Anda di halaman 1dari 6

GILANG WIJAYA F0211051 JONATHAN MAHENDRA SUSANTO F0211061 KEANU AJI PANGASTO F0211062

KASUS
Muslimah mantan karyawan Walt Disney mengaku dihina dan didiskriminasi saat bekerja SiraajRabu, 5 Jumadil Awwal 1434 H / 15 Agustus 2012 09:50 AMERIKA (Arrahmah.com) - Seorang Muslimah berdarah Maroko, mantan karyawan perusahan Walt Disney telah mengajukan gugatan terhadap perusahaan entertainement besar tersebut atas penghinaan dan diskriminasi saat sedang bekerja hanya karena ia seorang Muslim, berdasarkan laporan Presstv, (14/8/202). Imane Boudlal (26) bekerja di Walt Disney di Storrytelles Cafer pada tahun 2008, mengatakan bahwa dia telah menjadi target diskriminasi oleh perusahaan giant itu karena keislamannya. The American Civil Liberties Union telah mengajukan gugatan atas nama Boudlal. Pelecehan dan diskriminasi dalam kasus ini belum pernah terjadi sebelumnya, kata pengacara Anne Richardson. Richardson menekankan bahwa Muslimah Maroko itu, yang telah menjadi warga Amerika, sejak awal bekerja mendapatkan penghinaan karena keyakinannya, Dia menderita selama dua tahun atas komentar-komentar dipanggil unta, dipanggil teroris dan dituduh membuat bom, kata Richardson. Pihak Disney Land mengklaim bahwa kerudung Boudlal tidak cocok dengan kode berpakaian perusahaan. Padahal, Boudlal telah menawarkan untuk menggunakan kerudung yang warnanya matching dengan seragam Disney atau terdapat logo Disney, tetapi Disney tetap menolak ide Boudlal dan malahan meminta Boudlal bekerja di area belakang yang jauh dari pandangan para pengunjung. Disney memecat Boudlal pada tahun 2010 hanya karena ia menolak perintah untuk memakai topi besar ala Disney di atas kerudungnya. Menurut pengacara Reem Salahi, dikutip Presstv, bahwa pihak Disney Land sengaja menyuruh Boudlal memakai topi besar supaya identitas keislamannya tidak terlihat, dan sebagai bentuk olok-olokan terhadap agamanya.

Namun pihak Disney mengklaim, dalam sebuah pernyataan, bahwa Walt Disney parks and resorts memiliki sejarah panjang mengakomodasi permintaan berbagai agama dari para cast member dari semua keyakinan. Meskipun Disney membela citra perusahaan dengan mengklaim mentoleransi berbagai agama tetapi pengacara Richardson mengatakan bahwa kasus ini menunjukkan bahwa Disney melakukan praktek diskriminasi. Sekarang Walt Disney menghadapi tuduhan ganda, meliputi kegagalan mencegah diskriminasi dan penghinaan serta pemecatan yang melanggar kebijakan publik. http://www.arrahmah.com/read/2012/08/15/22424-muslimah-mantan-karyawan-walt-disney-mengaku-dihina-dandidiskriminasi-saat-bekerja.html#sthash.Z9one94w.dpuf

TINJAUAN TEORI Diskriminasi secara harfiah adalah perbedaan Diskriminasi dalam aspek sosial berarti menghambat individu atau kelompok untuk mendapatkan hak dan melakukan kewajiban dikarenakan terdapat perbedaan ideologi, ras, asal, bahasa, agama, politik dll. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membedabedakan yang lain. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan. Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang memenuhi aspirasi profesional dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang dimilikinya. Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk: Dari struktur gaji, Cara penerimaan karyawan, Strategi yang diterapkan dalam kenaikan jabatan, atau Kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif.

Teori statistik diskriminasi berdasar pada pendapat bahwa perusahaan tidak dapat mengontrol produktivitas pekerja secara individual. Alhasil, pengusaha cenderung menyandarkan diri pada karakteristik-karakteristik kasat mata, seperti ras atau

jenis kelamin, sebagai indikator produktivitas, seringkali diasumsikan anggota dari kelompok tertentu memiliki tingkat produktivitas lebih rendah. TINJAUAN HUKUM The United States of Americas Equal Employment Opportunity Laws About Religious Discrimination (http://www.eeoc.gov/laws/types/religion.cfm) Diskriminasi Agama Diskriminasi agama melibatkan cara memperlakukan orang (pemohon atau karyawan) kurang menguntungkan karena identitasnya atau keyakinan agamanya. Hukum tidak hanya melindungi orang yang beragama, seperti Buddha, Kristen, Hindu, Islam, dan Yahudi, tetapi juga hal lain yang diselenggarakan agama, keyakinan etis atau moral. Diskriminasi agama juga dapat melibatkan memperlakukan seseorang berbeda karena orang yang menikah dengan (atau berhubungan dengan) seorang individu dari agama tertentu atau karena nya atau hubungannya dengan organisasi keagamaan atau kelompok. Diskriminasi & Pekerjaan Hukum melarang diskriminasi ketika datang ke setiap aspek pekerjaan, termasuk perekrutan, pemecatan, membayar, penugasan kerja, promosi, PHK, pelatihan, tunjangan, dan istilah lainnya atau kondisi kerja. Diskriminasi Agama & Pelecehan Adalah ilegal untuk melecehkan orang karena agamanya. Pelecehan dapat mencakup, misalnya, pernyataan ofensif tentang keyakinan atau praktik keagamaan seseorang. Meskipun undang-undang tidak melarang pelecehan sederhana, komentar begitu saja, atau insiden yang tidak begitu serius, pelecehan adalah ilegal ketika itu begitu sering atau parah sehingga menciptakan lingkungan kerja yang bermusuhan atau menyinggung atau ketika hasil dalam pekerjaan yang merugikan keputusan (seperti korban dipecat atau diturunkan). Para pengawas korban juga bisa disebut pelaku, seperti seorang supervisor, rekan kerja, atau seseorang yang bukan karyawan majikan, seperti klien atau pelanggan. Diskriminasi Agama dan Segregasi Bab VII juga melarang segregasi pekerjaan berdasarkan agama (termasuk pakaian keagamaan dan prakteknya), seperti menugaskan seorang karyawan untuk posisi non-kontak dengan pelanggan karena preferensi pelanggan atau karena pelanggan takut. Diskriminasi Agama & Akomodasi Wajar

Undang-undang mengharuskan majikan atau badan lain untuk mengakomodasi keyakinan atau praktik keagamaan karyawan, kecuali hal itu akan menyebabkan lebih dari beban minimal pada operasi bisnis majikan. Ini berarti majikan mungkin diperlukan untuk membuat penyesuaian yang wajar dengan lingkungan kerja yang akan memungkinkan karyawan untuk melakukan ritual agamanya. Contoh beberapa akomodasi keagamaan umum meliputi penjadwalan yang fleksibel, substitusi pergeseran sukarela atau swap, reassignments pekerjaan, dan modifikasi kebijakan atau praktik kerja. Akomodasi agama / Dress & Kebijakan Grooming Kecuali itu akan menjadi kesulitan yang tidak semestinya pada bagian operasional, majikan harus mengakomodasi keyakinan atau praktik keagamaan karyawan. Ini tidak hanya berlaku untuk perubahan jadwal, tetapi juga untuk hal-hal seperti pakaian atau ritual yang baralasan agama. Ini mungkin termasuk, misalnya, mengenakan penutup kepala tertentu atau gaun agama lain (seperti yarmulke Yahudi atau jilbab), atau memakai gaya rambut tertentu atau rambut wajah (seperti gimbal Rastafarian atau rambut dipotong Sikh dan jenggot). Ini juga mencakup ketaatan karyawan dari larangan agama terhadap mengenakan pakaian tertentu (seperti celana atau rok mini). Ketika seorang karyawan atau pelamar membutuhkan sebuah gaun atau akomodasi perawatan untuk alasan agama, ia harus memberitahu majikan bahwa ia membutuhkan seperti akomodasi untuk alasan agama. Jika majikan cukup membutuhkan informasi lebih lanjut, majikan dan karyawan harus terlibat dalam proses interaktif untuk membahas permintaan tersebut. Jika tidak akan menimbulkan kesulitan yang tidak semestinya, majikan harus memberikan akomodasi. Diskriminasi Agama & Akomodasi wajar & Kesulitan Kelayakan Seorang majikan tidak harus mengakomodasi keyakinan atau praktik keagamaan karyawan jika hal itu akan menyebabkan kesulitan yang tidak semestinya kepada majikan. Sebuah akomodasi dapat menyebabkan kesulitan yang tidak semestinya jika mahal, kompromi keselamatan kerja, mengurangi efisiensi kerja, melanggar hak-hak karyawan lain, atau membutuhkan karyawan lain untuk melakukan lebih dari bagian mereka dari pekerjaan yang berpotensi berbahaya atau memberatkan. Diskriminasi Agama Dan Kebijakan / Praktek Kerja Seorang karyawan tidak dapat dipaksa untuk berpartisipasi (atau tidak berpartisipasi) dalam kegiatan keagamaan sebagai syarat kerja. LATAR BELAKANG Bila dipandang secara sosial empiris, di lingkungan sosial Amerika terjadi suatu trauma yang mendalam. Khususnya seperti kejadian beberapa teror yang terjadi di Amerika yang disinyalir pelakunya merupakan orang Muslim.

Sehingga terjadi sosial labelling kepada kaum Muslim yang berujung kepada diskriminasi. Masyarakat Muslim merupakan masyarakat minoritas di Amerika. Masyarakat mayoritas cenderung tidak menyukai kaum minoritas dikarenakan kaum mayoritas cenderung jarang bergaul dengan minoritas sehingga kaum mayoritas sulit untuk mengenal jati diri kaum minoritas Realistic Conflict Theory mengatakan bahwa diskriminasi terjadi karena kompetisi antar kelompok social untuk memperoleh kesempatan atau komoditas yang berharga yang berkembang menjadi rasa kebencian, prasangka dan dasar emosi. Stereotip. Stereotip erangka berpikir kognitif yang terdiri dari pengetahuan dan keyakinan tentang kelompok social tertentu dan traits tertentu yang mungkin dimiliki oleh orang yang menjadi anggota kelompok-kelompok ini. Bila dilihat dari segi manajerial, hal ini dapat terjadi karena tidak adanya pengawasan yang serius. Selain itu, dalam kasus ini memperlihatkan bahwa di Disney tidak ada keterbukaan antara karyawan dengan karyawan dan karyawan dengan manajer. Terlihat jelas bahwa tidak ada praktek komunikasi dua arah, sehingga Boudlal terlihat kesulitan untuk menuturkan komplainnya ke Disney. Ketidakpahaman manajer Disney mengenai peraturan yang berada di Amerika yang jelas-jelas melarang organisasi yang melarang penggunaan pakaian keagamaan saat bekerja. SOLUSI PREVENTIF Manajer dan karyawan Disney perlu dilatih ulang atau dididik mengenai hukum dan regulasi yang berada di negaranya; manajer dan karyawan yang sudah ada dilatih ulang dan yang akan memasuki jajaran harus dididik terlebih dahulu mengenai hukum dan regulasi. Melakukan pengawasan yang serius mengenai bagaimana karyawan diperlakukan di organisasi Membuka space untuk kounseling. Membuka open forum seminggu sekali untuk memperbincangkan masalah dan isu yang terjadi. Melakukan pendekatan secara personal kepada tiap karyawan. Membuat kotak suara sehingga karyawan dapat mengajukan keluhan dan saran.

Membuat tempelan berupa poster untuk mengingatkan para karyawan akan diskriminasi dan peraturan lain. Mengadakan seminar tentang kesetaraan. Menjadikan peraturan menghargai karyawan lain sebuah prioritas utama dan dijadikan standar bekerja. SOLUSI REPRESIF Secara otomatis perusahaan akan mendapatkan sangsi sosial yaitu nama perusahaan menjadi jelek dan citra menurun. Hal ini wajar saja dan bahkan harus terjadi agar menjadi cambuk bagi perusahaan. Menghukum pengawas/manajer yang berwewenang menurut hukum yang berlaku yang dilakukan oleh pihak yang berotoritas. Karyawan yang mengolok sulit untuk disangkutpautkan dengan hukum karena belum memasuki tahap kritis, tetapi bisa diberi sangsi oleh perusahaan seperti skors.

Anda mungkin juga menyukai