Anda di halaman 1dari 12

PERSONA MAHASISWA DENGAN MINAT COSPLAY (COSTUM PLAYER) DALAM USAHA MENINGKATKAN KEMENARIKAN INTERPERSONAL DI KOTA MALANG

Proposal Skripsi Untuk memenuhi tugas matakuliah Penelitian Kualitatif Yang dibina oleh Ibu Indah Suhanti

Disusun oleh:

FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI APRIL 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pada era post-modern ini, demam budaya Jepang di Indonesia memang belum sirna sepenuhnya ditengah maraknya K-Pop. Keunikan dari kebudayaan Jepang ini banyak diikuti oleh kalangan anak-anak sampai dewasa, tidak terbatas hanya pada anime atau manga saja, ada pula yang menggemari musik, film, makanan, bahkan budaya Jepang itu sendiri. Tidak terkecuali trend busana, seperti harajuku yang juga sudah umum diikuti. Hingga saat ini, masih ada hobi yang eksistensinya ditunjukkan pada J-Fest (Japan Festival) dan membentuk komunitas di beberapa daerah di Indonesia, yaitu cosplay. Cosplay sendiri adalah singkatan dari Costum Player yaitu hobi mengenakan pakaian beserta asesoris dan rias wajah dari sumber inspirasinya, seperti tokoh dalam animasi, manga, film, video game, penyanyi dan musisi idola. Awalnya cosplay tidak begitu banyak di kenal di Indonesia. Pada tahun 2000-an, beberapa acara seperti Gelar Jepang UI mengadakan acara cosplay. Tetapi saat itu belum ada yang berminat, cosplay pertama saat itu hanyalah EO (Event Organizer) atau panitia dari acara Gelar Jepang tersebut bertujuan hanya untuk menarik perhatian pengunjung. Berlanjut hingga sekarang, hampir tiap bulannya selalu ada acara cosplay di Jakarta. Dari waktu ke waktu cosplay semakin banyak diminati. Hal ini dapat dilihat di acara-acara yang diadakan tiap tahun semakin bertambah banyak. Perkembangan cosplay juga dapat dilihat dari acara terbesar cosplay di Indonesia, KostuMasa HelloFest yang pesertanya semakin banyak dari tahun ke tahun. Menurut data yang diberikan di situs Hellofest.com, KostuMasa dimulai pada saat HelloFest 4 yaitu pada tanggal 25 Agustus 2007, dikunjungi oleh 100 peserta, dan pada HelloFest 7 tanggal 4 Desember 2010 lalu, mencapai 1000 peserta. Perkembangan yang cukup signifikan ini menandakan perkembangan peminat cosplay yang sangat pesat di Indonesia. Dengan bertambahnya peminat cosplay, maka bertambah banyak juga interpretasi yang berbeda-beda dalam memerankan suatu karakter. Namun pesta cosplay kini lebih sering dijumpai dan dianggap sebagai ajang narsis. Dimana para layernya (pemain cosplay) tidak segan untuk tampil total di hadapan publik, dan tak jarang dari mereka untuk mengabadikan kesempatan tersbut dengan foto bersama.

Beberapa cosplayer yang lebih ekstrim, masih tetap menjaga dan memelihara penampilan yang menyerupai tokoh di kehidupan aslinya. Seperti memanjangkan rambut, harajuku style, memakai jaket anime, softlense ala tokoh kartun, dan lain sebagainya. Mungkin untuk sebagian orang, itu adalah hal biasa yang dilakukan individu untuk menunjukkan ketertarikannya terhadap hobi cosplay ini. Namun yang ingin diketahui adalah motif dibalik orang-orang tersebut sampai harus menjaga penampilan seperti itu. Jika dilihat dari sudut pandang psikologi, salah satu teori yang terkait dengan gaya hidup seperti itu adalah persona yang pernah dikemukakan oleh Jung. Dimana itu merupakan kepribadian yang ditunjukkan kepada publik dengan tujuan menciptakan kesan tertentu kepada orang lain. Persona yang ditunjukkan seringkali menyembunyikan hakekat pribadi yang sebenarnya. Banyak sekali motif yang mendasarinya, mungkin seperti motivasi untuk affiliasi/ bersahabat. Cosplayer merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, selalu mencari teman (baik teman sesama hobi, ataupun teman biasa), dan mempertahankan hubungan yang telah dibina, kooperatif, dan penuh sikap persahabatan. Selain itu mungkin bisa juga motivasi untuk exhibition/ menonjolkan diri, dimana mereka menampilkan persona untuk membuat orang lain kagum, terpesona, dan terpikat. Menjadi pusat perhatian adalah hal yang diinginkan oleh persona cosplayer. Dewasa ini, peminat cosplay sudah mulai muncul dari anak-anak hingga remaja, baik laki-laki maupun perempuan. Begitu banyak event J-Fest yang diadakan di beberapa universitas di Indonesia. Sehingga yang terlihat eksis kebanyakan dari cosplayer adalah mahasiswa-mahasiswi. Terkadang mahasiswa dengan minat cosplay jarang ditemui karena hobi tersebut masih sering dianggap aneh dan kurang menjelaskan manfaat teoritis. Selain itu, di usia mereka yang memasuki dewasa awal, cosplay yang berkaitan erat dengan anime, manga (komik jepang), dan lain sejenisnya, orang lain akan mengira bahwa itu adalah hobi yang sifatnya kekanak-kanakan. Berawal dari stereotip itu, kemungkinan para cosplayer mengalami kesulitan dalam menjalin relasi pertemanan maupun hubungan cinta juga tidak bisa disangkal. Dari sinilah mahasiswa dengan minat cosplay mencoba menunjukkan berbagai macam personanya di lingkungan sosialnya. Tentu saja persona yang diperlihatkan adalah untuk meningkatkan kemenarikan interpersonal. Karena salah satu keberhasilan untuk menjalin hubungan dengan orang lain adalah dengan kemenarikan interpersonal.

Berdasar latar belakang penelitian tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mengungkap secara mendalam persona mahasiswa dengan minat cosplay dalam meningkatkan kemenarikan interpersonalnya.

B. Rumusan Masalah Bagaimana persona mahasiswa dengan minat cosplay terkait dengan usaha meningkatkan kemenarikan interpersonalnya?

C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui kesinambungan antara persona dengan kemenarikan interpersonal Mendeskripsipkan dan menginterpretasi jawaban dari pertanyaan yang menjadi rumusan masalah Untuk dijadikan bahan referensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya

D. Manfaat Penelitian Adapun kebermanfaatan maksimal penelitian ini meliputi; mengeksplor dan pengembangan teori Jung tentang persona kaitannya dengan minat dan kemenarikan interpersonal, mendiskripsikan fenomena cosplay di kota Malang.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Persona Merupakan struktur kepribadian taksadar kolektif menurut C.G Jung. Persona dianalogikan seperti topeng, yaitu wajah yang dipakai menghadapi publik. Itu mencerminkan persepsi masyarakat mengenai peran yang harus dimainkan seseorang dalam hidupnya. Itu juga mencerminkan harapan bagaimana seharusnya diri diamati orang lain. Tetapi, orang tidak akan mengenakan topeng yang sama untuk setiap kesempatan atau pada setiap waktu dan tempat. Setiap topeng adalah merupakan respon terhadap situasi atau individu yang spesifik. Karenanya persona dibutuhkan untuk survival, membantu diri mengontrol perasaan, pikiran dan tingkah laku. Persona juga diibaratkan dengan kompromi yang sifatnya unik antara tuntutan lingkungan dan kebutuhan individual seseorang. Oleh karenanya satu orang bisa memiliki banyak variasi atau bentuk topeng yang dikenakannya, misalnya topengtopeng untuk anggota keluarga yang berlainan (ibu, bapak, mertua, ipar, adik, anak, cucu), topeng-topeng lainnya untuk rekan kerja (atasan, rekan kerja, bawahan, pelanggan, pemasok). Persona juga bermanfaat untuk adaptasi dengan dunia (luar). Tanpa Persona yang berkembang, orang akan menemui kesulitan social untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menciptakan kesan tertentu kepada orang lain dan sering juga menyembunyikan hakekat pribadi yang sebenarnya. Disamping itu, persona juga bersifat mandiri sehingga itu bisa menjadi konflik dengan harapan atau kesadaran seseorang. Persona seperti yang diinginkan (oleh dunia luar) kadang juga dapat dibentuk secara sengaja dan dapat berhasil atau berfungsi dengan baik. Dalam beberapa kasus, persona seseorang bisa menimbulkan konflik dengan harapan orang lain. Apabila orang merasa sangat terpaksa mengenakan topengtopeng ini, dia mungkin bisa mengenakannya hanya sesaat, atau bila dikenakan ia akan tampak tidak wajar atau aneh. Apabila ini terus berlanjut bisa jadi orang tersebut akan jadi depresi ringan.

B. Cosplay (Costum Player) Cosplay adalah istilah bahasa Inggris buatan Jepang (wasei-eigo) yang berasal dari gabungan kata "costume" (kostum) dan "play" (bermain). Cosplay berarti hobi mengenakan pakaian beserta aksesori dan rias wajah seperti yang dikenakan tokohtokoh dalam anime, manga, manhwa, dongeng, permainan video, penyanyi dan musisi idola, dan film kartun. Pelaku cosplay disebut cosplayer, Di kalangan penggemar, cosplayer juga disingkat sebagai layer. Dalam Cosplay, tidak hanya kostum yang dikenakan saja yang diperhatikan. Keahlian cosplayer untuk membawakan ciri khas karakter, seperti gaya dan ucapan juga dilihat. Kategori Cosplay

Secara umum cosplay dinilai sama. Tetapi tak langsung dalam beberapa event yang terjadi di Indonesia sering dilakukan pembagian/kategori cosplay: 1. Cosplay anime/manga. Costume play yang dilakukan berdasarkan karakterkarakter dalam sebuah anime (film kartun Jepang) atau Manga (komik Jepang) 2. Cosplay Game. Costume play yang dilakukan mengambil kostum dan ciri fisik dari karakter video game. 3. Cosplay Tokusatsu. "Tokusatsu" adalah sebuah istilah untuk menggambarkan film Jepang yang banyak menggunakan spesial efek. Belakangan, "Tokusatsu" dikenal dengan film-film superhero khas Jepang 4. Cosplay Gothic. Cosplay yang berasal atau mengambil dari karakter bernuansa gelap atau Gothic. Biasanya digabung dengan Lolita. 5. Cosplay Original. Cosplay yang benar-benar original tidak ada di anime, tokusatsu dan lainnya. Atau memiliki dasar yang sama seperti tokoh game 6. Harajuku Style. Beberapa cosplayer sering menduga Harajuku style adalah bagian dari cosplay. Beberapa Harajuku style muncul di manga/anime seperti Nana. 7. Crossplay : Crossplay adalah sebuah seni cosplay yang cukup unik, di mana pelakunya memerankan tokoh yang berkebalikan dengan gender aslinya. Cosplayer pria tampil sebagai karakter wanita, dan cosplayer wanita tampil sebagai karakter pria.

C. Kemenarikan Interpersonal Menurut Baron dan Byrne (2003) kemenarikan interpersonal merupakan kecakapan sosial yang dimiliki seseorang dan dipersepsi menarik oleh orang lain. Kemenarikan interpersonal sering dikaitkan dengan konsep diri, sikap, sehingga menyebabkan seseorang dapat berpikir dan berbuat seperti apa yang dipikirikan dan diperbuat orang lain. Ada beberapa faktor yang menentukan kemenarikan interpersonal, salah satu yang terpenting adalah individu tersebut unik (berbeda dari biasanya). Individu dilahirkan dengan ciri khas watak yang berbeda satu dengan lainnya. Terlepas dari itu, setiap orang juga mempunyai beberapa kualitas indah bertatahkan emas, beberapa lainnya bercacat dengan garis kelabu. Adapun prinsip dasar kemenarikan interpersonal adalah sebagai berikut: a. Penguatan Penguatan berupa ganjaran sosial memberikan efek yang menyenangkan, dengan sesuatu yang menyenangkan tersebut maka individu akan merasa nyaman terhadap interaksi yang sedang dijalaninya. Tidak hanya itu, bahwa pada prinsipnya individu mempunyai kecenderungan untuk menyukai orang yang memberikan penilaian positif pada kita. Penilaian positif dari orang lain akan membuat seseorang senang berinteraksi dengan orang tersebut. b. Pertukaran sosial Menurut Hanurawan (2007:95), timbal balik ganjaran yang selalu diberikan diantara 2 orang selama proses komunikasi dapat memelihara saling ketertarikan dan menyinambungkan kelekatan komunikasi diantara 2 orang. Sears dkk (2002) menyatakan bahwa rasa suka seseorang kepada orang lain didasarkan pada penilaiannya terhadap kerugian dan keuntungan yang diberikan. Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemenarikan seseorang khususnya dosen dipengaruhi oleh hubungan komunikasi dua arah yang baik antara mahasiswa dan dosen. c. Asosiasi Menurut Sears dkk (2002) menyatakan bahwa, rasa suka terhadap seseorang dapat dipengaruhi oleh reaksi emosional yang dikondisikankan pada kejadian-kejadian yang secara acak diasosiasikan dengan orang lain. Kemenarikan interpersonal individu dipengaruhi oleh siapa yang mempersepsinya berikut keadaan emosional orang yang mempersepsi itu, bila dihubungkan dengan pengalaman bagus maka individu akan dipersepsi menarik dan sebaliknya.

Kemenarikan interpersonal dapat dimunculkan jika individu memulainya dengan memahami diri sendiri untuk; tahu dari apa mereka dibuat; tahu siapa diri mereka sesungguhnya; tahu mengapa mereka bereaksi seperti orang lain lakukan; tahu kekuatan dan bagaimana cara meningkatkannya; serta tahu kelemahan dan bagaimana cara mengatasinya. Setelah mengetahui itu semua, individu bisa meningkatkan kemenarikan interpersonal yang sesungguhnya tanpa harus meniru ataupun mencoba mengungguli orang lain. Namun pada dasarnya yang menentukan diri individu menarik bukanlah dari pandangan subyektif saja, melainkan juga penilaian dari orang lain. Berikut ini ada beberapa cara untuk membuat orang lain dapat menilai individu itu menarik: Bersungguh-sungguh menaruh minat terhadap orang lain, ini akan membuat orang lain merasa diperhatikan dan berguna untuk mengembangkan hubungan antarpersonal Membuat kesan pertama dengan tersenyum (murah senyum), menunjukkan pribadi hangat Mengingat nama seseorang sekalipun itu susah diucapkan, adalah hal paling mendasar membuat orang lain kagum Menjadi pendengar yang baik, dorong orang lain untuk berbicara tentang diri mereka. Hal ini berguna juga buat individu tersebut menjadi pembicara yang baik Bicarakan minat-minat orang lain, memperluas pengalaman hidup Buat orang lain merasa penting, dan lakukan dengan tulus.

BAB III METODE PENELITIAN

Model penelitian kualitatif ini berbasis Teori Lapangan. Karena dalam penulisan penelitiannya lebih bersifat mendiskripsikan interaksi manusia dalam suatu seting lingkungan tertentu. Selain itu juga bertujuan untuk mengungkap keunikan individu berupa persona dengan minat cosplay yang ada dalam komunitas Cosplay Malang. Sehingga mendapatkan teori baru mengenai hubungan persona dengan minat cosplay dalam usaha meningkatkan kemenarikan interpersonal.

A. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah mahasiswa-mahasiswi di kota malang yang ikut komunitas Cosplay Malang (ada juga di grup facebook). Kriteria subyek; (1) mahasiswa di kota Malang, (2) selalu ikut event J-Fest di kota Malang sebagai cosplayer, (3) pengalaman menjadi cosplayer minimal 2 tahun (dikarenakan event J-Fest di Malang jarang, dan bisa terbilang diadakan 1 tahun sekali di Universitas Brawijaya, alasan lain lebih banyak pengalaman bagaimana rasanya menjadi cosplayer)

B. Metode Pengumpulan Data Hal pertama yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data ialah peneliti akan join di grup facebook Cosplay Malang, dan membangun relasi pertemanan terhadap para anggotanya. Sehingga peneliti dimungkinkan memahami secara mendalam latar belakang komunitas dan para anggotanya mengikuti event cosplay di J-Fest. Sumber data diperoleh dari para cosplayer yang merupakan sumber data utama dalam penelitian ini, juga dari responden dan informan. Responden adalah sumber data tentang keragaman dalam gejala-gejala, berkaitan dengan perasaan, sikap, persepsi, dalam hal ini adalah masyarakat biasa yang berinteraksi dengan subyek penelitian. Sedangkan Informan adalah sumber data yang berhubungan dengan pihak ketiga. Dalam hal ini adalah orang yang mempunyai hubungan dengan subyek penelitian. Kemudian responden dan informan tersebut akan menilai menggunakan skala kemenarikan interpersonal cosplayer.

Sedangkan prosedur untuk mengumpulkan data serta alat yang digunakan meliputi; Observasi, wawancara semi struktur, dan menggunakan handy camera serta recorder. Untuk lebih rincinya adalah sebagai berikut. 1. Observasi Observasi dengan melakukan pengamatan langsung terhadap cosplayer (partner penelitian) dimana sehari-hari mereka berada dan biasa melakukan aktivitasnya. Pemanfaatan teknologi informasi untuk menangkap semua kejadian yang berlangsung selama observasi juga digunakan seperti Handy Camera. Disini peneliti akan menyesuaikan penampilan dengan kebiasaan dan norma yang berlaku dalam komunitas Cosplay Malang. Ditinjau dari jenis observasi menurut Johnson & Christiensen (2004), maka termasuk jenis Partisipan sebagai observer, karena peneliti bergabung dalam komunitas dan menginformasikan dirinya untuk melakukan penelitian. Lamanya melakukan observasi tergantung pada data yang diperoleh dan jika dirasa sudah mendalam dan rinci, maka bisa dihentikan. 2. Wawancara semi-terstruktur Wawancara yang dilakukan adalah untuk memperoleh makna yang rasional, maka observasi perlu dikuatkan dengan wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan dialog langsung face to face dengan cosplayer, dengan pertanyaan terbuka, dan dilakukan secara tidak formal seperti bertanya biasa dalam kehidupan sehari-hari. Tidak lupa menggunakan recorder untuk merekam yang nantinya akan digunakan dalam pelaporan verbatim. Selain itu wawancara juga bisa dilakukan dengan media perantara, seperti chat di grup facebook, telepon, dsb. Wawancara tidak hanya pada subyek penelitian, tetapi juga pada responden dan informan, yaitu dengan cek silang. Ini untuk memastikan ketepatan data dengan menerapkan teknik triangulasi. Tidak lupa diakhir wawancara, peneliti menulis catatan kecil untuk mendiskripsikan proses wawancara.

C. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan segera setelah data terkumpul ( melalui observasi, wawancara semi-struktur). Meskipun terdapat teknik analisis yang bersifat khusus dan yang bersifat umum, namun secara keseluruhan, pada intinya terdapat tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992).

1. Reduksi data Bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang topik yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Reduksi data meliputi; Meringkas data, mengkode, menulusur tema, dan membuat gugus-gugus. Caranya adalah dengan seleksi ketat atas hasil observasi maupun wawancara, ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan polanya. 2. Penyajian data Menyusun sekumpulan data dan informasi yang didapat, sehingga memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data berupa: Teks naratif: berbentuk catatan lapangan selama observasi Matriks, grafik skala, jaringan, dan bagan. Bentuk-bentuk ini menggabungkan informasi tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, sehingga memudahkan untuk melihat apa yang sedang terjadi, apakah kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya melakukan analisis kembali. 3. Penarikan Kesimpulan Sebenarnya upaya penarikan kesimpulan dilakukan secara terus menerus selama proses/ setiap sesi dalam mengumpulkan data. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti mulai mencari kebiasaan, sebab-akibat dari sebuah perilaku, sifat, dan pola kehidupan subyek penelitian. Kemudian disatukan menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh, sehingga dapat diterima sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, I (2000). Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif (Artikel), online diakses pada 24 April 2013 Alwisol (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press Ariefyanto, M (2013). Tampil Seperti Idola Dengan Cosplay (online). Jakarta: Artikel Republika.co.id, diakses pada 20 April 2013 Carnegie, D (2008). Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain. Jakarta: Binarupa Aksara Hanurawan, F (2010). Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hanurawan, F (2012). Metode Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu Psikologi. Malang: Diktat Universitas Negeri Malang Jung, C.G (1989). Memperkenalkan Psikologi Analitik, terj. Agus Cremers, Jakarta: Gramedia Littauer, F (2007). Personality Plus. Jakarta: Binarupa Aksara Suryana, A (2007). Tahap-Tahap Penelitian Kualitatif (Artikel). Jurusan Administrasi Pendidikan. Jakarta, Universitas Pendidikan Indonesia http://Palembangcosplaycomunity.blogspot.com (online) diakses pada 20 April 2013 http://wikipedia.co.id/cosplay (online) diakses pada 20 April 2013

Anda mungkin juga menyukai