pantai yang menjorok ke dalam. Adanya proses yang kompleks, bentuk lahan yang terbentuk akibat proses geologi juga beragam. Berdasarkan pembagian bentuk lahan oleh Zuidam (1979), di daerah penelitian terdapat bentuk lahan asal struktural, bentuk lahan asal marin, bentuk lahan asal pelarutan dan bentuk lahan asal denudasional. Bentuk lahan asal struktural berupa perbukitan antiklinal, sedangkan bentuk lahan struktural yang lain tidak terbentuk karena sifat batuan dan tenaga endogen yang tidak mendukung. Bentuk lahan asal marin berupa gisik dan rataan pasang surut, namun keberadaannya tidak begitu jelas karena kecilnya gelombang air laut maupun morfologi pantai yang berbukit. Gisik berukuran relatif kecil dengan jumlah materi endapan yang relatif sedikit. Rataan pasang surut tidak begitu luas, karena gelombang air laut yang ada tidak cukup kuat untuk merombak tebing pantai. Hasil rombakan yang ada, berupa puing-puing batu kapur, itulah yang akhirnya oleh gelombang diendapkan di gisik (beach). Bentuk lahan asal denudasional berupa perbukitan terkikis dan lahan rusak. Proses pengikisan terjadi karena pelarutan di permukaan oleh air hujan. Kenampakan di alam akibat proses tersebut adalah adanya alur dan lembah yang berukuran relatif sempit tempat mengalirnya akumulasi air hujan. Lahan rusak terjadi di lereng perbukitan akibat pengambilan batu kapur untuk bahan bangunan, namun ada beberapa tempat terjadi kerusakan secara alami yaitu longsoran. Lahan rusak tersebut pada umumnya terletak di luar kawasan wisata. Bentuk lahan asal pelarutan yang ada berupa lereng perbukitan karst dan dolina. Lereng perbukitan karst terbentuk akibat aliran air permukaan dan pada lereng perbukitan tampak lubang-lubang akibat pelarutan. Ledok karst atau uvala umumnya terbentuk pada bagian atas bukit yang relatif datar. Ledok tersebut terbentuk karena adanya pelarutan pada retakan yang makin lama makin besar dan membentuk lubang. Apabila lubang makin besar terbentuklah uvala.

31

Agus, Kajian Kawasan Wisata Goa Bentuk lahan asal yang lain, misalnya gunung api, aeolian dan glasial tidak ditemukan di daerah penelitian mengingat kondisi alam yang tidak mendukung, sedangkan bentuk lahan asal fluvial masih dapat ditemukan di sekitar kawasan wisata, meskipun agak jauh, berupa daratan aluvial berupa dataran banjir sebagai akibat proses pengendapan pada waktu terjadi genangan banjir waktu musim penghujan. Kerusakan lahan yang ada terjadi akibat aktivitas manusia dan alam. Bentuk kerusakan yang terjadi lebih dominan oleh aktivitas manusia disebabkan kurang sadarnya masyarakat dalam melestarikan lingkungan hidup dan desakan kebutuhan untuk memperoleh pendapatan dengan cara menambang batu kapur (Hetty, 2000). Kerusakan akibat aktivitas terjadi di lereng pegunungan dalam bentuk longsoran dan abrasi pantai oleh air laut. Sehubungan dengan adanya kerusakan lahan di kawasan wisata, telah diusahakan konservasi untuk mengurangi atau mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas alam maupun manusia, usaha tersebut antara lain penanaman pohon dan mengurangi pengambilan batu kapur. Kondisi fisik daerah penelitian tidak dapat memenuhi semua kebutuhan bahan untuk studi geografi tingkat SLTP, hal ini disebabkan cakupan wilayah yang relatif sempit dengan batuan yang sejenis. Sementara itu dalam mempelajari kondisi fisik secara menyeluruh dan terpadu diperlukan daerah cakupan yang relatif luas. Begitu pula dengan bentuk lahan hasil proses eksogen dan proses endogen, tidak lengkap dan tidak banyak namun sebenarnya, di manapun tidak ada tempat yang dapat memberikan bahan kajian yang lengkap apalagi kawasan yang sempit.

Kelayakan Daerah Penelitian Sebagai Lokasi Wisata Pendidikan Geografi Tingkat SLTP.
Berdasarkan kurikulum dari Pusat Kurikulum (2002), mata pelajaran geografi yang berkaitan dengan lingkungan fisik diajarkan pada kelas 1 semester 1 dan semester 2, kelas 2 semester 2. Pada kelas 1 semester 1, bidang kajiannya meliputi subaspek ciri-ciri fisik dan sosial suatu tempat sedangkan pada semester 2 bidang kajiannya adalah subaspek proses-proses fisik dan sosial yang membentuk kenampakan dan pola-pola muka bumi. Pada kelas 2 semeseter 2, bidang kajiannya adalah subaspek interaksi lingkungan fisik dan sosial di suatu wilayah. Hasil penelitian tentang indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar yang berkaitan dengan lingkungan fisik, pada kelas 1 semester 1, terdapat 19 indikator hasil belajar, namun di daerah penelitian hanya terdapat 12 indikator hasil belajar yang dapat digunakan untuk bahan pembelajaran meliputi : 1) proses eksogen, 2) proses endogen, 3) proses struktural, 4) batuan sedimen, 5) membuat diagram lintang lahan berdasarakan ketinggian, 6) batuan metamorf, 7) perombakan secara fisik, 8) perombakan secara kimiawi, 9) perombakan secara organik, 10) bentang alam hasil perombakan fisik, 11) bentang alam hasil perombakan kimiawi, 12) bentang alam hasil perombakan organik. Pada kelas1 semester 2 ditemukan 22 indikator hail belajar yang berkaitan dengan lingkungan fisik, namun di daerah penelitian hanya terdapat 14 indikator yaitu: 1) identifikasi lapisan atmosfer, 2) identifikasi tipe hujan, 3) memperkirakan suhu berdasarkan ketinggian, 4) menganalisis terjadinya angin darat, 5) menganalisis terjadinya angin laut, 6) menganalisis terjadinya angin jatuh, 7) menyajikan informasi cuaca, 8) memberikan contoh air permukaan, 9) memberikan contoh air tanah, 10) mengidentifikasikan laut menurut kedalaman, 11) mengidentifikasi laut menurut letak, 12) mengidentifikasikan pantai, 13) mengidentifikasikan pesisir, 14) mengidentifikasikan gisik. Pengamatan indikator proses eksogen dan endogen tidak dapat dilakukan secara langsung karena prosesnya lambat, namun dapat dilihat melalui hasil proses yang sedang atau sudah berlangsung. Hasil tersebut ditunjukkan dengan adanya berbagai fenomena yang terbentuk misalnya stalagtit, stalagmit, hancuran batuan, pantai, lapisan batuan yang miring, lembah, dan tebing pantai. Untuk membuat diagram bentang lahan berdasarkan ketinggian diperlukan pengukuran yang cukup lama mengingat kondisi medan yang berbukit dan bervegetasi, di samping itu diperlukan pengetahuan perpetaan yang meliputi skala, arah, dan jarak.

32

JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOL.6, NO. 1, 2005: 1 - 60 Indikator lain seperti batuan, perombakan dan hasilnya dapat dilihat secara langsung di lapangan. Jenis batuan hanya batuan sedimen yaitu batuan kapur, sedangkan jenis yang lain tidak terdapat secara alamiah mengingat daerah penelitian tidak terdapat kegiatan vulkanik ataupun tektonik cukup kuat untuk membalikkan atau mengangkat kulit bumi bagian bawah. Perombakan secara fisik, kimiawi dan biologis dapat dilihat dengan membandingkan muka bumi yang belum terpengaruh tenaga eksogen maupun endogen dengan muka bumi yang sudah terpengaruh. Maka bumi yang sudah terpengaruh merupakan landform baru hasil perombakan secara fisik, kimiawi maupun biologis. Pada kelas 2 semester 2 terdapat 9 identifikator hasil belajar yang berkaitan dengan lingkungan fisik namun hanya 8 indikator hasil belajar yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di lapangan daerah penelitian. Indikator-indikator tersebut adalah: 1) identifikasi lingkungan fisik, 2) identifikasi lingkungan biotik, 3) identifikasi lingkungan budaya, 4) menafsirkan arti penting lingkungan bagi kehidupan, 5) identifikasi lingkungan akibat kegiatan manusia, 6) identifikasi lingkungan akibat kegiatan alam, 7) menunjukkan contoh usaha pelestarian lingkungan, 8) identifikasi ciri-ciri pembangunan berwawasan lingkungan. Untuk pembelajaran indikator-indikator tersebut di atas beberapa indikator memerlukan pekerjaan lapangan dan pekerjaan di kelas atau di rumah. Pekerjaan lapangan dimaksudkan untuk melakukan pengukuran unsur-unsur cuaca dan atau memanfaatkan data hasil pengukuran instansi berwenang. Pekerjaan selanjutnya dilakukan di rumah atau di kelas untuk menganalisis data dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel, diagram atau peta. Pada indikator yang berhubungan dengan air, untuk siswa SLTP perlu dibatasi pada sifat-sifat fisik saja yang langsung dapat diketahui di lapangan meliputi bau, rasa, warna dan kekeruhan secara kualitatif, sedangkan sifat kimia dan biologi belum memungkinkan karena memerlukan analisis laboratorium. Berhubung kondisi batuan merupakan batuan kapur, materi tentang air sangat terbatas sehingga perlu memanfaatkan kawasan terdekat yang mempunyai permeabilitas, porositas dan topografi yang berbeda dengan batuan kapur. Indikator hasil belajar untuk identifikasi laut, diperlukan bantuan peta karena tidak memungkinkan mengukur kedalaman laut. Untuk identifikasi pesisir, gisik dan pantai diperlukan ketelitian yang tinggi, bahkan perlu memperluas kawasan pengamatan ke luar kawasan wisata untuk membedakan ketiganya. Berdasarkan kurikulum mata pelajaran geografi SLTP (Pusat Kurikulum, 2002) pelaksanaan studi wisata dapat dilakukan berkali-kali namun lebih baik pelaksanaannya di akhir tiap semester, baik semester 1 dan semester 2 kelas 1 dan semester 2 kelas 2. Apabila hanya dilakukan 1 kali lebih baik dilakukaan studi wisata pada akhir semester 2 kelas 2. dengan demikian diperlukan perencanaan yang tepat sehingga diperoleh hasil yang maksimal mengingat dalam pelaksanaan diperlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Kelayakan kawasan wisata Pantai Tanjung Kodok dan Goa Maharani sebagai lokasi wisata pendidikan geografi SLTP dapat diketahui pada penjelasan di bawah ini : - Apabila pelaksanaan studi wisata dilaksanakan tiap semester maka kawasan wisata Pantai Tanjung Kodok dan Goa Maharani layak untuk lokasi wisata pendidikan bagi siswa pada kelas 1 semester 1 dengan nilai 63 %, layak untuk lokasi wisata pendidikan bagi siswa pada kelas 1 semester 2 dengan nilai 64 % dan sangat layak untuk lokasi wisata bagi siswa pada kelas 2 semester 2 dengan nilai 89 %. - Apabila pelaksanaan studi wisata dilakukan 1 kali pada akhir semester 2 kelas 2 maka kawasan wisata Pantai Tanjung Kodok dan Goa Maharani layak untuk lokasi wisata dengan nilai 68 %, dan masih tetap layak apabila dilakukan pada akhir semester 2 kelas 1 dengan nilai 63 %. Identifikasi bentuk kerusakan lingkungan dan pelestarian lingkungan saat ini masih dapat dilakukan. Namun di masa mendatang seiring dengan keberhasilan usaha pelestarian lingkungan, kerusakan lingkungan yang telah terjadi sudah pulih atau hilang sedangkan pada saat yang sama tidak terjadi kerusakan lingkungan yang berarti tidak ada contoh usaha pelesta-

33

Agus, Kajian Kawasan Wisata Goa rian lingkungan. Dengan demikian di masa mendatang kemungkinan tidak ditemukan contoh kerusakan lingkungan dan usaha pelestariannnya, terutama kerusakan lingkungan oleh aktivitas manusia.

Simpulan dan Saran


Ada beberapa bentuk lahan hasil proses geologi yang penting dan tidak terdapat di daerah penelitian, namun berdasarkan hasil penelitian kawasan wisata Pantai Tanjung Kodok dan Goa Maharani termasuk dalam katagori layak untuk dijadikan lokasi wisata pendidikan geografi SLTP khususnya untuk studi geografi fisik. Untuk meningkatkan kelayakan dapat memanfaatkan tempat-tempat di sekitar kawasan wisata sebagai tambahan bahan pembelajaran baik yang menyangkut lingkungan fisik maupun budaya.

Daftar Acuan
Arsyad, S.1989. Konservasi Tanah Dan Air.Bogor:Penerbit IPB. Bintarto, R. 1988. Ruang Lingkup Dan Konsep Geografi Sebagai Satu Disiplin Keilmuan.Lokakarya Pengembangan Konsep Geografi Dalam Pengajaran di Sekolah. IKIP Yogyakarta, 4 5 April. Bintarto, R. dan Surastopo H., 1991. Metode Analisa Geografi.Jakarta:LP3ES Damardjati, 1992.Istilah-istilah Dasar Pariwisata. Jakarta: PT Pradnya Paramita.. Daryono, 1999. Studi Kelayakan Pada Empat Kawasan Di Propinsi Jawa Timur Untuk Dijadikan Laboratorium Alam Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS IKIP Surabaya. Lembaga Penelitian IKIP Surabaya. Hagget,P. 1997.Geography: A Modern Synthesis.London: Harper and Row. Hetty, N.2000. Studi Tingkat Pesona Obyek Wisata Goa Maharani di Desa Paciran Kabupaten Lamongan. Skripsi Jurusan, Geografi FIS Unesa. Pusat Kurikulum, 2002. Kurikulum Dan Hasil Belajar. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Geografi Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiah. Jakarta Pusat: Balitbang, Depdiknas. Sutikno, 1993. Pengajaran Geografi Seminar Dan Lokakarya Nasional. Pengembangan Laboratorium, 12-13 Nopember, SKIP Bandung.. Verstappen, N.1993. Applied Geomorphology, Geomorphological Survey to Study of Landforms.New York: Longman Scientific & Technical. Zuidam,V. 1979. Terrain Analysis and Classification Using Aerial Photograph. Endschede; ITC, The Netherland.

34

Anda mungkin juga menyukai