Anda di halaman 1dari 14

1.

Setelah mempelajari Landasan Ilmu Pendidikan, jelaskan benang merah dari buku
Antropologi Pendidikan yang ditulis oleh Imbran Manan, Ph.D, serta apa peran
Pendidikan dalam kebudayaan? Jelaskan juga perbedaan aliras Progresif,
konservatif dan rekonstruksionis tentang kebudayaan.
Jawaban :
A. Benang merah buku Imran Manan :
1) Kebudayaan dan Pendidikan
Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai bentuk dan
manifestasinya, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku,
melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka dari itu, pendidikan sebagai usaha
manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan, dapat diperkirakan memiliki sifatsifat yang sejiwa dengan kebudayaan tersebut. Corak-corak baru dari kebudayaan dan
peradaban manusia, yang telah mendasari dan menjiwai sejarah manusia selama ini
mengantarkan manusia ke dalam zaman modern dan ultramodern. Untuk zaman ini,
pendorong-pendorong utamanya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dua lapangan ini, karena sifatnya yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur potensial
yang menimbulkan revolusi dalam peradaban manusia, dengan sendirinya dapat
dianggap potensial pula dalam pendidikan (Manan,1990:24).
Kebudayaan disampaikan oleh satu generasi ke generasi berikutnya serta dari satu
kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Dari perspektif generasi muda, kebudayaan
dipelajari oleh generasi muda dari generasi-generasi sebelumnya. Jadi, ada proses
penyampaian kebudayaan (transmision of culture) dan ada proses pemerolehan
kebudayaan (the acquisition of culture). Satu generasi mengajarkan atau memindahkan
kebudayaan dan generasi yang lain atau berikutnya belajar dan menerimanya.
Penyampaian kebudayaan mencakup proses belajar dan mengajar, karena itulah
pemahaman tentang hakikat kebudayaan sangat penting sekali artinya bagi orang-orang
yang bergerak dalam dunia pendidikan khususnya dan orang-orang yang terlibat dalam
pembuat kebijaksanaan pendidikan pada umumnya.
Tiga Pandangan Tentang Kebudayaan yang Terkait dengan Pendidikan
Jika akan digunakan penemuan antropologi untuk kepentingan pendidikan, maka
harus diajukan dulu suatu pertanyaan pokok. Jenis realita apakah yang dimiliki oleh
kebudayaan? Pertanyaan ini dijawab dengan tiga cara:

1. Menurut pandangan superorganis, kebudayaan adalah realitas super dan ada di


atas dan di luar pendukung individunya dan kebudayaan punya hukumhukumnya sendiri.
2. Dalam pandangan konseptualis, kebudayaan bukanlah suatu entitas sama sekali,
tetapi sebuah konsep yang digunakan

antropolog untuk menghimpun/

meunifikasikan serangkaian fakta-fakta yang terpisah-pisah.


3. Dalam pandangan para realis, kebudayaan adalah kedua-duanya, yaitu sebuah
konsep dan sebuah entitas empiris. Kebudayaan adalah sebuah konsep sebab ia
bangunan dasar dari ilmu antropologi. Kebudayaan merupakan entitas empiris
sebab konsep ini menunjukkan cara sebenarnya fenomena-fenomena tertentu
diorganisasikan.
Hubungan antara Kebudayaan dan Pendidikan
Pendidikan, baik yang bersifat formal, informal, maupuan nonformal
mendapat pengaruh dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Di sekolah, para
siswa menerima warisan budaya yang telah dipersiapkan dan dirancang dalam
kurikulum. Dalam lingkungan keluarga, anak-anak mendapatkan pengalaman
budaya langsung dari orang tua, adik kakak, sanak saudara, pengasuh, dan orangorang yang dekat dengannya. Di lingkungan, dia mendapat pengaruh budaya dari
masyarakat tempat tinggalnya. Bahkan berkat kemajuan teknologi sekarang ini,
anak-anak mendapatkan pengaruh budaya dari berbagai belahan dunia melalui
internet dan media global lainnya. Di sekolah, bukan berarti anak-anak menerima
warisan budaya saja, tetapi menciptakan bentuk-bentuk budaya baru melalui anakanak yang cerdas dan proaktif walaupun kualitas dan kuantitasnya lebih rendah jika
dibandingkan dengan ketika budaya mempengaruhi pribadinya.
Dari kenyataan yang ada nampak bahwa kebudayaan perlu dikembangkan
dengan cara pendidikan. Anak muda tidak akan matang secara budaya tanpa
ditunjukkan bagaimana menjadi dewasa. Anak-anak juga menyadari bahwa teknik
kedewasaan mesti dipelajari dari orang dewasa. Masyarakat paham bahwa
penyampaian kebudayaan mereka tidak dibiarkan
saja.

terjadi secara kebetulan

Sebagai salah satu sektor dalam jaringan besar kebudayaan, pendidikan


beraksi terhadap peristiwa-peristiwa di bagian-bagian lain kebudayaan dan pada
kesempatannya mempengaruhi peristiwa-peristiwa itu sendiri. Kebudyaan yang
maju memicu pendidikan untuk menghasilkan spesialisasi pengetahuan dan
kebudayaan yang tinggi. Akibatnya siswa mesti belajar lebih banyak, baik untuk
menguasai keahliannya

dan untuk memahami

kebudayaan sebagai suatu

keseluruhan
Untuk menjamin bahwa pendidikan akan mencapai tujuan-tujuan yang diakui,
diperlukan antropolog untuk mengatakan dimana pertentangan yang telah
diinternalisasikan dari kebudayaan yang berlawanan dengan usaha-usaha guru.
Karena tugas utama pendidik adalah untuk mengekalkan hasil-hasil prestasi
kebudayaan, pendidikan pada dasarnya bersifat konservatif. Namun sejauh
pendidikan bertugas menyiapkan pemuda-pemuda untuk menyesuaikan diri kepada
kejadian-kejadian yang dapat diantisipasikan di dalam dan di luar kebudayaan,
pendidikan telah merintis jalan untuk perubahan kebudayaan. Dapatkah pendidikan
melakukan lebih dari itu? Dapatkah pendidikan melatih generasi yang akan datang
tidak hanya dalam menyesuaikan diri kepada keadaan sekarang tetapi juga memulai
perubahan tertentu pada kebudayaan? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu harus
memperhatikan kekuatan-kekuatan yang ada dalam kebudayaan yang berpengaruh
terhadap menjadikan sekolah sebagai ujung tombak perubahan budaya mesti
mempertimbangkan kekuatan-kekuatan yang menentang sekolah.
2) Pendidikan dan Kepribadian
Keterpaduan Kebudayaan dan Kepribadian
Keterpaduan antara kebudayaan dan kepribadian pada hakikatnya dapat dilihat
dari peran masing-masingnya terhadap seseorang. Kita tidak dapat memahami dangan
baik prilaku individu tanpa mempertimbangkan latar dan komponen budaya. Sebaliknya
kita juga tidak dapat memahami institusi budaya tanpa adanya pengetahuan tentang
individu-individu yang turut serta di dalamnya.
Pengkajain kepribadian dan kebudayaan bermula dari psikoanalisis yang
mengarahkan perhatian antropologi pada tiga faktor penting. Ketiga faktor penting yang
dimaksud adalah 1) kesan mendalam yang ditinggalkan pada masa kanak-kanak pada
struktur kepribadian orang dewasa, 2) status orang tua dan guru sebagai agen budaya,
dan 3) kenyataan bahwa proses enkulturasi merupakan faktor utama pembentuk
kepribadian (Manan,1988:41).

Gabungan dari antropologi dan psikoanalisis memunculkan pernyataan bahwa


metode pengasuhan anak dalam kebudayaan tertentu akan mempengaruhi atau
membentuk struktur pokok kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai pokok
kebudayaan. Umumnya orang tua tidak menyadarinya bahwa metode yang ditetapakan
dan mengasuh anak sebenarnya mengarahkan anak tersebut untuk berprilaku menurut
nilai-nilai kebudayaan dalam kelompoknya.
Walaupun pengalaman pada masa kanak-kanak mungkin sebagai peletak dasar
kepribadian orang dewasa, pengalaman tersebut tidak membentuk kepribadian secara
keseluruhan. Seperti yang diungkapkan psikoanalisis, anak berkembang aman dan penuh
penyesuaian pada saat orang tuanya mengasuhnya penuh kasih sayang dan dalam batasbatas yang diizinkan, tetapi anak hanya menerima dasar-dasar bagi orang dewasa yang
penuh penyesuaian. Tetapi berubahnya daya penyesuaian anak bergantung pada
pengalaman masa depannya.
Menurut Manan (1989:42) dalam kajian terhadap kebudayaan dan kepribadian,
ada tiga pendekatan tradisional yang digunakan. Ketiga pendekatan tersebut adalah 1)
pendekatan konfigurasi, 2) pendekatan rata-rata, dan 3) pendekatan sosialisai.
Reisman dalam Manan (1989:44) mengemukakan karakter tentang individu
bahwa kepribadian orang dewasa ditentukan oleh pola sosialisasi sewaktu masa kanakkanak dan remaja yang mencerminkan tuntutan kebudayaan. Hal ini bisa terlihat dalam
berbagai masyarakat ada kecendrungan anak untuk tidak menginternalisasikan nilai-nilai
orang tuanya secara kuat melainkan mengambil standar-standar dari teman sebayanya.
Sejauh mana tipe kepribadian mempengaruhi perkembangan kebudayaan atau
sebaliknya sejauh mana kebudayaan mempengaruhi kepribadian, seperti menerima atau
menolak inovasi? Seorang yang sewaktu kanak-kanak dididik dengan sangat keras
mungkin akan menolak perubahan ke arah yang tidak ditentukan dalam kebudayaan,
tetapi mungkin menerima perubhan tertentu yang menurut kebudayaan adalah wajar.
Oleh sebab itu, kita hendak memahami efek perubahan kebudayaan terhadap
kepribadian, termasuk perubahan yang mungkin diperkenalkan oleh pendidik. Artinya,
kita hendaklah mengetahui sejauh mana belajar di masa depan dapat mengubah
kepribadian dan sejauh mana kepribadian telah terbentuk sebelumnya.
3) Transmisi Budaya dan Perkembangan Institusi Pendidikan

Sebelum menjelaskan transimisi budaya dan perkembangan institusi pendidikan,


maka akan lebih baik terlebih dahulu dijelaskan tentang wujud kebudayaan.
Koentjaraningrat dalam Imran Manan (1989: 26) mengemukakan tiga wujud
kebudayaan, yaitu :
a. Wujud kompleks ide-ide
Wujud ini ada dalam pikiran anggota suatu masyarakat atau telah dituangkan dalam
berbagai media, maka akan ditemui dalam berbagai media cetak atau media
elektronik. Dalam masyarakat, wujud ideal kebudayaan ini dinamakan adat atau tata
kelakuan. Kebudayaan ideal ini berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur,
mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam
masyarakat. Wujud ideal ini berbentuk nilai, hukum dan peraturan-peraturan.
b. Wujud kompleks aktivitas kelakuan berpola
Wujud ini adalah tingkah laku nyata yang berpola yang dapat diamati dalam
aktivitas-aktivitas anggota-anggota masyarakat yang berinteraksi, berhubungan, dan
bergaul berdasarkan tuntutan nilai, norma, peraturan atau adat istiadat tertentu.
Kelakuan berpola ini dinamakan sistem sosial yang secara konkrit dapat diamati,
didokumentasi, dan difilmkan
c. Wujud benda-benda hasil karya manusia
Wujud ini berupa hasil karya anggota-anggota suatu masyarakat dan semua bendabenda yang mempunyai makna dalam kehidupan suatu kelompok atau suatu
masyarakat.
Transmisi Budaya dan Pendidikan
Tranmisi budaya adalah penyampaian kebudayaan dari suatu generasi
kegenerasi berikutnya. Dalam penyampaian ini muncul beberapa istilah yaitu:
1. Enkultasi, menurut Heskovist dalam Manan (1989:30) enkulturasi adalah proses
perolehan kompetensi budaya untuk hidup sebagai anggota kelompok.
Sedangkan enkulturasi menurut Hansen dan Gillin dalam (Manan,1989:30)

adalah proses perolehan keterampilan bertingkah laku, pengetahuan tentang


standar-standar budaya, dan kode-kode perlambangan seperti bahasa dan seni,
motivasi yang didukung oleh kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan menanggapi
ideoligi dan sikap-sikap. Jadi, enkulturasi adalah proses ketika individu memilih
nilai-nilai yang dianggap baik dan pantas untuk hidup bermasyarakat, sehingga
dapat dipakai sebagai pedoman bertindak.
2. Sosialisasi, Sujarwa (2005:9) mengatakan sosialisasi adalah proses penyesuaian
diri individu ke dalam kehidupan kelompok dimana individu tersebut berada,
sehingga kehadirannya dapat diterima oleh anggota kelompok lain.
3. Internalisasi, menurut Surjawa (2005:19) internalisasi adalah suatu proses dari
berbagai pengetahuan yang berada di luar dari individu masuk menjadi bagian
dari diri individu.
4. Pendidikan, Hansen dalam Manan (1989:31) mengatakan pendidikan adalah
usaha yang disengaja dan bersifat sistematif untuk menyampaikan keterampilanketerampilan dan pengetahuan, kebiasaan berpikir, dan bertingkah laku yang
dituntut harus dimiliki oleh pelajar.
5. Persekolahan, masih menurut Hansen, persekolahan adalah pendidikan yang
dilembagakan.

Perkembangan Institusi Pendidikan


Perkembangan persekolahan tergantung kepada faktor-faktor, antara lain
kemampuan suatu masyarakat untuk membiayai sistem persekolahan, kemungkinan
orang tua membebaskan anak-anaknya dari pekerjaan produktif menolong orang tua,
perhatikan dari kelompok-kelompok tertentu dalam mengawasi penguasaan
pengetahuan dari ketarampilan tertentu dan dalam memberi kesempatan kepada
generasi muda menguasainya untuk menjamin kesinambungan masyarakat dan
kelestarian pengetahuan.

Kebudayaan di dalam suatu masyarakat atau bangsa memiliki arti dan fungsi
tersendiri bagi anggotanya, antara lain:

Untuk memenuhi kebutuhan pokok tertentu manusia.

Memproduksi dan mendistribusikan barang-barang dan jasa.

Menjamin kelestarian biologis .

Dapat menciptakan suasana tertib dan memberikan motivasi kepada para


anggotanya untuk bertahan hidup.

4) Pendidikan dan Perubahan Sosial Budaya: Modernisasi Dan Pembangunan


Perubahan Sosial Budaya
Murdock (1965) berbagai fenomena yang menjadi faktor penyebab timbulnya
perubahan sosial budaya adalah:

Petumbuhan atau pengurangan jumlah penduduk

Perubahan lingkungan geografis

Perpindahan ke lingkungan baru

Kontak dengan orang yang berlainan budaya

Malapetaka alam dan sosial seperti, banjir, gagal panen, perang, dsb.

Kelahiran atau kematian seorang pemimpin

Penemuan (invention)
Perubahan sosial terjadi karena adanya dorongan perkembangan masyarakat

secara sadar atau tidak. Adanya perubahan sosial budaya menciptakan inovasi penciptaan
sehingga

masyarakat

lebih

berkembang

dalam

kehidupannya.

Pembahasan

perkembangan sosial budaya dalam pembangunan fokus pada aspek enkulturasi dan
akulturasi pendidikan, moderninasi dan pembangunan, dan perubahan sosial budaya.
Enkulturasi dan Akulturasi Pendidikan
Landasan kultural dalam aktivitas pendidikan sangat penting untuk dilakukan,
sebab pendidikan memang merupakan proses transformasi kebudayaan dari satu generasi
ke generasi lain. Sistem sosial sekolah sebagai pelaksana pendidikan mempunyai struktur
proses kegiatan dan pola-pola interaksi yang akan menentukan program sekolah. Struktur
dari sistem sekolah adalah peranan serta fungsi - fungsi yang harus dilaksanakan oleh

pemegang peranan tersebut. Guru adalah pemegang peranan yang harus mengetahui
fungsinya dalam keseluruhan sistem pendidikan. Penananam budaya dan nilai-nilainya
oleh sekolah akan mendorong terjadinya proses enkulturasi. (Manan dalam Pidarta,
1989) menyatakan bahwa pendidikan adalah enkulturasi. Pendidikan adalah suatu proses
membuat orang menerima budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang
diterima dirinya. Enkulturasi terjadi di mana-mana, di setiap tempat hidup seseorang dan
di setiap waktu. Sebab dimanapun orang berada maka ditempat itu juga terjadi proses
pendidikan dan enkulturasi. Sekolah adalah salah satu dari tempat enkulturasi, tempattempat lainnya adalah keluarga, perkumpulan pemuda, perkumpulan olah raga,
keagamaan, dan di tempat-tempat kursus dan latihan. Dalam proses enkulturisasi sekolah
mengambil peran antara lain :
(1) Pewaris kebudayaan, guru-guru di sekolah harus dapat berperan sebagai
model kebudayaan yang dapat dipedomani dan ditiru oleh peserta didik, agar peserta
didik memahami dan mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya maka guru harus
dapat mengajarkan nilai-nilai yang diyakini masyarakat tempat sekolah itu. Contohnya,
mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh, bekerja keras, dan kehidupan bernegara,
sekolahlah yang berkompeten untuk tugas-tugas pewarisan budaya seperti ini.
(2) Sebagai pemelihara kebudayaan, artinya sekolah harus berusaha
melestarikan nilai-nilai budaya daerah tempat sekolah. Misalnya, pengguna bahasa
daerah, kesenian daerah dan budi pekerti, selain itu juga berupaya mempersatukan nilainilai budaya yang beragam demi kepentingan budaya bangsa (nasional).
Pembangunan pendidikan nasional juga harus dikaitkan dengan kerangka
kebudayaan bangsa sendiri. Oleh karena itu, wawasan kultural mengenai gejala
pendidikan dan tujuan pendidikan nasional tetap kita perlukan, demi pengayaan
wawasan-wawasan

lainnya.

Fungsi

lembaga

pendidikan

ialah

memelihara,

mengembangkan, dan mewujudkan nilai - nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat
pemiliknya (mentransformasikan nilai-nilai budaya). Hasan dalam Pidarta (2004:52)
menyatakan bahwa pendidikan tidak hanya merupakan prakarsa bagi terjadinya
pengalihan pengetahuan dan ketrampilan (transfer of knowledge and skill) tetapi juga
meliputi pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial. Tiap masyarakat sebagai
pengemban budaya (culture bearer) berkepentingan untuk memelihara keterjalinan
antara berbagai upaya pendidikan dengan usaha pengembangan kebudayaannya.
Selain proses enkulturasi dalam pendidikan, terjadi pula proses akulturasi dalam
pendidikan. Akulturasi (acculturation) adalah proses yang perubahan-perubahan dalam

budaya dan bahasa sebuah kelompok terjadi melalui interaksi dengan kelompok yang
berbeda bahasa dan kebudayaannya. Kebudayaan merupakan produk pendidikan. Produk
ini dapat dihasilkan salah satunya melalui akulturasi dari berbagai macam budaya yang
ada dalam lingkungan pendidikan, baik itu melalui berbagai literatur yang digunakan,
penyampaian dari guru maupun dari siswa dengan berbagai latar belakang sosial, budaya
dan ekonomi yang berbeda. (Kartono dalam Pidarta,1977) menyatakan bahwa seluruh
kebudayaan manusia itu adalah produk dari kegiatan pembelajaran yang berlangsung
terus-menerus sepanjang sejarah manusia. Setiap peserta didik, pendidik, dan
lingkungannya memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara lebih jauh. Berbagai
potensi ini dalam lingkup pendidikan dapat membentuk suatu produk budaya baru yang
tidak ada sebelumnya.
Sekolah memiliki peran sebagai agen pembaharuan kebudayaan dengan cara
melakukan reproduksi budaya (nilai-nilai dan kebiasaan baru diberikan secara langsung
melalui mata pelajaran yang relevan atau dengan kegiatan ekstrakurikuler). Proses
kegiatan pendidikan dapat berupa kegiatan pembelajaran dan sistem komunikasi antara
guru dengan peserta didik. Pola interaksi sosial dalam system pendidikan di sekolah
yaitu berupa interaksi guru dengan peserta didik dan dinamika kelompok. Akulturasi
memiliki nilai keluwesan dan kedinamisan sehingga bisa menutup kelemahan yang
ditinggalkan oleh enkulturasi. Oleh karena itu, akan sangat tidak memadai jika sekolah
hanya menunjukkan perannya sebagai lembaga tempat berlangsungnya proses
enkulturasi, karena proses enkulturasi saja tanpa diikuti oleh proses akulturasi hanya
akan menciptakan orang yang kaku dalam budaya sendiri. Orang yang seperti ini hanya
akan mampu berpikir, berkata, dan bertindak sesuai dengan budaya yang dipelajarinya.
Pendidikan tidak didirikan untuk menciptakan robot-robot budaya, oleh karena itu
pendidikan harus mampu mendorong siswa untuk berpikir kritis sehingga mereka tidak
hanya menerima, tapi juga secara dinamis mampu mengembangkan, memperbaharui dan
menciptakan hal-hal baru. (Pidarta, 2000) menyatakan bahwa sejak dini manusia perlu
dididik

berpikir

kritis.

Kemampuan

untuk

mempertimbangkan

secara

bebas

dikembangkan. Hal ini dapat lakukan dengan cara memberi kesempatan mengamati,
melaksanakan, menghayati, dan menilai kebudayaan. Cara ini membuat individu tidak
menerima begitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman dan perasaan
dikala berada dalam kandungan budaya, yang akhirnya menimbulkan penilaian
menerima, merevisi, atau menolak budaya itu. Pendidikan seperti ini membuat individu
terbiasa dengan pemikiran terbuka dan lentur.

Modernisasi dan Pembangunan


Konsep perubahan sosial budaya yang mendominasi ilmu-ilmu sosial adalah
konsep modernisasi dan konsep pembangunan. Pengembangan intelektual merupakan
pengembangan dalam bidang gagasan yang mencerminkan pola pertumbuhan dan
interaksi antara eksperimen empiris, pemikiran politik, seni, dan sastra, dan spekulasi
tentang hakikat manusia, Tuhan, dan alam semesta. Pengembangan intelektual
berdampak pada aspek kehidupan seperti ilmu pengetahuan, sosial, budaya, politik, dan
industri. Hal tersebut meningkatkan kemajuan ke arah modernisasi pembangunan segala
bidang. Schood dalam Manan (1989:56) mengemukakan modernisasi merupakan
penerapan pengetahuan ilmiah yang ada dalam aktivitas atau aspek kehidupan
masyarakat. Modernisasi masyarakat mencakup segala aspek kehidupan secara
komprehensif seperti bidang pendidikan, hubungan sosial, sistem hukum, administrasi
negara, pertanian, dan informasi.
Pembangunan merupakan proses peningkatan kesejahteraan suatu masyarakat
yang merupakan hasil transformasi masyarakat dari tradisional menjadi masyarakat
modern dan aspek intelektual menjadi peran penting. Dinamika kehidupan modern
menghasilkan berbagai tantangan yang mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat
modern yang secara simultan memerlukan daya penyesuaian, daya inovasi, dan kreasi
individu sebagai anggota masyarakat. Individu yang tidak dapat menyesuaikan dengan
perkembangan teknologi yang setiap saat mengalami perubahan dan perkembangan akan
ketinggalan dan tergilas dengan kemajuan jaman. Pendidikan merupakan alat untuk
menuju perkembangan yang modern, perubahan sosial budaya, dan pengembangan ilmu
pengetahuan, penyesuaian sikap dan nilai yang mendukung pembangunan. Pembangunan
pendidikan memerlukan anggaran, isi materi, metode, dan dukungan sosial budaya.
Dukungan tersebut diperlukan untuk relevansi pengembangan pendidikan dengan dunia
kerja dan realita sosial. Semua unsur yang diperlukan dalam pengembangan pendidikan
saling berhubungan, saling ketergantungan, dan saling mempengaruhi dalam proses
perubahan sosial budaya masyarakat dan proses pembangunan masyarakat.

Aliran progresif

Pendidikan progresif, yang biasa dikenal, menawarkan sebuah via media


antara dua pendangan yang mengatakan bahwa perubahan pendidikan seluruhnya
tergantung pada perubahan kebudayaan dan pendidikan dapat merubah dirinya sendiri
dan masyarakat tanpa perlu bekerja sama dengan kekuatan-kekuatan sosial. Demikian
juga halnya dengan pendidikan dapat memperkembangkan mentalis yang sanggup
menghadapi perubahan bila terjadi yaitu pendidikan dapat mengajari anak-anak untuk
bereaksi terhadap perubahan secara inteligen. Dengan cara ini masyarakat akan
dididik untuk memperbaiki dirinya sendiri tanpa guru-guru perlu menyakinkan
generasi muda tentang perubahan-perubahan tertentu yang guru-guru menganggapnya
pasti diingini.
Aliran konservatif
Menurut para pendidik konservatif ( seperti Perenialis dan Essetialis ), sekolah
tidak dapat memaksakan gerak perubahan sosial tanpa mengkorup fungsi pendidikan
yang sebenarnya, yaitu melatih intelek. Sekolah bukanlah sebuah lembaga perubahan
yang tepat tetapi sebuah pranata belajar. Karena individu-individulah yang merubah
masyarakat, bukan sebaliknya, cara yang tepat untuk memperbaiki masyarakat adalah
dengan memeperbaiki induividu yang ada didalamnya. Dalam pandangan ini sekolah
bertanggung jawab menanamkan dalam diri siswa apa yang secara permanen berguna
dalam warisan budaya dan bagi penyesuaian mereka terhadap masyarakat yang ada
pada waktu itu.
Membuat sekolah jadi agen perubahan juga akan menjadikan sekolah rebutan
di antara kelompok-kelompok kepentingan yang saling bersaingan. Sekolah akan
selalu berada di bawah tekanan untuk menyedikan waktu untuk dengan pendapat bagi
segala macam program-program dan kebijakan-kebijakan, terus menerus diganggu
oleh orang-orang eksentrik dan fanatik, sekolah akan berubah menjadi sesuatu yang
sedikit lebih dari sebuah lobby politik.
Aliran rekonstruksionis
Inti dari paham rekonstruksionis adalah bahwa para pendidik sendiri mesti
membangun kembali masyarakat dengan mengajarkan kepada generasi muda sebuah
program perubahan sosial secara serentak baik detail maupun secara keseluruhan.
Pengikut aliran ini mengklaim untuk mengobati 3 kegagalan penganut aliran progresif
: kekurangan tujuan-tujuan: suatu penekanan yang tidak tepat pada individualisme dan
peremehan rintangan-rintangan budaya terhadap perusahaan sosial.
Paham rekonstruksionis telah mendapatkan banyak perhatian, tetapi sedikit
dukungan. Paham ini telah dikritik karena terlalu ambisius. Menggambarkan masa
depan terincinya berarti meremehkan dua fakta terkenal: pertama, waktu memudarkan
semua kecuali semua yang paling umum dari pembaharuan/perubahan jangka
panjang; yang kedua, perubahan apapun yang direalisasikan adalah hasil kompromi
dan saling penyesuain, dan karena itu ia mempunyai/mengandung sedikit hubungan
dengan rencana penggeraknya yang pertama. juga dikatakan bahwa
rekonstruksionisme meremehkan realitas politik masa kini, terutama bahwa tidak ada
pemerintah yang akan mengizinkan sekolahnya dipergunakan untuk mengembangkan
yang ditantangnya.
Pandangan-pandangan Beberapa Antropolog

Sedikit antropolog yang akan menghargai rencana untuk menjadikan sekolah


pendekar pembaharuan sosial menentang kekuatan-kekuatan sosial budaya kuat
lainnya.
Menurut Ashley Montagu tujuan utama dari sekolah di masa kita sekarang
mestinya tidak lebih dari merubah kemanusiaan dengan mengajar generasi yang lebih
muda bagaimana mencintai melalui pendidikan dalam seni hubungan antar
manusia . sekolah mesti mengajarkan semua mata pelajaran dengan mata selalu
diarahkan kepada arti bagi hubungan-hubungan manusia.
W. Lioyd Warner mengemukakan bahwa pendidikan seharusnya
mencerminkan kondisi-kondisi sosial yang ada, atau pendidikan akan gagal dalam
tugasnya menyesuaikan generasi yang akan datang terhadap kunjungan sosial budaya
dalam mana mereka harus hidup.
Anthony F.C Wallace berpendapat bahwa pendidikan melayani kebutuhan tiga
jenis masyarakat, yaitu masyarakat revolusioner, masyarakat konservatif, dan
masyrakat reaksioner. Dia mengatakan bahwa sebuah masyarakat revolusioner seprti
cina dan cuba berusaha merubah budaya mereka secara keseluruhan. Mereka perlu
untuk memperkuat 2kembali (revitalize) penduduk mereka secara moral untuk
menciptakan elit yang penuh dedikasi dan secara intelektual kaya, yang akan
mengendalikan tigas-tugas transformasi.
Demikianlah, umumnya antropolog setuju dengan pendidik-pendidik
konservatif bahwa sekolah memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali pengaruh yang
bebas terhadap perubahan sosial budaya. Pandangan ini dengan baik dinyatakan oleh
seorang pendidik inggris, A.K.C Ottoway dia mengatakan bahwa pendidikan dapat
menghasilkan perubahan-perubahan dalam kebudayaan dan masyarakat hanya di
bawah perintah-perintah dari mereka yang berkuasa.
Dapat disimpulkan, kebanyakan komentator setuju bahwa sekolah secara
sendiri tidak dapat mempengaruhi jalannya perubahan sosial dan budaya, walaupun
sekolah dapat menumbuhkan sebuah tipe kepribadian yang cocok dengan perubahan
yang cepat yang bersifat enoemik dalam masyarakat-masyarakat industri sekarang di
Amerika Serikat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah terutama, memberikan
perhatian kepada penyampaian warisan budaya. Karena itu universitas tidak hanya
menyesuakan diri kepada kebudayaan, tetapi juga memberikan tambahan. Selanjutnya
universitas mempengaruhi kebudayaan dengan cara tidak langsung dengan berusaha
membuat orang lebih berpengetahuan, dan karena itu diharapkan mereka akan lebilh
toleran.
1. Aliran Progresif
Pendidikan progresif, yang biasa dikenal menawarkan sebuah via media antara dua
pandangan yang mengatakan bahwa perubahan pendidikan seluruhnya tergantung pada
perubahan kebudayaan dan pendidikan dapat merubah dirinya sendiri dan masyarakat tanpa
perlu bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan sosial. Meskipun pendidikan tidak dapat
menentukan arah perubahan sosial (karena secara sendiri pendidikan tidak dapat melakukan
pengungkitan yang cukup kuat terhadap kekuatan-kekuatan budaya yang menantang), namun
demikian pendidikan dapat memperkembangkan mentalitas yang sanggup menghadapi
perubahan bila terjadi yaitu pendidikan dapat mengajari anak-anak untuk bereaksi terhadap
perubahan secara inteligen. Dengan cara ini masyarakat akan dididik untuk memperbaiki

dirinya sendiri tanpa pendidik perlu meyakinka generasi muda tentang perubahan-perubahan
tertentu yang pendidik menganggap pasti diingini. Untuk tujuan ini anak-anak harus
mempelajari dan memecahkan situasi-situasi yang diambil dari kehidupan nyata yang mereka
temukan sendiri sebagai situasi yang benar-benar merupakan masalah. Dari pengalaman ini
mereka akan memperoleh disposisi intelektual dan emosional yang diperlukan, termasuk
berbagai teknik tertentu untuk menghadapi perubahan pada umumnya. Situasi-situasi yang
demikian akan ditemukan dalam kajian masalah-masalah kontemporer masa kini terutama
melalui ilmu-ilmu sosial. Pendidik yang progresif tidak akan mengusulkan pemecahan
masalah menurut pandangan pribadinya kepada anak-anak untuk diperdebatkan, tetapi akan
membiarkan anak-anak mencapai atau menemukan kesimpulan mereka sendiri yang sesuai
dengan nilai-nilai mereka sendiri. Pendidikan progresif menolak rencana apapun untuk
menggunakan sekolah guna menanamkan sebuah progam reformasi sosial, mereka
berpendapat bahwa indoktrinasi yang demikian membatasi pertumbuhannya, pendidikan
progresif juga menentang usaha apapun untuk merinci secara pasti apa sebenarnya
masyarakat yang baik itu atas dasar bahwa masa depan itu sangat tidak pasti. Dengan
menganggap bahwa filsafat pendidikan mereka sebagai yang paling demokratis dari semua
yang lain, para pendidik progresif lebih mengajurkan sebuah masyarakat yang berkembang
sendiri dari pada sebuah masyarakat yang direncanakan terlebih dahulu.
1. Aliran Konservatif
Menurut pendidik konservatif , sekolah tidak dapat memaksakan gerak perubahan sosial
tanpa mengurangi fungsi pendidikan yang sebenarnya yaitu melatih intelektual. Sekolah
bukanlah sebuah lembaga perubahan yang tepat, tetapi sebuah pranata belajar. Karena
individu yang merubah masyarakat bukan sebaliknya, cara yang tepat untuk memperbaiki
masyarakat adalah dengan memperbaiki individu yang ada di dalamnya. Dalam pandangan
ini sekolah bertanggungjawab menanamkan dalam diri siswa apa yang secara permanen
berguna dalam warisan budaya dan bagi penyesuaian mereka terhadap masyarakat yang ada
pada waktu itu. Jika sekolah berubah menjadi agen perubahan budaya, maka sekolah akan
mempersiapkan peserta didik untuk menimbang masalah-masalah budaya menurut nilai-nilai
mereka sendiri, tidak hanya karena nilai-nilai mereka belum matang, tetapi juga karena
masalah-masalah yang demikian mesti dipertimbangkan berdasar nilai-nilai yang esensial
dari warisan budaya, dan karena itu tidak cocok untuk topik perdebatan di sekolah. Selain itu,
juga akan menjadikan sekolah menjadi rebutan di antara kelompok-kelompok kepentingan
yang saling bersaingan.
1. Aliran Rekonstruksionis
Rekonstruksionis adalah para pendidik sendiri harus membangun kembali masyarakat dengan
mengajarkan kepada generasi muda sebuah program perubahan sosial secara bersamaan baik
secara detail maupun secara keseluruhan. Aliran ini memperbaiki 3 kekurangan aliran
progresif: kekurangan tujuan-tujuan, suatu penekanan yang tidak tepat pada individualism,
dan peremehan rintangan-rintangan budaya terhadap perubahan sosial.
Masyarakat yang baru harus mengharmoniskan nilai-nilai dasar kebudayaan Barat dengan
kekuatan-kekuatan pendorong dunia modern. Masyarakat tersebut merupakan masyarakat
demokratis yang institusi-institusi dan sumber-sumber utamanya industry, transpor, kesehatan
dan sebagainya. Tujuan dari demokrasi nasional adalah sebuah pemerintahan dunia yang
demokratis dalam semua Negara.

Menurut Brameld sekolah harus meyakinkan peserta didiknya bahwa program


rekonstruksionis beralasan dan penting, tetapi hal ini harus dilaksanakan secara demokratis,
atau menolak prinsip demokrasi yang dianut. Guru harus mendorong peserta didiknya untuk
memeriksa/menguji butir-butir yang mendukung dan menolak rekonstruksionisme, guru
harus mengemukakan usul-usul alternatif secara bertanggung jawab, dan guru harus
mengizinkan peserta didiknya mempertahankan pandangan-pandangan mereka sendiri secara
terbuka.
Paham rekonstruksionis telah mendapatkan banyak perhatian, tetapi sedikit dukungan. Paham
ini telah dikritik karena terlalu ambisius. Menggambarkan masa depan demikian terincinya
berarti meremehkan dua fakta terkenal: pertama, waktu memudarkan semua kecuali semua
yang paling umum dari pembaruan/perubahan jangka panjang; kedua, perubahan apapun
yang direalisasikan adalah hasil kompromi dan saling penyesuaian. Rekonstruksionisme juga
dikatakan meremehkan realitas politik masa kini, terutama bahwa tidak ada pemerintah yang
akan mengizinkan sekolahnya dipergunakan untuk mengembangkan pandangan yang
ditantangnya. Selanjutnya, dalam menarik peserta didik untuk menerima sebuah program
pembaharuan sosial yang belum disetujui masyarakat, penganut rekonstruksionismehanya
akan mengubah peserta didik dari kebudayaannya, dari orang tua, dan dari teman-teman
sebaya yang tidak bersekolah di sekolah golongan rekonstruksionisme.
Beberapa kritik diajukan terhadap usaha apapun, seperti rekonstruksionis, untuk
menggunakan pendidikan menciptakan sosial baru. Karena salah satu penggerak
pertumbuhan kebudayaan adalah perubahan tekno-ekonomi, yang kemudian, jika kita ingin
memberi arah baru kepada masyarakat, kita harus mengawasi atau mempengaruhi, kecepatan
dan arah perkembangan tekno-ekonomi. Alternatifnya adalah membiarkan teknologi merintis
jalan bagi kebudayaan untuk mengikutinya dan menghilangkan cultural lag dengan
mengizinkan pendidikan meningkatkan kecepatan perubahan nilai-nilai budaya.

Anda mungkin juga menyukai