Nama:
Ayung Lesmana Ramadhan (23216008)
Intan Puspita Sari (232160010)
PENDAHULUAN
Menurut undang-undang no. 20 tahun 2003. Pendidikan adalah usaha secara sadar dan
terencan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara. Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting sekali dalam mengembangakan
potensi individu, agar kita bisa relevan dalam pergaulan dalam masyarakat dan turut serta
menyumbang kontribusi positif pada masyarakat. Pendidikan berperan memberi bekal yang tidak ada
pada masa kanak-kanak dan akan kita butuhkan pada saat telah dewasa (Rousseau:2003). Artinya
tanpa pendidikan seorang individu akan kehilangan arah dalam menentukan langkah kehidupannya, ia
akan menjadi individu yang tidak relevan terhadap nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sebab
pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri
sebaik mungkin terhadap lingkungan dan dengan menimbulkan perubahan pada dirinya sendiri yang
kemudian memberikan dampak pada lingkungan (oemar hamalik : 2001). Selain absennya pendidikan
juga membuat individu kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya sendiri.
Maka rumusan masalah dalam kajian ini adalah, apa pengertian dari aliran-aliran pendidikan
tersebut, serta bagaimana pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Aliran klasik telah berkembang sejak zaman yunani, dan terbagi kedalam empat aliran sebagai
berikut.
Nativisme berasal dari bahasa latin Nativus artinya “terlahir”. Salah satu tokoh dari
aliran ini adalah arthur schopenhauer. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan
seseorang ditentukan oleh bakat bawaan lahir seseorang. Aliran ini menyatakan bahwa
seseorang yang “berbakat” pasti akan tumbuh dengan baik menjadi orang yang hebat
dan sebaliknya orang yang “kurang berbakat” bagaimanapun usaha yang ia lalui pasti
tidak akan mampu menyaingi orang yang “berbakat” sehingga aliran ini merupakan
suatu pandangan pesimistik yang menekankan bahwa bakatlah yang akan menentukan
nasib seseorang (Munib, 2008). Seseorang yang memiliki bakat atletis cenderung akan
mampu unggul dalam bidang yang menjadi bakatnya itu daripada dalam bidang yang
bukan bakatnya, aliran ini menekankan pada pencarian bakat setiap individu untuk
mencari jenis pendidikan yang sesuai dengan bakatnya, agar perkembangannya
optimal.
Aliran ini terkadang disamakan dengan aliran nativisme karena aliran ini
mempercayai bahwa bakat bawaan lahir memang ada, sehingga setiap orang memiliki
modal berbeda atau titik permulaan yang berbeda dalam perkembangannya.
Naturalisme berasal dari kata “nature” yang artinya “alam”, dalam aliran ini
dikemukakan pendapat bahwa setiap manusia pada dasarnya dilahirkan
berkecenderungan baik dan yang mengubah kecenderungan itu adalah pendidikan
yang ia alami selama hidup. Jadi aliran ini bisa dibilang merupakan jalan tengah dari
kedua aliran yang sebelumnya yang memadukan antara faktor “bakat lahir” dan
pengalaman yang dialami oleh individu.
Sehingga semata-mata “bibit” yang unggul atau sekadar pengalaman saja tidak
bisa menentukan perkembangan individu. Akan tetapi kombinasi antara keduanyalah
yang menjadikan penentu bagi perkembangan seseorang, seseorang dengan bakat
atletis yang tidak pernah berlatih melempar lembing akan kalah dari seseorang yang
tidak berbakat namun rajin berlatih melempar lembing. Pun seseorang yang rajin
berlatih musik akan kalah dari orang yang berbakat dalam musik juga proporsi
latihannya sama. Aliran ini mengedepankan pengembangan individu melalui
lingkungan mendukung bakat bawaannya agar bisa muncul hasil yang optimal
sebagai sinergi antara bakat dan pengalaman.
Dalam pandangan aliran ini semua manusia secara kodrati diciptakan dengan
baik oleh tuhan, akan tetapi manusialah yang seiring waktu merusaknya. Sehingga
pendidikan sedari anak-anak sangat ditekankan, anak-anak tidak boleh dianggap kecil
dan kerdil melainkan sebagai sesuatu yang unik dan berkembang dengan caranya
sendiri. Oleh karena itu pendidikan yang demokratis harus diwujudkan agar individu
bisa berkembang menurut cara yang alami yang menjadi kodratnya, tugas pendidik
adalah mengarahkan moral dan nilai dari individu itu agar sesuai dengan masyarakat.
Hal ini terwujud dalam peminatan dan pemfasilitasan terhadap siswa dengan berbagai
potensi yang majemuk.
Aliran ini memiliki inti yang senada dengan aliran naturalisme, dimana bakat dan
lingkungan sama-sama penting bagi perkembangan individu. Aliran ini pertama kali
dicetuskan oleh william stern (1871-1939), ia berpendapat bahwa manusia terlahir
dengan kecenderungan baik dan buruk, dan akan berkembang menurut apa yang ia
konsumsi dari lingkungannya.
Dalam aliran ini ada sebuah pendapat bahwa anak akan berbicara menurut situasi
lingkungan, sorang anak yang hidup dilingkungan berbahasa sunda akan bertutur dan
berpikir dengan cara sunda. Singkat kata antara lingkungan yang mendukung dan
bakat adalah dua garis yang akan saling menyatu ke satu titik (konvergensi) yang
mengakibatkan perkembangan yang optimal bagi individu.
2.2.2 Esensialisme
Ada dua kiblat filasafat kebudayaan yang dianut dari aliran ini, yakni
perennialisme yang teologis-bernaung dibawah supremasi gereja katolik
dengan orientasi pada sir thomas aquinas dan perennialisme sekuler yang
berkiblat pada gagasan dan filsafat plato dan aristoteles. Menurut pandangan
aristoteles ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi dari hukum-
hukum yang abadi dan sempurna, ideal. Maka ketertiban akan dapat
diwujudkan apabila nilai-nilai tadi diterapkan sebagai ukuran dan asas
normatif dalam tata pemerintahan, sehingga tujuan pendidikan adalah
membina pemimpin yang bisa mewujudkan hal-hal tadi. Dalam pemikiran
plato manusia memiliki 3 potensi secara kodrati, yakni nafsu, pikiran dan
kemauan. Kemudian aristoteles mengembangkan konsep lebih dekat dengan
dunia kenyataan, dalam pandangan aristoteles tujuan pendidikan adalah
kebahagiaan maka semua aspek jasmani dan intelektual harus dikembangkan
secara seimbang.
Ketiga poin ini adalah apa yang disebut individu, kebebasan, dan tanggung
jawab pribadi. Aliran ini muncul sebagai akibat adanya malaise(lemas-tak
nyaman) dieropa sebagai akibat yang ditimbulkan revolusi industri yang
memang mampu memenuhi produksi secara kuantitas tapi juga
menghilangkan kualitas kemanusiaan yang terkandung didalamnya. Manusia
yang tadinya disibukkan oleh berbagai pekerjaan diganti mesin, yang mebuat
hidup serasa hanya makan tidur dan sesekali bersenang-senang sehingga
terasa hambar. Ini juga kita bisa lihat dalam birokrasi pendidikan yang
menyeragamkan metode pembelajaran sehingga semakin mengurangi
kekuatan jati diri individu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berbagai aliran pendidikan yang ada adalah hasil dari respon terhadap pemikiran, ideologi
dan kebutuhan serta kemendesakan pada zamannya untuk mencari jalan keluar bagi
pengembangan manusia serta peradaban, sehingga akan berbeda antara pemikiran satu aliran
dengan yang lain karena perbedaan latar belakang sosial budaya dimana teori itu tumbuh. Hal
tersebut juga menunjukkan bahwa pendidikan adalah hal yang lekat dengan peradaban, sehingga
diharapkan dengan metode pendidikan tertentu akan dapat membawa solusi atas masalah dari
peradaban baik dalam lingkup yang kecil yakni lingkup individual maupun secara kolektif.
Di Indonesia sendiri pendidikan semakin bebas dan membuka diri terhadap segala sumber
pembelajaran, akan tetapi tidak meninggalkan nilai dasar yang menjadi tuntunan arah bersama
kita sebagai sebuah bangsa. Kita juga semakin menghargai kemajemukan potensi individu dengan
membuka diri dan memberi fasilitas kepada peserta didik untuk mengembangkan bakat dan minat
mereka. Maka bisa dibilang bahwa progresivisme aliran yang paling berpengaruh dalam
pemikiran pendidikan di Indonesia.
3.2 Saran
Perlu bagi kita semua terutama yang berkecimpung dalam dunia pendidikan agar selalu
membuka diri, berendah hati dan awas terhadap setiap perubahan yang tgerjadi. Utamanya pada
perubahan teknologi yang mengubah kehidupan sosial sedemikian rupa, maksudnya agar kita tidak
terseret pada arus konsumerisme dan kehilangan nilai yang telah kita pegang selama ini. Maka
mengambil apa yang baik saja adalah kaidah yang mesti dipegang dalam menyelenggarakan dan
mengembangkan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, A. (2016). Implikasi aliran filsafat pendidikan dalam pengembangan kurikulum pendidikan
Islam. DINAMIKA: Jurnal Kajian Pendidikan dan Keislaman, 1(1), 67-92.
Mustafa, M. (2018). Mazhab Filsafat Pendidikan dan Implikasinya terhadap Pendidikan Islam. Jurnal Ilmiah
Iqra', 5(2).
Rohmat, R. (2019). Kurikulum Dalam Tinjauan Filsafat Rekonstruksianisme. INSANIA: Jurnal Pemikiran
Alternatif Kependidikan, 24(2), 247-261.