Anda di halaman 1dari 26

REFLEKSI KASUS Dipresentasikan pada kegiatan Kepaniteraan Klinik, Lab. Kedokteran Jiwa.

Pemeriksaan dilakukan pada hari Senin, 31 Desember 2012 Pukul 13.00 WITA, di Poliklinik Psikiatri RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda, sumber Autoanamnesis dan Heteroanamnesis.

Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin Usia Status Perkawinan Agama Suku Pendidikan Pekerjaan Alamat :: Kampung Semurut RT. 04, Kel. Tabalar, Berau Identitas Keluarga Nama Jenis Kelamin Status dengan pasien Alamat Agama Suku Pekerjaan : Biati : Perempuan : Ibu Kandung : Kampung Semurut RT. 04, Kel. Tabalar, Berau : Islam : Jawa : Ibu rumah tangga : Agus : Laki-laki : 16 tahun : Belum Menikah : Islam : Jawa-Bugis : Tidak sekolah

1 |Page

Status Psikiatri Keluhan Utama Riwayat penyakit sekarang Autoanamnesis Pasien merasa tidak punya masalah kesehatan selain kejang. Sebelum kejang pasien merasa mual, kemudian muntah. Pasien tidak ingat apa yang terjadi saat kejang. Setelah kejang pasien merasa kepalanya sakit sebelah, namun setelah beberapa menit sakitnya hilang. Kejang muncul biasanya jika pasien merasa kelelahan. Pasien mengaku jarang sekali mengamuk, dan kejadian mengamuk beberapa minggu yang lalu adalah karena pasien merasa sangat lelah dan lapar sehabis ikut ayahnya mencari ikan dan di rumahnya tidak ada makanan. Pasien tidak pernah mendengar suara-suara yang tidak berwujud, ataupun melihat sesuatu yang orang lain tidak melihat. Pasien tidak memiliki kekhawatiran tertentu. Pasien juga tidak pernah merasa ketakutan, atau merasa dikejar-kejar. Heteroanamnesis Pasien sering mengalami kejang hingga tidak sadarkan diri selama kurang lebih 5 menit. Kejang pertama kali dialami pasien saat beusia 6 bulan karena demam, selanjutnya kejang muncul tanpa demam. Dalam sebulan biasanya ada satu hari pasien kejang, dan dalam satu hari itu terjadi 4-5 kali kejang. Sejak kecil, kejang biasanya didahului dengan mual dan muntah, dan sekitar 3 bulan terakhir pasien beberapa kali mengamuk jika keinginannya tidak dipenuhi, disusul kejang 2 hari setelah mengamuk. Mengamuk yang paling parah adalah ketika 2 minggu yang lalu, pasien sampai memukul adiknya. Kejang dimulai dari tangan dan kaki kanan, kemudian pasien jatuh, tidak sadar, dan setelah kejang selesai pasien kelelahan dan tidak mengamuk lagi. Di luar mengamuk, pasien tidak menunjukkan perubahan perilaku lain. Pasien sejak kecil memang menunjukkan kelainan, seperti terlambat berjalan dan bicara. Hingga sekarang, pasien sulit diajak bicara, dan kata-kata yang diucapkan sering terdengar tidak jelas, namun pasien tetap bisa bergaul dan memiliki beberapa teman dekat. Orang tua pasien membawa pasien berobat ke RS di Tanjung Redep 2 minggu yang lalu karena ingin tau penyebab kejang, dan apakah mengamuk anaknya berhubungan dengan seringnya kejang sejak kecil,
2 |Page

: Mengamuk dan kejang

dan RS tersebut merujuk pasien ke RS Atma Husada untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut agar diagnosis dapat ditegakkan. Riwayat penyakit dahulu Thypoid (-) Malaria (-) Waktu kecil kepala pasien sering terbentur lantai karena kejang Riwayat penggunaan NAPZA (-)

Riwayat Keluarga Hubungan pasien dengan kedua orang tua dan saudara baik. Pasien sangat dekat dengan ibunya. Tidak ada keluarga pasien yang sering kejang, memiliki gangguan jiwa, keterbelakangan mental, maupun riwayat penggunaan NAPZA. Struktur keluarga saat pasien berusia 3 tahun : Nama Musriyadi Baiti Agus Yulianti L/P Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Hubungan Ayah Kandung Ibu Kandung Adik Kandung Struktur keluarga saat pasien berusia 10 tahun : Nama Musriyadi Baiti Agus Yulianti L/P Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Hubungan Ayah Kandung Ibu Kandung Adik Kandung I Umur 31 tahun 26 tahun 10 tahun 8 tahun Sifat Pendiam, sabar, pekerja keras Cerewet, penyayang Pendiam Periang 18 tahun 3 tahun 1 tahun Umur 23 tahun Sifat Pendiam, sabar, pekerja keras Cerewet, penyayang Cengeng, Pendiam -

3 |Page

Struktur keluarga penderita yang tinggal serumah saat ini : Nama Musriyadi Baiti Agus Yulianti Muhammad Krisna Genogram L/P Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Hubungan Ayah Kandung Ibu Kandung Adik Kandung I Adik Kandung II Umur 37 tahun 32 tahun 16 tahun 14 tahun 2 tahun Sifat Pendiam, sabar, pekerja keras Cerewet, penyayang Pendiam Periang Ceria, senang bermain

Gambaran premorbid Pasien merupakan orang yang tertutup, pendiam, namun murah senyum dan mudah bergaul. Riwayat Hidup Pasien 1. Masa Anak-Anak Awal (0-3 Tahun) a. Riwayat Prenatal, Kehamilan, dan Kelahiran Pasien merupakan anak yang dikehendaki oleh kedua orang tuanya. Proses kehamilan pasien berjalan normal. Selama hamil, ibu pasien sering sakit-sakitan, dan tidak pernah kontrol ke dokter maupun budan. Pasien lahir cukup bulan secara normal, di rumah, dengan bantuan
4 |Page

dukun kampung. Berat badan ketika lahir dalam batas normal (30003500 gram). b. Kebiasaan Makan dan Minum Pasien tidak mendapat ASI; ASI diganti dengan susu formula, air putih, dan teh. Pasien mulai makan bubur di usia 1 tahun. c. Pertumbuhan dan Perkembangan Awal Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Mengalami keterlambatan proses perkembangan dibandingkan anak-anak lain sebayanya. Pasien baru bisa berjalan pada usia 1 tahun 6 bulan, dan baru mulai mengucapkan 1 kata pada usia 2 tahun. Pada usia 6 bulan pasien pernah mengalami demam tinggi, kemudian kejang, dan setelah itu pasien sering kejang tanpa sebab. d. Toilet Training Pasien berhenti mengompol usia 3 tahun. e. Gejala-Gejala dari Masalah Perilaku Pasien lebih suka menangis daripada menunjuk atau berusaha bicara jika menginginkan sesuatu. Pasien senang melihat teman-temannya bermain, tetapi tidak ikut bermain. f. Kepribadian dan Temperamen sebagai Anak Pasien memiliki sifat pendian, sering menangis namun tidak pernah berteriak-teriak ataupun menghambur sesuatu. g. Mimpi-Mimpi Awal dan Fantasi Tidak diketahui.

5 |Page

2. Masa Anak-Anak Pertengahan (3-11 tahun) Pasien masih sering kejang, sebulan sekali, dan sekali kejang berulang hingga 4 kali. Pasien tumbuh dalam batas normal, tinggi badan kurang lebih sama dengan teman-temannya, dan tidak kurus, namun pasien mengalami kesulitan dalam hal belajar, susah mengerti apa yang diajarkan oleh orang tuanya dan berbicara masih tidak jelas. Pasien pendiam, namun bisa bersosialisasi, teman-temannya sering berkumpul main di rumahnya. Pasien sempat bersekolah di SD selama 1 bulan kemudian diberhentikan orangtuanya karena kejang sering kambuh. Pasien selama di rumah juga tidak pernah diajarkan baca tulis oleh orang tuanya. 3. Masa Anak-Anak Akhir (Pubertas sampai Remaja) a. Hubungan dengan Teman Sebaya Pasien memiliki hubungan yang baik dengan teman sebayanya. Temanteman pasien cukup baik, tidak pernah bertengkar, dan tidak pernah mengajak keluar malam. b. Riwayat Sekolah dan pekerjaan Pasien tidak bersekolah c. Perkembangan Kognitif dan Motorik Bicara pasien sudah cukup jelas, namun agak lambat, berjalan pasien juga agak lambat d. Masalah Fisik dan Emosi Remaja yang Utama Tidak ada masalah fisik, emosi pasien cenderung stabil. f. Latar Belakang Agama Pasien hanya beribadah jika diajak berjamaah dengan orang tuanya. Riwayat Perkawinan Pasien belum menikah Riwayat Lingkungan

6 |Page

Pasien tinggal di lingkungan yang baik. Setahu orang tua pasien, tidak ada teman-teman pasien yang menggunakan obat-obatan, minum alcohol, dan kebutkebutan. Semua temannya bersekolah. Faktor pencetus Kelelahan Riwayat pekerjaan Pasien tidak bekerja. Sehari-hari hanya berdiam diri di rumah, sesekali ikut ayahnya mencari ikan. Riwayat sosial ekonomi Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa. Paman pasien menderita TBC, dan nenek pasien meninggal karena kanker. Hubungan dengan keluarga dan lingkungan Hubungan pasien dengan keluarga baik. Ibu pasien sangat menyayangi pasien, hampir tidak pernah marah kepada pasien. Pasien merupakan anak yang penurut, dekat dengan adiknya yang pertama dan jarang bertengkar. 3 bulan terakhir pasien beberapa kali marah-marah, namun hanya sebentar sehingga adik pasien tidak takut ataupun menjauhi pasien. Status Praesens Status Internus Keadaan Umum Kesadaran Status Gizi Berat Badan Tinggi Badan BMI : 55 Kg : 155 cm : 22,9 Kg/m2 : Sakit ringan : Composmentis, GCS E4 V5 M6

Tanda Vital Tekanan Darah : 100/60 mmHg

7 |Page

Nadi Pernafasan Suhu

: 80 x/menit : 20 x/menit : 36,50C

Kepala Bentuk normal Konjungtiva anemis (-/-) Pupil anisokor, OD 3 mm, OS 4,5 mm refleks cahaya (+/ +) Bibir sianosis (-)

Leher Pembesaran KGB (-) Trakea teraba di tengah

Thoraks Inspeksi : Bentuk normal, tampak luka bekas knalpot di dada kanan, pergerakan nafas simetris, retraksi ICS (-), iktus kordis tidak tampak Palpasi : Pelebaran ICS (-), fremitus raba kanan kiri simetris Perkusi Auskultasi : Sonor di seluruh lapangan paru : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-), S1 S2 tunggal regular, murmur (-)

Abdomen Inspeksi Palpasi : Bentuk flat : Soefel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar teraba (kenyal, tepi tajam), lien tidak teraba, Massa (-), Jejas/Bekas Trauma (-) Perkusi Auskultasi : Timpani di seluruh abdomen : Bising usus normal

8 |Page

Ekstremitas atas dan bawah Akral hangat, Oedem (-).

Status Neurologikus Kesadaran Kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6) Kepala Bentuk normal, simetris. Nyeri tekan (-) Leher Sikap tegak, pergerakan baik. Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal Kaku Kuduk (+) Brudzinsky I Sign (-/-) Brudzinsky II Sign (-/-) Lasseque Sign (-/-) Kernig Sign (-)

Status Psikiatrik Kesan umum Kontak Kesadaran Emosi / afek Proses berpikir Intelegensi Persepsi Psikomotor Kemauan Insight Diagnosis : Rapi, Tenang, Kooperatif : Verbal menurun, visual (+) : Compos mentis, atensi (+), orientasi tempat, waktu dan ruang baik : Stabil, afek sesuai : Lambat, koheren, waham (-) : Kurang : Halusinasi auditori (-) visual (-), ilusi (-) : Menurun : ADL mandiri : Baik

9 |Page

Formulasi Diagnosis Seorang laki-laki 16 tahun, beragama Islam, status belum menikah, tidak bekerja, tinggal di Desa Jentur Kecamatan Muara Muntai. Datang ke Poliklinik RSJD Atma Husada Samarinda pada hari Kamis, 27 Desember 2012 pukul 10.00 WITA. Pada autoanamnesis didapatkan pasien merasa tidak punya masalah kesehatan selain kejang. Sebelum kejang pasien merasa mual, kemudian muntah. Setelah kejang pasien merasa kepalanya sakit sebelah, namun setelah beberapa menit sakitnya hilang. Kejang muncul biasanya jika pasien merasa kelelahan. Pasien mengaku jarang sekali mengamuk, dan kejadian mengamuk beberapa minggu yang lalu adalah karena pasien merasa sangat lelah dan lapar. Pasien tidak pernah mendengar suara-suara yang tidak berwujud, ataupun melihat sesuatu yang orang lain tidak melihat. Pasien tidak memiliki kekhawatiran tertentu. Pasien juga tidak pernah merasa ketakutan, atau merasa dikejar-kejar. Pasien cenderung lambat dan tampak kesulitan dalam menjawab pertanyaanpertanyaan terbuka. Pasien lebih banyak menjawab iya, tidak, atau hanya tersenyum. Pada proses heteroanamnesis di dapatkan pasien sering mengalami kejang kurang lebih 5 menit, hingga tidak sadarkan diri. Kejang pertama kali dialami pasien saat beusia 6 bulan karena demam, selanjutnya kejang muncul tanpa demam. Kejang biasanya didahului dengan mual dan muntah, dan sekitar 3 bulan terakhir pasien beberapa kali mengamuk kemudian kejang. Kejang dimulai dari tangan dan kaki kanan, kemudian pasien jatuh, tidak sadar, dan setelah kejang selesai pasien kelelahan dan tidak mengamuk lagi. Di luar mengamuk, pasien tidak menunjukkan keanehan perilaku. Pasien sejak kecil memang menunjukkan kelainan, seperti terlambat berjalan dan bicara. Hingga sekarang, pasien sulit diajak bicara, dan kata-kata yang diucapkan sering terdengar tidak jelas. Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan kesan umum rapi, tenang, kooperatif, kontak verbal menurun dan kontak visual normal, kesadaran compos mentis, atensi, orientasi tempat, waktu dan ruang baik, emosi stabil, afek sesuai, proses berpikir lambat, koheren, tidak terdapat waham, intelegensi kurang,
10 | P a g e

tidak terdapat halusinasi baik auditori maupun visual kemampuan psikomotor menurun, kemauan adl mandiri, insight baik. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan pada pasien.

Diagnosis Multiaksial Aksis I : Tidak ada diagnosis F70.0 Retardasi mental ringan, tidak ada atau terdapat hendaya perilaku minimal Aksis III : G00 Epilepsi parsial kompleks Aksis IV : Masalah akses ke pelayanan kesehatan Aksis V : GAF 70-61 Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik Aksis II :

Penatalaksanaan Usulan Pemeriksaan 1. Tes IQ 2. EEG Farmakologi: 1. Karbamazepine 100 mg 2 x I

11 | P a g e

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Retardasi Mental (mental retardation) adalah keterlambatan yang mencakup rentang yang luas dalam perkembangan fungsi kognitif dan social. Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal). sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama pada retardasi mental ialah intelegensi yang terbelakang atau keterbelakangan mental. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental. Retardasi mental bukanlah suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Hasil bagi intelegensi (IQ = Intelligence Quotient) bukanlah merupakan satusatunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya mulai dari taraf ringan, sedang sampai berat, dan sangat berat. Klasifikasi 1. Retardasi ringan (IQ 55-65 hingga 70) Anak tersebut tidak selalu dibedakan dari anak-anak normal sebelum mulai bersekolah di usia remaja akhir biasanya anak-anak tersebut dapat mempelajari keterampilan akademik yang kurang lebih sama dengan level kelas 6. Ketika dewasa, anak-anak tersebut mampu melakukan pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan atau dibalai karya, dirumah penampungan, meskipun anak-anak tersebut mungkin membutuhkan bantuan dalam masalah social dan keuangan. Anak-anak tersebut bias menikah dan mempunyai anak.
12 | P a g e

2. Retardasi sedang (IQ 35-40 hingga 50-55) Anak-anak ini memiliki kelemahan fisik dan difungsi neurologis yang menghasilkan keterampilan motorik yang normal, seperti memegang dan mewarnai didalam garis, dan keterampilan motorik kasar, seperti berlari dan memanjat. Anak-anak ini mampu dengan banyak bimbingan dan latihan, berpergian sendiri di daerah lokal yang tidak asing bagi mereka, banyak yang tinggal di institusi penampungan, namun sebagian besar hidup tergantung bersama keluarga atau dalam rumah-rumah bersama yang disupervisi. 3. Retardasi berat (IQ 20-25 hingga 35-40) Anak-anak tersebut memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan dan pengendalian sensorik motor. Sebagian besar dimasukkan dalam institusi penampungan yang membutuhkan bantuan dan supervisi terus-menerus, orang dewasa yang mengalami retardasi parah dapat berperilaku ramah. Namun biasanya hanya dapat berkomunikasi secara singkat di level yang sangat konkret. Anak-anak tersebut hanya mampu melakukan sedikit aktivitas secara mandiri dan sering kali terlihat lesu karena kerusakan otak yang parah menjadikan anak tersebut relative pasif dan kondisi kehidupan mereka hanya memberikan sedikit stimulasi. Anak tersebut mampu melakukan pekerjaan yang sangat sederhana dengan supervisi yang terus-menerus. 4. Retardasi sangat berat (IQ dibawah 20-25) Anak tersebut membutuhkan supervisi total dan seringkali harus diasuh sepanjang hidup anak tersebut. Sebagian besar memiliki abnormalitas fisik berat serta kerusakan neurologis dan tidak dapat berjalan sendiri kemanapun. Epidemiologi Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak

13 | P a g e

sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Etiologi Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas sebabnya (simpleks).keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan atau anak-anak. a) Akibat infeksi atau intoksikasi. Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toksik lainnya. Ibu hamil yang sedang mengalami penyakit infeksi seperti rubella (campak jerman), syphilis, herpes, dll, yang merupakan infeksi kehamilan yang dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental pada janin. Penyakit infeksi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak setelah lahir. b) Akibat rudapaksa atau disebabkan fisik lain. Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental. c) Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi. Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolism (misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini. d) Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat memepngaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu diberikan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan. e) Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal). Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang

14 | P a g e

nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif. f) Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas. Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek kogenital yang tidak diketahui sebabnya. g) Akibat kelainan kromosom. Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam bentuknya. h) Akibat prematuritas. Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam sub kategori sebelum ini. i) Akibat gangguan jiwa yang berat. Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak. j) Akibat deprivasi psikososial. Retardasi mental dapat disebabkan oleh fakorfaktor biomedik maupun sosiobudaya. Penyebab spesifik dari retardasi mental yaitu penyebab biologis. Yang dapat diklasifikasikan yaitu faktor genetik, penyakit infeksi, kecelakaan, dan bahaya lingkungan. Sindrom Down dan Abnormalitas Kromosom Lainnya sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom pada pasangan ke21 dan ditandai dengan retardasi mental serta anomli fisik yang beragam. Sindrom Fragile X dan Abnormalitas Genetic Lainnya Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X Phenylketonuria (PKU) Merupakan gangguan yang menghambat

metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila pola makan amat dikontrol. Salah satu penyakit gen resesif yaitu fenilketonuria (PKU) , bayi saat lahir normal, tidak lama kemudian mengalami

15 | P a g e

defisiensi enzim hati, yaitu fenilalaninhidroksilase. Enzim tersebut dbutuhkan untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino yang terkandung dalam protein menjadi tirosin, suatu asam amino yang penting bagi produksi hormone epinephrine. Karena defisiensi enzim ini, fenilalanin dan derifatnya asam fenilpiruvik tidak dapat terpecah dan justru menumpuk didalam cairan tubuh. Penumpukan ini akhirnya menyebabkan kerusakan otak yang tidak diperbaiki karena asam amino yang tidak termetabolisasi menghambat proses myelinasi, yaitu pembungkusan akson-akson, neuron, yang penting bagi transimsi impuls-impuls dengan cepat sekaligus merupakan transmisi informasi. Neuron-neuron pada lobus frontalis, merupakan daerah yang berperan dalam banyak fungsi mental, seperti pengambilan keputusan yang rasional. Sehingga menyebabkan retardasi mental menjadi sangat berat. Manifestasi Klinis a) Gangguan kognitif ( pola, proses pikir ) b) Lambatnya ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa c) Gagal melewati tahap perkembangan yang utama d) Lingkar kepala diatas atau dibawah normal ( kadang-kadang lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normal ) e) Kemungkinan lambatnya pertumbuhan f) Kemungkinan tonus otot abnormal ( lebih sering tonus otot lemah ) g) Kemungkinan ciri-ciri dismorfik h) Terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar

16 | P a g e

Tingkatan Retardasi Mental Tingkat Kisar an IQ Kemampuan Usia Prasekolah (sejak lahir-5 Ringan 52-68 tahun) Bisa Membangun kemampuan sosial & komunikasi Koordinasi otot sedikit terganggu Seringkali tidak terdiagnosis Kemampuan Usia Sekolah (6-20 tahun) Bisa mempelajari pelajaran kelas 6 pada akhir Bisa dibimbing ke arah pergaulan sosial Moderat 36-51 Bisa berbicara belajar berkomunika si Kesadaran sosial kurang Koordinasi otot cukup & - Bisa dididik Bisa mempelajari beberapa kemampuan sosial pekerjaan Bisa sendiri tempattempat dikenalnya dengan baik yg belajar di bepergian & usia belasan tahun Kemampuan Masa Dewasa (21 tahun keatas) Biasanya bisa mencapai kemampuan kerja bersosialisasi yg cukup, tetapi ketika mengalami stres sosial ataupun ekonomi, memerlukan bantuan Bisa memenuhi kebutuhann ya sendiri dengan melakukan pekerjaan yg tidak terlatih atau semi terlatih dibawah pengawasan Memerluka n pengawasan &
17 | P a g e

&

bimbingan ketika mengalami stres sosial maupun ekonomi yg Berat 20-35 Bisa mengucapkan beberapa kata Mampu mempelajari kemampuan untuk menolong diri sendiri Tidak memiliki atau otot Memiliki beberapa koordinasi otot Kemungkina n tidak dapat berjalan atau berbicara kemampuan ekspresif hanya sedikit Sangat berat 19 atau kurang Koordinasi jelek Sangat terbelakang Koordinasi ototnya sekali Mungkin memerlukan perawatan khusus sedikit Bisa berbicara atau Bisa mempelajari kebiasaan hidup sehat yg sederhana belajar berkomunikasi ringan Bisa memelihara diri sendiri dibawah pengawasan Dapat melakukan beberapa kemampuan perlindunga n diri dalam lingkungan yg terkendali Memiliki beberapa koordinasi otot berbicara Bisa merawat diri sangat terbatas Memerluka n perawatan
18 | P a g e

&

tetapi

khusus Diagnosis Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat, perlu diambil namnesa dari orang tua dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Bila mungkin dilakukan juga pemeriksaan psikologik, bila perlu diperiksa juga di laboratorium, diadakan evaluasi pendengaran dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk mengetahui adanya gangguan psikiatrik disamping retardasi mental. Tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia,termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Untuk diagnosisyang pasti harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan a) berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala mikrosefali, hidrosefali, dan sindrom down. b) Wajah pasien dengan retardasi mental c) sangat mudah dikenali seperti hipertelorisme, d) lidah yang menjulur keluar, gangguan e) pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah tampak tumpul. Kriteria Retardasi Mental Menurut DSM IV 1. Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau dibawahnya pada individu yang dilakukan test IQ. 2. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2 misalnya kesehatan dan keamanan. 3. Onsetnya sebelum berusia 18 tahun Ciri-ciri Perkembangan penderita retardasi mental. Diagnosis Banding omunikasi, kemampuan menolong diri sendiri, berumah tangga, sosial, pekerjaan,

19 | P a g e

Anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi rangsangan yang berat (retardasi mental ini reversibel bila diberi rangsangan yang baik secara dini). Kadang-kadang anak dengan gangguan pendengaran atau penglihatan dikira menderita retardasi mental. Mungkin juga gangguan bicara dan cerebral palsy membuat anak kelihatan terbelakang, biarpun intelegensianya normal. Gangguan emosi dapat menghambat kemampuan belajar sehingga dikira anak itu bodoh. early infantile dan skizofrenia anak juga sering menunjukkan gejala yang mirip retardasi mental. Penatalaksanaan Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak). Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong). Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya disekolah luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif. Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak. Latihan dan Pendidikan Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah: a) Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada. b) Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.
20 | P a g e

c) Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak. Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi : a) Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian b) sendiri, kebersihan badan. c) Latihan sekolah: yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial. d) Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan sosial. e) Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah. Berikut ini adalah obat-obat yang dapat digunakan : a) Obat-obat psikotropika ( tioridazin,Mellaril untuk remaja dengan perilaku yang membahayakan diri sendiri b) Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan c) onsentrasi/gangguan hyperaktif. d) Antidepresan ( imipramin (Tofranil) e) Karbamazepin ( tegrevetol) dan propanolol ( Inderal ) KOMPLIKASI a) Serebral palcy b) Gangguan kejang c) Gangguan kejiwaan d) Gangguan konsentrasi /hiperaktif e) Defisit komunikasi f) Konstipasi PENCEGAHAN Konsultasi genetik akan memberikan pengetahuan dan pengertian kepada orang tua dari anak RM mengenai penyebab terjadinya RM. Vaksinasi MMR secara ramatis telah menurunkan angka kejadian rubella (campak Jerman) sebagai salah satu penyebab RM. Amniosentesis dan contoh vili korion merupakan pemeriksaan diagnostik yang apat menemukan sejumlah kelainan, termasuk kelainan genetik dan korda spinalis atau kelainan otak pada janin. Setiap wanita hamil yang berumur lebih

21 | P a g e

dari 35 tahun dianjurkan untuk menjalani amniosentesis dan pemeriksaan vili korion, karena mereka memiliki resiko melahirkan bayi yang menderita sindroma Down. USG juga dapat membantu menemukan adanya kelainan otak. Untuk mendeteksi sindroma Down dan spina bifida juga bisa dilakukan pengukuran kadar alfa-protein serum. Diagnosis RM yang ditegakkan sebelum bayi lahir, akan memberikan pilihan aborsi atau keluarga berencana kepada orang tua. Tindakan pencegahan lainnya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya RM: a) Genetik Penyaringan prenatal (sebelum lahir) untuk kelainan genetik dan konsultasi genetik untuk keluarga-keluarga yang memiliki resiko dapat mengurangi angka kejadian RM yang penyebabnya adalah faktor genetik. b) Sosial Program sosial pemerintah untuk memberantas kemiskinan dan menyelenggarakan pendidikan yang baik dapat mengurangi angka kejadian RM ringan akibat kemiskinan dan status ekonomi yang rendah. c) Keracunan Program lingkungan untuk mengurangi timah hitam dan merkuri serta racun lainnya akan mengurangi RM akibat keracunan. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan efek dari pemakaian alkohol dan obat-obatan selama kehamilan dapat mengurangi angka kejadian RM.

d) Infeksi Pencegahan rubella kongenitalis merupakan contoh yang baik dari program yang berhasil untuk mencegah salah satu bentuk RM. Kewaspadaan yang konstan (misalnya yang berhubungan dengan kucing, toksoplasmosis dan kehamilan), membantu mengurangi RM akibat toksoplasmosis.

22 | P a g e

PEMBAHASAN
Diagnosis & Penatalaksanaan Awal Diagnosa & Penatalaksanaan Setelah Refleksi Kasus Diagnosis Multiaksial Aksis I : GMO Aksis II : Tidak ada diagnosis Aksis III : Tiadak ada diagnosis Aksis IV : Tidak ada diagnosis Aksis V : Tidak ada diagnosis Diagnosis Multiaksial Aksis I : Tidak ada diagnosis ringan, tidak ada atau terdapat hendaya perilaku minimal Aksis III : G00 Epilepsi parsial kompleks Aksis IV : Masalah kesehatan Aksis V : GAF ringan Penatalaksanaan Usulan pemeriksaan : Farmakologis 1. Haldol 2 x 2.5 mg 2. Phenitoin 2 mg 2x1 3. Diazepam 5 mg 0-0-1 Adapun perbedaan diagnosa yang didapat berasal dari wawancara psikiatri yang belum mendalam pada awal menerima pasien. Sehingga keluhan mengamuk yang dimaksud keluarga pasien tidak dipahami benar, gangguan bicara dan motorik tidak diketahui. Setelah di telaah dengan wawancara mendalam khususnya dari heteroanamnesa didapatkan diagnosa suspek retardasi mental dan epilepsi. Diagnosis Retardasi Mental Ringan Menurut PPDGJ-III Teori Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 sampai 69 menunjukkan retardasi mental ringan Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung Fakta Belum dilakukan pemeriksaan IQ Pasien baru bisa mengucapkan 70-61 dalam Beberapa fungsi, gejala secara ringan dan menetap, disabilitas umum masih baik Penatalaksanaan Usulan pemeriksaan : Tes IQ, EEG Edukasi kepada keluarga pasien untuk menyekolahkan pasien ke SLB Farmakologis : Karbamazepine 100 mg 2 x 1 akses ke pelayanan Aksis II : Suspek F70.0 Retardasi mental

23 | P a g e

terlambat

pada

berbagai berbicara

tingkat, yang

dan

masalah

1 kata saat berusia 1 tahun, dan sampai sekarang pasien masih kesulitan bicara (lambat, dan kosakatanya sedikit), sesuatu, sulit dan menceritakan pun lambat. Pasien dapat mengurus dirinya sendiri, kadang mandiri, kadang diarahkan. Pasien pernah bersekolah di SD selama 1 bulan, oleh namun orang diberhentikan

kemampuan dewasa. Walaupun

mempengaruhi

perkembangan kemandirian dapat menetap sampai mengalami keterlambatan dalam

kemampuan bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademik, dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis. Etiologi organik hanya dapat diidentifikasi pada sebagian kecil penderita. Keadaan lain yang menyertai seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsy, gangguan tigkah laku, atau disabilitas fisik ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis tersendiri. Gangguan Mental Organik Teori Gangguan mental organik : Gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit atau gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis tersendiri. Termasuk gangguan mental simtomatik diman pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari penyakit atau gangguan sistemik di luar otak Gambaran utama:
24 | P a g e

menjawab pertanyaan tertutup

tuanya karena kejangnya sering kambuh. Sampai saat ini tidak dapat membaca dan menulis. Tidak diketahui Pasien berobat. memiliki penyakit

epilepsy, namun belum pernah

Fakta Dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda-tanda kelainan organik, dan belum ada dilakukan pemeriksaan penunjang yang berhubungan, sehingga masalah organic belum dapat dibuktikan Pasien tidak memiliki

Gangguan fungsi kognitif, misalnya data ingat, daya pikir (intelek), daya belajar. Gangguan sensorium, misalnya gangguan kesadaran dan perhatian. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalm bidang persepsi (halusinasi), isi pikiran (waham), suasana perasaan/ emosi (depresi, gembira, cemas).

gangguan daya ingat. Pasien mengalami kesulitan dalam tuanya. Penurunan kesadaran hanya terjadi saat kejang. Halusinasi (-), waham (-), depresi (-), cemas (-) menangkap apapun yang diajarkan oleh orang

Penatalaksanaan Pemeriksaan diagnosis Teori IQ untuk RM, dan menegakkan EEG untuk Fakta Haldol 2 x 2.5 mg Fenitoin 2 mg 2 x I Diazepam 5 mg 0-0-1

menegakkan diagnosis epilepsy. Jika terbukti RM, maka berikan edukasi mengenai latihan dan pendidikan bagi pasien RM Untuk epilepsi (kejang parsial kompleks), salah satu obat yang dapat diberikan adalah karbamezepine (2 x 100 mg)

25 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Edisi 10. Alih bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat: Binarupa Aksara 2. Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta 3. Gunawan,G.. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007

26 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai