Anda di halaman 1dari 4

Menjelaskan manfaat konseling HIV AIDS dan pengunaan kontrasepsi (buku merah) Periode pasca persalinan adalah kesempatan

terbaik untukmleakukan konseling, pasangan dan keluarganya melakukan tes HIV apabila pemeriksaan ini tidak dilakukan selama kehamilan, bila hasil tes positif diperluikan konseling tentang pengobatan dan bagaimana upaya pencegahan yang dilakukan Pandemi HIV AIDS di dunia sering mengancam persalinan terutama di negara berkembang. Infeksi HIV AIDS berkembang cepat di Asia Tenggara dengan dampak dari transmisi vertikal dari ibu ke bayi selama kehamilan, persalinan, dan kelahiran. Pada bayi dengan transmisi vertikal selama periode perinatal, lebih kurang 30% akan menderita AIDS dalam jangka waktu satu tahun setelah persalinan, sementara sisanya akan menderita AIDS pada usia muda Diperkirakan pemberian ASI juga bertangggung jawab pada 14% infeksi pada masa bayi. Lebih dari sepertiga kasus infeksi terjadi pada bayi dan anak. Karena itu ibu dengan HIV positif tidak dianjurkan untuk menyususi anaknya karena adanya resiko penularan HIV melalui air susu ibu Semua ini harus mendapatkan imunisasi dengan paling sedikit 2 kali pemberian tetanus toksoid senagai upaya pencegahan tetanus baik pada ibu maupun bayi. Dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah pemberian suntukan yang kedua dan 2 dosis terakhir diberikan paling lambat setelah satu tahun atau pada kehamilan berikutnya.pada derah dengan resiko tinggi penularan TBC, imunisasi BCG juga harus diberikan kepada ibu segera setelah kelahiran. Vaksin DPT direkomendasikan pada anak pada usia 6,10, dan 14 minggu. Dosis tunggal oral polio juga harus diberikan setelh persalinan atau dalam 2 minggu pertama kehidupan, jadwal imunisasi polio harus diikuti yaitu pada 6,10, dan 14 minggu. Bila terdapat insidens tinggi penularan hepatits B pada masa perinatal, dosis pertama Hepatits B harus diberikan sesegera mungkin setelah kelahiran yang diikuti dengan dosis berikutnya pada 6 dan 14 minggu

Tambahan: http://www.odhaindonesia.org/content/kehamilan-dan-hiv Kehamilan dan HIV HIV, virus penyebab AIDS, dapat menular dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya. Tanpa upaya pencegahan, kurang-lebih 30 persen bayi dari ibu yang terinfeksi HIV menjadi tertular juga. Ibu dengan viral load tinggi lebih mungkin menularkan HIV kepada bayinya. Namun tidak ada jumlah viral load yang cukup rendah untuk dianggap "aman". Infeksi dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, namun biasanya terjadi beberapa saat sebelum atau selama persalinan. Bayi lebih mungkin terinfeksi bila proses persalinan berlangsung lama. Selama persalinan, bayi yang baru lahir terpajan darah ibunya. Meminum air susu dari ibu yang terinfeksi dapat juga mengakibatkan infeksi pada si bayi. Ibu yang HIV-positif sebaiknya tidak memberi ASI kepada bayinya. Untuk mengurangi risiko infeksi ketika sang ayah yang HIV-positif, banyak pasangan yang menggunakan pencucian sperma dan inseminasi buatan. Pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi Ibu HIV-positif dapat mengurangi risiko bayinya tertular dengan:

mengkonsumsi obat antiretroviral (ARV) menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya hindari menyusui

Penggunaan ARV: Risiko penularan sangat rendah bila terapi ARV (ART) dipakai. Angka penularan hanya 1-2 persen bila ibu memakai ART. Angka ini kurang-lebih 4 persen bila ibu memakai AZT selama enam bulan terahkir kehamilannya dan bayinya diberikan AZT selama enam minggu pertama hidupnya Namun jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini.

AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2-3 hari setelah lahir.

Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen. Namun, resistansi terhadap nevirapine dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistansi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.

Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya: Semakin lama proses kelahiran, semakin besar risiko penularan. Bila si ibu memakai AZT dan mempunyai viral load di bawah 1000, risiko hampir nol. Ibu dengan viral load tinggi dapat mengurangi risiko dengan memakai bedah Sesar.

Menghindari menyusui: Kurang-lebih 14 persen bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi. Risiko ini dapat dihindari jika bayinya diberi pengganti ASI (PASI, atau formula). Namun jika PASI tidak diberi secara benar, risiko lain pada bayinya menjadi semakin tinggi. Jika formula tidak bisa dilarut dengan air bersih, atau masalah biaya menyebabkan jumlah formula yang diberikan tidak cukup, lebih baik bayi disusui. Yang terburuk adalah campuran ASI dan PASI. Mungkin cara paling cocok untuk sebagian besar ibu di Indonesia adalah menyusui secara eksklusif (tidak campur dengan PASI) selama 3-4 bulan pertama, kemudian diganti dengan formula secara eksklusif (tidak campur dengan ASI).

Mengenali bayi yang terinfeksi: Jika dites HIV, sebagian besar bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV-positif menunjukkan hasil positif. Ini berarti ada antibodi terhadap HIV dalam darahnya. Namun bayi menerima antibodi dari ibunya, agar melindunginya sehingga sistem kekebalan tubuhnya terbentuk penuh. Jadi hasil tes positif pada awal hidup bukan berarti si bayi terinfeksi. Jika bayi ternyata terinfeksi, sistem kekebalan tubuhnya akan membentuk antibodi terhadap HIV, dan tes HIV akan terus-menerus menunjukkan hasil positif. Jika bayi tidak terinfeksi, antibodi dari ibu akan hilang sehingga hasil tes menjadi negatif setelah kurang-lebih 6-12 bulan. Sebuah tes lain, serupa dengan tes viral load dapat dipakai untuk menentukan apakah bayi terinfeksi, biasanya beberapa minggu setelah lahir. Tes ini, yang mencari virus bukan antibodi, saat ini hanya tersedia di Jakarta, dan harganya cukup mahal.

Bagaimana mengenai kesehatan ibu?

Pengobatn ARV dilanjutakn untuk wanita hamil yang terdiagnosa HIV. Beberapa dokter mengusulkan perempuan berhenti pengobatannya pada triwulan pertama kehamilan. Ada dua alasan:

Risiko dosis dilewatkan akibat mual dan muntah selama awal kehamilan, dengan risiko mengembangkan resistansi terhadap obat yang dipakai. Risiko obat mengakibatkan anak cacat lahir, yang tertinggi pada triwulan pertama. Tidak ada bukti terjadi cacat lahir, selain dengan efavirenz. Para ahli tidak sepakat apakah penggunaan ART menimbulkan risiko lebih tinggi terhadp lahir dini atau bayi lahir dengan berat badan rendah.

Kontasepsi pada masa nifas (bahan PBL kmrn) Kontrasepsi yang diberikan hendak juga aman bagi bayi dan produksi air susu ibu,kontrasepsi yang dapat digunakan antara lain: 1. Kontrasepsi Hormonal Minipil mengandung progestin dosis rendah. Biasa diberikan pada ibu yang menyususi hingga 9 bulan setelh melahirkan, ibu yang merokok, kontraindiksai estrogen, anemia dan hipotensi 2. KB alami Lactational Amenorrhea Gerakan menghisap bayi menurunka sekresi GnRH, fsh, LH hambat ovulasi dan pembentukan folikel baru 3. Alat kontraspsi dalam rahim (IUD/AKDR) 4. Suntik Preparat progestrin :Depogestron, Depoprogestin, Depoprovera Kombinasi progestin dan estrogen propionat :Cycloferm Biasa diberikan 3-5 hari pascapersaliana 5. Susuk Ada 2 macam: Norplant Tahan selama 5 tahun, berupa 6 kapsul silastik silikon yang berisi 36 gram levonegestrel Implanon Kontasepsi susuk yang terdiri dari simpai EVA sebagai pembawa substansi aktif progestin 3-keto DSG Dipasang & hari pasca abortus dan saat laktasi (> 6 minggu pasca persalinan)

Anda mungkin juga menyukai