BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Di zaman sejak revolusi bergulir hingga saat ini, penemuan penemuan di bidang teknologi elektronika kini yang membuat jarak semakin tak ada artinya dan juga membuat tenaga manusia tidak diperlukan lagi dari pekerjaan yang dulunya dikerjakan dengan tangan, kini dikerjakan oleh mesin-mesin. Alat alat elektronik yang telah maju dengan harga terjangkau kini dapat dinikmati oleh semua kalangan yang ada di masyarakat. Bahkan kini telah banyak menggunakan teknik digital. Melihat semua itu adalah satu keharusan bagi Mahasiswa Elektro Universitas Muhammadiyah Parepare untuk lebih giat dibidangnya, yang mampu mengaktualiasikan konsep yang berupa teori dalam sebuah praktek. dengan adanya Praktikum II ini diharapkan kiranya mahasiswa bertambah pengalamannya di bidang elektro sehingga dasar dari apa yang di praktekkan nya ini mampu di kembangkan sehingga mahasiswa elektro bisa ahli di bidangnya.
B. Maksud dan Tujuan Praktikum II ini dilaksanakan dengan maksud untuk menerapkan ilmuilmu yng didapat pada perkuliahan dan membandingkan dangan hasil-hasil yang didapatkan pada praktikum. Adapun tujuan praktikum II ini yaitu: a. Meningkatkan, memperluas dan memantapkan keterampilan mahasiswa sesuai dengan jurusan elektro
Laporan Praktikum II
b. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa elektro tentang penggunaan alat ukur,komponen, serta rangkaian yang berhubungan dengan elektro.
C. Sistimatika Penulisan Pada laporan Praktikum II ini terMenyusunsecara sistimatik sebagai berikut : a. Bab I Pendahuluan Pada Bab I ini dibahas latar belakang dari perkembangan Dunia Elektronika serta Tuntutan Mahasiswa sebagai acuan pelaksanaan Praktek yang dilaksanakan selama perkuliahan. Selain latar belakang bab ini juga
menggambarkan maksud serta tujuan dari pelaksanaan Praktikum dan sistimatika dari penulisan praktikum ini sebagai mana yang dibahas pada poin ini.
b. Bab II Percobaan-Percobaan Pada Bab II ini mengangkat tentang Tujuan Percobaan, materi atau teori dasar yang di Praktekkan, komponen dan bahan yang digunakan, prosedur percobaan, analisa data yang di peroleh serta kesimpulan dari apa yang telah dilakukan. Adapun Materi yang di praktekkan pada Praktikum II. Antara Lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Karakteristik transistor Transisitor sebagai penguat Transistor sebagai sakelar Gerbang logika Aljabar boole Konversi bilangan biner ke heksadesimal Konversi bilangan heksadesimal ke biner
Laporan Praktikum II
c. Bab III Penutup Bada bab akhir laporan ini terdiri dari Kesimpulan dari semua percobaan yang di praktekkan serta saran untuk memberikan masukan agar pelaksanaan praktikum kedepan bias lebih baik dan bermutu.
d. Daftar Pustaka Pada penyusunan Laporan praktikum II ini referensi yang umum digunakan bersumber dari modul Praktikum II mahasiswa Elektro UMPAR. Dan kami juga menambahkan refersensi lain yang bersumber dari buku elektronika serta sumber media On Line atau internet.
e. Lampiran-lampiran Pada bagian ini kami melampirkan Kartu Asistensi dari semua Percobaan yang telah dilakukan sesta Data sementara yang didapatkan pada saat peraktek dan analisa data yang kami tulis tangan.
Laporan Praktikum II
2.Teori Dasar Transistor jenis BJT (bipolar junction transistor) merupakan transistor yang mempunyai dua diode, terminal posistif atau negatifnya berdempet, sehingga ada tiga terminal. Ketiga terminal tersebut adalah emitter (E), kolektor (C), dan basis (B). perubahan arus listrik dalam jumlah kecil pada terminal basis dapat menghasilkan perubahan arus listrik dalam jumlah besarpada terminal kolektor. Prinsip inilah yang mendasari penggunaan transistor sebagai penguat elektronik. Pada dasarnya ada tiga jenis rangkaian dasar (konfigurasi) untuk mengoperasikan transistor. > > > Basis ditanahkan (Common Base-CB) Emiter ditanahkan (Common Emitter-CE) Kolektor ditanahkan (Common Collector-CC) Karakteristik dari transistor biasanya disebut juga karakteristik statik, yang digambarkan dalam suatu kurva yang mengMenghubungkan antara selisih arus dc dan tegangan pada transistor. Kurva karakteristik statik sangat membantu dalam mempelajari operasi dari suatu transistor ketika diterapkan dalam suatu
Laporan Praktikum II
rangkaian. Ada tiga karakteristik dasar yang sangat penting dari sebuah transistor, yaitu: > > > Karakteristik input Karakteristik output, dan Karakteristik transfer arus konstan.
a). Arus bias Ada tiga cara yang umum untuk memberi arus bias pada transistor, yaitu rangkaian CE (Common Emitter), CC (Common Collector) dan CB (Common Base). Namun saat ini akan lebih detail dijelaskan bias transistor rangkaian CE. Dengan menganalisa rangkaian CE akan dapat diketahui beberapa parameter penting dan berguna terutama untuk memilih transistor yang tepat untuk aplikasi tertentu. Tentu untuk aplikasi pengolahan sinyal frekuensi audio semestinya tidak menggunakan transistor power, misalnya.
b). Arus Emiter Dari hukum Kirchhoff diketahui bahwa jumlah arus yang masuk kesatu titik akan sama jumlahnya dengan arus yang keluar. Jika teorema tersebut diaplikasikan pada transistor, maka hukum itu menjelaskan hubungan : IE = I C + I B
Laporan Praktikum II
Persamanaan di atas tersebut mengatakan arus emiter IE adalah jumlah dari arus kolektor IC dengan arus base IB. Karena arus IB sangat kecil sekali atau disebutkan IB << IC, maka dapat di nyatakan : IE = I C
c). Alpha ( ) Pada tabel data transistor (databook) sering dijumpai spesikikasiadc (alpha dc) yang tidak lain adalah :
dc
= IC/IE
Defenisinya adalah perbandingan arus kolektor terhadap arus emitor. Karena besar arus kolektor umumnya hampir sama dengan besar arus emiter maka idealnya besaradc adalah = 1 (satu). Namun umumnya transistor yang ada memilikiadc kurang lebih antara 0.95 sampai 0.99.
d). Beta ( ) Beta didefenisikan sebagai besar perbandingan antara arus kolektor dengan arus base. = IC/IB
Dengan kata lain,b adalah parameter yang menunjukkan kemampuan penguatan arus (current gain) dari suatu transistor. Parameter ini ada tertera di databook transistor dan sangat membantu para perancang rangkaian elektronika dalam merencanakan rangkaiannya.
Laporan Praktikum II
Misalnya jika suatu transistor diketahui besarb=250 dan diinginkan arus kolektor sebesar 10 mA, maka berapakah arus bias base yang diperlukan. Tentu jawabannya sangat mudah yaitu : IB = IC/b = 10mA/250 = 40 uA
Arus yang terjadi pada kolektor transistor yang memiliki b = 200 jika diberi arus bias base sebesar 0.1mA adalah : IC = b IB = 200 x 0.1mA = 20 mA
Dari rumusan ini lebih terlihat defenisi penguatan arus transistor, yaitu sekali lagi, arus base yang kecil menjadi arus kolektor yang lebih besar.
e). Common Emitter (CE) Rangkaian CE adalah rangkain yang paling sering digunakan untuk berbagai aplikasi yang mengunakan transistor. Dinamakan rangkaian CE, sebab titik ground atau titik tegangan 0 volt diMenghubungkan pada titik emiter.
f). Sekilas Tentang Notasi Ada beberapa notasi yang sering digunakan untuk mununjukkan besar tegangan pada suatu titik maupun antar titik. Notasi dengan 1 subscript adalah
Laporan Praktikum II
untuk menunjukkan besar tegangan pada satu titik, misalnya VC = tegangan kolektor, VB = tegangan base dan VE = tegangan emiter. Ada juga notasi dengan 2 subscript yang dipakai untuk menunjukkan besar tegangan antar 2 titik, yang disebut juga dengan tegangan jepit. Diantaranya adalah : VCE = tegangan jepit kolektor- emitor VBE = tegangan jepit base - emitor VCB = tegangan jepit kolektor - base Notasi seperti VBB, VCC, VEE berturut-turut adalah besar sumber tegangan yang masuk ke titik base, kolektor dan emitor. Hubungan antara IB dan VBE tentu saja akan berupa kurva dioda. Karena memang telah diketahui bahwa junction base-emitor tidak lain adalah sebuah dioda. Jika hukum Ohm diterapkan pada loop base diketahui adalah : IB = (VBB - VBE) / RB
VBE adalah tegangan jepit dioda junction base-emitor. Arus hanya akan mengalir jika tegangan antara base-emitor lebih besar dari VBE. Sehingga arus IB mulai aktif mengalir pada saat nilai VBE tertentu.
Laporan Praktikum II
Besar VBE umumnya tercantum di dalam databook. Tetapi untuk penyerdehanaan umumnya diketahui VBE = 0.7 volt untuk transistor silikon dan VBE = 0.3 volt untuk transistor germanium. Nilai ideal VBE = 0 volt. Sampai disini akan sangat mudah mengetahui arus IB dan arus IC dari rangkaian berikut ini, jika diketahui besar b = 200. Katakanlah yang digunakan adalah transistor yang dibuat dari bahan silikon.
Gambar 2.4. Rangkaian soal IB = (VBB - VBE) / RB = (2V - 0.7V) / 100 K = 13 uA Dengan b = 200, maka arus kolektor adalah : IC = bIB = 200 x 13uA = 2.6 mA
g). Kurva Kolektor Sekarang sudah diketahui konsep arus base dan arus kolektor. Satu hal lain yang menarik adalah bagaimana hubungan antara arus base IB, arus kolektor IC dan tegangan kolektor-emiter VCE. Dengan mengunakan rangkaian01, tegangan VBB dan VCC dapat diatur untuk memperoleh plot garis-garis kurva kolektor. Pada gambar berikut telah diplot beberapa kurva kolektor arus IC terhadap VCE dimana arus IB dibuat konstan.
Laporan Praktikum II
10
Dari kurva ini terlihat ada beberapa region yang menunjukkan daerah kerja transistor. Pertama adalah daerah saturasi, lalu daerah cut-off, kemudian daerah aktif dan seterusnya daerah breakdown. h). Daerah Aktif Daerah kerja transistor yang normal adalah pada daerah aktif, dimana arus IC konstans terhadap berapapun nilai VCE. Dari kurva ini diperlihatkan bahwa arus IC hanya tergantung dari besar arus IB. Daerah kerja ini biasa juga disebut daerah linear (linear region). Jika hukum Kirchhoff mengenai tegangan dan arus diterapkan pada loop kolektor (rangkaian CE), maka dapat diperoleh hubungan : VCE = VCC - ICRC
Rumus ini mengatakan jumlah dissipasi daya transistor adalah tegangan kolektor-emitor dikali jumlah arus yang melewatinya. Dissipasi daya ini berupa panas yang menyebabkan naiknya temperatur transistor. Umumnya untuk
Laporan Praktikum II
11
transistor power sangat perlu untuk mengetahui spesifikasi PDmax. Spesifikasi ini menunjukkan temperatur kerja maksimum yang diperbolehkan agar transistor masih bekerja normal. Sebab jika transistor bekerja melebihi kapasitas daya PDmax, maka transistor dapat rusak atau terbakar. Daerah saturasi adalah mulai dari VCE = 0 volt sampai kira-kira 0.7 volt (transistor silikon), yaitu akibat dari efek dioda kolektor-base yang mana tegangan VCE belum mencukupi untuk dapat menyebabkan aliran elektron. Jika kemudian tegangan VCC dinaikkan perlahan-lahan, sampai tegangan VCE tertentu tiba-tiba arus IC mulai konstan. Pada saat perubahan ini, daerah kerja transistor berada pada daerah cut-off yaitu dari keadaan saturasi (OFF) lalu menjadi aktif (ON). Perubahan ini dipakai pada system digital yang hanya mengenal angka biner 1 dan 0 yang tidak lain dapat direpresentasikan oleh status transistor OFF dan ON.
Misalkan pada rangkaian driver LED di atas, transistor yang digunakan adalah transistor dengan b = 50. Penyalaan LED diatur oleh sebuah gerbang logika (logic gate) dengan arus output high = 400 uA dan diketahui tegangan forward LED, VLED = 2.4 volt. Lalu pertanyaannya adalah, berapakah seharusnya resistansi RL yang dipakai. IC = bIB = 50 x 400 uA = 20 mA
Laporan Praktikum II
12
Arus sebesar ini cukup untuk menyalakan LED pada saat transistor cutoff. Tegangan VCE pada saat cut-off idealnya = 0, dan aproksimasi ini sudah cukup untuk rangkaian ini. RL = (VCC - VLED - VCE) / IC = (5 - 2.4 - 0)V / 20 mA = 2.6V / 20 mA = 130 Ohm
Dari kurva kolektor, terlihat jika tegangan VCE lebih dari 40V, arus IC menanjak naik dengan cepat. Transistor pada daerah ini disebut berada pada daerah breakdown. Seharusnya transistor tidak boleh bekerja pada daerah ini, karena akan dapat merusak transistor tersebut. Untuk berbagai jenis transistor nilai tegangan VCEmax yang diperbolehkan sebelum breakdown bervariasi. VCEmax pada databook transistor selalu dicantumkan juga. Sebelumnya telah disinggung beberapa spesifikasi transistor, seperti tegangan VCEmax dan PD max. Sering juga dicantumkan di datasheet keterangan lain tentang arus ICmax VCBmax dan VEBmax. Ada juga PDmax pada TA = 25o dan PDmax pada TC = 25o. Misalnya pada transistor 2N3904 dicantumkan datadata seperti : VCBmax = 60V VCEOmax = 40V VEBmax = 6 V ICmax = 200 mAdc PDmax = 625 mW TA = 25o PDmax = 1.5W TC = 25o
Laporan Praktikum II
13
TA adalah temperature ambient yaitu suhu kamar. Sedangkan TC adalah temperature cashing transistor. Dengan demikian jika transistor dilengkapi dengan heatshink, maka transistor tersebut dapat bekerja dengan kemampuan dissipasi daya yang lebih besar.
b atau hFE Pada system analisa rangkaian dikenal juga parameter h, dengan meyebutkan hFE sebagai bdc untuk mengatakan penguatan arus. bdc = hFE Sama seperti pencantuman nilai bdc, di datasheet umumnya dicantumkan nilai hFE minimum (hFE min ) dan nilai maksimunya (hFE max).
3.Alat dan Bahan yang digunakan a).Modul Percobaan Catu Daya Multimeter Kabel Penghubung Komponen (Resistor 1 K,Transistor BC109)
Laporan Praktikum II
14
Rc 120
Rb 1k Re 120
5.Prosedur Percobaan a. Membuat rangkai rangkaian yang diujikan seperti pada gambar di
atas.Perhatikann kaki E, B, C transistor. b. Mengaktifkan rangkaian dan berikan tegangan VBB sesuai tabel data, (untuk VBB = 0 volt Menghubungkan ke ground),lalu dengan Voltmeter ukur
tengangan VRB, VRC, VBE, VCE dan VCB. (Perhatikan probe merah ke + dan hitam ke -,dan sesuaikan range pembacaan pada Voltmeter). c. Mencari nilai IB, IC, IE, IB = IC = dan dengan perumusan : = =
IE = IB + IC
Laporan Praktikum II
15
6.Data Hasil Pengamatan Tabel 2.1 Data hasil pengamatan percobaan karakteristik transistor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 VBB (Volt) 1,29 2,01 3,06 4,00 5,00 6,08 7,08 8,02 9,06 10,08 12,12 VRB (Volt) 1,27 1,96 2,97 3,92 4,88 5,81 6,51 6,35 6,47 6.52 6,96 VRC (Volt) 11,36 10,68 9,19 8,71 6,40 6,67 5,95 5,72 5,09 6,11 6,21 VBE (Volt) -0,6 -0,68 -0,74 -0,75 -0,81 -0,85 -0,93 -0,90 -1,00 -0,84 -0,89 VCE (Volt) 10,74 9,4 7,24 4,73 2,25 1,66 0,4 0,25 0,23 0,17 0,17 VCB (Volt) 10,1 8,79 6,27 3,94 1,75 0,8 -0,51 -0,66 -0,67 -0,68 -0,71
= =
, . ,
= =
, ,
. .
= 89,4488 = 0,98894
, ,
= =
, . ,
. , .
= 55,4897 = 0,98197
Laporan Praktikum II
16
= 0,00297 A
Ic =
= 9,19. 10 =0,0919 A
= 30,94276 = 0,7557
= =
, . ,
= =
, ,
. .
= 22,2193
, ,
= 0,9569
. , .
= 100=
1.10
6,40
= 13,1147 = 0,9291
= =
, . ,
. , .
Laporan Praktikum II
17
= 11,6532 = 0,9198
= =
, . ,
= =
, ,
. .
= 9,13978 = 0,90137
= =
. .
, ,
= =
,
, .
=9,00787 = 0,90007
, ,
= =
, . ,
= =
, ,
. .
=7,86707 = 0,88722
Laporan Praktikum II
18
= =
. .
, ,
= =
, ,
. .
=9,37116 = 0,90357
, ,
= =
, ,
. .
=8,92241 = 0,8992
8. Kesimpulan Berdasarkan perhitungan dan juga percobaan yang telah dibuat. Maka dapatlah di tarik kesimpulan: a) Transistor dapat berfungsi sebagai saklar, dan hal itu dapat dibuktikan. b)Untuk menjadi sebuah saklar, transistor harus dikondisikan dalam keadaan jenuh (on) dengan Vce mendekati Vcc dan juga dapat dikondisikan dalam keadaan off dengan Vce mendekati Vcc.
Laporan Praktikum II
19
c) Untuk dapat membuat transistor yang berfungsi sebagai saklar, dapat diMenyusunmenjadi rangkaian sesuai intruksi asisten lab. d) Rangkaian seperti ini dapat digunakan sebagai lampu emergency, lampu tidur, lampu taman, dan berbagai lampu yang diharapkan menyala secara otomatis ketika keadaan sekitar gelap.
Laporan Praktikum II
20
2. Teori Dasar
a). Transistor Sebagai Penguat Transistor adalah suatu monokristal semikonduktor dimana terjadi dua pertemuan P-N, dari sini dapat dibuat dua rangkaian yaitu P-N-P dan N-P-N. Dalam keadaan kerja normal, transistor harus diberi polaritas sebagai berikut 1). Pertemuan Emitter-Basis diberi polaritas dari arah maju seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 (a). 2). Pertemuan Basis-kolektor diberi polaritas dalam arah mundur seperti ditunjukkan pada gambar 2.1 (b).
Gambar 2.8. Dasar polaritas transistor Transistor adalah suatu komponen yang dapat memperbesar level sinyal keluaran sampai beberapa kali sinyal masukan. Sinyal masukan disini dapat berupa sinyal AC ataupun DC. Prinsip dasar transistor sebagai penguat adalah arus kecil pada basis mengontrol arus yang lebih besar dari kolektor melewati transistor. Transistor berfungsi sebagai penguat ketika arus basis berubah. Perubahan kecil arus basis mengontrol perubahan besar pada arus
Laporan Praktikum II
21
yang mengalir dari kolektor ke emitter. Pada saat ini transistor berfungsi sebagai penguat. Dan dalam pemakiannya transistor juga bisa berfungsi sebagai saklar dengan memanfaatkan daerah penjenuhan (saturasi) dan daerah penyumbatan (cut-off). Pada daerah penjenuhan nilai resistansi penyambungan kolektor emitter secara ideal sama dengan nol atau kolektor terhubung langsung (short). Ini menyebabkan tegangan kolektor emitter Vce = 0 pada keadaan ideal. Dan pada daerah cut off, nilai resistansi persambungan kolektor emitter secara ideal sama dengan tak terhingga atau terminal kolektor dan emitter terbuka yang menyebabkan tegangan Vce sama dengan tegangan sumber Vcc. Arus basis ( ICBO) bertindak sebagai arus basis. Karena IC = dc . IB +(dc+1) (ICBO) dalam hal ini Ic = Icco, arus bocor kolektor emitor dengan basis terbuka. Hal yang sama ICBO dalam photo transistor naik bila hubungan basis kolektor diterangi. Bila ICBO dinaikkan arus kolektor (+1) ICBO juga naik, maka untuk sejumlah penyinaran yang sagat sempit, photo transistor lebih peka dari photo dioda. Beberapa photo transistor yang lain memiliki basis dan sinar yang datang untuk membangkitkan arus basis, beberapa transistor yang lain memiliki terminal basis sehingga dapat diberikan tegangan yang luar biasa. Komponen ini biasanya dikemas dalam logam, inilah yang digunakan dalam proyek ini. Susunan beberapa photo transistor dan photo diode sering digunakan sebagai photo detector. Untuk kuat penyinaran tertentu terdapat arus output yang lebih besar pada photo transistor dari pada photo dioda. Tetapi photo dioda mempunyai respon yang lebih cepat dalam switching kurang dari nano detik, sedangkan photo transistor dalam micro detik.
Laporan Praktikum II
22
b). Jenis-jenis Penguat Sudah menjadi suatu hal yang lumrah jika seseorang selalu mencari sesuatu yang lebih baik. Tak terkecuali di bidang rancang bangun penguat amplifier, perancang, peminat atau insinyur elektronika tak pernah berhenti mencari berbagai macam konsep yang lebih baik. Ada beberapa jenis penguat audio yang dikategorikan antara lain sebagai penguat class A, B, AB, C, D, T, G, H dan beberapa tipe lainnya yang belum disebut di sini. Tulisan berikut membahas secara singkat apa yang menjadi ciri dan konsep dari sistem power amplifier (PA) tersebut. Fidelitas dan Efisiensi Penguat audio (amplifier) secara harfiah diartikan dengan memperbesar dan menguatkan sinyal input. Tetapi yang sebenarnya terjadi adalah, sinyal input di-replika (copied) dan kemudian di reka kembali (re-produced) menjadi sinyal yang lebih besar dan lebih kuat. Dari sinilah muncul istilah fidelitas (fidelity) yang berarti seberapa mirip bentuk sinyal keluaran hasil replika terhadap sinyal masukan. Ada kalanya sinyal input dalam prosesnya kemudian terdistorsi karena berbagai sebab, sehingga bentuk sinyal keluarannya menjadi cacat. Sistem penguat dikatakan memiliki fidelitas yang tinggi (high fidelity), jika sistem tersebut mampu menghasilkan sinyal keluaran yang bentuknya persis sama dengan sinyal input. Hanya level tegangan atau amplituda saja yang telah diperbesar dan dikuatkan. Di sisi lain, efisiensi juga mesti diperhatikan. Efisiensi yang dimaksud adalah efisiensi dari penguat itu yang dinyatakan dengan besaran persentasi dari power output dibandingkan dengan power input. Sistem penguat dikatakan memiliki tingkat efisiensi tinggi (100 %) jika tidak ada rugirugi pada proses penguatannya yang terbuang menjadi panas.
Laporan Praktikum II
23
1). PA kelas A Contoh dari penguat class A adalah adalah rangkaian dasar common emiter (CE) transistor. Penguat tipe kelas A dibuat dengan mengatur arus bias yang sesuai di titik tertentu yang ada pada garis bebannya. Sedemikian rupa sehingga titik Q ini berada tepat di tengah garis beban kurva VCE-IC dari rangkaian penguat tersebut dan sebut saja titik ini titik A. Gambar berikut adalah contoh rangkaian common emitor dengan transistor NPN Q1.
Gambar 2.9. Rangkaian dasar kelas A Garis beban pada penguat ini ditentukan oleh resistor Rc dan Re dari rumus VCC = VCE + IcRc + IeRe. Jika Ie = Ic maka dapat disederhanakan menjadi VCC = VCE + Ic (Rc+Re). Selanjutnya pembaca dapat menggambar garis beban rangkaian ini dari rumus tersebut. Sedangkan resistor Ra dan Rb dipasang untuk menentukan arus bias. Pembaca dapat menentukan sendiri besar resistor-resistor pada rangkaian tersebut dengan pertama menetapkan berapa besar arus Ib yang memotong titik Q.
Laporan Praktikum II
24
Gambar 2.10. Garis beban dan titik Q kelas A Besar arus Ib biasanya tercantum pada datasheet transistor yang digunakan. Besar penguatan sinyal AC dapat dihitung dengan teori analisa rangkaian sinyal AC. Analisa rangkaian AC adalah dengan menghubung singkat setiap komponen kapasitor C dan secara imajiner menyambungkan VCC ke ground. Dengan cara ini rangkaian gambar-1dapat dirangkai menjadi seperti gambar-3. Resistor Ra dan Rc diMenghubungkan kapasitor dihubung singkat. ke ground dan semua
Gambar 2.11 Rangkaian imajimer analisa ac kelas A Dengan adanya kapasitor Ce, nilai Re pada analisa sinyal AC menjadi tidak berarti. Pembaca dapat mencari lebih lanjut literature yang membahas penguatan transistor untuk mengetahui bagaimana perhitungan nilai penguatan transistor secara detail. Penguatan didefenisikan dengan Vout/Vin = rc / re`, dimana rc adalah resistansi Rc paralel dengan beban RL (pada penguat akhir, RL adalah speaker 8 Ohm) dan re` adalah resistansi penguatan transitor. Nilai
Laporan Praktikum II
25
re` dapat dihitung dari rumus re` = hfe/hie yang datanya juga ada di datasheet transistor. Gambar-4 menunjukkan ilustrasi penguatan sinyal input serta proyeksinya menjadi sinyal output terhadap garis kurva x-y rumus penguatan vout = (rc/re) Vin.
Ciri khas dari penguat kelas A, seluruh sinyal keluarannya bekerja pada daerah aktif. Penguat tipe class A disebut sebagai penguat yang memiliki tingkat fidelitas yang tinggi. Asalkan sinyal masih bekerja di daerah aktif, bentuk sinyal keluarannya akan sama persis dengan sinyal input. Namun penguat kelas A ini memiliki efisiensi yang rendah kira-kira hanya 25% 50%. Ini tidak lain karena titik Q yang ada pada titik A, sehingga walaupun tidak ada sinyal input (atau ketika sinyal input = 0 Vac) transistor tetap bekerja pada daerah aktif dengan arus bias konstan. Transistor selalu aktif (ON) sehingga sebagian besar dari sumber catu daya terbuang menjadi panas. Karena ini juga transistor penguat
Laporan Praktikum II
26
kelas A perlu ditambah dengan pendingin ekstra seperti heatsink yang lebih besar. 2). PA kelas B Panas yang berlebih menjadi masalah tersendiri pada penguat kelas A. Maka dibuatlah penguat kelas B dengan titik Q yang digeser ke titik B (pada gambar-5). Titik B adalah satu titik pada garis beban dimana titik ini berpotongan dengan garis arus Ib = 0. Karena letak titik yang demikian, maka transistor hanya bekerja aktif pada satu bagian phase gelombang saja. Oleh sebab itu penguat kelas B selalu dibuat dengan 2 buah transistor Q1 (NPN) dan Q2 (PNP).
Gambar 2.13 Titik Q penguat A, AB dan B Karena kedua transistor ini bekerja bergantian, maka penguat kelas B sering dinamakan sebagai penguat Push-Pull. Rangkaian dasar PA kelas B adalah seperti pada gambar-6. Jika sinyalnya berupa gelombang sinus, maka transistor Q1 aktif pada 50 % siklus pertama (phase positif 0o-180o) dan selanjutnya giliran transistor Q2 aktif pada siklus 50 % berikutnya (phase negatif 180o 360o). Penguat kelas B lebih efisien dibanding dengan kelas A, sebab
Laporan Praktikum II
27
jika tidak ada sinyal input ( vin = 0 volt) maka arus bias Ib juga = 0 dan praktis membuat kedua trasistor dalam keadaan OFF.
Efisiensi penguat kelas B kira-kira sebesar 75%. Namun bukan berarti masalah sudah selesai, sebab transistor memiliki ke-tidak ideal-an. Pada kenyataanya ada tegangan jepit Vbe kira-kira sebesar 0.7 volt yang menyebabkan transistor masih dalam keadaan OFF walaupun arus Ib telah lebih besar beberapa mA dari 0. Ini yang menyebabkan masalah cross-over pada saat transisi dari transistor Q1 menjadi transistor Q2 yang bergantian menjadi aktif. Gambar-7 menunjukkan masalah cross-over ini yang penyebabnya adalah adanya dead zone transistor Q1 dan Q2 pada saat transisi. Pada penguat akhir, salah satu cara mengatasi masalah cross-over adalah dengan menambah filter cross-over (filter pasif L dan C) pada masukan speaker.
Laporan Praktikum II
28
3). PA Kelas AB Cara lain untuk mengatasi cross-over adalah dengan menggeser sedikit titik Q pada garis beban dari titik B ke titik AB (gambar-5). Ini tujuannya tidak lain adalah agar pada saat transisi sinyal dari phase positif ke phase negatif dan sebaliknya, terjadi overlap diantara transistor Q1 dan Q2. Pada saat itu, transistor Q1 masih aktif sementara transistor Q2 mulai aktif dan demikian juga pada phase sebaliknya. Penguat kelas AB merupakan kompromi antara efesiensi (sekitar 50% 75%) dengan mempertahankan fidelitas sinyal keluaran.
Laporan Praktikum II
29
Gambar 2.16 Overlaping sinyal keluaran penguat kelas AB Ada beberapa teknik yang sering dipakai untuk menggeser titik Q sedikit di atas daerah cut-off. Salah satu contohnya adalah seperti gambar berikut ini. Resistor R2 di sini berfungsi untuk memberi tegangan jepit antara base transistor Q1 dan Q2. Pembaca dapat menentukan berapa nilai R2 ini untuk memberikan arus bias tertentu bagi kedua transistor. Tegangan jepit pada R2 dihitung dari pembagi tegangan R1, R2 dan R3 dengan rumus VR2 = (2VCC)
R2/(R1+R2+R3). Lalu tentukan arus base dan lihat relasinya dengan arus Ic dan Ie sehingga dapat dihitung relasiny dengan tegangan jepit R2 dari rumus VR2 = 20.7 + Ie(Re1 + Re2). Penguat kelas AB ternyata punya masalah dengan teknik ini, sebab akan terjadi peng-gemukan sinyal pada kedua transistornya aktif ketika saat transisi. Masalah ini disebut dengan gumming.
Laporan Praktikum II
30
Untuk menghindari masalah gumming ini, ternyata sang insinyur (yang mungkin saja bukan seorang insinyur) tidak kehilangan akal. Maka dibuatlah teknik yang hanya mengaktifkan salah satu transistor saja pada saat transisi. Caranya adalah dengan membuat salah satu transistornya bekerja pada kelas AB dan satu lainnya bekerja pada kelas B. Teknik ini bisa dengan memberi bias konstan pada salah satu transistornya yang bekerja pada kelas AB (biasanya selalu yang PNP). Caranya dengan menganjal base transistor tersebut menggunakan deretan dioda atau susunan satu transistor aktif. Maka kadang penguat seperti ini disebut juga dengan penguat kelas AB plus B atau bisa saja diklaim sebagai kelas AB saja atau kelas B karena dasarnya adalah PA kelas B. Penyebutan ini tergantung dari bagaimana produk amplifier anda mau diiklankan. Karena penguat kelas AB terlanjur memiliki konotasi lebih baik dari kelas A dan B. Namun yang penting adalah dengan teknik-teknik ini tujuan untuk mendapatkan efisiensi dan fidelitas yang lebih baik dapat terpenuhi. 4). PA kelas C Kalau penguat kelas B perlu 2 transistor untuk bekerja dengan baik, maka ada penguat yang disebut kelas C yang hanya perlu 1 transistor. Ada beberapa aplikasi yang memang hanya memerlukan 1 phase positif saja. Contohnya adalah pendeteksi dan penguat frekuensi pilot, rangkaian penguat tuner RF dan sebagainya. Transistor penguat kelas C bekerja aktif hanya pada phase positif saja, bahkan jika perlu cukup sempit hanya pada puncakpuncaknya saja dikuatkan. Sisa sinyalnya bisa direplika oleh rangkaian resonansi L dan C. Tipikal dari rangkaian penguat kelas C adalah seperti pada rangkaian berikut ini.
Laporan Praktikum II
31
Gambar 2.18 Rangkaian dasar penguat kelas C Rangkaian ini juga tidak perlu dibuatkan bias, karena transistor memang sengaja dibuat bekerja pada daerah saturasi. Rangkaian L C pada rangkaian tersebut akan ber-resonansi dan ikut berperan penting dalam me-replika kembali sinyal input menjadi sinyal output dengan frekuensi yang sama. Rangkaian ini jika diberi umpanbalik dapat menjadi rangkaian osilator RF yang sering digunakan pada pemancar. Penguat kelas C memiliki efisiensi yang tinggi bahkan sampai 100%, namun tingkat fidelitasnya memang lebih rendah. Tetapi sebenarnya fidelitas yang tinggi bukan menjadi tujuan dari penguat jenis ini.
3. Alat dan Komponen Modul percobaan Catu daya Kabel penghubung ( jumper) Kabel penjepit komponen
Laporan Praktikum II
32
R1 56k
Rc 1k
Q1
2N3904
R2 10k
Re 1k
5. Prosedur percobaan
a). Membuat rangkaian seperti diatas. b). Mengaktifkan rangkaian. Lalu dengan FG berikan sinyal VIN sinus dengan frekwensi 1 kHz, atur VIN hingga didapatkan sinyal maksimum tidak cacat ( tidak terpotong ) pada VOUT. c). Mengamati dan menggambarkan VIN ( coupling AC ) dan VOUT (gambarkan dengan coupling AC dan coupling DC ). d).Kemudian ganti RC dengan nilai lebih tinggi. Lakukanlahlangkah seperti sebelumnya untuk transistor selanjutnya.
Laporan Praktikum II
33
6. Tabel pengamatan
Tabel 2.2 Data hasil pengamatan percobaan transistor sebagai penguat Rc (ohm) 2k 5,6 k Vin (Vpp) 1,4 1,9 Vout (Vpp) 2,8 3,8 Gate Av 2 2 Beda Vase
7.
Analisis Data
Coupling Ac
a). Pada tahanan 2 k 1) Vin = TG x Volt/Div = 2,8 x 0,5 volt = 1,4 Vpp 2) Vout= TG x Volt/Div = 2,8 x 1 Volt = 2,8 Vpp 3) F=
4) Gate Av=
= =
= 1000 Hz = 1kHz
, ,
=2
b).Pada tahanan 5,6 k 1) Vin = TG x Volt/Div = 3,8 x 0,5 volt = 1,9 Vpp 2) Vout= TG x Volt/Div = 3,8 x 1 Volt = 3,8 Vpp
Laporan Praktikum II
34
3) F=
4).Gate Av=
= =
= 1000 Hz = 1kHz
, ,
=2
Coupling DC a).Pada tahanan 2k 1) Vin = TG x Volt/Div = 2,8 x 0,5 volt = 1,4 Vpp 2) Vout= TG x Volt/Div = 2,8 x 1 Volt = 2,8 Vpp 3) F= =
.
4) Gate Av=
= 1000 Hz = 1kHz
, ,
=2
b).Pada tahanan 5,6 k 1) Vin = TG x Volt/Div = 3,8 x 0,5 volt = 1,9 Vpp 2) Vout= TG x Volt/Div = 3,8 x 1 Volt = 3,8 Vpp
Laporan Praktikum II
35
3) F= =
.
4) Gate Av=
= 1000 Hz = 1kHz
, ,
=2
8. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas secara jelas kita dapat mengetahui bahwa transistor adalah komponen yang sangat diperlukan dari sebuah perangkat elektronika, sedangkan elektronika sendiri tidak dapat dipisahkandari kehidupan sehari-hari. Transistor adalah alat semikonduktor yang dipakai sebagai penguat, sebagai sirkuit, pemutus, penyambung (switching), stabilisasi tegangan, modulasi sinyal dan lain sebagainya.
Laporan Praktikum II
36
1).Kondisi Aktif Kondisi Aktif adalah kondisi transistor yang dipekerjakan pada daerah linier, dan biasanya digunakan sebagai penguat (amplifier) gelombang, baik itu gelombang audio, maupun gelombang radio. Sinyal masukan yang lemah akan diperkuat oleh transistor yang berfungsi sebagai penguat dan hasilnya akan diumpankan kepada tingkat penguat berikutnya atau disalurkan ke saluran transmisi.
2).Kondisi Cut-Off Kondisi Cut-Off, adalah kondisi transistor yang dipekerjakan sebagai saklar, dimana pada kondisi cut-off, tidak ada arus yang mengalir, atau arusnya sangat kecil sekali mengalirnya baik melalui kolektormaupunmelalui emiter. Karena tidak ada arus yang mengalir atau kecil sekali, maka seolah-olah kondisi transistor dalam keadaan sebuah saklar atau switch yang terputus atau (OFF).
Laporan Praktikum II
37
3).Kondisi Saturasi (jenuh) Kondisi Saturasi (jenuh), adalah kondisi transistor yang dipekerjakan sebagai SWITCH atau saklar, dimana pada kondisi saturasi ini arus yang mengalir melalui kolektor dan emiter dalam keadaan yang sebesar-besarnya, sehingga dalam keadan ini transistor seolah-olah merupakan sebuah saklar atau switch yang tertutup (ON).
b).Transistor sebagai Saklar (switch) Untuk dapat meggunakan transistor sebagai saklar (switch) digital maka transistor harus dipekerjakan pada daerah Saturasi dan Cut-Off secara bergantian. Daerah saturasi untuk mendapatkan logic-LOW dan daerah cut-off untuk mendapatkan logic-HIGH, atau sebaliknya daerah cut-off untuk
mendapatkan logic-LOW dan daerah Saturasi untuk mendapatkan logic-HIGH bergantung pada konfigurasi rangkaian transistor yang digunakan. Ada 2 jenis konfigurasi yang digunakan untuk switch pada transistor yaitu : a. Common Emitter : 1. Logic HIGH, kondisi cut-off. 2. Logic LOW, kondisi saturasi. b. Common collector : 1. Logic HIGH, kondisi saturasi. 2. Logic LOW, kondisi cut-off.
c).Tegangan TTL-Level Pada umumnya level tegangan yang digunakan untuk operasional sebuah komputer mikro seperti IBM-PC adalah TLL-Level, dimana TTL-Level dimiliki 2 level tegangan logic, yaitu : 1. Logic HIGH = + 5 V dan 2. Logic LOW = 0 V sehingga baik sinyal data maupun sinyal sinyal kontrol lainya dalam
Laporan Praktikum II
38
komputer mikro biasanya menggunakan TTL-Level ini sebagai tegangan Logic operasionalnya.
d).Foto Transistor Foto transistor merupakan jenis transducer foto yang dapat merubah besarnya arus listrik jika pada permukaan sensor dari foto transistor tersebut disinari cahaya, akibat adanya kuantitas cahaya inilah yang akan merubah arus listrik yang akan lewat bagian kolektor dan emiter foto transistor tersebut, kemudian arus listrik yang berubah inilah yang dimanfaatkan untuk mengetahui keadaan dari variabel yang akan diukur. Aplikasi dari foto transistor banyak ditemukan pada peralatan-peralatan otomatis yang cara kerjanya dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang jatuh ke permukaan sensornya. Untuk selanjutnya peralatan otomatis peka cahaya tadi dapat dimanfaatkan sebagai alat sekuriti atau alat pengendali peka cahaya lainnya. Berikut ini adalah salah satu bentuk rangkaian aplikasi foto transistor sebagai penggerak relay.
Laporan Praktikum II
39
Keterangan: Gambar 2.21 di atas merupakan Family - Curve atau kumpulan kurva yang menyatakan hubungan arus Kolektor dan tegangan Kolektor-Emiter dari foto transistor tertentu. Terlihat bahwa semakin tinggi intensitas cahaya (L) dengan jarak 1 cm dari sumber, arus Kolektor IC akan meningkat pada setiap nilai intensitas tertentu. Contoh : Untuk suatu nilai VCE tertentu, jika nilai L bertambah besar, maka arus kolektor juga akan meningkat tinggi. Hal ini menunjukkan tingkat sensitivitas foto transistor akan semakin meningkat jika intensitas cahaya yang jatuh ke permukaan semakin tinggi (semakin besar dan terang).
Laporan Praktikum II
40
3. Alat dan Bahan yang digunakan a) Modul percobaan b) Catu daya c) Kabel penghubung ( Jumper ) d) Kabel penjepit komponen
12V
R1
120
LED1 vout
Q1 Vin R2
120 2N3904
5. Prosedur Percobaan a) Membuat rangkaian seperti pada gambar di atas. b) Menagaktifkan rangkaian pada tegangan VIN sebesar 0 volt. Kemudian ukur tegangan VRB, VBE, VCE,Ic,dan IB lalu lengkapi tabel.
Laporan Praktikum II
41
c) Menagaktifkan rangkaian pada tegangan VIN sebesar 5 volt. Kemudian ukur tegangan VRB, VBE, VCE,Ic,dan IB lalu lengkapi tabel. d) Setelah melakukan langkah-langkah diatas, selanjutnya mengganti transistor dengan transistor lainnya.(sesuai petunjuk asisten)
6. Data Hasil Pengamatan Tabel 2.3 Data hasil pengamatan percobaan transistor sebagai saklar Type transistor 2N3904 VIN (Volt) 0 5 VRB (Volt) 0 4,02 VBE (Volt) -3,5 0,9 VCE (Volt) 11,91 0,20 IC 0 mA 97,4mA IB 0 mA 33,4mA kondisi LED P N
VIN=VBB= O V RB RC VBE Dit: IC.? IB.? VRB? VCE? Penye: 1) VIN = 0 Volt IC = = = 0 Ma = 120 = 120 = 0,7 V (transistor silikon)
Laporan Praktikum II
42
IB = =
,
= -5,8 Ma VRB = IB.RB = -5,8 . 0,12 = - O,696 V VCE = VCC (IC.RC) = 12 (0.0,12) = 12 V
b) Transistor jenis 2N3904 (NPN) Dik : VCC = 12 V VIN=VBB = 5 V RB RC VBE = 120 = 120 = 0,7 V (transistor silikon)
IB =
Laporan Praktikum II
43
= 35,83 mA VRB = IB.RB = 35,83 . 0,12 = 4,29 V VCE = VCC (IC.RC) = 12 (100.0,12) = 12 12 =0V
Tabel 2.4 perbandingan secara praktek dengan teori secara Praktek Type transistor 2N3904 VIN (Volt) 0 5 VRB (Volt) 0 4,02 VBE (Volt) -3,5 0,9 VCE (Volt) 11,91 0,20 IC 0 mA 97,4mA IB 0 mA 33,4mA kondisi LED P N
secara teori Type transistor 2N3904 VIN (Volt) 0 5 VRB (Volt) -0,696 4,29 VBE (Volt) 0,7 0,7 VCE (Volt) 12 0 IC 0 100 IB -5,8 35,83 kondisi LED P N
Laporan Praktikum II
44
8. Kesimpulan a) Kondisi Cut-Off, adalah kondisi transistor yang dipekerjakan sebagai saklar, dimana pada kondisi cut-off, tidak ada arus yang mengalir, atau arusnya sangat kecil sekali mengalirnya baik melalui kolektormaupunmelalui emiter. Karena tidak ada arus yang mengalir atau kecil sekali, maka seolah-olah kondisi transistor dalam keadaan sebuah saklar atau switch yang terputus atau (OFF). b) Kondisi Saturasi (jenuh), adalah kondisi transistor yang dipekerjakan sebagai SWITCH atau saklar, dimana pada kondisi saturasi ini arus yang mengalir melalui kolektor dan emiter dalam keadaan yang sebesar-besarnya, sehingga dalam keadan ini transistor seolah-olah merupakan sebuah saklar atau switch yang tertutup (ON). c) Lampu led padam pada saat colector dan emitornya tidak terhubung atau saklar dalam keadaan terbuka (switch Off), sedangkan d) Lampu led menyala pada saat colector dan emitor terhubung atau saklar dalam keadaan terhubung (switch On). e) Transistor dapat berfungsi sebagai saklar, dan hal itu dapat dibuktikan pada saat percobaan. f) Untuk menjadi sebuah saklar, transistor harus dikondisikan dalam keadaan jenuh (on) dengan Vce mendekati 0 volt dan juga dapat dikondisikan dalam keadaan off dengan Vce mendekati Vcc.
Laporan Praktikum II
45
D. Gerbang Logika
1 . Tujuan a) Mengenal berbagai jenis gerbang dasar logika b) Memahami dasar operasi untuk gerbang AND, OR dan NOT c) Memahami struktur internal dari beberapa IC Logika
2 .Teori Dasar Gerbang (gate) logika adalah suatu rangkaian digital yang mempunyai satu atau lebih input dan hanya mempunyai satu output (Malvino, 1983,
hal:23). Output gerbang logika ini tergantung sinyal yang diberikan pada inputnya. Hal ini dapat kita lihat pada persamaan aljabar Boole dan tabel kebenaran yang dimiliki oleh setiap gerbang logika. Aljabar Boole juga memberikan
persamaan untuk setiap gerbang serta memberi simbol untuk operasi gerbang tersebut. Suatu rangkaian digital dapat dibangun dari sejumlah gerbang logika. Dari persamaan untuk setiap gerbang dan tabel kebenaran tiap gerbang logika, maka dengan menggabungkan beberapa gerbang ini akan didapat operasi logika sesuai dengan keinginan dan tujuan yang diharapkan sehingga terbentuklah suatu rangkaian digital yang akan membangun sistem yang diinginkan. Adapun gerbang logika dasar adalah NOT, AND dan OR. Sedangkan gerbang NAND, NOR, XOR, XNOR merupakan gerbang yang dibentuk dari gabungan beberapa gerbang dasar. a). Gerbang NOT Gerbang NOT disebut juga inverter, gerbang ini hanya mempunyai satu input dan satu output. Persamaan logika aljabar Boole untuk output gerbang NOT adalah AY =. Jadi output gerbang NOT selalu merupakan kebalikan dari
Laporan Praktikum II
46
input-nya. Jika input diberikan logika tinggi maka pada output akan dihasilkan logika rendah, dan pada saat input diberikan logika rendah maka pada output akan dihasilkan logika tinggi (Tokheim, 1995). Simbol gerbang NOT
diperlihatkan pada Gambar 2.5dan tabel kebenaran gerbang NOT diperlihatkan pada Tabel 2.5.
inverter,
penguatan non inverting (tak membalik). Operasi penguat ini akan selalu sama antara input dan output, dimana jika input berlogika tinggi maka output juga berlogika tinggi dan jika input berlogika rendah maka output juga berlogika
Laporan Praktikum II
47
rendah. Jadi tegangan masukan selalu sama dengan tegangan keluaran. Penggunaaan utama dari penguat tak membalik ini adalah sebagai buffer
(penyangga/memberikan isolasi) antara dua rangkaian (Tokheim, 1995, hal:35). Diagram rangkaian inverter ganda ini diperlihatkan pada Gambar 2.25, dan tabel kebenarannya diperlihatkan pada Tabel 2.6.
b). Gerbang AND Gerbang AND adalah gerbang logika yang terdiri dari dua atau lebih input dan hanya memiliki satu output. Output gerbang AND akan tinggi hanya jika semua input tinggi, dan jika salah satu atau lebih input berlogika rendah maka output akan rendah. Persamaan logika aljabar Boole gerbang AND adalah Y=A.B. Pada Aljabar Boole operasi gerbang AND diberi tanda kali atau tanda titik (Malvino, 1983). Simbol gerbang AND ditunjukkan pada Gambar 2.26. Tabel kebenaran diperlihatkan pada Tabel 2.7.
Laporan Praktikum II
48
c). Gerbang OR Gerbang OR adalah gerbang logika dasar yang mempunyai dua atau lebih input dan hanya memiliki satu output. Output gerbang OR akan berlogika tinggi apabila salah satu atau lebih input ada yang berlogika tinggi, dan output akan berlogika rendah hanya pada saat seluruh input berlogika rendah.
Persamaan logika aljabar Boole untuk output gerbang OR adalah Y=A+B. Pada aljabar Boole operasi gerbang OR diberi tanda tambah (Malvino, 1983).
Simbol gerbang OR ini ditunjukkan pada Gambar 2.28 dan tabel kebenaran gerbang OR diperlihatkan Tabel 2.8.
Laporan Praktikum II
49
d). Gerbang NAND Gerbang NAND merupakan gabungan dari gerbang AND dan NOT. Output gerbang NAND selalu merupakan kebalikan dari output gerbang AND untuk input yang sama. Jadi output akan berlogika tinggi jika salah satu atau lebih input-nya berlogika rendah, dan output akan berlogika rendah hanya pada saat semua input-nya berlogika tinggi. Persamaan logika aljabar Boole untuk output gerbang NAND adalah A . B = Y (Tokheim, 1995). Simbol gerbang NAND ini ditunjukkan pada Gambar 2.30 Tabel kebenaran gerbang NAND diperlihatkan pada Tabel 2.9
Laporan Praktikum II
50
e). Gerbang NOR Gerbang NOR merupakan gabungan dari gerbang OR dan NOT. Output gerbang NOR selalu merupakan kebalikan dari output gerbang OR untuk input yang sama. Jadi output akan berlogika rendah jika salah satu atau lebih inputnya berlogika tinggi, dan output akan berlogika tinggi hanya pada saat semua input berlogika rendah. Persamaan logika aljabar Boole untuk output gerbang NOR adalah A + B= Y (Tokheim, 1995). Simbol gerbang NOR ini diperlihatkan pada Gambar 2.32 dan tabel kebenaran diperlihatkan pada Tabel 2.10.
Laporan Praktikum II
51
f). Gerbang XOR Simbol dari gerbang Eksklusif OR (XOR) dengan 2 variabel input dan satu buah output diperlihatkan pada Gambar 2.34. Tabel kebenarannya dapat dilihat pada Tabel 2.11. Dari tabel kebenaran XOR, dapat dilihat bahwa output pada logik 1 jika salah satu input pada keadaan logik 0 atau logik 1, sedangkan output pada keadaan logik 0 apabila kedua logika input sama. (Tokheim, 1995). Persamaan logika . aljabar Boole untuk output gerbang XOR adalah
Laporan Praktikum II
52
Gambar 2.35 IC TTL 74LS386 Tabel 2.11 Tabel kebenaran gerbang XOR
g). Gerbang XNOR Simbol dari gerbang Eksklusif NOR (XNOR) dengan 2 variabel input dan satu buah output diperlihatkan pada Gambar 2.36. Tabel kebenaran gerbang XNOR diperlihatkan pada Tabel 2.12. Dari tabel kebenaran, dapat dilihat bahwa output pada keadaan logik 1 apabila input yang diberikan pada logik yang sama seperti A = 1 dan B = 1 atau input A = 0 dan B = 0. Sedangkan output pada logik 0 jika input yang diberikan berlawanan. Persamaan logika aljabar Boole untuk output gerbang XOR adalah (Tokheim, 1995).
Laporan Praktikum II
53
Gambar 2.37 IC D22 9014 Tabel 2.12 Tabel kebenaran gerbang XNOR
3 . Alat dan Bahan yang digunakan a) Breadboard / Digital Trainer b) IC TTL 74LS04, 74LS08, 74LS32, 74LS00, 74LS02 dan 74LS386 c) Jumper ( kabel penghubung)
Laporan Praktikum II
54
LED1
U1A 74LS08D
Laporan Praktikum II
55
U2A 74LS00D
Laporan Praktikum II
56
U1A 74LS02D
5 . prosedur percobaan a) Percobaan pertama 1) Memasang IC 7404 ( SN74LS04 ) pada Breadboard, ( siapkan datasheet sebagai referensi untuk mengetahui konfigurasi pin IC TTL 74LS04 ). 2) MengMenghubungkan pin 14 dengan tegangan +5 v dan pin 7 dengan ground;
Laporan Praktikum II
57
3) Menyusun rangkaian seperti gambar rangkaian percobaan ketiga diatas 4) Meminta kepada asisten untuk memeriksa rangkaian yang telah disusun. Jika rangkaian sudah benar, hidupkan catu daya ; 5) Mengamati apakah lampu LED menyala atau mati. Jika lampu LED menyala isikan 1 dan jika mati isikan 0 pada table berikut : Tabel 2.13 Tempat pengisian hasil pengamatan percobaan ketiga gerbang NOT Key A Off On Lampu LED . .
6) Mengubah nilai sinyal masukan sesuai dengan tabel diatas tuliskan kondisi lampu LED.
b) Percobaan kedua 1) Memasang IC 7408 ( SN74LS08 ) pada Breadboard, ( siapkan datasheet sebagai referensi untuk mengetahui konfigurasi pin IC TTL 74LS08 ). 2) Menghubungkan pin 14 dengan tegangan +5 v dan pin 7 dengan ground; 3) Menyusunrangkaian seperti gambar rangkaian percobaan pertama diatas. 4) Meminta kepada asisten untuk memeriksa rangkaian yang telah disusun. Jika rangkaian sudah benar, hidupkan catu daya ; 5) Mengamati apakah lampu LED menyala atau mati. Jika lampu LED menyala isikan 1 dan jika mati isikan 0 pada table berikut : Tabel 2.14 Tempat pengisian hasil percobaan pertama gerbang AND Key A Off Off On On Key B Off On Off On Lampu LED .. .. .. ..
Laporan Praktikum II
58
6) Mengubahnilai sinyal masukan sesuai dengan tabel diatas tuliskan kondisi lampu LED.
c) Percobaan ketiga 1) Memasang IC 7432 ( SN74LS32 ) pada Breadboard, ( siapkan datasheet sebagai referensi untuk mengetahui konfigurasi pin IC TTL 74LS32 ). 2) Menghubungkan pin 14 dengan tegangan +5 v dan pin 7 dengan ground; 3) Menyusunrangkaian seperti gambar rangkaian percobaan kedua diatas 4) Meminta kepada asisten untuk memeriksa rangkaian yang telah disusun. Jika rangkaian sudah benar, hidupkan catu daya ; 5) Mengamati apakah lampu LED menyala atau mati. Jika lampu LED menyala isikan 1 dan jika mati isikan 0 pada table berikut : Tabel 2.15 Tempat pengisian hasil pengamatan percobaan kedua gerbang OR Key A Off Off On On Key B Off On Off On Lampu LED .. .. .. ..
6) Mengubahnilai sinyal masukan sesuai dengan tabel diatas tuliskan kondisi lampu LED.
d) Percobaan keempat 1) Memasang IC 7400 ( SN74LS00 ) pada Breadboard, ( siapkan datasheet sebagai referensi untuk mengetahui konfigurasi pin IC TTL 74LS00 ). 2) Menghubungkan pin 14 dengan tegangan +5 v dan pin 7 dengan ground;
Laporan Praktikum II
59
3) Menyusun rangkaian seperti gambar rangkaian percobaan keempat diatas 4) Meminta kepada asisten untuk memeriksa rangkaian yang telah disusun. Jika rangkaian sudah benar, hidupkan catu daya ; 5) Mengamati apakah lampu LED menyala atau mati. Jika lampu LED menyala isikan 1 dan jika mati isikan 0 pada table berikut : Tabel 2.16 Tempat pengisian hasil pengamatan percobaan keempat gerbang NAND Key A Off Off On On Key B Off On Off On Lampu LED .. .. .. ..
6) Mengubah nilai sinyal masukan sesuai dengan tabel diatas tuliskan kondisi lampu LED. e) Percobaan kelima 1) Memasang IC 7402 ( SN74LS02 ) pada Breadboard, ( siapkan datasheet sebagai referensi untuk mengetahui konfigurasi pin IC TTL 74LS02 ). 2) Menghubungkan pin 14 dengan tegangan +5 v dan pin 7 dengan ground; 3) Menyusun rangkaian seperti gambar rangkaian percobaan kelima diatas 4) Meminta kepada asisten untuk memeriksa rangkaian yang telah disusun. Jika rangkaian sudah benar, hidupkan catu daya ; 5) Mengamati apakah lampu LED menyala atau mati. Jika lampu LED menyala isikan 1 dan jika mati isikan 0 pada table berikut :
Laporan Praktikum II
60
Tabel 2.17 Tempat pengisian hasil pengamatan percobaan kelima gerbang NOR Key A Off Off On On Key B Off On Off On Lampu LED .. .. .. ..
6) Mengubahnilai sinyal masukan sesuai dengan tabel diatas tuliskan kondisi lampu LED. f) Percobaan keenam 1) Memasang IC 7408 ( SN74LS08 ) pada Breadboard, ( siapkan datasheet sebagai referensi untuk mengetahui konfigurasi pin IC TTL 74LS08 ). 2) Menghubungkan pin 14 dengan tegangan +5 v dan pin 7 dengan ground; 3) Menyusun rangkaian seperti gambar rangkaian percobaan keenam diatas. 4) Meminta kepada asisten untuk memeriksa rangkaian yang telah disusun. Jika rangkaian sudah benar, hidupkan catu daya ; 5) Mengamati apakah lampu LED menyala atau mati. Jika lampu LED menyala isikan 1 dan jika mati isikan 0 pada table berikut : Tabel 2.18 Tempat pengisian hasil pengamatan percobaan keenam gerbang X-OR Key A Off Off On On Key B Off On Off On Lampu LED .. .. .. ..
6) Mengubah nilai sinyal masukan sesuai dengan tabel diatas tuliskan kondisi lampu LED.
Laporan Praktikum II
61
Laporan Praktikum II
62
f)
7 . Analisis Percobaan a) Percobaan pertama Menggunakan jenis IC 7404 (SN74LS04) Gerbang NOT
Tabel.2.25 Analisa data teori gerbang NOT A 0 1 Gambar 2.44 Gerbang NOT Y 1 0
Laporan Praktikum II
63
Gambar 2.45. Gerbang AND Tabel 2.26 Analisa data teori gerbang AND
A 0 0 1 1 c) Percobaan ketiga
B 0 1 0 1
Y 0 0 0 1
Laporan Praktikum II
64
d)
Percobaan Keempat
Menggunakan jenis IC 7400 (SN74LS00) Gerbang NAND Tabe 2.28 Analisa data teori gerbang NAND
B 0 1 0 1
Y 1 1 1 0
e)
Percobaan Kelima
Menggunakan jenis IC 7402 (SN74LS02) Gerbang NOR Tabel 2.29 Analisa data teori gerbang NOR
B 0 1 0 1
Y 1 0 0 0
Laporan Praktikum II
65
f)
Percobaan Keenam
Menggunakan jenis IC 74386 (SN74LS386) Gerbang X-OR Tabel 2.30 Analisa data teori gerbang X-OR
B 0 1 0 1
Y 0 1 1 0
8 . Kesimpulan a) Gerbang NOT, sebagai gerbang inverter atau pembalik, keluaran gerbang NOT adalah kebalikan inputnya. b) Gerbang AND, keluaran 1 jika dan hanya jika semua masukkan 1 selain kondisi tersebut maka keluarannya 0. c) Gerbang OR, keluaran 0 jika dan hanya jika semua masukkan 0 selain kondisi tersebut maka keluarannya 1.dan apabila ada salah satu inputx atau semuax berlogika 1 maka keluaranx 1 (high). d) Gerbang NAND, keluaran dari gerbang AND kemudian di inverterkan sebagai hasilnya adalah kebalikan dari keluaran AND. e) Gerbang NOR, keluaran dari gerbang OR kemudian di inverterkan sebagai hasilnya adalah kebalikan dari keluaran OR. f) Gerbang X-OR, jika masukan logika sama-sama high atau low maka keluaran tetap low/nol. Jika input tidak sama masukkan maka keluaran high/ satu.
Laporan Praktikum II
66
E. ALJABAR BOOLE
1. Tujuan Percobaan Mengetahui / membuktikan hukum-hukum persamaan boolean.
2. Teori Dasar Aljabar Boole merupakan bagian dari matematika yang telah banyak dipergunakan dalam rangkaian digital dan komputer.Setiap keluaran dari suatu atau kombinasi beberapa buah gerbang dapat digunakan dalam suatu rangkaian logika yang disebut ungkapan Boole. Notasi-notasi Aljabar Boole sebagai berikut: a. Fungsi NOT dinyatakan dengan notasi garis atas (over line) pada masukannya. Sehingga gerbang NOT dengan masukan A dapat ditulis: Y = A (NOT A) b. Fungsi OR dinyatakan dengan symbol (+), sehingga gerbang OR dengan masukan A dan B dapat ditulis: Y = A + B atau Y = B + A c. Fungsi AND dinyatakan dengan notasi titik (dot), sehingga gerbang AND dinyatakan dengan: Y = A . B atau Y = B . A Sifat-sifat persamaan Boole dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Hukum komutatif Hukum komutatif disebut juga hukum pertukaran, dimana variable masukan yang dikaitkan dengan satu jenis jalinan dapat saling dipertukarkan pada operasi perhitungan:
Laporan Praktikum II
67
1) Fungsi OR
A B A+B B A B+A
2) Fungsi AND
A B A.B B A B.A
b) Hukum Asosiatif Hukum asosiatif biasa juga disebut hukum pengelompokan dimana pada perjalinanyang sejenis tanda-tanda kurung dapat dihilangkan atau dibentuk kelompok-kelompok baru dalam tanda kurung atau elemen-elemen yang ada didalam kurung diperhitungkan.Hukum ini bermanfaat dalam pemecahan bentuk jalinan rumit. 1) Fungsi OR
A B
A+B C
B (A+B)+C C
B+C A
(B+C)+A
2) Fungsi AND
A B A.B C B C
(A.B).C
B.C A
(B.C).A
Laporan Praktikum II
68
c) Hukum Distributif Bila suatu operasi perhitungan terdapat salinan antara konjungsi maka berlaku persamaan: A . (B + C) = (A . B + A . C)
A B C B+C A A.(B+C) B
A.B+A.C
d) Hukum Identitas dan komplemen Hukum ini mengandung pernyataan bahwa: A = A = A dst 1) Fungsi OR
A 0 A A A A A A A A 0 A
A+A=A A+A =1
A A
A . 0 = 0A . A = A A.1=A A.A=0
Laporan Praktikum II
69
Aljabar Boolean menyediakan operasi dan aturan untuk bekerja dengan himpunan {0, 1}. Akan dibahas 3 buah operasi : komplemen Boolean, penjumlahan Boolean , dan perkalian Boolean Penjumlahan Boolean dituliskan dengan + atau OR, mempunyai aturan sbb : 1 + 1 = 1, 1 + 0 = 1, 0 + 1 = 1, 0 + 0 = 0 Sedangkan perkalian Boolean yang dituliskan dengan atau AND, mempunyai aturan sbb: 1 1 = 1, 1 0 = 0, 0 1 = 0, 0 0 = 0
variabel dan operasi Boolean. Ekspresi Boolean dengan variabel x , x , ,x didefinisikan secara rekursif sebagai berikut: 0, 1, x , x , ,x adalah ekspresi Boolean.
1 2 n
ekspresi Boolean.
Setiap ekspresi Boolean menyatakan fungsi Boolean.Nilai fungsi ini diperoleh dengan menggantikan 0 dan 1 pada variabel di dalam ekspresi.Kita bisa membuat ekspresi Boolean. dalam variabel x, y, dan z dengan bangunan dasarnya 0, 1, x, y, dan z, dengan aturan konstruksi:
Laporan Praktikum II
70
Karena xy dan zekspresi Boolean, maka xy + z juga ekspresi Boolean. e) Hukum De Morgan Hukum-hukum De Morgan termasuk yang terpenting dalam aljabar Boole 1) Pengalih suatu fungsi AND yang terdiri dari elemen-elemen variabel yang dibalikkan menjadi fungsi OR yang di balik. Contoh : = +
2) Penyalinan suatu fungsi OR dari elemen-elemen variabel yang dibalikkan (diinversi) menjadi fungsi AND yang dibalikkan Contoh : + =: = + =A+B
A.B = +
= A.B
Bukti :
1 1 0 0
A 0 0 1 1
B 0 1 0 1
1 0 1 0
1 1 0 0
A 0 0 1 1
B 0 1 0 1 1 0 1 0
A+B 1 0 0 0
A.B 1 1 1 0
+ 0 0 0 1
0 1 1 1
Laporan Praktikum II
71
Maka untuk melakukan pengubahan menggunakan Hukum De Morgan berlaku asas : 1. Simbol penyalinan fungsi AND diubah menjadi fungsi NOR. 2. Simbol penyalinan menggunakan fungsi OR nerubah menjadi NAND. 3. Tiap-tiap suku dari dari ungkapan dibalik sendiri-sendiri.
3. Alat dan Bahan yang digunakan a) Breadboard b) IC TTL 74LS08 dan 74LS32 c) Jumper (kabel penghubung) d) Switch On-Off(saklar) e) Resistor 200 f) LED
A.(B+C)
U 2A 74LS08D
Laporan Praktikum II
72
(A.B)+(A.C)
2) Hukum De Morgan
VCC 5V J1 Key = A J2 Key = B U2A 74LS04D U1A 74LS04D LED1 R1 1.0k R2 1.0k U5A 74LS08D
Laporan Praktikum II
73
Gambar 2.57.Rangkaian percobaan Hukum De Morgan b) Gambar Rangkaian Diagram Kawat 1) Hukum distributif A.(B+C)
VCC 5V J3 Key J4 = A Key =B J5 Key = C R1 R2 100 100 R3 100 U1
1A 1B 1Y 2A 2B 2Y GND VCC 4B 4A 4Y 3B 3A 3Y
VCC 5V
U2
1A 1B 1Y 2A 2B 2Y GND VCC 4B 4A 4Y 3B 3A 3Y
74LS08D
74LS32D
LED1 R4 100
Laporan Praktikum II
74
(A.B)+(A.C)
VCC 5V J3 Key J4 = A Key =B J5 Key = A J1 Key = C LED1 R1 R2 100 100 R3 R5 100 100 R4 100 VCC U1
1A 1B 1Y 2A 2B 2Y GND VCC 4B 4A 4Y 3B 3A 3Y
5V
74LS08D U2
1A 1B 1Y 2A 2B 2Y GND VCC 4B 4A 4Y 3B 3A 3Y
74LS32D
Gambar 2.59. Diagram Kawat Hukum Distributif (A.B)+(A.C) 2). Hukum De Morgan
5V U2
1A VCC 1B 4B 1Y 4A 2A 4Y 2B 3B 2Y 3A GND 3Y
R1 100 74LS04D
74LS08D
LED1 R3 100
Laporan Praktikum II
75
VCC 5V
74LS02D
LED1 R3 100
5. Prosedur Percobaan a) Membuat rangkaian seperti pada gambar di atas b) Gunakan datasheet IC TTL 74LS32 dan 74LS08 untuk mengetahui konfigurasi pin tiap IC gerbang yang digunakan. c) Membuat tabel hasil pengamatan untuk mencatat data untuk setiap percobaan.(Sesuai petunjuk Asisten).
Laporan Praktikum II
76
6. Data Hasil Pengamatan a). Hukum Distributif A .(B+C) = A.B+A.C Tabel 2.33. Data Hasil Pengamatan Hukum Distributif SK. A Off off off off on on on on SK. B Off off on on off off on on SK. C off on off on off on off on Kondisi LED A .(B+C) A.B+A.C padam padam padam padam padam padam padam padam padam padam nyala nyala nyala nyala nyala nyala
Tabel 2.34. Hasil Perhitungan secara teori Hukum Distributif Kondisi LED A.(B+C) (A.B)+(A.C) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1
A 0 0 0 0 1 1 1 1
B 0 0 1 1 0 0 1 1
C 0 1 0 1 0 1 0 1
Laporan Praktikum II
77
b). Hukum De Morgan = + Kondisi LED Sk. A Off off on on Sk. B Off on off on A.B Nyala padam padam padam A+B Nyala padam padam padam
A 0 0 1 1
B 0 1 0 1
Laporan Praktikum II
78
7. Analisis Percobaan secara teori a). Hukum Distributif A . (B+C) 1) Jika A=0,B=0,dan C=0 Maka, Y=A. (B+C) = 0. (0+0) = 0.0 + 0.0 =0+0 =0 2) Jika A=0,B=0,dan C=1 Maka, Y =A. (B+C) = 0. (0+1) = 0.0 + 0.1 =0+0 =0 3) Jika A=0,B=1,dan C=0 Maka, Y =A. (B+C) = 0. (1+0) = 0.1 + 0.0 =0+0 =0
Laporan Praktikum II
79
4) Jika A=0,B=1,dan C=1 Maka, Y =A. (B+C) = 0. (1+1) = 0.1 + 0.1 =0+0=0 5) Jika A=1,B=0,dan C=0 Maka, Y = A. (B+C) = 1. (0+0) = 1.0 + 1.0 =0+0 =0 6) Jika A=1,B=0,dan C=1 Maka, Y = A. (B+C) = 1. (0+1) = 1.0 + 1.1 =0+1 =1
Laporan Praktikum II
80
8) Jika A=1,B=1,dan C=1 Maka, Y = A. (B+C) = 1. (1+1) = 1.1 + 1.1 =1+1 =1 A.B+A.C a. Jika A=0,B=0,dan C=0 Maka, Y = A.B+A.C = 0.0 + 0.0 =0+0 =0
Laporan Praktikum II
81
b. Jika A=0,B=0,dan C=1 Maka, Y = A.B+A.C = 0.0 + 0.1 =0+0 =0 c. Jika A=0,B=1,dan C=0 Maka, Y = A.B+A.C = 0.1 + 0.0 =0+0 =0 d. Jika A=0,B=1,dan C=1 Maka, Y = A.B+A.C = 0.1 + 0.1 =0+0 =0 e. Jika A=1,B=0,dan C=0 Maka, Y = A.B+A.C = 1.0 + 1.0 =0+0 =0
Laboratorium Elektronika Teknik Elektro UMPAR
Laporan Praktikum II
82
f. Jika A=1,B=0,dan C=1 Maka, Y = A.B+A.C = 1.0 + 1.1 =0+1 =1 g. Jika A=1,B=1,dan C=0 Maka, Y = A.B+A.C = 1.1 + 1.0 =1+0 =1 h. Jika A=1,B=1,dan C=1 Maka, Y = A.B+A.C = 1.1 + 1.1 =1+1 =1 b). Hukum De Morgan Y= 1) Jika A=0,dan B=0
Maka, Y =
Laporan Praktikum II
83
Maka, Y =
Maka, Y =
Maka, Y =
=1.1 =0.0 =0
Laporan Praktikum II
84
Y= a.
Maka, Y =
Maka, Y =
Maka, Y =
Maka, Y =
=1+1
Laporan Praktikum II
85
=1 =0 8. Kesimpulan a) Rangkaian logika merupakan suatu gabungan dari beberapa gate/ bermacammacam gate sehingga membentuk suatu rangkaian yang bersifat complex. b) Pada percobaan aljabar bolan hanya menggunakan logika 1 dan logika 0 supaya bisa berfungsi dengan cepat. c) Dengan penggabungan beberapa gerbang logika yang dirancang sedemikian rupa dapat menghasilkan dan menemukan suatu hasil elektronika yang bermanfaat.
Laporan Praktikum II
86
2. Teori Dasar Bilangan Biner mempunyai 2 suku angka / digit yaitu 1 dan 0.Untuk mengkonversi bilangan biner ke heksadesimal, terlebih dahulu menjadikan bilangan biner tersebut menjadi bilangan desimal, selanjutnya bilangan decimal tadi diubah kedalam bentuk heksadesimal. Dimana : Merupan Contoh: Bilangan biner 1101 akan diubah kedalam bentuk heksadesimal. Bilangan biner 1101 terlebih dahulu diubah kedalam bilangan desimal. 1101 (biner) = 8 + 4 + 0 + 1 = 13 (desimal) Bilangan heksadesimal yang berpadanan dengan angka 13 desimal adalah D, sehingga hasil konversi bilangan biner 1101 kedalam bentuk bilangan heksadesimal adalah D. Untuk mengkonversi bilangan biner kebilangan heksadesimal, lakukan pengelompokan 4 digit bilangan biner dari posisi LSB sampaike MSB. Contoh 1: konversikan 101100112 kebilangan heksadesimal Jawab : 1011 0011 B 3 D4 23 D3 22 D2 21 D1 20
Laporan Praktikum II
87
Jadi 101100112 = B316 Contoh 2: Mengubah 11110001 biner ke bilangan heksadesimal Pertama: 11110001 kita kelompokan menjadi 1111 dan 0001
Kedua: lihat table 1 dan konversikan masing-masing 4 bit tsb. 1111 = F 0001 =1 jadi 11110001 biner = F1 hesadesimal. Contoh 3: 11100011(2) = ......(16) Solusi:kelompok bit paling kanan: 0011 = 3 kelompok bit berikutnya: 1110 = E Hasil konversinya adalah: E3(16)
Laporan Praktikum II
88
4.
VCC 5V
D0
D1
D2
D3
R2 150k
R4 150k
R1
150k
R3 150k
Gambar 2.62 Rangkaian percobaan biner ke heksadesimal 5. Prosedur Percobaan a. Terlebih dahulu mengOff-kan seluruh saklar bilangan Biner. b. Menghubungkan Modul percobaan dengan catudaya +5V lalu on-kan. c. Mengaktifkan atau mengOn-kan saklar bilangan Biner sesuai urutan dalam tabel dan mengamati serta mencatat pola nyala led sebagai penganti bilangan heksadesimal 0 sampai F. d. Membuat tabel seperti di bawah ini. e. Menggambar rangkaian logika untuk percobaan di ata
Laporan Praktikum II
89
6.
Data HasilPengamatan
Tabel 2.37 Hasil pengamatan percobaan biner ke heksadesimal Sakelar Kondisi LED D3 Off Off Off Off Off Off Off Off On On On On On On On On D2 Off Off Off Off On On On On Off Off Off Off On On On On D1 Off Off On On Off Off On On Off Off On On Off Off On On D0 Off On Off On Off On Off On Off On Off On Off On Off On 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A B C D E F Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off Off ON
Laporan Praktikum II
90
7. Analisis Percobaan a.) 00002 = (0 23) + (0 22) + (0 21) + (0 20) =0+0+0+0 = 010 = 016
c.) 00102 = (0 23) + (0 22) + (1 21) + (0 20) =0+0+2+0 = 210 = 216 d.) 00112 = (0 23) + (0 22) + (1 21) + (1 20) =0+0+2+1 = 310 = 316
f.)
Laporan Praktikum II
91
i.)
j.)
k.) 10102 = (1 23) + (0 22) + (1 21) + (0 20) =8+0+2+0 = 1010 = A16 l.) 10112 = (1 23) + (0 22) + (1 21) + (1 20) =8+0+2+1 = 1110 = B16 m.) 11002 = (1 23) + (1 22) + (0 21) + (0 20) =8+4+0+0 = 1210 = C16
Laporan Praktikum II
92
KET : 0 1
= =
Off On
Laporan Praktikum II
93
Tabel 2.38 Hasil Analisis percobaan biner ke heksadesimal Sakelar Kondisi LED D3 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 D2 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 D1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 D0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 A 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 B 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 C 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 E 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 F 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Laporan Praktikum II
94
Tabel 2.39 Perbandingan Bilangan Biner ke Heksa Sakelar D3 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 D2 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 D1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 D0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 Konversibilanganbinerkeheksamenurut Praktek (Led Nyala) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A B C D E F Teori 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A B C D E F
saklar off
Logika 1
saklar on
a) Dari hasil Analisa kita dapat mengubah bilangan Biner ke Heksadesimal dengan cara: Terlebih dahulu kita ubah bilangan Biner keDesimal, dengan cara seluruh digit 1 diubah kepangkat 2n, dimulai dengan 0 ; 1 ; 2 ; 4 ;dan 8, kecuali digit 0. Selanjutnya menjumlah kelipatan 2 tadi sehingga menghasilkan bilangan desimal (bil.bulat). kemudian diubah kedalam bentuk Heksadesimal . b) Bilangan heksadesimal yang berpadanan dengan angka 13 desimal adalah D, sehingga hasil konversi bilangan biner 1101
kedalambentukbilanganheksadesimaladalah D. c) Untuk mengkonversi bilangan biner kebilangan heksadesimal, lakukan pengelompokan 4 digit bilangan biner dari posisi LSB sampai ke MSB. d) Konversi bilangan biner keheksa decimal antara teori dan praktek adalah sama
Laboratorium Elektronika Teknik Elektro UMPAR
Laporan Praktikum II
95
Laporan Praktikum II
96
Untuk mengubah bilangan heksadesimal menjadi bilangan biner terlebih dahulu diubah kedalam bentuk bilangan desimal, dan selanjutnya kedalam bentuk biner. Contoh ; Bilangan heksadesimal A akan diubah kedalam bentuk bilangan biner. Bilangan desimal yang sepadan dengan A adalah 10,bilangan decimal ini
kemudian dibagi 2 terus menerus sampai sisa 0 dan 1. 10 : 2 = 5 sisa 5 : 2 = 2 sisa 2 : 2 = 1 sisa 1 sisa 0 1 0 1
Laporan Praktikum II
97
U1
LED1 74LS30D U2
LED2 74LS30D U3
LED3 74LS30D U4
LED4 74LS30D
VCC S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8
S9
SA
SB
SC
SD
SE
SF
5V
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 150k 150k 150k 150k 150k 150k 150k 150k 150k 150k 150k 150k 150k 150k 150k 150k
5. ProsedurPercobaan a). Off-kan seluruh saklar bilangan heksadesimal. b). MengMenghubungkan Modul percobaan dengan catudaya +5V lalu on-kan. c). MengOn-kan saklar bilangan heksadesimal secara bergantian (satupersatu) dan mengamati serta mencatat pola nyala led D3, D2, D1, dan D0 yang mewakili bilangan biner pada table pengamatan. d). Membuat rangkaian logika untuk percobaan di atas
Laporan Praktikum II
98
6. DataHasilPengamatan Tabel 2.41 Hasil data pengamatan percobaan heksadesimal ke biner SakelarBilanganHeksa 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A B C D E F Kondisi on/off Off On On On On On On On On On On On On On On On D3 Padam Padam Padam Padam Padam Padam Padam Padam Nyala Nyala Nyala Nyala Nyala Nyala Nyala Nyala Pola LED Biner D2 D1 Padam Padam Padam Padam Padam Nyala Padam Nyala Nyala Padam Nyala Padam Nyala Nyala Nyala Nyala Padam Padam Padam Padam Padam Nyala Padam Nyala Nyala Padam Nyala Padam Nyala Nyala Nyala Nyala D0 Padam Nyala Padam Nyala Padam Nyala Padam Nyala Padam Nyala Padam Nyala Padam Nyala Padam Nyala
7. Analisis Percobaan a.) 016 = 010 = ....2? 0 2 = 0 sisa 0 0 2 = 0 sisa 0 0 2 = 0 sisa 0 0 sisa 0 Jadi, 016 = 00002 b.) 116 = 110 = ....2? 1 2 = 0 sisa 1 0 2 = 0 sisa 0 0 2 = 0 sisa 0 0 sisa 0 Jadi, 116 = 00012 MSB LSB MSB LSB
Laporan Praktikum II
99
c.) 216 = 210 = ....2? 2 2 = 1 sisa 0 1 2 = 0 sisa 1 0 2 = 0 sisa 0 0 sisa 0 Jadi, 216 = 00102 d.) 316 = 310 = ....2? 3 2 = 1 sisa 1 1 2 = 0 sisa 1 0 2 = 0 sisa 0 0 sisa 0 Jadi, 316 = 00112 e.) 416 = 410 = ....2? 4 2 = 2 sisa 0 2 2 = 1 sisa 0 1 2 = 0 sisa 1 0 sisa 0 Jadi, 416 = 01002 f.) 516 = 510 = ....2? 5 2 = 2 sisa 1 2 2 = 1 sisa 0 1 2 = 0 sisa 1 0 sisa 0 Jadi, 516 = 01012 MSB LSB MSB LSB MSB LSB MSB LSB
Laporan Praktikum II
100
g.) 616 = 610 = ....2? 6 2 = 3 sisa 0 3 2 = 1 sisa 1 1 2 = 0 sisa 1 0 sisa 0 Jadi, 616 = 01102 h.) 716 = 710 = ....2? 7 2 = 3 sisa 1 3 2 = 1 sisa 1 1 2 = 0 sisa 1 0 sisa 0 Jadi, 716 = 01112 i.) 816 = 810 = ....2? 8 2 = 4 sisa 0 4 2 = 2 sisa 0 2 2 = 1 sisa 0 1 2 = 0 sisa 1 Jadi, 816 = 10002 j.) 916 = 910 = ....2? 9 2 = 4 sisa 1 4 2 = 2 sisa 0 2 2 = 1 sisa 0 1 2 = 0 sisa 1 Jadi, 916 = 10012 MSB LSB MSB LSB MSB LSB MSB LSB
Laporan Praktikum II
101
k.) A16 = 1010 = ....2? 10 2 = 5 sisa 0 5 2 = 2 sisa 1 2 2 = 1 sisa 0 1 2 = 0 sisa 1 Jadi, A16 = 10102 MSB LSB
l.) B16 = 1110 = ....2? 11 2 = 5 sisa 1 5 2 = 2 sisa 1 2 2 = 1 sisa 0 1 2 = 0 sisa 1 Jadi, B16 = 10112 m.) C16 = 1210 = ....2? 12 2 = 6 sisa 0 6 2 = 3 sisa 0 3 2 = 1 sisa 1 1 2 = 0 sisa 1 Jadi, C16 = 11002 n.) D16 = 1310 = ....2? 13 2 = 6 sisa 1 6 2 = 3 sisa 0 3 2 = 1 sisa 1 1 2 = 0 sisa 1 Jadi, D16 = 11012
Laboratorium Elektronika Teknik Elektro UMPAR
LSB
MSB
LSB
MSB
LSB
MSB
Laporan Praktikum II
102
o.) E16 = 1410 = ....2? 14 2 = 7 sisa 0 7 2 = 3 sisa 1 3 2 = 1 sisa 1 1 2 = 0 sisa 1 Jadi, E16 = 11102 p.) F16 = 1510 = ....2? 15 2 = 7 sisa 1 7 2 = 3 sisa 1 3 2 = 1 sisa 1 1 2 = 0 sisa 1 Jadi, F16 = 11112 Tabel2.42Perbandingan Bilangan Heksadesimal ke Biner antara PraktekdanTeori Konversi Bilangan Heksake Biner Menurut SaklarBil.Heksadesimal (ON) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A B C D E F Ket : Logika 1 = Led Nyala Logika 0 = Led Padam D3 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 Praktek D2 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 D1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 D0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 D3 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 Teori D2 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 D1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 D0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 MSB LSB MSB LSB
Laporan Praktikum II
103
8. Kesimpulan a) Dari hasil Analisa kita dapat mengubah bilangan Heksadesimal ke Biner dengan cara terlebih dahulu kita ubah bilangan Heksadesimal ke Desimal. Selanjutnya bilangan decimal tadi diubah kedalam bentuk Biner dengan cara membagi angka decimal dengan angka 2, sampai tidak dapat dibagi 2-lagi ( hasilnya angka bulat / sisa 1 atau 0 ). b) Bilangan heksadesimal sering disingkat dengan (H), merupakan berbasis 16, dan mempunyai 16 simbol yang berbeda. Bilangan yang lebih besar dari 1510, memerlukan lebih dari satu digit(H). c) Setelah melakukan analisis teori dengan mengkonversi bilangan
heksadesimal kebiner untuk mendapatkan jawaban binernya maka di bagi dua sampai tidak bisa di bagi lagi dari untuk menulis bilangan binernya maka di lihat dari posisi LSB sampai ke MSB. d) Konversi bilangan biner keheksa decimal antara teori dan praktek adalah sama.
Laporan Praktikum II
104
2). Transistor adalah alat semikonduktor yang dipakai sebagai penguat, sebagai sirkuit, pemutus, penyambung (switching), stabilisasi tegangan, modulasi sinyal dan lain sebagainya.
3).Untuk menjadi sebuah saklar, transistor harus dikondisikan dalam keadaan jenuh (on) dengan Vce mendekati Vcc dan juga dapat dikondisikan dalam keadaan off dengan Vce mendekati Vcc.
4.) Pada rangkaian logika yang umum di gunakan sebagai dasar sistim digital Ada 7 gerbang utama yang harus di kuasai sistim kerjanya, yaitu : AND, OR, NOT, NAND, NOR, XOR, XNOR.
Laporan Praktikum II
105
5). Aljabar bool digunakan sebagai media atau cara untuk menyederhanakan sebuah rangkaian logika yang dianggab terlalu besar akan tetapi secara logika mampu di sederhanakan.
6).Dalam
menggkonversi
bilangan
Binner
ke
Haksadesimal
kita
bisa
menggunakan konvigurasi 4 buah Gerbang NOT dan 16 Buah Gerbang AND yang masing-masing memiliki 4 buah IN Put, sedangkan OUT put dari gerbang AND dapat di Menghubungkan dengan LED sebagai media
7).Sedangkan
pada
Konversi
bilangan
Heksadesimal
ke
Binner
kita
menggunakan 4 Buah Gerbang NAND yang dimana Tiap Gerbang memiliki 8 Input dan Output dari Gerbang tersebut dapat di Menghubungkan dengan LED sebagai media informasi penunjukan nilai Binner dari Input Nilai Heksadesimal.
B). Saransaran Agar di dalam pelaksanaan praktikum berikutnya berjalan lebih baik, penulis menyarankan beberapa hal kepada pelaksanaan praktikum yaitu: 1). Dilakukan peremajaan dan maintenance berkala alat dan komponen yang akan digunakan.
2). Memperbanyak modul agar didalam melakukan percobaan kita tidak hanya menggunakan 1 modul saja dimana akan memakan waktu yang lama karena harus menunggu kelompok lain untuk melakukan percobaan terlebih dahulu.
Laporan Praktikum II
106
3). Mahasiswa haruslah dituntun lebih optimal dalam penguasaan Materi agar menguasai dasar dari apa yang akan di praktekkan.
Laporan Praktikum II
107
DAFTAR PUSTAKA
Tim DosenElektro UMPAR 2012-2013 PenuntunPraktikum II
LaboratoriunTeknikElektronika, UniversitasMuhammadiyahParepare
FakultasTeknik,
Ibrahim, KF, 1996 Teknik Digital, Andi Offset, Yogyakarta, S Warsito, Hernawan, Teknik Digit, cetakanke 8, karyautama, Jakarta,1992
(Http://mason.gmu.eduDiaksespada tanggal13 Desember 2011) Malvinodkk., 1993, Prinsipprinsippenerapan digital, PenerbitErlangga, Surabaya, edisiketiga
Mowle,J,Frederic, A systematic Approach to Digital Logic Design, Addison Wesley,1976 (Http://www.elektroindonesia.com. diaksespadatanggal 10 januari 2011 )
Zamidra.Efvy
.dan
Zam.2002.
MudahMenguasaiElektronika.
Yogyakarta
Ibrahim,KF. 1991. Teknik Digital. Yogyakarta :PenerbitAndi Yogyakarta A-E Fitz Gerald dkk. Dasar-dasarElektronika . 1981. Jakarta :Erlangga