Anda di halaman 1dari 28

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam perkembangan peradaban di Indonesia saat ini, fenomena psikologis semakin berkembang. Sebut saja fenomena kesurupan. Saat ini kesurupan merupakan hal yang biasa di kalangan masyarakat Indonesia. Fenomena kesurupan tampak sebagai sifat kebudayaan manusia yang universal dan ditemukan di setiap benua dan setiap waktu. Sebagai contoh, Bourguignon (1973, 1976) melakukan survey pada 488 kelompok masyarakat, dan menemukan kalau 90% nya memiliki bentuk pola budaya yang memuat kondisi kesadaran berubah. Keyakinan pada kesurupan sebagai masuknya jiwa lain ke dalam tubuh ditemukan dalam 74% sampel dan ritual kesurupan ditemukan dalam 52% sampel. Melihat prevalensinya, kesurupan lebih banyak dijumpai pada negaranegara berkembang seperti Indonesia dan India, dimana kedua negara ini mempunyai karaktersitik budaya yang hampir sama. Studi epidemiologi kesurupan telah dilaporkan berhubungan dengan krisis sosial di masyarakat (Luh Ketut Suryani, 2006). Dengan begitu banyaknya pemberitaan mengenai kesurupan kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan fenomena tersebut, di mana fenomena kesurupan sering kali dan bahkan selalu dikaitkan dengan adanya gangguan dari roh-roh halus yang mengambil alih tubuh korban selama beberapa waktu dan membuat korban tidak sadar akan apa yang ia perbuat. Tidak dapat dipungkiri memang masyarakat masih banyak yang lebih percaya bahwa kesurupan merupakan peristiwa ghaib daripada ilmiah (Joyanna, 2006). Tentunya paham seperti ini merupakan paham tradisional yang ada, diturunkan dan berkembang dalam masyarakat kita. Kesurupan masal yang sering terjadi pada awalnya sebenarnya merupakan kesurupan individual dan kemudian berubah menjadi masal dikarenakan orang lain yang melihat peristiwa tersebut menjadi tersugesti. Kesurupan individual yang terjadi muncul sebagai reaksi atas apa yang sedang dirasakan oleh individu sebelum proses kesurupan itu terjadi.
1

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

Dan orang yang mengalami hal tersebut malah diobati secara tradisional seperti memanggil paranormal atau orang yang dianggap mampu mengobati orang-orang yang sedang kesurupan. Padahal belakangan ini di dunia kedokteran khususnya bidang psikiatri, telah mengetahui bahwa orang-orang dengan gejala kesurupan merupakan salah satu bentuk dari gangguan kejiwaan, khususnya kehilangan identitas diri. Kesurupan dalam istilah medis disebut dengan Dissociative Trance Disorder (DTD. Penyebabnya lebih banyak karena masalah psikologis, misalnya tekanan hidup. Menurut pendapat para ahli di bidang psikologi dan psikiatri kesurupan disebabkan oleh reaksi kejiwaan yang dinamakan reaksi disosiasi. Reaksi yang mengakibatkan hilangnya kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya itu, yang disebabkan adanya tekanan fisik maupun mental. Pada dasarnya, orang yang mengalami kesurupan masuk kedalam keadaan trans dimana dirinya berada dalam level ketidaksadaran bukan pada kesadaran. Dalam level ketidaksadaran, seseorang secara spontan merespon segala sesuatu stimulus yang muncul di sekitarnya. Sehingga mengakibatkan mengeluarkan

simptom-simptom yang diluar akal sehat. Hal ini yang menjelaskan bahwa pada saat seseorang mengalami kesurupan, memungkinkan menggumam hal-hal yang aneh. Perilaku aneh yang muncul merupakan manifes dari trauma yang ditekan oleh ego dalam bawah sadar seseorang. Di Indonesia angka kejadian kesurupan terdengar lebih sering dialami oleh para siswa sekolahan, pada masa ini remaja sedang mengalami masa storm dan stres, yang berarti remaja-remaja pada fase ini sangat mudah terpengaruhi oleh lingkungan sosial yang berdampak dengan tidak adanya pertahan diri sendiri yang baik. Pada masa ini juga para remaja sangat mudah mengalami masalah psikis bila kurangnya dukungan dari orang terdekatnya seperti orang tua, kakak, teman dan guru, tak heran bila para siswa sekolahan tergolong dalam orang-orang yang rentan terkena gangguan trance dan possession. Menurut kamus Bahasa Inggris-Indonesia yang disusun oleh Hassan Shadily, John M. Echols (1997) menyatakan trance = kesurupan. Tetapi pada
2

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

beberapa referensi mengatakan bahwa kesurupan berbeda dengan trance. Kosakata bahasa Inggris kesurupan lebih dekat dengan kata possession. Dalam fenomena kesurupan, seseorang mengalami keadaan trance akan tetapi tidak setiap keadaan trance adalah kesurupan. Trance dapat terjadi saat seseorang fokus, relaks, menikmati, larut dan berminat atas sesuatu. Fenomena trance mudah dilihat pada saat orang Aceh sedang menarikan Saman atau mendendangkan kisah perang sabil, saat orang Batak sedang bagondang, saat penari piring dari ranah minang asyik menari hingga nyaman berdiri dan menggerakkan kaki di atas tumpukan beling, saat para Jawara memainkan debus di Banten, saat Aki-aki dari Garsela (Garut Selatan) ngengklak surak ibra, saat penari jaran kepang tegang dan mengunyah beling, saat penari Reog Ponorogo tubuhnya kuat membawa topeng macan dengan bulu merak sambil memanggul warok, saat penari barong di Bali mencabut keris, memejamkan mata dan menusukkan keris ke dadanya, saat penari bugis membakar tubuhnya dengan api, saat penari maluku memainkan bambu gila, dan saat tarian perang dilakukan para pemuda dari papua. Walaupun perbedaan tranliterasi antara kesurupan dengan trance atau possession, kali ini kita akan menyamakan persepsi antara kesurupan dengan trance atau possession. Maslim dalam Arianto (2004) menulis bahwa pemikiran terhadap budaya sebagai salah satu faktor etiologik gangguan jiwa berdasar penemuan adanya perbedaan distribusi dan prevalensi gangguan jiwa pada masyarakat dengan budaya yang berbeda. Kelompok diagnostik gangguan jiwa yang berasal dari tekanan-tekanan budaya disebut dengan culture bound syndrome. Penyakit kejiwaan ini sangat beragam jenisnya dan mempunyai nama yang sangat variatif berdasarkan atas tempat terjadinya. Di Indonesia kesurupan merupakan salah satu contoh dari culture bound syndrome, contoh lainnya ialah gemblak, ludruk, amok,dll. Namun culture bound syndrome di Indonesia diiringi oleh kurangnya pengetahuan masyarakat di bidang medis. Banyak penderita culture bound
3

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

syndrome harus mengalami pengucilan dalam masyarakat dan juga penanganan yang kurang tepat dari keluarganya. Contoh yang paling tepat adalah masih adanya keluarga penderita kesurupan yang terjadi di desa-desa pedalaman Jawa Timur memasung anggota keluaranya yang menderita culture bound syndrome. Untuk itulah, pemahaman mengenai hal ini perlu diusut lebih lanjut dan dipahami oleh setiap masyarakat.

B. Tujuan Penulisan Mendeskripsikan segala hal terkait kesurupan ditinjau dari aspek kejiwaan atau psikiatri dan sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas kelompok pada blok 16 (Psikiatri).

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

BAB II. PEMBAHASAN

A. Konsepsi Gangguan Jiwa Dan Kaitan Dengan Budaya Budaya terdiri atas nilai-nilai (baik yang dinyatakan eksplisit maupun implisit), pola perilaku dan berbagai ide atau gagasan yang telah dituturkan sepanjang sejarah. Simbolik yang menjelma kemudian menjadi produk-produk kegiatan manusia, yang semuanya merupakan sumber data kreatifitas bagi berkembangnya lebih lanjut kegiatan-kegiatan berikutnya dan seterusnya. Oleh sebab itu makna budaya itu: (1) memiliki keterikatan erat dengan masyarakat; (2) dapat dikuasai dan dipelajari oleh individu; (3) merupakan suatu kebinekaan dan suatu ke-ekaan secara bersama-sama (unity and diversity); (4) memiliki simbol-simbol tertentu yang dikomunikasikan melalui berbagai jenis transmisi simbolik dan (5) mengarah kepada suatu pembinaan integratif. Sedang gangguan jiwa, oleh Setyonegoro, didefinisikan sebagai suatu istilah yang dapat dianggap seolah merupakan lawan dari istilah gangguan fisik. Tapi sekarang sudah diketahui, bahwa distingsi antara jiwa dan fisik adalah suatu hal yang cenderung menjadi fiktif. Dualisme dan dikhotomi tersebut merupakan suatu anakhronisme reduksionistik, karena itu merupakan suatu hal yang kurang menguntungkan. Maka secara mutlak, setiap gangguan jiwa harus memperlihatkan : (1) suatu sindrom atau pola perilaku yang secara signifikan nampak, dan yang terkait dengan suatu kondisi distress yang nyata (misal, keadaan nyeri yang mencekam); (2) disabilitas, misal menurunnya fungsi dalam kehidupan sehari-hari; dan (3) kemungkinan terjadinya resiko yang berat (misal kematian, kondisi gawat, kehilangan kebebasan). Beng-Yeong Ng (2004) berpendapat bahwa gejalagejala primer suatu gangguan jiwa, seperti: menjadi longgarnya assosiasi fikir, berkabutnya kesadaran, efek yang bervariasi secara diurnal ruparupanya tidak dipengaruhi oleh budaya maupun motivasi individu. Menurut Beng-Yeong Ng gejalagejala sekunder mungkin disesuaikan dengan harapanharapan budayanya. Menurut Yustinus (2006), bila gejalagejala ditolerir, diperkuat, diizinkan
5

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

oleh lingkungan, si sakit tidak akan menderita karenanya dan malahan tidak dianggap sakit. Kompendium yang paling baik dari Leighton dan Hughes mengenai pengaruh budaya terhadap gangguan mental dengan memakai konsep pengertian budaya menurut Hallowell sebagai realita psikologis dari corak dan emosi yang dianut bersama (shared), dapat dikemukakan berikut ini. 1. Budaya bisa memberi corak pada gangguangangguan. 2. Budaya bisa menciptakan tipetipe kepribadian yang khusus rentan terhadap gangguangangguan tertentu. 3. Beberapa budaya diperkirakan menciptakan lebih banyak kasus-kasus dalam suatu gangguan psikiatrik tertentu karena praktekpraktek membesarkan anak-anaknya (child rearing). 4. Budaya bisa membiarkan malfunctioning dengan memberinya peranan peranan yang penting (perstigeful). 5. Budaya diperkirakan menciptakan gangguan psikiatrik yang berbeda dalam tingkatan penduduk melalui perananperanan yang mempunyai daya tekanan (stressful) batin yang tinggi. 6. Budaya bisa diperkirakan menciptakan gangguan psikiatrik melalui indoktrinasi dari anggotaanggotanya dengan suatu sentimen tertentu. 7. Budaya yang kompleks sendiri, diperkirakan menciptakan gangguan psikiatrik (Freud: Civilization and its Discontents). 8. Budaya mempengaruhi corakcorak kesopan-santunan peraturan

perkawinan secara selektif (Laubscher mendiskusikan perkawinan antar kemenakan dan timbulnya skizofrenia). 9. Budaya melalui corakcorak hygine yang salah, bisa menimbulkan keadaan toksik dan defisiensi nutrisi yang mempengaruhi fungsi mental.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

B. Sekilas Gambaran Grup Gangguan Disosiatif Kesurupan atau trance/possession merupakan salah satu dari gangguan disosiasi bersama dengan amnesia psikogenik fugue psikogenik, kepribadian ganda, dan depersionalisasi (Holmes 1991). Berikut pola simtom dominan dalam gangguan-gangguan disosiasi Gangguan disosiatif Amnesia Disosiatif Pola simtom Ketidakmampuan yang terjadi secara tiba-tiba untuk

mengingat informasi pribadi yang penting. Ketidakmampuan mengingat itu tidak dapat dijelaskan dengan kelupaan yangsifatnya biasa.

Fugue Disosiatif

Tiba-tiba meninggalkan rumah atau tempat kerja dan tidak mampu mengingat masa lampaunya. Selama terjadinya fugue, suatu identitas baru dikembangkan

Kepribadian Ganda

Di dalam individu terdapat dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Bermacam-macam kepribadian mengendalikan

secara sempurna tingkah laku individu pada waktu yang berbeda. Gangguan epersonalisasi Mengalami diri sendirri sebagai yang terpisah dan mengamati diri dari posisi pengamat dari luar atau mengalami perasaan mekanik atau seolah-olah berada dalam suatu mimpi Gangguan Disosiatif yang Tidak Ditentukan: Gangguan Suatu keadaan kesadaran yang berubah (trance) di mana Trance Disosiatif kesadaran berkurang atau secara selektif terfokus pada stimulus-stimulus tertentu, atau kepercayaan diri kita diambil alih oleh seseorang (kesurupan) Sindrom Ganser Produksi gejala psikotik yang parah secara volunter, kadangkadang digambarkan sebagai memberikan jawaban atau pembicaraan yang mendekati. Tabel 1. Pola Simtom Gangguan Disosiasi (David Holmes, 1991)
7

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

C. Definisi Kesurupan/ Trance Possession Kesurupan berasal dari bahasa Jawa yang berarti kemasukan sesuatu hal yang gaib. Kesurupan memang selalu dikaitkan dengan fenomena gaib, yaitu seseorang yang kerasukan makhluk halus sehingga manusia yang kerasukan mempunyai kepribadian ganda dan mulai berbicara sebagai individu lain. Dalam PPDGJ III gangguan kesurupan dimasukkan dalam kelompok gangguan disosiasi. Kesurupan atau possession and trance adalah gangguan yang ditandai dengan adanya gejala utama kehilangan sebagian atau seluruh integrasi normal di bawah kendali kesadaran antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera, serta kontrol terhadap gerakan tubuh. Menurut Kaplan dan Saddock, keadaan kesurupan (trance) adalah suatu bentuk disosiasi yang mengundang keingintahuan dan tidak benar-benar dimengerti. Tampaknya, keadan trance lazim terjadi pada medium yang mendahului pertemuan dengan roh halus. Medium secara khas memasuki

keadaan disosiatif, saat itu, seseorang dari dunia roh mengambil ahli kesadaran medium dan memengaruhi pikiran dan pembicaraannya. Dimana Orang tersebut menjadi lain dalam hal bicara, perilaku, sifat, dan perilakunya menjadi seperti kepribadian yang memasukinya. Trans yang disebut juga twilight state adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perubahan kesadaran atau hilangnya penginderaan dari identitas diri dengan atau tanpa suatu identitas alternatif (DSM IV). Trans adalah suatu keadaan kehidupan separuh sadar (half-light) antara realitas yang nyata dan fantasi yang gelap (Rob, 1989). Menurut Nietzel (1998), mempunyai persamaan arti dengan hipnosis, katalepsi dan keadaan ekstasi atau kekaguman dapat juga diartikan terlena.

D. Sejarah Trans sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno dan digunakan sebagai suatu cara pengobatan penyakit fisik dan mental. Pada masyarakat Mesir Kuno
8

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

terdapat kuil lelap (temple sleep) tempat orang meminta kesembuhan dengan cara memasuki keadaan trans yang dibimbing oleh para imam. Kuil ini juga terdapat di Yunani yang terdapat di Delphi. Pada masyarakat modern identifikasikan sebagai hipnosis pertama kali oleh Anton Mesmer (abad 18) dikenal dengan sebutan magnetisme dan Mesmerisme. Istilah hipnosis diperkenalkan pertama kali oleh James Braid dan digunakan dalam pengobatan gangguan psikosomatik. Disosiasi adalah terpecahnya aktivitas mental yang spesifik dari sisa kesadaran normal, seperti terpecahnya pikiran atau perasaan dari perilaku (misal, ketika kita bosan mengikuti kuliah, kita melamun dan ketika kuliah usai ternyata catatan kuliah tetap lengkap-tanpa menyadari bahwa kita telah melakukan hal itu). Disosiasi minor merupakan fenomena yang lazim terjadi. Gangguan disosiatif menunjukkan disosiasi berat yang mengakibatkan timbulnya gejala-gejala yang berbeda dan bermakna dan mengganggu fungsi seseorang. Gangguan tersebut cukup lazim terjadi, khususnya timbul pada orang yang masa kanak-kanaknya mengalami kekerasan fisik atau seksual dan sering timbul dalam bentuk komorbiditas dengan depresi mayor, gangguan somatisasi, gangguan stress pasca trauma, penyalahgunaan zat, gangguan kepribadian ambang, gangguan konduksi dan gangguan kepribadian antisosial. Hal yang paling umum terlihat pada gangguan disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian/seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan dan kendali terhadap gerakan tubuh. Onset dan berakhirnya keadaan disosiatif sering kali berlangsung mendadak akan tetapi jarang sekali dapat dilihat kecuali dalam interkasi atau prosedur teknikteknik tertentu seperti hipnosis.

E. Epidemiologi Menurut laporan Eastern Journal of Medicine, kasusnya lebih banyak dijumpai di negara dunia ketiga dan negara-negara bagian timur daripada bagian barat. Di India yang kultur dan budayanya mirip Indonesia, kesurupan atau possesion syndrome atau possesion hysterical merupakan bentuk disosiasi yang
9

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

paling sering ditemukan. Angka kejadiannya kurang lebih 1 hingga 4 persen dari populasi umum. Kondisi trans biasanya terjadi pada perempuan dan seringkali

dihubungkan dengan stress atau trauma (Wulf, 1997). Hal ini terbukti dari kasuskasus yang terjadi sebagian besar adalah perempuan. Hal ini mungkin karena perempuan lebih sugestible atau lebih mudah dipengaruhi dibandingkan laki-laki. Mereka yang mempunyai kepribadian histerikal yang salah satu cirinya sugestible lebih berisiko untuk disosiasi atau juga menjadi korban kejahatan hipnotis. Berdasarkan usia, sebagian besar korban disosiasi berusia remaja dan dewasa muda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa mereka yang berisiko untuk disosiasi adalah perempuan usia remaja atau dewasa muda yang mudah dipengaruhi (The American Psychiatric Publishing Textbook of Psychiatry, 5th Edition). Wulf (1997) menyatakan, ketika individu merasa terlepas dari dirinya atau seolaholah ia seperti bermimpi, maka dapat dikatakan ia memiliki pengalaman disosiatif. Kemungkinan besar disosiasi terjadi setelah kejadiankejadian yang membuat individu sangat stress. Mungkin juga terjadi ketika psikis seseorang melemah atau mengalami tekanan mental. Banyak jenis penelitian menyatakan suatu hubungan antara peristiwa traumatik, khususnya penyiksaan fisik dan seksual pada masa anakanak, dengan disosiatif (Kaplan, 2010). Kondisi trans disosiatif adalah fenomena yang sangat mengagumkan dan menarik namun membingungkan. Studi epidemiologi possesion telah dilaporkan berhubungan dengan krisis sosial di masyarakat. Dengan begitu banyaknya pemberitaan mengenai kesurupan kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan fenomena tersebut, di mana fenomena kesurupan sering kali dan bahkan selalu dikaitkan dengan adanya gangguan dari roh-roh halus yang mengambil alih tubuh korban selama beberapa waktu dan membuat korban tidak sadar akan apa yang ia perbuat. Tentunya paham seperti ini merupakan paham tradisional yang ada, diturunkan dan berkembang dalam masyarakat kita.

10

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

Kemungkinan besar disosiasi terjadi setelah kejadian-kejadian yang membuat individu sangat stress. Mungkin juga terjadi ketika psikis seseorang melemah atau mengalami tekanan mental. Anak-anak dapat mengalami periode amnestic berulang atau keadaan mirip trance setelah penyiksaan fisik atau trauma (Kaplan dan Saddock, 2010).

F. Etiopatogenesis 1. Multifaktorial, utamanya terkait kondisi psikologis yang tertekan. Etiologi dari gangguan disosiasi ini diduga bersifat psikologis. Faktor predisposisinya menurut The American Psychiatric Publishing Textbook of Psychiatry, 5th Edition antara lain: a. Memiliki karakter cemas dan takut, karakter histerik b. Keinginan untuk menarik diri dari pengalaman yang menyakitkan secara emosional c. Konflik antarpribadi, kondisi subyektif yang berarti, penyakit, dan kematian individu atau bermimpi dari individu almarhum d. Depresi e. Berbagai stressor dan faktor pribadi, seperti finansial, perkawinan, pekerjaan, peperangan dan agama. Menurut Cameron, kondisi ini memang multifaktorial, di mana faktorfaktor spiritual, sosial, psikologis dan fisik semua mungkin memainkan peran etiologi. Namun, tidak ada teori biologis tentang asal-usul gangguan. Oleh karena itu, selain skrining untuk kondisi medis dan psikiatris umum, dokter juga harus memeriksa konteks budaya tertentu . Penyebab kesurupan dari sisi ilmiah disimpulkan oleh beberapa pakar ilmu psikiatri yang menyebutkan tekanan sosial dan mental yang masuk ke dalam alam bawah sadar sebagai biang penyebab kesurupan. Banjir, tsunami, gizi buruk, ketidakadilan, upah kecil, kesenjangan yang sangat mencolok, kelelahan fisik dan jiwa adalah beberapa contoh tekanan tersebut. (Joyanna, 2006 dan Suryani, 2006)
11

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

Berikut satu contoh kasus dari keadaan trans disosiatif seperti yang pernah dialami oleh subyek dalam penelitian Chiu, SN 2007. Subyek pernah mengalami kondisi trans ketika berusia 20 tahun. Saat kejadian itu subyek merasa dalam dirinya ada yang mengendalikan, ia berteriak-teriak dan menangis dan terjadi hampir lima jam lamanya, dia tidak menyadari bahwa dia dalam keadaan trans. Subyek mengakui sebelum mengalami kondisi trans, subyek mempunyai berbagai permasalahan yang berat. Saat itu banyak permasalahan yang dihadapinya, mulai dari masalah pribadi, masalah dengan keluarga hingga masalah perekonomian yang tidak bisa terselesaikan. 2. Peningkatan kekuatan pita gelombang otak theta dan alpha Kesurupan yang berhubungan dengan ritual agama atau religi dapat kita lihat dalam upacara adat di Bali yang disebut Kerauhan. Banyak orang sehat disini mengalami kerasukan yang sudah pernah didokumentasikan lewat film oleh Margaret Mead dan Gregory Bateson. Namun, keberadaannya belum terbukti secara ilmiah sehingga seorang pakar psikologi dan ilmu syaraf dari Jepang, Manabu Honda, melakukan penelitian pada tahun 2000 untuk mengukur gelombang otak saat masyarakat Bali kesurupan. Honda dan kawan-kawannya menggunakan sistem telemetri Elektro

Encephalogram (EEG) multi channel portable untuk mengukur gelombang otak dari 24 orang-orang yang kesurupan saat upacara adat ini. Mereka berhasil untuk pertama kalinya menunjukkan kalau fungsi otak ternyata berubah menjadi tidak biasa saat seseorang kerasukan. Kekuatan pita gelombang otak theta dan alpha dari orang yang kesurupan ternyata meningkat secara signifikan. Gelombang ini tetap tinggi selama beberapa menit setelah mereka sadar dari kesurupan. Bukan hanya itu, mereka yang kesurupan memiliki tingkat konsentrasi beta-endorphin, dopamine dan noradrenalin yang tinggi. Ketiga zat ini merupakan narkotika endogen, artinya narkotika yang dibuat oleh otak sendiri. Honda dan kawan-kawannya menyimpulkan kalau kondisi ini diaktifkan oleh suara alunan gamelan Bali yang mengandung beberapa sinyal yang tak terdengar tapi dapat memacu
12

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

kerja syaraf. Penelitian ini menunjukkan kalau setidaknya, kesurupan tipe ritual merupakan semacam hiburan seperti halnya dansa atau musik dimana orang terlarut di dalamnya. 3. Orang yang bermasalah dalam isu agama dan budaya Penelitian untuk kesurupan yang tidak ritualistik lebih sulit dilakukan karena tidak terduga kapan datangnya, seperti kesurupan massal mendadak yang sering terjadi di SMP dan SMA di Indonesia. Namun, dua orang psikolog dari Singapura, Beng-Yeong Ng dan Yiong-Huak Chan baru saja berhasil menentukan faktor-faktor psikosial yang menyebabkan seseorang dapat mengalami kesurupan. Mereka melakukan wawancara mendalam terhadap 58 orang pasien yang pernah mengalami kesurupan dan membandingkannya dengan 58 pasien yang mengalami depresi berat. Mereka menemukan kalau orang yang sering mengalami kesurupan adalah orang yang memiliki masalah dalam isu agama dan budaya; terpaparkan pada kondisi trans (kesurupan disengaja) dan memiliki peran sosial sebagai seorang rohaniawan atau pendamping seorang rohaniawan. Penelitian oleh Berry (2002) dan kawan-kawan di China membenarkan kondisi ini. Mereka menambahkan data mengenai apa yang terjadi saat seseorang kesurupan. Berdasarkan wawancara terhadap 20 orang yang pernah kesurupan mereka memperoleh data sebagai berikut: 19 kehilangan kendali atas tindakan, 18 mengalami perubahan perilaku atau bertindak berbeda, 12 kehilangan kesadaran atas sekelilingnya, 11 kehilangan identitas pribadi, 10 kehilangan kemampuan membedakan antara kenyataan dan fantasi, 10 mengalami perubahan nada suara, 9 mengalami perhatian yang tidak fokus, 9 mengalami kesalahan dalam menilai, 8 mengalami kesulitan berkonsentrasi, 7 kehilangan kemampuan menilai waktu, 7 kehilangan ingatan, 6 kehilangan kemampuan merasa sakit dan 4 percaya kalau dirinya berubah ujud. Dilihat dari agen yang merasuki, sembilan dirasuki oleh orang yang telah meninggal, lima oleh dewa/mahluk ghaib yang baik, empat oleh roh hewan, dan 2 oleh setan. Satu tidak tahu siapa yang merasukinya. Lima melaporkan dimasuki oleh lebih
13

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

dari satu agen. Satu percaya kalau ia dirasuki oleh beberapa orang yang telah meninggal, yang lain percaya kalau ia dirasuki oleh lebih dari satu mahluk halus seperti dewa baik dan setan yang memasuki dirinya serentak. Gaw et al bahkan menambahkan bukti dari luar sampelnya kalau di China, seseorang bahkan bisa kesurupan benda mati, seperti batu dan kayu. Gaw et al menggabungkannya dalam satu istilah: penyakit atribusi. Penyakit atribusi ini termasuklah susto di Amerika Latin dimana seseorang merasa dirinya sangat ketakutan, hwa-byung dari Korea dimana seseorang merasa dirinya sangat marah, dan kesurupan dimana seseorang merasa dirinya dimasuki mahluk asing. 4. Terkait fenomena Multiple Personality Disorder Peneliti Indonesia, Luh Ketut Suryani, dan seorang peneliti barat, Gordon D Jensen menyimpulkan kalau fenomena kesurupan memiliki analog paling sesuai dengan fenomena kesurupan MPD sangat (Multiple erat Personality dengan

Disorder).

Perbedaannya,

kaitannya

kebudayaan. Hal ini bisa dibilang berlaku pula pada MPD, karena fenomena MPD terjadi di satu kebudayaan saja, yaitu kebudayaan barat. Dengan kata lain, MPD adalah salah satu contoh fenomena yang melatarbelakangi kesurupan pula. 5. Pengaruh energi asing, khususnya energi infra merah. Menurut Jerald Kay kesurupan artinya aura tubuh sedang dipengaruhi energi asing, khususnya energi infra merah yang tidak dapat dilihat kasat mata oleh manusia, sesuatu yang punya energi itu artinya masih berjiwa. Roh sudah tidak berenergi karena sudah tidak memiliki jiwa, tapi makhluk halus belum tentu. Banyak makhluk halus yang masih mengeluarkan materi dan energi inframerah. Sedikit berbeda dengan pakar lainnya, ia percaya bahwa penyebab kesurupan berasal dari mental yang dimasuki energi asing dan tidak ada hubungannya dengan masalah-masalah fisik seperti kurang gizi dan lainnya. Energi asing bisa berasal dari lingkungan sekitar dan bisa dicek menggunakan foto aura. Kesurupan bukan hanya sebuah peristiwa fisik tapi
14

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

lebih pada penurunan daya tahan mental. Stres dan gangguan lainnya mungkin bisa mempengaruhi tapi itu bukan faktor utamanya. Penyebab utamanya itu karena mentalnya memang sedang tidak kuat. 6. Kekacauan neurotransmitter Ditinjau dari sistem saraf, kesurupan adalah fenomena serangan terhadap sistem limbik yang sebagian besar mengatur emosi, tindakan dan perilaku. Sistem limbik sangat luas dan mencakup berbagai bagian di berbagai lobus otak. Dengan terganggunya emosi dan beratnya tekanan akibat kesulitan hidup, timbullah rangsangan yang akan memengaruhi sistem limbik. Akhirnya, terjadilah kekacauan dari zat pengantar rangsang saraf atau neurotransmitter. Zat penghantar rangsang saraf yang keluar mungkin norepinephrin atau juga serotonin yang menyebabkan perubahan perilaku atau sebaliknya. Kondisi ini bisa terjadi secara tibatiba atau secara bertahap, bersifat sementara atau kronis. Reaksi disosiasi ini menimpa mereka yang jiwanya labil ditambah dalam kondisi yang membuatnya tertekan. Stress yang bertumpuk ditambah pemicu memungkinkan reaksi yang dikendalikan alam bawah sadar ini muncul ke permukaan, sehingga seseorang yang mengalami stress berat, maka ia sangat mudah sekali akan mengalami trans disosiasi.

G. Manifestasi Klinis Menurut David Holmes 1991, ada beberapa gejala yang biasanya menyerang orang kesurupan diantaranya: 1. Bertindak lepas kontrol dan berbeda dari biasanya 2. Hilang kesadaran akan sekitarnya dan tidak sadar dirinya sendiri 3. Sulit membedakan kenyataan atau fantasi pada waktu yang sama 4. Perubahan nada suara 5. Kesusahan berkonsentrasi 6. Kadang-kadang hilang ingatan Dan menurut Maramis, 2009 terdapat dua macam keadaan yang dinamakan kesurupan oleh masyarakat, yaitu:
15

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

1. Orang itu merasa bahwa di dalam dirinya ada kekuatan lain yang berdiri di samping aku-nya dan yang dapat menguasainya. Jadi simultan terdapat dua kekuatan yang bekerja sendiri-sendiri dan orang itu berganti-ganti menjadi yang satu dan yang lain. Kesadarannya tidak menurun. Perasaan ini berlangsung kontinu. Dalam hal ini kita melihat suatu permulaan perpecahan kepribadian yang merupakan gejala khas bagi skizofrenia. 2. Orang itu telah menjadi lain, ia mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang lain, binatang atau benda. Jadi pada suatu waktu tidak terdapat dua atau lebih kekuatan di dalam dirinya (seperti dalam hal yang pertama), tapi terjadi suatu metamorphosis yang lengkap. Ia telah menjadi orang yang lain, binatang atau barang, dan ia juga bertingkah laku seperti orang, binatang atau barang itu. Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian. Keadaan yang kedua ini adalah disosiasi. Bila disosiasi itu terjadi karena konflik dan stress psikologik, maka keadaan itu dinamakan reaksi disosiasi (suatu sub jenis dalam nerosa histerik). Bila disosiasi ini terjadi karena pengaruh kepercayaan dan kebudayaan, maka dinamakan kesurupan. Tidak jarang kedua keadaan ini secara ilmiah sukar dibedakan karena kepercayaan dan kebudayaan juga dapat menimbulkan konflik dan stress. Gejala-gejala beberapa waktu sebelum kesurupan antara lain kepala terasa berat, badan dan kedua kaki lemas, penglihatan kabur, badan terasa ringan, dan ngantuk. Perubahan ini biasanya masih disadari oleh subjek, tetapi setelah itu ia tiba-tiba tidak mampu mengendalikan dirinya, melakukan sesuatu di luar kemampuan dan beberapa di antaranya merasakan seperti ada kekuatan di luar yang mengendalikan dirinya. Mereka yang mengalami kesurupan merasakan bahwa dirinya bukanlah dirinya lagi, tetapi ada suatu kekuatan yang mengendalikan dari luar. Keadaan saat kesurupan ada yang menyadari sepenuhnya, ada yang menyadari sebagian, dan ada pula yang tidak menyadari sama sekali. Frigerio menyatakan, ada tiga stadium yang dialami orang kesurupan.

16

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

1. Irradiation, subjek tetap menyadari dirinya tetapi ada perubahan yang dirasakan pada tubuhnya. 2. Being diside, subjek berada dalam dua keadaan yang berbeda, namun ada sebagian yang dialaminya disadarinya. 3. Stadium incorporation, subjek sepenuhnya dikuasai oleh yang

memasukinya dan semua keadaan yang dialami tidak diingatnya. Kesurupan biasanya berbeda dengan histeria. Jika histeria hanya mengeluarkan teriakan-teriakan dan tidak mengubah jenis suara, tapi kesurupan bisa mengubah pita suara. Bisa jadi suaranya berubah menjadi suara laki-laki padahal ia seorang perempuan atau juga sebaliknya.

H. Klasifikasi Trance Gangguan trans (trance) dibagi menjadi dua kategori, yaitu dissociative trance dan possession trance (American psychiatric association, 2000). Fenomena dissociative trance umumnya ditandai olah adanya perubahan tiba-tiba pada kesadaran penderita, namun tidak disertai dengan adanya gangguan pada identitas penderita. Pada dissociative trance ini gejala yang muncul sederhana biasanya penderita tiba-tiba collapse, imobilisasi, dizziness, menjerit, berteriak, atau menangis. Gangguan pada memori jarang terjadi, jika terjadi (amnesia) biasanya bersifat fragmented. Fenomena dissociative trance sering terjadi secara tiba-tiba dimana ada perubahan yang ekstrem pada kontrol sensorik dan motorik. Episode tipikalnya berupa perasaan cemas yang tiba-tiba, diikuti goncangan pada seluruh tubuh yang mirip kejang. Hal ini kemudian diikuti oleh hiperventilasi, teriakan yang tidak jelas, agitasi, dan gerakan tubuh yang keras.Seringkali diikuti collapse dan kehilangan kesadaran yang sifatnya sementara. Setalah episode ini selesai, penderita akan mengeluh lelah dan kebingungan. Beberapa penderita juga mengalami amnesia. Contoh lain dari gangguan trance adalah lata, yang merupakan versi melayu gangguan trance. Pada episode ini, penderita mengalami penglihatan tiba17

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

tiba yang sebagian besar bersifat mengancam. Perilaku yang diamati pada penderita berupa berteriak atau menangis dan gerakan fisik yang berlebihan. Selain itu ada juga falling out yang umumnya terjadi pada orang afrika-amerika. Biasanya penderita akan mengalami collapse, ketidakmampuan untuk melihat atau berbicara, penderita masih sadar sepenuhnya, terlihat kebingungan, dan penderita tidak amnesia terhadap apa yang terjadi. Berbeda dengan dissociative trance, pada possession trance terdapat asumsi identitas lain yang berbeda. Identitas baru ini dianggap dari dewa, leluhur, atau roh yang telah merasuki pikiran dan tubuh penderita. Berbeda dengan dissociative trance yang dicirikan agak kasar, simplistic, dan perilaku regresif, penderita possession trance memiliki perilaku yang lebih kompleks atau rumit. Selama episode, penderita mengungkapkan sesuatu yang dilarang atau tidak, perilaku agresif tidak khas dan jarang, dan sering terjadi amnesia pada sebagian besar episode dimana identitas roh yang mengendalikan penderita. (Jerald Kay dan Allan Tasman. 2006)

I. Diagnosis PPDGJ III dan DSM IV Dunia kedokteran internasional, khususnya psikiatri mengakui fenomena ini dan dituliskan dalam penuntun diagnosis psikiatri yang paling mutakhir Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV) dan The International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10 (ICD10). DSM-IV memasukkan kerasukan patologis (pathologic possession) ke dalam diagnosis gangguan disosiatif yang tidak spesifik (dissociative disorder not otherwise specified). ICD10 mengkategorikan gangguan kerasukan sebagai trance and possession disorder. 1. Menurut kriteria riset DSM-IV: a. Salah satu (1) atau (2): (1) Trance, yaitu, perubahan sementara yang jelas pada keadaan kesadaran dan hilangnya rasa identitas pribadi yang biasa sedikitnya salah satu berikut ini :
18

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

(a) penyempitan kesadaran akan sekeliling, atau focus selektif dan sangat, sempit yang tidak biasa terhadap stimulus lingkungan. (b) perilaku atau gerakan stereotipik yang dialami seolah-olah berada di luar kendali seseorang. (2) Trance kemasukan, perubahan tunggal atau episodik keadaan kesadaran yang ditandai dengan pergantian rasa identitas pribadi biasa oleh identitas baru. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh roh, kekuatan, dewa atau orang lain, seperti yang dibuktikan oleh satu (atau lebih) keadaan di bawah ini : (a) perilaku atau gerakan stereotipik dan ditentukan oleh budaya yang dialami seolah-olah dikendalikan oleh agen yang memasuki (b) amnesia penuh atau sebagian untuk peristiwa tersebut. b. Keadaan trance atau kemasukan tidak diterima sebagai bagian praktik budaya kolektif atau praktik religious. c. Keadaan trance atau kemasukan menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain. d. Keadaan trance atau kemasukan tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan psikotik (termasuk gangguan mood dengan ciri psikotik dan gangguan psikotik singkat) atau gangguan identitas disosiatif dan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung suatu zat atau keadaan medis umum. 2. Kriteria Diagnosis menurut PPDGJ III Kriteria diagnosis kesurupan atau trans menurut PPDGJ III (F44.3 gangguan trans dan kesurupan) adalah adanya kehilangan sementara penghayatan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya, individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau kekuatan lain. Hanya gangguan trans yang involunter (diluar
19

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

kemauan individu)dan bukan merupakan aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan ataupun budaya yang boleh dimasukkan dalam pengertian ini. Tidak ada penyebab organik (epilepsi, cedera kepala, intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu (skizofrenia, gangguan kepribadian multiple)

J. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang tidak sepenuhnya diperlukan, namun penjelasan dibawah ini merupakan hasil dari beberapa penelitian yang menunjukkan hasil yang berbeda dari kondisi normal. 1. Pemeriksaan neurologis rinci, mengungkapkan tidak ada kelainan neurologis. Namun, Pemeriksaan neuropsikologis menunjukkan bukti organicity. 2. EEG menunjukkan bilateral gelombang theta dan beta asimetri pada sementara wilayah, menunjukkan kemungkinan lesi struktural . 3. MRI menunjukkan lesi yang melibatkan beberapa hyperintense

meninggalkan putamen, globus pallidus bilateral, dan bilateral frontoparietal materi putih dalam.

K. Tatalaksana 1. Penatalaksanaan, Psikoterapi Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala yang ada. Masuk rumah sakit diindikasikan bagi pasien yang memiliki kecenderungan untuk membahayakan dirinya atau orang lain, ketika efek dari penggunaan terapi obatnya harus dipantau atau ketika diagnosis sementara belum dapat ditentukan. Perawatan di rumah sakit memungkinkan pasien untuk memisahkan diri dari pengaruh lingkungan, penganiayaan fisik dan seksual, dan stress yang mungkin telah memicu reaksi atau episode amnesia,
20

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

kelakuan kompulsif atau kecerobohan mereka. Hal ini juga melindungi mereka disaat masa membingungkan dalam hidup mereka. Indikasi lain adalah ketika mereka pernah mencoba atau memiliki tanda atau ide untuk bunuh diri. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan disosiatif ini. Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan disosiasi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif. Penanganan gangguan disosiatif yang lain meliputi : a. Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi. b. Terapi kognitif Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang negative dan tidak sehat danmenggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa c. Terapi obat Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penanganan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan disosiatif ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan disosiatif ini.

21

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti tiopenal dan natrium amobarbital diberikan secara intravena dan benzodiazepine dapat berguna untuk memulihkan ingtannya yang hilang. Pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportifekspresif. 2. Terapi pada Anak Menurut freud cara penyelesaian orang jika mengalami suatu kesurupan adalah dengan cara sebagai berikut : a. isolasi sesegera mungkin anak yang terkena kesurupan. b. tempatkan orang yang terkena kesurupan di tempat tertutup namun yang aman dan udara bisa keluar masuk dalam ruangan dengan baik c. tenangkan suasana, karena kesurupan cenderung membuat suasana menjadi gaduh, ketakutan, dan crowded atau ramai. d. tenangkan anak yang mengalami kesurupan dengan membiarkannya, jangan dipaksa atau dipegang apalagi diteriaki terlebih di pukul. e. kalau membaca Al- quran bacakan dengan penuh kekhusyuan dan dengan nada pelan sehingga akan menenangkan si sakit, kalau dibaca dengan menghentak hentak anak yang terkena akan semakin histeris dan teriakan dari pembacaan quran tadi akan memperkeruh keadaan. Gunakan Al- quran sebagai petunjuk hidup bukan sebagai alat pengusiran jin. f. jika keadaan semakin tidak terkendali, jangan memanggil

paranormal, atau memanggil dukun dan sejenisnya. Namun panggilah dokter untuk memberikan obat penenang kepada orang yang kesurupan. 3. Pengobatan Alternatif Ahli terapi biasanya merekomendasikan menggunakan hipnosis yang biasanya berupa hipnoterapi atau hipnotis sugesti sebagai bagian dari penanganan pada gangguan disosiatif.

22

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti. 4. Sekilas mengenai penyembuhan paranormal dan kyai

Gambar 1. Penyembuhan kesurupan oleh paranormal (kiri) dan kyai (kanan) Di Indonesia masyarakat selalu menggunakan bantuan para dukun atau kyai dalam mengobati seseorang yang kesurupan. Dukun atau kyai menggunakan efek-efek sound therapy dengan membacakan suluk dan para kyai biasanya membacakan doa-doa dalam bahasa arab. Menurut pandangan mereka suluk maupun doa mampu mengusir roh halus yang masuk dan menguasai raga dari penderita kesurupan. Berry (2002) menjelaskan mengenai cara pengobatan dukun (Shaman): banyak komunikasi verbal yang berlangsung adalah antara penyembuh dengan roh-roh dan bila melibatkan pasien secara langsung, komunikasi itu ditujukan kepadanya dan tidak memerlukan suatu jawaban.. Memang ada kesamaan verbal, tentunya, terutama yang berhubungan dengan pengakuan, yang merupakan elemen pokok dari beberapa masyarakat nonbarat Suluk ataupun doa yang diucapkan atau dilantunkan dengan intonasi yang baik dan teratur sebenarnya merupakan sound therapy sehingga dapat menimbulkan ketenangan tersendiri bagi si penderita. Kalangan bangsa Barat menyebut kesurupan dengan nama exorcist
23

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

BAB III. KESIMPULAN

Kesurupan adalah fenomena budaya. Istilah yang sama untuk kesurupan adalah kerasukan, kerawuhan, keranjingan. Kata surup, rasuk, rawuh, ranjing menggambarkan keadaan sesuatu yang berasal dari luar masuk ke dalam dan mengisi ruang dalam. Menurut kepercayaan masyarakat, kesurupan terjadi bila roh orang lain memasuki seseorang dan menguasainya. Orang itu menjadi lain dalam hal bicara, perilaku dan sifatnya. Perilakunya menjadi seperti kepribadian orang yang rohnya memasukinya. Yang sebenarnya terjadi adalah disosiasi, suatu mekanisme yang sudah lama dikenal dalam psikiatri. Kesurupan merupakan reaksi kejiwaan yang dinamakan reaksi disosiasi atau reaksi yang mengakibatkan hilangnya kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya, yang disebabkan oleh tekanan fisik maupun mental (berlebihan). Tetapi kalau kesurupannya massal, itu melibatkan sugesti. Reaksi disosiasi dapat terjadi secara perorangan atau bersama-sama, saling memengaruhi, dan tidak jarang menimbulkan histeria massal. Kesurupan hanya terjadi pada diri orang yang memiliki jiwa yang lemah, sehingga ketika mendapat tekanan tidak mampu untuk mengatasinya. Orang yang lemah dari segi jiwa atau mental melepaskan ketidak berdayaanya dengan tanpa disadarinya masuk ke dalam bawah sadarnya. Ketika berada dalam wilayah bawah sadarnya tersebut terjadilah letupan-letupan emosinya yang tertahan selama ini. Kondisi trans biasanya terjadi pada perempuan karena perempuan lebih sugestible atau lebih mudah dipengaruhi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan usia, sebagian besar korban disosiasi berusia remaja dan dewasa muda. Penyebab kesurupan multifaktorial, terutama kondisi psikologis yang tertekan, bermasalah dalam isu agama dan budaya, dan penelitian menunjukkan peningkatan kekuatan pita gelombang otak theta dan alpha, serta Kekacauan neurotransmitter

24

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

Kriteria diagnosis untuk kesurupan dalam PPDGJ III sesuai dengan blok diangosis F44.3, gangguan trans dan kesurupan. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan disosiatif ini. Pencegahan utamanya tertuju pada anak usia sekolah dan wanita dengan selalu berusaha menghadapi persoalan yang ada dengan sebaik-baiknya dan memiliki mental pertahanan yang baik sehingga tidak akan terjadi kondisi psikologis yang tertekan, stress, atau bahkan depresi, yang pada akhirnya akan menurunkan resiko terjadinya gangguan trance possession atau kesurupan.

25

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

DAFTAR PUSTAKA

Aggleton, P., Hurry, J. & Warwick, I. (2007). Young People and Mental Health. Chichester: John Wiley & Sons, Ltd American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders, 4th ed., text revision. Washington, DC: Author. Beng-Yeong Ng, Yiong-Huak Chan. (2004). Psychosocial stressors that precipitate dissociative trance disorder in Singapore. Australian and New Zealand Journal of Psychiatry. Volume 38, Issue 6, pages 426432. Berry, J. W., Poortinga. Y. P., Segall, M. H. & Dasen, P. R. (2002). Cross Cultural Psychology; Research and Applications. 2nd ed. Cambridge: University Press Bourguignon, E. (1976). Possession. Prospect Hills. IL: Waveland Press. Bourguignon, E. (Ed.). (1973). Religion, altered states of consciousness, and social change. Columbus, OH: Ohio University Press. Cameron N. (2003). Personality Development and Psychopathology. Boston; Mifflin Company Chiu, SN. (2007). Historical, Religious, and Medical Perspectives of Possession Phenomenon. Hongkong Journal of Psychiatry ; 10 (1):14-18. Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (1993). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan. Fauziah, F., & Widury, J. (2005). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UIPress. Foster, George M. dan Anderson, Barbara Gellatin (1985) Antropologi Kesehatan. Jakarta: UI Press Gelder MG. Lopez-Ibor JJ. Andreasen N. (2004). New Oxford Textbook of Psychiatry. Oxford: Oxford University Press;. Holme, David. (1991) Abnormal Psychology, New York: Harper Collins Publishers, Inc.,
26

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

Hukom AJ. (1997). Kuasa dan Pengetahuandalam Kesadaran Transaksional. Trans menurut gagasan Michael Foucault, Disertasi diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Filsafat pada Universitas Indonesia, Jakarta. Ingwantoro S. (2000) Penelaahan Trans Dan Hubungannya Dengan Hipnosis Serta Manfaatnya Dalam Psikiatri Jiwa. XXXIII (2); 185-193. Jerald Kay dan Allan Tasman. (2006). Essentials of psychiatry Joyanna Silberg. Guidelines for the Evaluation and Treatment of Dissociative Symptoms in Children and Adolescents. Journal of Trauma & Dissociation, Vol. 5(3) 2006. Kaplan HI, Sadock BJ. (2010) Synopsis of Psychiatry. seventh edition, Baltimore;Williams & Wilkins. Kawai N, Honda M, Nakamura S, Samatra P, Sukardika K, Nakatani Y, Shimojo N, Oohashi T (2001) Catecholamines and opioid peptides increase in plasma in humans during possession trances. Neuroreport 12:3419-3423. Luh Ketut Suryani, Gordon D. Johnson. (2006). Trance and Possession in Bali: A Window on Western Multiple Personality, Possession Disorder, and Suicide. Oxford University Press Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. (2009). Surabaya, Airlangga University Press, Marnat, G. G. (1999). Handbook of Psychological Assessment. 3rd edition. New York: John Wiley & Sons, Inc Maslim, Rusdi 1986 Psikiatri Budaya di Indonesia (Suatu Tinjauan Kepustakaan). Perilaku Psikiatri Klinis Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara. Nietzel. M. T., Bernstein, D., Speltz, M. L. & McCauley, E. A. (1998). Abnormal psychology. Needham Heights: Allyn & Bacon Oohashi T, Kawai N, Honda M, Nakamura S, Morimoto M, Nishina E, Maekawa T (2002) Electroencephalographic measurement of possession trance in the field. Clin Neurophysiol 113:435-445.
27

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sekretariat: Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya, Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

Rob McNeilly. Hypnosis, Dissociation and Spontaneous Trance. Australian Society of Hypnosis 19th National Congress 2nd 7th September, 1989 Sydney, Australia Sadily, Hasan dan Echols, John. (1997). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental. Yogyakarta. Kanisius Setyonegoro RK. (1995). Budaya dan Gangguan Jiwa, XXVIII (1): Steinberg, M., Cicchetti, D., Buchanan, J., Rakfeldt, J., & Rounsaville, B. (2006). Distinguishing between multiple personality disorder and schizophrenia using the structured clinical interview for DSM-IV dissociative disorders. Journal of Nervous and Mental Disease, 182, 495-502. The American Psychiatric Publishing Textbook of Psychiatry, 5th Edition. World Health Organization. (1992). International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems, 1989 Revision. Geneva: World Health Organization. Wulf, D.M.(1997). Psychology of Religion Classic and Contemporary. 2nd edition. New York : John Wiley & Sons, Inc

28

Anda mungkin juga menyukai