Anda di halaman 1dari 10

1.

Setelah mempelajari Landasan Ilmu Pendidikan, jelaskan benang merah dari buku Antropologi Pendidikan yang ditulis oleh Imbran Manan, Ph.D, serta apa peran Pendidikan dalam kebudayaan? Jelaskan juga perbedaan aliras Progresif, konservatif dan rekonstruksionis tentang kebudayaan. Jawaban : A. Benang merah buku Imran Manan : 1) Kebudayaan dan Pendidikan Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai bentuk dan manifestasinya, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka dari itu, pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan, dapat diperkirakan memiliki sifatsifat yang sejiwa dengan kebudayaan tersebut. Corak-corak baru dari kebudayaan dan peradaban manusia, yang telah mendasari dan menjiwai sejarah manusia selama ini mengantarkan manusia ke dalam zaman modern dan ultramodern. Untuk zaman ini, pendorong-pendorong utamanya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dua lapangan ini, karena sifatnya yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur potensial yang menimbulkan revolusi dalam peradaban manusia, dengan sendirinya dapat dianggap potensial pula dalam pendidikan (Manan,1990:24). Kebudayaan disampaikan oleh satu generasi ke generasi berikutnya serta dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Dari perspektif generasi muda, kebudayaan dipelajari oleh generasi muda dari generasi-generasi sebelumnya. Jadi, ada proses penyampaian kebudayaan (transmision of culture) dan ada proses pemerolehan kebudayaan (the acquisition of culture). Satu generasi mengajarkan atau memindahkan kebudayaan dan generasi yang lain atau berikutnya belajar dan menerimanya. Penyampaian kebudayaan mencakup proses belajar dan mengajar, karena itulah pemahaman tentang hakikat kebudayaan sangat penting sekali artinya bagi orang-orang yang bergerak dalam dunia pendidikan khususnya dan orang-orang yang terlibat dalam pembuat kebijaksanaan pendidikan pada umumnya. Tiga Pandangan Tentang Kebudayaan yang Terkait dengan Pendidikan Jika akan digunakan penemuan antropologi untuk kepentingan pendidikan, maka harus diajukan dulu suatu pertanyaan pokok. Jenis realita apakah yang dimiliki oleh kebudayaan? Pertanyaan ini dijawab dengan tiga cara:

1. Menurut pandangan superorganis, kebudayaan adalah realitas super dan ada di atas dan di luar pendukung individunya dan kebudayaan punya hukumhukumnya sendiri. 2. Dalam pandangan konseptualis, kebudayaan bukanlah suatu entitas sama sekali, tetapi sebuah konsep yang digunakan antropolog untuk menghimpun/

meunifikasikan serangkaian fakta-fakta yang terpisah-pisah. 3. Dalam pandangan para realis, kebudayaan adalah kedua-duanya, yaitu sebuah konsep dan sebuah entitas empiris. Kebudayaan adalah sebuah konsep sebab ia bangunan dasar dari ilmu antropologi. Kebudayaan merupakan entitas empiris sebab konsep ini menunjukkan cara sebenarnya fenomena-fenomena tertentu diorganisasikan. Hubungan antara Kebudayaan dan Pendidikan Pendidikan, baik yang bersifat formal, informal, maupuan nonformal mendapat pengaruh dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Di sekolah, para siswa menerima warisan budaya yang telah dipersiapkan dan dirancang dalam kurikulum. Dalam lingkungan keluarga, anak-anak mendapatkan pengalaman budaya langsung dari orang tua, adik kakak, sanak saudara, pengasuh, dan orangorang yang dekat dengannya. Di lingkungan, dia mendapat pengaruh budaya dari masyarakat tempat tinggalnya. Bahkan berkat kemajuan teknologi sekarang ini, anak-anak mendapatkan pengaruh budaya dari berbagai belahan dunia melalui internet dan media global lainnya. Di sekolah, bukan berarti anak-anak menerima warisan budaya saja, tetapi menciptakan bentuk-bentuk budaya baru melalui anakanak yang cerdas dan proaktif walaupun kualitas dan kuantitasnya lebih rendah jika dibandingkan dengan ketika budaya mempengaruhi pribadinya. Dari kenyataan yang ada nampak bahwa kebudayaan perlu dikembangkan dengan cara pendidikan. Anak muda tidak akan matang secara budaya tanpa ditunjukkan bagaimana menjadi dewasa. Anak-anak juga menyadari bahwa teknik kedewasaan mesti dipelajari dari orang dewasa. Masyarakat paham penyampaian kebudayaan mereka tidak dibiarkan saja. Sebagai salah satu sektor dalam jaringan besar kebudayaan, pendidikan beraksi terhadap peristiwa-peristiwa di bagian-bagian lain kebudayaan dan pada kesempatannya mempengaruhi peristiwa-peristiwa itu sendiri. Kebudyaan yang bahwa

terjadi secara kebetulan

maju memicu pendidikan untuk menghasilkan spesialisasi pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi. Akibatnya siswa mesti belajar lebih banyak, baik untuk menguasai keahliannya dan untuk memahami kebudayaan sebagai suatu keseluruhan Untuk menjamin bahwa pendidikan akan mencapai tujuan-tujuan yang diakui, diperlukan antropolog untuk mengatakan dimana pertentangan yang telah diinternalisasikan dari kebudayaan yang berlawanan dengan usaha-usaha guru. Karena tugas utama pendidik adalah untuk mengekalkan hasil-hasil prestasi kebudayaan, pendidikan pada dasarnya bersifat konservatif. Namun sejauh pendidikan bertugas menyiapkan pemuda-pemuda untuk menyesuaikan diri kepada kejadian-kejadian yang dapat diantisipasikan di dalam dan di luar kebudayaan, pendidikan telah merintis jalan untuk perubahan kebudayaan. Dapatkah pendidikan melakukan lebih dari itu? Dapatkah pendidikan melatih generasi yang akan datang tidak hanya dalam menyesuaikan diri kepada keadaan sekarang tetapi juga memulai perubahan tertentu pada kebudayaan? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu harus memperhatikan kekuatan-kekuatan yang ada dalam kebudayaan yang berpengaruh terhadap menjadikan sekolah sebagai ujung tombak perubahan budaya mesti mempertimbangkan kekuatan-kekuatan yang menentang sekolah. 2) Pendidikan dan Kepribadian Keterpaduan Kebudayaan dan Kepribadian Keterpaduan antara kebudayaan dan kepribadian pada hakikatnya dapat dilihat dari peran masing-masingnya terhadap seseorang. Kita tidak dapat memahami dangan baik prilaku individu tanpa mempertimbangkan latar dan komponen budaya. Sebaliknya kita juga tidak dapat memahami institusi budaya tanpa adanya pengetahuan tentang individu-individu yang turut serta di dalamnya. Pengkajain kepribadian dan kebudayaan bermula dari psikoanalisis yang mengarahkan perhatian antropologi pada tiga faktor penting. Ketiga faktor penting yang dimaksud adalah 1) kesan mendalam yang ditinggalkan pada masa kanak-kanak pada struktur kepribadian orang dewasa, 2) status orang tua dan guru sebagai agen budaya, dan 3) kenyataan bahwa proses enkulturasi merupakan faktor utama pembentuk kepribadian (Manan,1988:41).

Gabungan dari antropologi dan psikoanalisis memunculkan pernyataan bahwa metode pengasuhan anak dalam kebudayaan tertentu akan mempengaruhi atau membentuk struktur pokok kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai pokok kebudayaan. Umumnya orang tua tidak menyadarinya bahwa metode yang ditetapakan dan mengasuh anak sebenarnya mengarahkan anak tersebut untuk berprilaku menurut nilai-nilai kebudayaan dalam kelompoknya. Walaupun pengalaman pada masa kanak-kanak mungkin sebagai peletak dasar kepribadian orang dewasa, pengalaman tersebut tidak membentuk kepribadian secara keseluruhan. Seperti yang diungkapkan psikoanalisis, anak berkembang aman dan penuh penyesuaian pada saat orang tuanya mengasuhnya penuh kasih sayang dan dalam batasbatas yang diizinkan, tetapi anak hanya menerima dasar-dasar bagi orang dewasa yang penuh penyesuaian. Tetapi berubahnya daya penyesuaian anak bergantung pada pengalaman masa depannya. Menurut Manan (1989:42) dalam kajian terhadap kebudayaan dan kepribadian, ada tiga pendekatan tradisional yang digunakan. Ketiga pendekatan tersebut adalah 1) pendekatan konfigurasi, 2) pendekatan rata-rata, dan 3) pendekatan sosialisai. Reisman dalam Manan (1989:44) mengemukakan karakter tentang individu bahwa kepribadian orang dewasa ditentukan oleh pola sosialisasi sewaktu masa kanakkanak dan remaja yang mencerminkan tuntutan kebudayaan. Hal ini bisa terlihat dalam berbagai masyarakat ada kecendrungan anak untuk tidak menginternalisasikan nilai-nilai orang tuanya secara kuat melainkan mengambil standar-standar dari teman sebayanya. Sejauh mana tipe kepribadian mempengaruhi perkembangan kebudayaan atau sebaliknya sejauh mana kebudayaan mempengaruhi kepribadian, seperti menerima atau menolak inovasi? Seorang yang sewaktu kanak-kanak dididik dengan sangat keras mungkin akan menolak perubahan ke arah yang tidak ditentukan dalam kebudayaan, tetapi mungkin menerima perubhan tertentu yang menurut kebudayaan adalah wajar. Oleh sebab itu, kita hendak memahami efek perubahan kebudayaan terhadap kepribadian, termasuk perubahan yang mungkin diperkenalkan oleh pendidik. Artinya, kita hendaklah mengetahui sejauh mana belajar di masa depan dapat mengubah kepribadian dan sejauh mana kepribadian telah terbentuk sebelumnya. 3) Transmisi Budaya dan Perkembangan Institusi Pendidikan

Sebelum menjelaskan transimisi budaya dan perkembangan institusi pendidikan, maka akan lebih baik terlebih dahulu dijelaskan tentang wujud kebudayaan. Koentjaraningrat dalam Imran Manan (1989: 26) mengemukakan tiga wujud kebudayaan, yaitu : a. Wujud kompleks ide-ide Wujud ini ada dalam pikiran anggota suatu masyarakat atau telah dituangkan dalam berbagai media, maka akan ditemui dalam berbagai media cetak atau media elektronik. Dalam masyarakat, wujud ideal kebudayaan ini dinamakan adat atau tata kelakuan. Kebudayaan ideal ini berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Wujud ideal ini berbentuk nilai, hukum dan peraturan-peraturan. b. Wujud kompleks aktivitas kelakuan berpola Wujud ini adalah tingkah laku nyata yang berpola yang dapat diamati dalam aktivitas-aktivitas anggota-anggota masyarakat yang berinteraksi, berhubungan, dan bergaul berdasarkan tuntutan nilai, norma, peraturan atau adat istiadat tertentu. Kelakuan berpola ini dinamakan sistem sosial yang secara konkrit dapat diamati, didokumentasi, dan difilmkan c. Wujud benda-benda hasil karya manusia Wujud ini berupa hasil karya anggota-anggota suatu masyarakat dan semua bendabenda yang mempunyai makna dalam kehidupan suatu kelompok atau suatu masyarakat. Transmisi Budaya dan Pendidikan Tranmisi budaya adalah penyampaian kebudayaan dari suatu generasi kegenerasi berikutnya. Dalam penyampaian ini muncul beberapa istilah yaitu: 1. Enkultasi, menurut Heskovist dalam Manan (1989:30) enkulturasi adalah proses perolehan kompetensi budaya untuk hidup sebagai anggota kelompok. Sedangkan enkulturasi menurut Hansen dan Gillin dalam (Manan,1989:30) adalah proses perolehan keterampilan bertingkah laku, pengetahuan tentang standar-standar budaya, dan kode-kode perlambangan seperti bahasa dan seni, motivasi yang didukung oleh kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan menanggapi ideoligi dan sikap-sikap. Jadi, enkulturasi adalah proses ketika individu memilih nilai-nilai yang dianggap baik dan pantas untuk hidup bermasyarakat, sehingga dapat dipakai sebagai pedoman bertindak.

2. Sosialisasi, Sujarwa (2005:9) mengatakan sosialisasi adalah proses penyesuaian diri individu ke dalam kehidupan kelompok dimana individu tersebut berada, sehingga kehadirannya dapat diterima oleh anggota kelompok lain. 3. Internalisasi, menurut Surjawa (2005:19) internalisasi adalah suatu proses dari berbagai pengetahuan yang berada di luar dari individu masuk menjadi bagian dari diri individu. 4. Pendidikan, Hansen dalam Manan (1989:31) mengatakan pendidikan adalah usaha yang disengaja dan bersifat sistematif untuk menyampaikan keterampilanketerampilan dan pengetahuan, kebiasaan berpikir, dan bertingkah laku yang dituntut harus dimiliki oleh pelajar. 5. Persekolahan, masih menurut Hansen, persekolahan adalah pendidikan yang dilembagakan.

Perkembangan Institusi Pendidikan Perkembangan persekolahan tergantung kepada faktor-faktor, antara lain kemampuan suatu masyarakat untuk membiayai sistem persekolahan, kemungkinan orang tua membebaskan anak-anaknya dari pekerjaan produktif menolong orang tua, perhatikan dari kelompok-kelompok tertentu dalam mengawasi penguasaan pengetahuan dari ketarampilan tertentu dan dalam memberi kesempatan kepada generasi muda menguasainya untuk menjamin kesinambungan masyarakat dan kelestarian pengetahuan. Kebudayaan di dalam suatu masyarakat atau bangsa memiliki arti dan fungsi tersendiri bagi anggotanya, antara lain: Untuk memenuhi kebutuhan pokok tertentu manusia. Memproduksi dan mendistribusikan barang-barang dan jasa. Menjamin kelestarian biologis . Dapat menciptakan suasana tertib dan memberikan motivasi kepada para anggotanya untuk bertahan hidup. 4) Pendidikan dan Perubahan Sosial Budaya: Modernisasi Dan Pembangunan Perubahan Sosial Budaya Murdock (1965) berbagai fenomena yang menjadi faktor penyebab timbulnya perubahan sosial budaya adalah:

Petumbuhan atau pengurangan jumlah penduduk Perubahan lingkungan geografis Perpindahan ke lingkungan baru Kontak dengan orang yang berlainan budaya Malapetaka alam dan sosial seperti, banjir, gagal panen, perang, dsb. Kelahiran atau kematian seorang pemimpin Penemuan (invention) Perubahan sosial terjadi karena adanya dorongan perkembangan masyarakat

secara sadar atau tidak. Adanya perubahan sosial budaya menciptakan inovasi penciptaan sehingga masyarakat lebih berkembang dalam kehidupannya. Pembahasan

perkembangan sosial budaya dalam pembangunan fokus pada aspek enkulturasi dan akulturasi pendidikan, moderninasi dan pembangunan, dan perubahan sosial budaya. Enkulturasi dan Akulturasi Pendidikan Landasan kultural dalam aktivitas pendidikan sangat penting untuk dilakukan, sebab pendidikan memang merupakan proses transformasi kebudayaan dari satu generasi ke generasi lain. Sistem sosial sekolah sebagai pelaksana pendidikan mempunyai struktur proses kegiatan dan pola-pola interaksi yang akan menentukan program sekolah. Struktur dari sistem sekolah adalah peranan serta fungsi - fungsi yang harus dilaksanakan oleh pemegang peranan tersebut. Guru adalah pemegang peranan yang harus mengetahui fungsinya dalam keseluruhan sistem pendidikan. Penananam budaya dan nilai-nilainya oleh sekolah akan mendorong terjadinya proses enkulturasi. (Manan dalam Pidarta, 1989) menyatakan bahwa pendidikan adalah enkulturasi. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang menerima budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang diterima dirinya. Enkulturasi terjadi di mana-mana, di setiap tempat hidup seseorang dan di setiap waktu. Sebab dimanapun orang berada maka ditempat itu juga terjadi proses pendidikan dan enkulturasi. Sekolah adalah salah satu dari tempat enkulturasi, tempattempat lainnya adalah keluarga, perkumpulan pemuda, perkumpulan olah raga, keagamaan, dan di tempat-tempat kursus dan latihan. Dalam proses enkulturisasi sekolah mengambil peran antara lain : (1) Pewaris kebudayaan, guru-guru di sekolah harus dapat berperan sebagai model kebudayaan yang dapat dipedomani dan ditiru oleh peserta didik, agar peserta didik memahami dan mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya maka guru harus dapat mengajarkan nilai-nilai yang diyakini masyarakat tempat sekolah itu. Contohnya,

mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh, bekerja keras, dan kehidupan bernegara, sekolahlah yang berkompeten untuk tugas-tugas pewarisan budaya seperti ini. (2) Sebagai pemelihara kebudayaan, artinya sekolah harus berusaha melestarikan nilai-nilai budaya daerah tempat sekolah. Misalnya, pengguna bahasa daerah, kesenian daerah dan budi pekerti, selain itu juga berupaya mempersatukan nilainilai budaya yang beragam demi kepentingan budaya bangsa (nasional). Pembangunan pendidikan nasional juga harus dikaitkan dengan kerangka kebudayaan bangsa sendiri. Oleh karena itu, wawasan kultural mengenai gejala pendidikan dan tujuan pendidikan nasional tetap kita perlukan, demi pengayaan wawasan-wawasan lainnya. Fungsi lembaga pendidikan ialah memelihara,

mengembangkan, dan mewujudkan nilai - nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat pemiliknya (mentransformasikan nilai-nilai budaya). Hasan dalam Pidarta (2004:52) menyatakan bahwa pendidikan tidak hanya merupakan prakarsa bagi terjadinya pengalihan pengetahuan dan ketrampilan (transfer of knowledge and skill) tetapi juga meliputi pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial. Tiap masyarakat sebagai pengemban budaya (culture bearer) berkepentingan untuk memelihara keterjalinan antara berbagai upaya pendidikan dengan usaha pengembangan kebudayaannya. Selain proses enkulturasi dalam pendidikan, terjadi pula proses akulturasi dalam pendidikan. Akulturasi (acculturation) adalah proses yang perubahan-perubahan dalam budaya dan bahasa sebuah kelompok terjadi melalui interaksi dengan kelompok yang berbeda bahasa dan kebudayaannya. Kebudayaan merupakan produk pendidikan. Produk ini dapat dihasilkan salah satunya melalui akulturasi dari berbagai macam budaya yang ada dalam lingkungan pendidikan, baik itu melalui berbagai literatur yang digunakan, penyampaian dari guru maupun dari siswa dengan berbagai latar belakang sosial, budaya dan ekonomi yang berbeda. (Kartono dalam Pidarta,1977) menyatakan bahwa seluruh kebudayaan manusia itu adalah produk dari kegiatan pembelajaran yang berlangsung terus-menerus sepanjang sejarah manusia. Setiap peserta didik, pendidik, dan lingkungannya memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara lebih jauh. Berbagai potensi ini dalam lingkup pendidikan dapat membentuk suatu produk budaya baru yang tidak ada sebelumnya. Sekolah memiliki peran sebagai agen pembaharuan kebudayaan dengan cara melakukan reproduksi budaya (nilai-nilai dan kebiasaan baru diberikan secara langsung melalui mata pelajaran yang relevan atau dengan kegiatan ekstrakurikuler). Proses kegiatan pendidikan dapat berupa kegiatan pembelajaran dan sistem komunikasi antara

guru dengan peserta didik. Pola interaksi sosial dalam system pendidikan di sekolah yaitu berupa interaksi guru dengan peserta didik dan dinamika kelompok. Akulturasi memiliki nilai keluwesan dan kedinamisan sehingga bisa menutup kelemahan yang ditinggalkan oleh enkulturasi. Oleh karena itu, akan sangat tidak memadai jika sekolah hanya menunjukkan perannya sebagai lembaga tempat berlangsungnya proses enkulturasi, karena proses enkulturasi saja tanpa diikuti oleh proses akulturasi hanya akan menciptakan orang yang kaku dalam budaya sendiri. Orang yang seperti ini hanya akan mampu berpikir, berkata, dan bertindak sesuai dengan budaya yang dipelajarinya. Pendidikan tidak didirikan untuk menciptakan robot-robot budaya, oleh karena itu pendidikan harus mampu mendorong siswa untuk berpikir kritis sehingga mereka tidak hanya menerima, tapi juga secara dinamis mampu mengembangkan, memperbaharui dan menciptakan hal-hal baru. (Pidarta, 2000) menyatakan bahwa sejak dini manusia perlu dididik berpikir kritis. Kemampuan untuk mempertimbangkan secara bebas

dikembangkan. Hal ini dapat lakukan dengan cara memberi kesempatan mengamati, melaksanakan, menghayati, dan menilai kebudayaan. Cara ini membuat individu tidak menerima begitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman dan perasaan dikala berada dalam kandungan budaya, yang akhirnya menimbulkan penilaian menerima, merevisi, atau menolak budaya itu. Pendidikan seperti ini membuat individu terbiasa dengan pemikiran terbuka dan lentur. Modernisasi dan Pembangunan Konsep perubahan sosial budaya yang mendominasi ilmu-ilmu sosial adalah konsep modernisasi dan konsep pembangunan. Pengembangan intelektual merupakan pengembangan dalam bidang gagasan yang mencerminkan pola pertumbuhan dan interaksi antara eksperimen empiris, pemikiran politik, seni, dan sastra, dan spekulasi tentang hakikat manusia, Tuhan, dan alam semesta. Pengembangan intelektual berdampak pada aspek kehidupan seperti ilmu pengetahuan, sosial, budaya, politik, dan industri. Hal tersebut meningkatkan kemajuan ke arah modernisasi pembangunan segala bidang. Schood dalam Manan (1989:56) mengemukakan modernisasi merupakan penerapan pengetahuan ilmiah yang ada dalam aktivitas atau aspek kehidupan masyarakat. Modernisasi masyarakat mencakup segala aspek kehidupan secara komprehensif seperti bidang pendidikan, hubungan sosial, sistem hukum, administrasi negara, pertanian, dan informasi.

Pembangunan merupakan proses peningkatan kesejahteraan suatu masyarakat yang merupakan hasil transformasi masyarakat dari tradisional menjadi masyarakat modern dan aspek intelektual menjadi peran penting. Dinamika kehidupan modern menghasilkan berbagai tantangan yang mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat modern yang secara simultan memerlukan daya penyesuaian, daya inovasi, dan kreasi individu sebagai anggota masyarakat. Individu yang tidak dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang setiap saat mengalami perubahan dan perkembangan akan ketinggalan dan tergilas dengan kemajuan jaman. Pendidikan merupakan alat untuk menuju perkembangan yang modern, perubahan sosial budaya, dan pengembangan ilmu pengetahuan, penyesuaian sikap dan nilai yang mendukung pembangunan. Pembangunan pendidikan memerlukan anggaran, isi materi, metode, dan dukungan sosial budaya. Dukungan tersebut diperlukan untuk relevansi pengembangan pendidikan dengan dunia kerja dan realita sosial. Semua unsur yang diperlukan dalam pengembangan pendidikan saling berhubungan, saling ketergantungan, dan saling mempengaruhi dalam proses perubahan sosial budaya masyarakat dan proses pembangunan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai