Anda di halaman 1dari 57

PRAKTIKUM VOLUMETRI

MAKALAH APLIKASI
ANALISIS AIR
MEJA 4 – KELAS XI.5
ANNISA EKA FASYA
FANY YASINTHA
FARRAH NURKHALIZA
MARYO WIBISONO
M. IHSAN FACHRIANSYAH
RAISSA JULIETA ANGGRAINI
RESHA M. RIZKY
WILDAN FIRDAUS KHANISTYA PUTRA

TP. 2016/2017

KATA PENGANTAR

[Type the company address]


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr.wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa)
atas tersusunya makalah ini. Dimana makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas dari
labolatorium volumetri setelah kami melakukan ptraktikum selama kurang lebih satu
minggu.

Makalah ini berjudul aplikasi analisis air secara analisis volumetri dan berisikan
informasi-informasii mengenai analisis air yang dibutuhkan dalam melakukan praktikum
aplikasi analisis air seperti Pendahuluan, dasar, tujuan,reaksi,alat dan bahan,data
pengamatan,perhitungan,kesimpulan,dan pembahasan.

Kami berharap dengan makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi kami tapi juga
bermanfaat bagi orang lain atau pembaca untuk menambahkan wawasan ilmu
pengetahuannya. Kami menyadari makalah ini belum sempurna karena kesempurnaan
hanya milik Tuhan semata, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan bagi kami sebagai penyusun di makalah berikutnya

Bogor,16 Mei 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
3. Tujuan
4. Manfaat

BAB II LAPORAN HASIL PRAKTIK


1. -Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,025 N dengan BBP K2Cr2O7
-Penetapan Biological Oxygen Demand (BOD)
2. -Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,025 N dengan BBP K2Cr2O7
-Penetapan Dissolved Oxygen (DO)
3. -Standarisasi Larutan KMnO4 0,1 N dengan BBP H2C2O4 . 2H2O
-Penetapan Kadar Total Organic Matter (TOM)
4. -Standariasi Larutan H2SO4 0,02 N dengan BBP Na2CO3
-Penetapan Alkalinitas
5. -Standarisasi Larutan FAS 0,05 N dengan BBP K2Cr2O7
-Penetapan Chemical Oxygen Demand (COD)
6. Penetapan Kadar CO2 Bebas

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan
2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Analisa air termasuk ke dalam kimia analisa kuantitatif karena menentukan kadar
suatu zat dalam campuran zat-zat lain. Prinsip analisa air yang digunakan adalah prinsip
titrasi dan metode yang digunakan adalah metode indikator warna dan secara umum
termasuk ke dalam analisa volumetrik.
Air yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah ditemukan dalam
keadaan murni. Biasanya air tersebut mengandung zat-zat kimia dalam kadar tertentu,
baik zat-zat kimia anorganik maupun zat-zat kimia organik. Apabila kandungan zat-zat
kimia tersebut terlalu banyak jumlahnya didalam air, air tersebut dapat menjadi sumber
bencana yang dapat merugikan kelangsungan hidup semua makhluk sekitarnya. Kini
dengan adanya pencemaran-pencemaran air oleh pabrik maupun rumah tangga,
kandungan zat-zat kimia di dalam air semakin meningkat dan pada akhirnya kualitas air
tersebut menurun. Oleh karena itu, diperlukan analisa air untuk menentukan dan
menghitung zat-zat kimia yang terkandung di dalam air sehingga dapat diketahui air
tersebut membahayakan kesehatan, layak tidaknya dikonsumsi maupun sudah tercemar
atau belum (anonim, 2009).

 Rumusan Masalah
1. Berapa nilai kebutuhan oksigen secara biologi suatu sampel air?
2. Berapa nilai oksigen terlarut dalam suatu sampel air?
3. Berapa kadar jumlah materi organik dalam suatu sampel air?
4. Berapa nilai alkalinitas suatu sampel air?
5. Berapa nilai kebutuhan oksigen secara kimia suatu sampel air?
6. Berapa kadar CO2 bebas dalam sampel?

 Tujuan
Tujuan percobaan analisa air, antara lain:
1. Mempelajari beberapa cara penganalisaan air.
2. Mengetahui standar kualitas air
3. Menentukan apakah air tersebut tercemar atau tidak atau air tersebut layak dipakai
atau tidak.

 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh pada percobaan ini antara lain dapat mengetahui cara
menganalisa air, dan dapat menentukan menganalisa kualitas sampel air yang diuji.
BAB II
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

STANDARISASI LARUTAN Na2S2O3 DENGAN BBP K2Cr2O7

Dasar :

Dalam suasana asam, K2Cr2O7 dapat mengoksidasikan KI menjadi I2 bebas sebanding


yang berwarna cokelat dan ion Cr yang berwarna hijau, dimana I2 bebas sebanding tersebut
dapat dititar dengan Na2S2O3 dan indikator kanji yang ditambahkan menjelang TA (warna TA
larutan biru kehijauan).

Reaksi :

K2Cr2O7 + 6KI + 14HCl  3KCl + 2CrCl3 + 3I2 + 7H2O

3I2 + 6 Na2S2O3  6NaI + 3Na2S4O6

Alat dan Bahan :


Alat
1. Kaca arloji
2. Labu ukur 100 mL
3. Pipet volumetri 10 mL
4. Bulb
5. Pengaduk
6. Erlenmeyer asah
7. Buret 50 mL
8. Gelas ukur 10 mL
9. Corong
10. Piala gelas 400 mL dan 800 mL
11. Labu semprot
12. Pipet tetes
13. Statif dan klem
14. Alas titar dan alat baca buret
Bahan
1. Hablur K2Cr2O7
2. Na2S2O3 0,025 N
3. KI 10%
4. HCl 4n
5. Air suling
6. Kertas saring penyeka
7. Kertas pengganjal corong

Cara kerja
1. Alat dan bahan yang diperlukan disiapkan dan ditata di atas meja kerja,
2. Ditimbang ± 0,49 gram K2Cr2O7 ,
3. Dimasukkan ke labu ukur 100 ml,diimpitkan dan dihomogenkan,
4. Dipipet 10,00 ml larutan, dimasukkan ke Erlenmeyer asah,
5. Diencerkan dengan 50 ml air, ditambahkan 5 ml HCL 4N dan 5 ml KI 10%
6. Larutan dititar dengan Na2S2O3 0,1 N hingga kuning muda,
7. Ditambahkan indikator kanji,
8. Dititar kembali dengan Na2S2O3 0,1N hingga TA biru kehijauan, dan
9. Serangkaian tahapan pekerjaan dilakukan minimal duplo dengan selisih volumepenitar
maksimal 0,10 mL.

Data pengamatan
 Dilakukan pada D0
TITRAN TITRAT V.TITRAN V.TITRAT INDIKATOR TITIK AKHIR
11,38 ml Hijau
K2Cr2O7 Na2S2O3 10 ml Kanji
11,45 ml Kebiruan

Bobot kaca arloji + sampel = 19,5613 gr


Bobot kaca arloji kosong = 19,4299 gr
Bobot sampel = 0,1312 gr
 Dilakukan pada D6

TITRAN TITRAT V.TITRAN V.TITRAT INDIKATOR TITIK AKHIR


K2Cr2O7 11,60 ml Hijau
Na2S2O3 10 ml 11,88 ml Kanji
12,25 gr / L Kebiruan

Bobot kaca arloji + sampel = 21,9083 gr


Bobot kaca arloji kosong = 21,7811 gr
Bobot sampel = 0,1227 gr

Perhitungan

mg sampel
 N Na2S2O3 pada D0 =
Vp x Fp x bst asam oksa lat
131,2
= = 0,0235 N
10 x 11,415 x 49

mg sampel
 N Na2S2O3 pada D6 =
Vp x Fp x bst asam oksalat
122,7
=0,0213 N
11,74 x 10 x 49

Pembahasan

Metode Iodometri merupakan metode redoks dimana menggunakan larutan baku


Tio (Na2S2O3) sebagai titran. Jenis penitarannya tergolong tidak langsung dimana
ditambahkan zat ketiga yaitu KI untuk membebaskan I 2 bebas yang nantinya dititar dengan
Tio. Suasana oksidasi KI menjadi I akan optimum pada suasana asam, oleh karena itu
ditambahkan HCl. Digunakan Erlenmeyer asah karena I 2 merupakan zat yang mudah
menyublim, jika I2 menyublim maka jumlah titran akan semakin berkurang dari yang
seharusnya. Indikator yang digunakan pada titrasi Iodometri adalah indikator kanji (amilosa)
yang akan menghasilkan warna biru ketika bereaksi dengan I 2 . Akan tetapi, penambahan
kanji dilakukan saat konsentrasi I2 sudah sedikit. Jika kanji ditambahkan saat I 2 masih banyak,
maka kanji akan “mengurung” I2 sehingga tidak semua I2 bereaksi dengan Tio. Akibatnya,
jumlah titran yang dibutuhkan semakin sedikit dari yang seharusnya.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum standarisasi larutan Natrium Tiosulfat dengan BBP
Kalium dikromat yang telah dilakukan diperoleh konsentrasi larutan Na2S2O3 pada hari
pertama sebesar 0,0235 N dan konsentrasi larutan Na2S2O3 pada hari ke6 sebesar 0,0213 N.

PENETAPAN DISSOLVED OXYGEN (DO)


Teori :
Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO)
atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu
parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk
konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Dalam
kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik
dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang ada pada akhirnya dapat memberikan kesuburan
perairan. Dalam kondisi anaerobik oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa –
senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses
oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu
mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan
aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga. Semakin
besar nilai DO pada air ,mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus.
Sebaliknya jika nilai DO rendah maka akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat
degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi sehingga dapat diketahui bahwa air tersebut
telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu
menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk
membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Satuan DO
dinyatakan dalam persentase saturasi.
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan yang vital bagi kelangsungan hidup organisme
suatu perairan. Oksigen terlarut diambil oleh organisme perairan melalui respirasi untuk
pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat
mengurangi efesien pengambilan oksigen oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan
kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya. Sumber utama oksigen dalam
suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis
organisme yang hidup dalam perairan tersebut (SALMIN. 2000). Kecepatan difusi oksigen
dari udara tergantung dari beberapa faktor seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan
massa air dan udara seperti arcs, gelombang dan pasang surut. ODUM (1971) menyatakan
bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan
berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaaan, kadar oksigen akan
lebih tinggi, karena adanya proses difusi antar air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis contohnya Phytoplankton yang membantu meningkatkan kadar oksigen terlarut
pada siang hari. Penambahan ini disebabkan oleh terlepasnya gas oksigen sebagai hasil
fotosintesis (Hutabarat dan Evans, 1984).
Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut,
karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan
untuk pernapasan dan oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik. Keadaan oksigen
terlarut berlawanan dengan keadaan BOD, semakin tinggi BOD semakin rendah oksigen
terlarut. Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada lems,
stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih
sedikit dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak. Kandungan oksigen terlarut (DO)
minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun.
Idealnya, kandungan oksigen terlarut dan tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8
jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (HUET, 1970). KLH menetapkan
bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota
laut ( ANONIMOUS,2004). Oksigen terlarut diambil oleh organisme perairan melalui
respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan. Menurunnya kadar oksigen
terlarut dapat mengurangi efesiensi pengambilan oksigen oleh biota laut, sehingga dapat
menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya (Hutabarat dan
Evans, 1984).
Kandungan oksigen terlarut 2 mgr/L adalah kandungan minimal yang cukup untuk
mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Agar kehidupan dapat layak dan
kegiatan perikanan berhasil maka kandungan oksigen terlarut harus tidak boleh kurang
daripada 4 ppm sedangkan perairan mengandung 5 mgr/L oksigen pada suhu 20 – 30 oC
masih dipandang sebagi air yang cukup baik untuk kehidupan ikan (Ismail, 1994).
Di dalam air, terkandung jumlah oksigen terlarut yang berbeda- beda. Tinggi
rendahnya jumlah oksigen yang terlarut dapat dilihat secara perkiraan melalui pengamatan
organisme dalam suatu sample tersebut. Untuk mendapatkan data yang akurat mengenai
jumlah oksigen terlarut kita perlu melakukan suatu metode analisis, metode yang dapat
digunakan dalam analisis DO ini adalah :
a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri, yang tergolong dalam titrasi tidak
langsung, yaitu merupakan salah satu metode analisis berdasarkan cara penitarannya
dimana dihasilkan zat ketiga yang kemudian bereaksi dengan titran. Cara ini dilaksanakan
apabila zat yang berada dalam sample tidak bereaksi dengan larutan baku atau bereaksi
sangat lamban.. Reaksi antara oksidator dengan KI menghasilkan I 2. I2 yang terbentuk
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 standar. Sampel yang akan dianalisis terlebih
dahulu ditambahkan larutan MnSO4 dan Alkali Iodida Azida yang kemudian akan terbentuk
endapan Mn(OH)2 berwarna putih. Dengan penambahan H2SO4 atan HCl maka endapan
akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I 2) yang ekivalen dengan
oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar
natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum.
MnSO4 + 2NaOH ==> Mn(OH)2 + Na2SO4
2 Mn(OH)2 + O2 ==> 2 MnO2 + 2 H20
MnO2 + 2 KI + 2 H2O ==> Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3 ==> Na2S4O6 + 2 NaI
b. Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung
untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah
menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam
larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag)
dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik
yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah
Katoda : O2 + 2 H2O + 4e ==> 4 HO-
Anoda : Pb + 2 HO- ==> PbO + H20 + 2e

Tujuan :
 Menetapkan kadar oksigen terlarut dalam sampel air dengan metode Iodometri
 Mengetahui kualitas sampel air

Dasar :
O2 dalam sampel akan mengoksidasikan MnSO 4 dalam suasana pH tinggi (basa)
sehingga membentuk endapan MnO2. Dengan penambahan H2SO4 dan alkali iodida azida,
maka akan dilepaskan I2 yang setara dengan Oksigen pada larutan. I 2 yang terbentuk lalu
dititar dengan larutan Na2S2O3 dan indikator kanji dengan TA tak berwarna.

Reaksi :
MnSO4 + 2 KOH  Mn(OH)2 + K2SO4
2Mn(OH)2 + 1/2 O2  2MnO2 + H2O
MnO2 + 2 KI + 2sH2O Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
I2 + 2 Na2S2O3  2 NaI + Na2S4O6

Alat dan Bahan :


1. Alat:
 Botol Winkler
 Pipet volumetri 2 mL
 Bulb
 Erlenmeyer asah 500 mL
 Buret Mikro 10 mL
 Pipet tetes
 Labu semprot
 Statif dan klem
 Wadah sampel

2. Bahan :
 Sampel air
 Larutan MnSO4
Larutkan 480 MnSO4.4H2O dalam 600 mL air suling, setelah larut encerkan dengan
aquadest sampai 1000 mL dan disimpan di botol berwarna coklat.
 Larutan alkali iodida azida
Timbang 10 gram NaN3 larutkan dalam 500 mL aqudest, tambahkan 500 gram NaOH dan
135 gram NaI aduk sampai larut. Encerkan larutan ini dengan aquadest menjadi tepat 1
liter. (NaOH dan NaI bisa diganti dengan 700 gram KOH & 150 gram KI). Simpan larutan
ini ke dalam botol.
 Larutan H2SO4 4N
 Indikator kanji
Timbang 0,5 gram kanji larutkan dalam 100 mL air mendidih, aduk hingga larut dan
simpan di tempat dingin (refrigerator).
 Larutan Na2S2O3 0,025 N
Timbang 6,205 gram Na2S2O3.5H2O larutkan dalam aquadest yang telah dididihkan
terlebih dahulu (agar bebas CO2). Standarkan normalitasnya saat akan dipakai dengan
larutan standar (KIO3 atau K2Cr2O7).
 Air suling

Cara Kerja: :
Penetapan Kadar DO
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dimasukkan botol Winkler ke dalam wadah berisi sampel (botol Winkler didasar
wadah dan tenggelam), ditunggu hingga penuh,
3. Dipipet 2 mL MnSO4 dan 2 mL Alkali Iodida Azida, ditambahkan pada botol Winkler
berisi sampel (botol winkler masih di dalam wadah berisi sampel dan pipet diletakkan di
dasar botol Winkler),
4. Dihomogenkan, ditunggu 15 menit hingga endapan turun di dasar botol,
5. Larutan jernih di botol Winkler dituangkan ke erlenmeyer asah 500 mL,
6. Endapan yang tersisa di botol Winkler dilarutkan dengan H 2SO4 4 N hingga larut, lalu
dituangkan juga ke erlenmeyer asah 500 mL yang sama,
7. Larutan di erlenmeyer asah dititar dengan Na2S2O3 0,02 N hingga kuning seulas,
8. Ditambahkan 2 – 3 tetes indikator kanji (warna larutan menjadi biru),
9. Larutan dititar kembali dengan Na2S2O3 0,02 N hingga tak berwarna, dan
10. Dilakukan minimal duplo.

Blanko
1. Dimasukkan botol Winkler ke dalam wadah berisi air suling (botol Winkler didasar
wadah dan tenggelam), ditunggu hingga penuh,
2. Dipipet 2 mL MnSO4 dan 2 mL Alkali Iodida Azida, ditambahkan pada botol Winkler
berisi air suling (botol winkler masih di dalam wadah berisi air suling dan pipet
diletakkan di dasar botol Winkler),
3. Dihomogenkan, ditunggu 15 menit hingga endapan turun di dasar botol,
4. Larutan jernih di botol Winkler dituangkan ke erlenmeyer asah 500 mL,
5. Endapan yang tersisa di botol Winkler dilarutkan dengan H 2SO4 4N hingga larut, lalu
dituangkan juga ke erlenmeyer asah 500 mL yang sama,
6. Larutan di erlenmeyer asah dititar dengan Na2S2O3 0,02 N hingga kuning seulas,
7. Ditambahkan 2 – 3 tetes indikator kanji (warna larutan menjadi biru), dan
8. Larutan dititar kembali dengan Na2S2O3 0,02 N hingga tak berwarna.

Data Pengamatan :
TITRAN V. TITRAT V. TITRAN INDIKATOR WARNA TA
TITRAT
(mL) (mL)
300 2,26
Sampel air Na2S2O3 295,07 2,63
Kanji Tak berwarna
Air suling 0,025N 300 2,16

Perhitungan :
Diketahui:
2,26 +2,63
 Vp = = 2,45 mL
2
 Vp blanko = 2,16 mL
 Np = 0,0235 N
 Bst O2 =8
300+ 295,07
 V contoh = = 297,45 mL
2
 V contoh blanko = 300 mL

1000
Kadar DO= x V p x N p x Bst O 2
V contoh−4
1000
¿ x 2,45 x 0,0235 x 8
297,54−4
¿ 1,5691 ppm
1000
Ka dar DO blanko= x V p x N p x Bst O2
V contoh −4
1000
¿ x 2,16 x 0,0235 x 8
300−4
¿ 1,3719 ppm

Pembahasan :
Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan
kebutuhan oksigen (oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam
analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini
menunjukkan jumlah oksigen yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO
pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO
rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan
melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan
mikroorganisme lainnya. Selain itu, kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga
ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air.oleh sebab pengukuran parameter ini sangat
dianjurkan disamping parameter lain seperti COD dan BOD.
Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponen-
komponen kimia maupun organik menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen
memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik
sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh
mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan
adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan
komponen dalam air.
Pada saat sampling botol winkler dimasukkan kedalam genangan air hingga penuh,
untuk menghindari adanya turbulensi yang akan meningkatkan kandungan oksigen dalam
air. Sebelum memulai penetapan DO sampel lebih baik diaerasi terlebih dahulu. Aerasi
dapat menurunkan kandungan gas-gas terlarut,seperti CO2 atau H2S, bahkan dapat
menghilangkan besi dan mangan. Aerasi juga dapat dilakukan untuk tujuan memperbaiki
rasa dan bau pada proses penyediaan air minum. Aerasi dilakukan ±2jam untuk
mendapatkan oksigen jenuh. Oksigen jenuh adalah oksigen sebagai zat terlarut sudah tidak
dapat dilarutkan kembali oleh air sebagai pelarutnya.
Untuk mengukur kadar DO dalam air, ada 2 metode yang sering dilakukan:
 Metoda titrasi dengan cara Winkler
 Metoda elektrokimia
Untuk penetapan kali ini digunakan cara Winkler.

1. Cara Winkler
Prinsip dari metoda winkler ini adalah metode titrasi Iodometri. Sampel yang akan
dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnSO 4 dan Alkali Iodide Azida, sehingga akan
terbentuk endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 maka endapan yang terbentuk akan
larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I 2) yang ekivalen dengan oksigen
terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium
tiosulfat menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Jika reaksi penguraian komponen
kimia dalam air terus berlaku, maka kadar oksigen pun akan menurun. Pada klimaksnya,
oksigen yang tersedia tidak cukup untuk menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan
yang demikian merupakan pencemaran berat pada air.
Kelebihan metoda winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana
dengan cara titrasi bedasarkan metode winkler lebih analitis, teliti, serta akurat apabila
dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi
iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan Natrium Tiosulfat dan
penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi
tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat.
Kelemahan metode winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana
dengan cara winkler penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat mendekati TA
agar amilum tidak menyelimuti Iod karena akan menyebabkan Iod tak dapat bereaksi
dengan Natrium Tiosulfat sehingga hasilnya akan lebih kecil daripada seharusnya. Proses
titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I 2 mudah menguap. Dan
ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada
titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.
2. Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung
untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah
menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam
larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda Perak (Ag)
dan anoda Timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik
yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Pada cara DO meter, harus diperhatikan
suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital
terhadap akurasai penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Di samping itu,
sebagaimana lazimnya instrumen digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan
akurasinya hasil analisis. Biasanya, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih
dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika
sifat penentuannya bersifat kisaran.

Penanggulangan kelebihan/kekurangan kadar oksigen terlarut


 Cara untuk menanggulangi jika kelebihan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara :
1. Menaikkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur naik maka kadar oksigen terlarut
akan menurun.
2. Menambah kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen
terlarut akan menurun karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen
digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik.
 Cara untuk menanggulangi jika kekurangan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara :
1. Menurunkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur turun maka kadar oksigen
terlarut akan naik.
2. Mengurangi kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen
terlarut akan naik karena proses fotosintesis semakin meningkat.
3. Mengurangi bahan – bahan organik dalam air, karena jika banyak terdapat bahan organik
dalam air maka kadar oksigen terlarutnya rendah.
4. Diusahakan agar air tersebut mengalir.

Kesimpulan:
Setelah mengikuti praktikum Penentuan DO (Dissolved Oxygen) metode titrasi
Winkler dalam sampel air kram SMAKBO yang dilaksanakan di Laboratorium Volumetri –
Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO), didapat hasil dari sampel yang diuji
sebesar 1,5691 ppm dan kadar DO blanko sebesar 1,3719. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa air bersih (sampel) yang dianalisis masih memenuhi syarat dalam baku
mutu air bersih, karena kadar oksigen terlarut yang mendekati kadar maksimum yang
ditentukan berdasarkan Standar Kualitas Air di Perairan Umum (Peraturan Pemerintah N0.20
Tahun 1990) untuk air yang dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga yaitu ≥ 6 ppm.

PENETAPAN BIOLOGICAL OXYGEN DEMAND (BOD)


Teori:
Biologycal Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme selama penghancuran bahan organik dalam waktu tertentu pada suhu 20
o
C. Oksidasi biokimiawi ini merupakan proses yang lambat dan secara teoritis memerlukan
reaksi sempurna. Dalam waktu 20 hari, oksidasi mencapai 95-99 % sempurna dan dalam
waktu 5 hari seperti yang umum digunakan untuk mengukur BOD yang kesempurnaan
oksidasinya mencapai 60– 70 %. Suhu 20 oC yang digunakan merupakan nilai rata-rata untuk
daerah perairan arus lambat di daerah iklim sedang dan mudah ditiru dalam inkubator. Hasil
yang berbeda akan diperoleh pada suhu yang berbeda karena kecepatan reaksi biokimia
tergantung dari suhu.
Pemecahan bahan organik diartikan bahwabahan organik ini digunakan oleh
organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi
(PESCOD,1973). Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara
luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air
buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini
untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting
diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm
pada suhu 20°C (SAWYER & MC CARTY, 1978).
BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses
mikrobiologis yang benar-benar terjadi dalam air. BOD merupakan parameter yang umum
dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik pada air limbah. Pemeriksaan
BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk
mendesain sistem pengolahan secara biologis (G. Alerts dan SS Santika, 1987). Adanya
bahan organik yang cukup tinggi (ditunjukkan dengan nilai BOD dan COD) menyebabkan
mikroba menjadi aktif dan menguraikan bahan organik tersebut secara biologis menjadi
senyawa asam-asam organik.
Peruraian ini terjadi disepanjang saluran secara aerob dan anaerob. Timbul gas CH4,
NH3 dan H2S yang berbau busuk (Djarwanti dkk, 2000). Uji BOD ini tidak dapat digunakan
untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi
hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi
bahan organik tersebut. Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak
pula kandungan bahan-bahan organik di dalamnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang
diuraikan, tersedianya mirkoorganisme aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang
dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (barus, 1990 dalamSembiring, 2008).
Sedangkan faktor yang mempengaruhi hasil BOD adalah :
 Bibit biological yang dipakai
 pH jika tidak dekat dengan aslinya (netral)
 Temperatur jika selain 20 0C (68 0F)
 Keracunan sampel
 Waktu inkubasi
Salah satu variabel penentu yang menentukan kualitas air sehingga kita dapat
menggolongkannya ke dalam empat golongan di atas adalah berdasarkan kandungan bahan
organiknya yang dapat dinyatakan sebagai nilai BOD dan COD. Untuk golongan A, nilai
ambang BOD adalah 20 dan COD adalah 40. Untuk golongan B, nilai ambang BOD adalah 50
dan COD adalah 100. Untuk golongan C, nilai ambang BOD adalah 150 dan COD adalah 300.
Sedangkan untuk golongan D, nilai ambang BOD adalah 300 dan COD adalah 600 (Perdana,
1992).
Semua makhluk hidup membutuhkan oksigen tidak terkecuali organisme yang hidup
dalam air. Kehidupan akuatik seperti ikan mendapatkan oksigennya dalam bentuk oksigen
terlarut yang sebagian besar berasal dari atmosfer. Tanpa adanya oksigen terlarut pada
tingkat konsentrasi tertentu banyak jenis organisme akuatik tidak akan ada dalam air. Banyak
ikan akan mati dalam perairan tercemar bukan diakibatkan oleh toksitasi zat pencemar
langsung, tetapi karena kekurangan oksigen sebagai akibat dari digunakannya gas tersebut
pada proses penguraian/penghancuran zat pencemar (Achmad, 2004). Di dalam lingkungan
bahan organik banyak terdapat dalam bentuk karbohidrat, protein, dan lemak yang
membentuk organisme hidup dan senyawa-senyawa lainnya yang merupakan sumber daya
alam yang sangat penting dan dibutuhkan oleh manusia. Secara normal, bahan organik
tersusun oleh unsur-unsur C, H, O, dan dalam beberapa hal mengandung N, S, P, dan Fe
(Achmad, 2004).
Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam
organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO 2) dan air
(H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana
organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2
dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis
dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan
suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20°C yang
merupakan suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses
oksidasi yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak
terbatas.
Senyawa-senyawa organik pada umumnya tidak stabil dan mudah dioksidasi secara
biologis atau kimia menjadi senyawa stabil, antara lain menjadi CO 2 dan H2O. Proses inilah
yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan menurun dan hal ini
menyebabkan permasalahan bagi kehidupan akuatik.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem-sisitem pengolahan biologis
bagi air yang tercermar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah; kalau
sesuatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut,
dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan
dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air.
Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air,
dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerob. Sebagai hasil oksidasi akan
terbentuk karbon dioksida, air dan Reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C nHaObNc + ( n + a/4 – b/2 – 3c/4 ) O 2 ——–à nCO2 + ( a/2 – 3c/2 ) + H 2O +
cNH3
Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah
tercapai, 5 hari supaya 75 % dan 20 hari supaya 100% tercapai. Dalam prakteknya
dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu
itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD.
Metode Analisa BOD
Metode Pemeriksaan BOD adalah dengan metode Winkler (titrasi di laboratorium).
Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih
dahulu ditambahkan larutan MnSO4 den NaOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2.
Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan
juga akanmembebaskan molekul iodium (I 2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium
yang dibebaskan ini selanjutnyadititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na 2S2O3)
dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Prinsip pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik
dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik.
Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk
75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD
berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah
mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C diukur
lagi DO air tersebut.
Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk proses
biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan anggapan segala proses
biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, walau sesungguhnya belum selesai.
Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah penetapan
BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam
sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5 hari pada temperatur
kamar, dalam metode Winkler digunakan larutan pengencer MgSO 4, FeCl3, CaCl2 dan buffer
fosfat. Kemudian dilanjutkan dengan metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara titrasi,
dalam penetapan kadar oksigen terlarut digunakan pereaksi MnSO 4, H2SO4, dan alkali iodida
azida. Sampel dititrasi dengan natrium thiosulfat memakai indikator amilum (Alaerts dan
Santika, 1984).
Waktu yang dibutuhkan untuk mengoksdasi bahan–bahan organik pada suhu 20 0C
adalah seperti di dalam tabel berikut ini.

Tabel Pengaruh waktu terhadap persentase bahan organik

Metode Analisa BOD


a. Metoda titrasi dengan cara Winkler
Prinsip analisa BOD sama dengan penganalisaan Oksigen Terlarut salah satunya
adalah metode winkler. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang
akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan NaOH-KI, sehingga akan
terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atau HCl maka endapan yang terjadi
akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan
oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar
natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia
yang terjadi dapat dirumuskan :
MnCI2 + NaOH  Mn(OH)2 + 2 NaCI
2 Mn(OH)2 + O2  2 MnO2 + 2 H2O
MnO2 + 2 KI + 2 H2O  Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3  Na2S4O6 + 2 NaI

b. Metoda Elektrokimia
Metode Elektrokimia adalah menggunakan peralatan DO Meter. Untuk menganalisa
kadar BOD dengan alat ini adalah dengan menganalisa kadar DO hari 0 dan selanjutnya
menganalisa kadar DO hari ke 5. Selanjtnya kadar BOD dapat dianalisa dengan
mengurangkan selisih keduanya. Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda
elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO
meter.
Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan
anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya
menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini
dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi
kimia yang akan terjadi adalah
Katoda : O2 + 2 H2O + 4e  4 HO-
Anoda : Pb + 2 HO-  PbO + H2O + 2e

Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis BOD


a. Kelebihan dan Kelemahan Metode Winkler
Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisa BOD melalui penganalisaan oksigen
terlarut (DO) terlebih dahulu adalah metoda Winkler lebih analitis, teliti dan akurat apabila
dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dala titrasi iodometri
ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan penambahan indikator
amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan
diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter,
harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan
salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter.
Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat
menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan
oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat.
Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.
Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana
dengan cara Winkler penambahan indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati
titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum
sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera
mungkin, hal ini disebabkan karena I 2 mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan
dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu
penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.

b. Kelebihan dan Kelemahan Metoda Elektrokimia


Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia tidak lebih akurat
dibandingkan metode winkler disebabkan alat ini tidak dapat mendeteksi keseluruhan nilai
oksigen terlarut dengan baik. Namun kelebihan metode ini adalah alat ini mudah digunakan
dan hasil yang diperoleh relatif cepat.

Penanggulangan Kelebihan Kadar BOD


Penanggulangan kelebihan kadar BOD adalah dengan cara sistem lumpur aktif yang
efisien dapat menghilangkan padatan tersuspensi dan BOD sampai 90%. Ada pula cara yang
lain yaitu dengan Sistem Constructed Wetland merupakan salah satu cara untuk pengolahan
lindi yang memanfaatkan simbiosis mikroorganisme dalam tanah dan akar tanaman. Sistem
ini juga merupakan sistem pengolahan limbah yang ekonomis. Penelitian ini bertujuan
menganalisis kemampuan sistem sub-surface constructed wetland untuk menurunkan
kandungan COD, BOD dan N total.
Apabila kandungan zat-zat organik dalam limbah tinggi, maka semakin banyak oksigen
yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat organik tersebut, sehingga nilai BOD dan COD
limbah akan tinggi pula. Oleh karena itu untuk menurunkan nilai BOD dan COD limbah, perlu
dilakukan pengurangan zat-zat organik yang terkandung di dalam limbah sebelum dibuang
ke perairan. Pengurangan kadar zat-zat organik yang ada pada limbah cair sebelum dibuang
ke perairan, dapat dilakukan dengan mengadsorpsi zat-zat tersebut menggunakan adsorben.
Salah satu adsorben yang memiliki kemampuan adsorpsi yang besar adalah zeolit alam.
Kemampuan adsorpsi zeolit alam akan meningkat apabila zeolit terlebih dahulu diaktifkan.

Tujuan :
 Menetapkan kadar BOD dalam suatu sampel air
 Mengetahui kualitas sampel air

Dasar :
Biologycal Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroba untuk mengoksidasikan zat – zat pencemar organik di dalam air. Bakteri yang
dilibatkan dalam reaksi ini bersifat aerobik, dan hasil oksidasi menghasilkan air dan
karbondioksida. Reaksi BOD berlangsung pada suhu 200C selama 5 hari.

Reaksi :
CnHaObNcSd + n O2 (bakteri)  n CO2 + H2O + NO2 + SO2
MnSO4 + 2 KOH  Mn(OH)2 + K2SO4
Mn(OH)2 + 1/2 O2  2MnO2 + H2O
MnO2 + 2 KI + H2O  Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
I2 + 2 Na2S2O3  2 NaI + Na2S4O6

Alat Dan Bahan :


1. Alat :
 Botol Winkler
 Pipet volumetri 2ml dan 10 mL
 Piala gelas 400 dan 800 mL
 Buret coklat
 Klem dan statif
 Erlenmeyer asah
 Labu semprot plastik
 Pipet tetes
 Wadah penampung sampel
 Inkubator
 Corong
 Kaca arloji
 Neraca digital
 Pengaduk
 Labu ukur 100 mL
 Gelas ukur
 Kertas saring
 Kertas penggganjal
 Bulb
 Alas titar dan pembaca buret
2. Bahan:
 Sampel air
 Air suling
 Larutan MnSO4
 Larutan Alkali Iodide Azida
 Larutan Na2S2O3 0,02 N
 Larutan H2SO4 4 N
 Indikator kanji
 Larutan KI 10%

Cara Kerja :
Penetapan Kadar BOD
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
2. Disiapkan sampel di dalam botol winkler yang telah diinkubasi selama 5 hari pada suhu
200C,
3. Dipipet 2 mL larutan MnSO4 dan dimasukan ke dalam botol Winkler (dasar botol) lalu
dilepas secara perlahan di dasar botol sambil dingkat pelan – pelan,
4. Dipipet larutan alkali iodide, cara memasukannya seperti memasukan larutan MnSO4,
5. Larutan yang ada di dalam botol Winkler dihomogenkan dan ditunggu hingga endapan
mengendap,
6. Cairan jernih dituangkan terlebih dahulu ke erlenmeyer asah, sementara endapan yang
terbentuk harus dilarutkan terlebih dahulu dengan larutan H 2SO4 4 N kemudian
dituangkan ke dalam erlenmeyer asah yang sama,
7. Dititar dengan menggunakan larutan Na 2S2O3 0,02 N hingga berwarna kuning muda
seulas,
8. Larutan ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji, dikocok hingga berubah warna menjadi
biru,
9. Kemudian dititar kembali dengan larutan Na2S2O3 0,02 N hingga tidak berwarna, dan
10. Pekerjaan dilakukan duplo.

Blanko
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
2. Disiapkan air suling di dalam botol winkler yang telah diinkubasi selama 5 hari pada suhu
200C,
3. Dipipet 2 mL larutan MnSO4 dan dimasukan ke dalam botol Winkler (dasar botol) lalu
dilepas secara perlahan di dasar botol sambil dingkat pelan – pelan,
4. Dipipet larutan alkali iodide, cara memasukannya seperti memasukan larutan MnSO4,
5. Larutan yang ada di dalam botol Winkler dihomogenkan dan ditunggu hingga endapan
mengendap,
6. Cairan jernih dituangkan terlebih dahulu ke erlenmeyer asah, sementara endapan yang
terbentuk harus dilarutkan terlebih dahulu dengan larutan H 2SO4 4 N kemudian
dituangkan ke dalam erlenmeyer asah yang sama,
7. Dititar dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0,02 N hingga berwarna kuning muda
seulas,
8. Larutan ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji, dikocok hingga berubah warna menjadi
biru,
9. Kemudian dititar kembali dengan larutan Na2S2O3 0,02 N hingga tidak berwarna, dan
10. Pekerjaan dilakukan duplo.

Data Pengamatan :
V. Titrat V. Titran
Titrat Titran Indikator Warna TA
(mL) (mL)
300 2,26
Sampel air
D0 Na2S2O3 295,07 2,63 Tak
Air suling 300 2,16 Kanji
Sampel air 0,025 N 300 2,48 berwarna
D6
Air suling 296.31 2,45

Perhitungan :
Diketahui:
2,26 +2,63
 Vp D0 = = 2,45 mL
2
 Vp D6 = 2,48 mL
 Vp blanko D0 = 2,16 mL
 Vp blanko D6 = 2,45 mL
 Np D0 = 0,0235 N
 Np D6 = 0,0213 N
 Bst O2 =8
300+ 295,07
 V contoh D0 = = 297,45 mL
2
 V contoh D6 = 300 mL
 V contoh blanko D0 = 300 mL
 V contoh D6 = 296,31 mL

1000
¿ x 2,45 x 0,0235 x 8
297,54−4
¿ 1,5691 ppm
1000
¿ x 2,48 x 0,0213 x 8
300−4
¿ 1,4277 ppm

1000
¿ x 2,16 x 0,0235 x 8
300−4
¿ 1,3719 ppm

1000
¿ x 2,45 x 0,0213 x 8
296,31−4
¿ 1,4282 ppm

¿ ( 1,5691−1,4277 ) −( 1,3719−1,4282 )
¿ 0,1977 ppm

Keterangan
D0 sampel = nilai BOD (DO) sampel pada hari ke 0
D5 sampel = nilai BOD sampel pada hari ke 5
D0 blanko = nilai BOD (DO) blanko pada hari ke 0
D5 blanko = nilai BOD blanko pada hari ke 5
Vbotol = volume botol Winkler
4 mL = 2 mL MnSO4 + 2 mL Alkali Iodida Azida
a = Vp untuk D0 sampel
b = Vp untuk D5 sampel
c = Vp untuk D0 blanko
a = Vp untuk D5 blanko

Pembahasan :
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang
diperlukan oleh mikroorganisme pada saat penguraian bahan / zat – zat organik pada kondisi
aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh
organisme sebagai bahan makanannya dan energinya diperoleh dari proses oksidasi.
Penentuan BOD sebenarnya adalah suatu prosedur yang menyangkut pengukuran
banyaknya oksigen yang digunakan oleh suatu mikroorganisme selama organisme tersebut
menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu peraiaran, pada kondisi yang hampir
sama dengan kondisi yang ada di alam. Semakin tinggi nilai BOD, maka semakin banyak
jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroba, dan jumlah zat organik yang ada di sampel
berbanding lurus dengan kebutuhan Oksigen. Artinya, semakin tinggi nilai BOD maka
semakin banyak jumlah zat organik yang ada. Dengan demikian, dapat disimpulkan kualitas
sampel air dapat dinyatakan buruk.
Fungsi dari BOD antara lain:
 Menentukan tingkat pencemaran sampel air
 Menentukan kualitas suatu sampel air
 Menelusuri aliran pencemaran dan tingkat hulu ke muara
 Mengukur kebutuhan oksigen nyata dalam air
Untuk mengetahui oksigen yang diperlukan oleh mikroba maka ditentukan DO awal
dan DO setelah diinkubasi selama 5 hari, dimana selisih yang dihasilkan adalah oksigen yang
diperlukan oleh mikroba.
Selama pemeriksaan/pengerjaan BOD sampel yang diperiksa harus bebas dari udara
luar untuk mencegah kontaminasi oksigen yang berada di udara bebas. Maka dari itu,
pengambilan sampel dilakukan masih dalam wadah penampung dengan posisi air berada
lebih tinggi dari pada botol sampel. Pada saat penambahan pereaksi MnSO 4 dan Alkali Iodida
Azida pun harus dilakukan tanpa mengeluarkan botol. Setelah didiamkan sekitar 15 menit
maka akan timbul endapan Mn(OH)2 yang berwarna coklat. Ketika akan dititar, larutan
sampel dimasukan ke erlenmeyer asah. Untuk melarutkan endapan digunakan H 2SO4 4N.
Natrium tiosulfat adalah bahan baku sekunder, maka dari itu harus distandarisasi terlebih
dahulu dengan KIO3 atau K2Cr2O7. Saat itulah diperlukan erlenmeyer asah agar Iod yang
digunakan tidak menguap sehingga memperkecil terjadinya kesalahan kerja. Digunakannya
indikator kanji untuk mengetahui titik akhir namun penambahannya pada saat mendekati
titik akhir. Konsentrasi air buangan atau sampel tersebut juga harus berada pada suatu
tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada
selama pemeriksaan berlangsung. Hal ini penting diperhatikan mengingat Oksigen
kelarutannya dalam air sangatlah terbatas. Waktu inkubasi dilakukan selama 5 hari dalam
suhu 200C dapat mengurangi kemungkinan hasil oksidasi dari amonia yang cukup tinggi.
Sebagaimana diketahui bahwa amonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi
nitrit atau nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD.
Pada hari ke-0 dapat dilihat nilai DO pada sampel lebih kecil dibanding nilai DO pada
blanko. Hal ini dikarenakan nilai DO pada blanko oksigen yang ditambahkan tidak banyak
digunakan untuk mikroba, sedangkan pada sampel dikarenakan didalamnya mengandung
bahan organik sehingga memungkinkan mikroba melakukan aktivitasnya yaitu mengoksidasi
bahan organik dalam sampel walaupun masih dalam jumlah yang sedikit sehingga oksigen
yang digunakan oleh mikroba pada sampel lebih banyak dibanding pada blanko.
Sedangkan untuk DO pada hari kelima, DO pada sampel ini lebih kecil dibanding
dengan nilai DO pada hari ke 0 hal ini dikarenakan oksigen terlarut berkurang karena
digunakan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Telah optimalnya kinerja
mikroba untuk mengoksidasi zat organik, kondisi proses yang telah optimal seperti
temperatur yang digunakan dimana temperatur yang digunakan adalah sebesar 20 oC,
adanya mikroba didalamnya dengan waktu inkubasi yang digunakan adalah selama 5 hari
dengan ketersediaan oksigen yang cukup (Salmin, 2005). Selain itu tepatnya kondisi pH
dimana pH harus netral, serta tidak terdapatnya senyawa toksik maka mikroba tidak akan
teracuni/optimal dalam mengoksidasi bahan organik (Sembiring, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik
yang akan diuraikan, adanya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa
organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses
penguraian itu. Waktu pengambilan sampel, titik pengambilan sampel, dan waktu
pengamatan juga mempengaruhi kadar BOD dalam air.
1. Waktu pengambilan sampel
Perubahan kualitas air yang terus menerus perlu dipertimbangkan dalam penentuan
waktu pengambilan contoh pada sumber air. Contoh perlu diambil pada waktu tertentu dan
periode yang tetap sehingga data dapat digunakan untuk mengevaluasi perubahan kualitas
air, akan tetapi kualitas air pada saat tersebut tidaklah menggambarkan kualitas air pada
saat-saat yang lain. Hal ini terjadi terutama pada kualitas air yang berubah setiap waktu.
2. Titik pengambilan sampel
Lokasi pengambilan sampel perlu ditetapkan karena untuk mengetahui perubahan
kualitas air akibat aktivitas lingkungan sekitarnya. Penentuan titik pengambilan sampel air
dilakukan bertujuan utk mendapatkan contoh air yang andal. Sampel air yang andal adalah
contoh air yang mewakili keadaan kualitas sumber air tersebut. Agar diperoleh contoh air
yang andal tersebut, maka titik pengambilan contoh air yang dipilih adalah tempat dimana
air yang betul-betul tercampur dengan baik berdasarkan kecepatan aliran dan lebar.
3. Waktu pengamatan
Pengamatan yang kurang tepat saat dilakukannya titrasi akan mempengaruhi
perhitungan oksigen terlarut dalam air, sehingga juga akan mempengaruhi nilai BOD.
Berikut ini adalah tabel nilai DO untuk tingkat pencemaran perairan:
Tabel 1. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO
Tingkat Pencemaran Parameter DO (ppm)
Rendah >5
Sedang 0-5
Tinggi 0
Sumber : (Wirosarjono,1974)

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil pemeriksaan / analisa BOD air kran SMK – SMAK Bogor dapat
disimpulkan bahwa nilai BOD pada sampel adalah sebesar 0, 1977 ppm dengan pengukuran
selama 6 hari. sedangkan menurut literatur (Jobsheet modul BOD, program studi D3-analis
kimia) nilai BOD yang diperbolehkan untuk air bersih tidak boleh lebih dari 10 ppm, sehingga
sampel air limbah dapat dikatakan tidak tercemar.

Penetapan Normalitas (Standarisasi) KMnO4 dengan


BBP AsamOksalat

Dasar
KMnO4 merupakan BBS yang kenormalan nya tidak dapat ditentukan secara teori, oleh
Karena itu dilakukan standarisasi. KMnO4 adalah oksidator kuat, oleh Karena itu sebagai BBP
dipilih Asam Oksalat yang merupakan asam reduktor.Penitaran dilakukan tanpa indicator
dengan warna TA merah muda seulas.

Reaksi
2 KMnO4 + 3 H2SO4 + 5 (COOH)2 2 MnSO4 + K2SO4 + CO2 + H2O

Tujuan
Menetapkan kenormalan KMnO4 dengan BBP Asam Oksalat

Alat dan Bahan


Alat

 Kaca arloji

 Labu ukur 100 mL

 Pengaduk
 Pipet volumetri 10 mL dan bulb

 Erlenmeyer

 Buret 50 mL

 Corong

 Piala gelas 400 dan 800 mL

 Labu semprot

 Pipet tetes

 Kaki tiga dan kasa asbes

 Pembakar teklu

 Statif dan klem

 Alas titar dan alat baca buret

Bahan

 KMnO4 0,1 N

 Air suling

 Hablur Asam Oksalat

 H2SO4 4N

 Kertas saring penyeka

 Kertas pengganjal corong

 Korek api
Cara Kerja

1. Alat dan bahan yang diperlukan disiapkan dan ditata di atas meja kerja,

2. Ditimbang ± 0,6300 gram Asam Oksalat,

3. Dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, diseka, dihimpitkan,

4. Dipipet 10,00 mL larutan Asam Oksalat kedalam erlenmeyer,

5. Ditambahkan 5 mL H2SO4 4 N kemudian diencerkan dengan air suling hingga


volumenya 100 mL,

6. Dipanaskan hingga suhu larutan ± 60-700C

7. Larutan dititar dengan KMnO4 0,1 N hingga mencapai TA (Titik Akhir) berwarna merah
muda seulas, dan

8. Serangkaian tahapan pekerjaan dilakukan minimal duplo dengan maksimal standar


deviasi dibawah 5%

Data Penitaran

Titrat Titran Volume Volume Indikator TA


Titrat Titran
KMnO4 10,10 ml
(COOH)2.2H2O 10,00 ml 9,90 ml
MerahMudaSeulas
0,1 N

FP : 100/10 = 10x

Vp : (10,10 + 9,90)/2 = 10,00

Bs tAsam Oksalat = 63

Data Penimbangan
Bobot Kaca Arloji + Sampel : 26,2303 gram

Bobot Kaca Arloji Kosong : 25,5983 gram -


Bobot Sampel : 0,6320 gram

Perhitungan
mg BBP
N KMnO4=
FP x V P x Bst BBP

632,0
N KMnO4=
10 x 10,00 x 63

N KMnO4= 0,1003 N

Pembahasan
Reaksi oksidasi dengan melibatkan KMnO4 berlangsung dalam waktu yang relatif
lambat, oleh karena itu dibutuhkan H2SO4 untuk mempercepat reaksi. Selain itu reaksi ion
MnO4- paling optimal berada di suasana asam, karena kalau dalam suasana basa dan netral,
daya oksidasinya menurun. Meskipun membutuhkan pengasaman, asam yang dipakai
haruslah non oksidator dan non reduktor.
1. Asam yang digunakan tidak boleh Asam Halogen (HCl, HBr, dan HI) karena bersifat
reduktor, jika hal ini dilakukan maka akan terjadi kesalahan positif.
2. Asam yang digunakan tidak boleh asam – asam oksidator (HNO 3, H2SO4 pekat, HClO4),
jika hal ini dilakukan maka akan terjadi kesalahan negatif.
Sebelum dititar, larutan hendaknya dipanaskan terlebih dahulu karena untuk
menyempurnakan dan mempercepat reaksi. Akan tetapi hendaknya dalam pemanasan
suhunya jangan terlalu tinggi karena akan menguraikan Asam Oksalat menjadi CO 2 dan H2O.
KMnO4 adalah zat yang sudah berwarna, sehingga dalam penitaran tidak
membutuhkan indikator tambahan (auto indikator). Satu tetes larutan KMnO 4 0,1 N dalam ±
200 mL air akan menghasilkan warna merah jambu muda yang nyata.

PENETAPAN TOTAL ORGANIC MATTER (TOM)


Dasar
Zat organik terlarut daam air dapat dioksidasi dengan KMnO4 berlebih terukur dalam
suasana asam. Sisa KMnO4 direduksikan oleh Asam Oksalat berebih agar bereaksi dengan
KMnO4 yang ditabahkan berlebih pada suasana asam . Kelebihan asam Oksalat dititar kebai
oeh KMnO4 dengan titik akhir Merah muda.

Reaksi

CaHbOc + MnO4- CO2 + Mn2+ + H2O

2MnO4(Sisa)- + C2O42+(sisa) + 16H+ 10CO2 + 2Mn2+ + 8H20

2MnO4- + C2O42+ (sisa) + 16H+ 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O

Alat dan Bahan

Alat :

1. Labu ukur 100ml 6. Teklu


7. Kaki tiga
2. Labu semprot 8. Kasa asbes
3. Pipet volume 9. Corong
4. Erlenmayer 10. Buret
5. Gelas ukur 11. Klem dan statif
12. Piala gelas
Bahan :

1. Sampel air kran


2. H2SO4 4N
3. KMnO4 0,1N
4. (COOH)2.2H20
5. Air suling

Cara Kerja

1. Dipipet sebanyak 100ml contoh


2. Dimasukkan kedalam erlenmayer
3. Ditambahkan 10ml H2SO4 4N , 5ml KMnO4 0,1N
4. Dipanaskan ± 700 C
5. Ditabahkan 10ml Asam Oksalat 0,1N sampai jernih ( Terukur )
6. Dititar dengan KMnO4 0,1N sampai TA berwarna merah muda seulas.
7. Diakukan Blanko ( Faktor KMnO4 dimana perakuan sama dengan contoh )

Hasil pengamatan

Volume Volume
Titrat Titran Indikator Titik akhir
Titrat Titran
4,95 ml
Air Sampel
50 ml 4,95 ml
KMnO4
Air suling 4,90 ml - Merah muda seulas
0,1N
10,10 ml
(COOH)2.2H2O 10 ml
9,90 ml

Bobot Kaca arloji + sampel : 26,2303 gram

Bobot Kaca arloji kosong : 25,5983 gram

Bobot sampel : 0,6320 gram

Perhitungan

10
Faktor KMnO4 =
5−b
1000
Angka Permanganat = × {{ (10 × α ) × F KMnO4 } – c } × 0,316
ml contoh

α =ml penitar KMnO4 ( Contoh )

b = ml KMnO4 Yang ditambahkan

c = ml asam oksalat yang ditambahkan ( contoh)

10 = ml asam oksalat yang ditambahkan ( Blanko )

mg sampel
 N KMnO4 = Vp x Fp x bst asam oksalat
632
= = 0,1003 N
10 x 10 x 63
10
 Faktor KMnO4 =
5−4,90
= 100 ml
1000
 Angka permanganat = × {{ (10 × α ) × F KMnO4 } – c } × 0,316
ml contoh

1000
= × {{ (10 × 4,95 ) × 100 } – 10 } × 0,316
50

= 156,104 PPM

Pembahasan

Zat organik yang terkandung dalam airbermanfaat besar bagi mikroorganisme di


dalamnya. Namun zat-zat tersebut ada kalanya terdapat racun dan berbahaya bagi
lingkungan . terutama bila zat organik tersebut merupakan limbah yang tercear. Karena
hal itu, perlu dilakukan analisis TOM . Adanya zat organik dalam air dapat menjadi
indikator bahwa air tersebut tercemar . nilai / faktor KMnO 4 adalah total KMnO4 untuk
mengoksidasikan zat organik yang terdapat daam satu liter contoh air dengan pemanasan
selama kurang lebih 5 menit . keberadaan bahan bahan organik tersebut merupakan
indikator kuat bahwa air tersebut telah tercemar. Pencemaran oleh bahan bahan organik
menyebabkan bau yang tidak sedap serta menyebabkan korosif pada benda benda logam.
Dalam pengerjaan sampel, diambil daam volume besar ( 100ml). Hal ini
dikarenakan keberadaan pengotor / limbah terdapat pada skala kecil, sehingga untuk
mengurangi tingkat kesalahan diambil volume yang cukup besar dari sampelair yang
akan dianalisis. Penambahan asam H2SO4 dilakukan untuk mengasamkan lingkungan
(peranganatometri bekerja pada suasana asam). H2SO4 encer digunakan karena
penambahan HCl akan menambah pengotor, sementara jika digunakan H 2SO4 pekat /
HNO3 dikhawatirkan zat organik yang terkandung dalam sampel akan teroksidasi
sebelum bereaksi dengan KMnO4. Penambahan KMnO4berlebih terukur adalah untuk
memastikan bahwa zat zat organik telah teroksidasi sempurna. Untuk mempercepat reaksi
dan membantu proses oksidasi diakukan pemanasan tidak lebih dari 80 0C. Suhu diatas
800C (COOH)2. 2H2O yang turut ditambahkan berlebih terukur akan rusak .

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan , diperoleh angka permanganat dalam sampel
air kran dengan metode TOM sebesar 156,104 PPM dengan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,1003
N.

STANDARISASI H2SO4
1. TEORI
Dalam metode titrasi asidi-alkalimetri,H2SO4 adalah larutan yang termasuk Bahan Baku
Sekunder (BBS). BBS, khususnya H2SO4 mudah menarik uap air dan memiliki sifat yang tidak
stabil. Karena sifatnya yang tidak stabil maka kenormalannya tidak dapat dihitung secara teoritis,
namun dapat dilakukan dengan penitaran agar ketetapan konsentrasinya dapat diketahui secara
pasti.

Untuk mengetahui konsentrasinya maka digunakan Bahan Baku Primer (BBP). Beberapa
BBP seperti Na2CO3 dan Na2B4O7.10H2O dapat digunakan untuk menetapkan kenormalan asam.
Dalam penetapan kali ini digunakan BBP Na 2CO3. Kenormalannya telah ditetapkan maka BBP
tersebut cukup mantap sehingga dapat digunakan sebagai penitar.

2. TUJUAN
Untuk mengetahui normalitas H2SO4 dengan BBP Na2CO3 menggunakan titrasi asidimetri

3. DASAR
Soda Kering (Na2CO3) adalah garam yang bersifat basa, sehingga dapat bereaksi dengan
H2SO4. Karena H2SO4 adalah asam kuat sedangkan Na2CO3 bersifat basa lemah, maka dipakai
indikator Sindur Metil (SM) sebagai indikator yang mempunyai trayek pH 3,1 – 4,5 (titar setara
pada pH ± 3,7).

4. REAKSI

Na2CO3 + H2SO4 (ind. SM) --> Na2SO4 + H2CO3

H2CO3 --> H2O + CO2


5. ALAT DAN BAHAN

ALAT BAHAN
1. Pipet volume 10 mL 1. Na2CO3 0,1075 gr
2. Erlenmeyer 2. H2SO4 0,02N
3. Buret selbah 3. Air suling
4. Teklu 4. Indikator SM
5. Kaki tiga 5. Tisue
6. Kasa asbes
7. Labu ukur 100 mL
8. Piala gelas 400 mL
9. Piala gelas 800 mL
10. Kaca arloji
11. Pengaduk
12. Labu semprot
13. Pipet tetes
14. Bulb
15. Alat baca buret
16. Alas titar

6. CARA KERJA

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan diperlukan


2. Ditimbang Na2CO3 sebanyak 106 gram di neraca digital
3. Dilarutkan didalam labu ukur 100 mL sampai tandai tera lalu di homogenkan
4. Dipipet sebanyak 10 mL Na2CO3, lalu dimasukkan kedalam Erlenmeyer
5. Dierlenmeyer di tambahkan H2O lalu ditambahkan indikator SM sebanyak 2-3 tetes
6. Sebelum melakukan penitaran, H2SO4 yang dibutuhkan adalah 0,02N sedangkan yang
tersedia adalah H2SO4 4N, maka dilakukan pengenceran H2SO4 dengan menggunakan
V 1 . N1 = V 2 . N 2
7. Dilakukan penitaran dengan H2SO4 0,02N hingga TA sindur.
8. Dididihkan hingga suhu 60-70®C
9. Didinginkan, jika warna larutan berubah menjadi kuning maka dilakukan penitaran
kembali hingga TA sindur kembali

7. DATA PENGAMATAN

APLIKASI ANALISIS AIR | 42


TITRAT TITRAN V. TITRAT V. TITRAN INDIKATOR TA
Na2CO3 H2SO4 0,02N 10.00 mL 13,10 mL SM Sindur
12,96 mL
Data Penimbangan :
Bobot kaca arloji + sampel : 22,2609 gr
Bobot kaca arloji kosong : 22,1534 gr
Bobot Sampel (Na2CO3) : 0,1075 gr

8. PERHITUNGAN
Rumus :

Dik : mg sampel = 107,5 mg


Vp =
Fp =

Bst Na2CO3 = 53

9. PEMBAHASAN

Penetapan kenormalan H2SO4 0,02 N dengan BBP soda kering merupakan salah satu
contoh dari penetapan menggunakan metode alkali asidimetri. Penetapan dengan metode ini
merupakan reaksi penetralan atau netralisasi. Dalam penetapan ini digunakan indikator SM sebagai
petunjuk karena trayek pHnya yaitu sebesar 3,1-4,5 dengan titik ekuivalennya berada di pH sekitar
3,7. Na2CO3 merupakan garam yang bersifat basa maka dalam keadaan ini indikator SM akan
menunjukan warna kuning, setelah dititar dengan H 2SO4 larutan akan berwarna sindur.

10.KESIMPULAN

Pada penetapan ini dapat disimpulkan bahwa untuk mencari kenormalam H 2SO4 menggunakan
metode alkali asidimetri dengan BBP Na2CO3, dimana normalitas dari H2SO4 adalah 0,01557 N dengan
TA sindur.
PENETAPAN ALKALINITAS AIR
Teori :

Alkalinitas adalah kemampuan air untuk menetralisir asam. Alkalinitas juga


diartikan sebagai konsentrasi total dari unsur-unsur basa yang terkandung dalam air
dan biasa dinyatakan dalam mg/L atau setara dengan CaCO 3. Pada umumnya
alkalinitas air ditentukan berdasarkan kandungan ion bikarbonat (HCO 3-), karbonat
(CO32-), hidroksil (OH-), serta garam-garam dari asam lemah, sepertiborat, silikat, dan
posfat. Alkalinitas ditetapkan karena ia memegang peranan penting untuk proses
pengolahan limbah industri maupun limbah domestik. Dengan alkalinitas dapat
dihitung jumlah bahan kimia yang ditambahkan pada pengolahan air limbah. Selain
itu, alkalinitas juga berperan dalam penentuan kemampuan air untukmendukung
pertumbuhan ganggang dan biota-biota perairan lainnya. Penetapan alkalinitas ini
dilakukan secara netralisasi. Reaksi dasarnya adalah reaksi penetralan, karena yang
berperan sebagai titran adalah H2SO4 maka pekerjaan ini disebut asidimetri. Karena
sifatdari larutan titran yang tidak stabil maka diperlukan proses standarisasi dengan
bahan baku primer untuk penetapan normalitas asam, yaitu Na 2CO3. Karena larutan
titran bersifat asam kuat dan titratnya adalah garam basa, maka indikator yang paling
cocok digunakan SM dengan rentang pH 3,1 - 4,5.

Dasar :

Alkalinitas dalam air biasanya disebabkan oleh bikarbonat, karbonat, dan


hidroksida. Jumlah masing-masing penyebab alkalinitas itu ditentukan dengan titrasi
dengan mnggunakan larutan standar asam kuat sampai titik ekuivalen bikarbonat
atau asam bikarbonat berdasarkan perubahan warna indikator. Dengan indikator PP
ditentukan alkalinitas hidroksida dan setengah dari bikarbonat. Untuk menentukan
alkalinitas jumlah (hidroksida, karbonat, dan bikarbonat) digunakan indikator yang
perubahan warnanya berkisar pada pH 4-5.
Reaksi :

HCO3- + H+  H2CO3

H2CO3  H2O + CO2

Alat dan Bahan :

Alat:

1. Pipet volmetri 50 mL
2. Bulb
3. Erlenmeyer
4. Corong
5. Pipet tetes
6. Buret 50 mL
7. Statif dan klem
8. Piala gelas 400 & 800 ml

Bahan:

1. Sampel air
2. Air suling
3. Indikator PP
4. Larutan Na2S2O3
5. Larutan H2SO4 0,02N
6. Indikator BCG
7. Indikator SM

Cara Kerja

Penetapan

(Prosedur A)

1. Dipipet 50 ml sampel air.


2. Dimasukan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan indikator PP 2-3 tetes.
3. Ditambahkan natrium sulfit (larutanA).
4. Jika larutan berwarna merah, dititar dengan H2SO4 0,02N sampai TA merah muda
seulas.
5. Jika larutan tidak berwarna, dilanjutkan ke prosedur B.
(Prosedur B)

1. Larutan prosedur A disiapkan.


2. Ditambahkan indikator BCG 2-3 tetes.
3. Dititar dengan H2SO4 0,02N sampai TA kuning.

Data Pengamatan

*Penetapan

Volume Volume Titik Akhir


Titrat Titran Indikator
Titrat Titran (TA)
Sampel H2SO4 2,28 ml
50 ml BCG Kuning
Air 0,02N 2,30 ml

*Standarisasi

Volume Volume Titik Akhir


Titrat Titran Indikator
Titrat Titran (TA)
H2SO4 13,10 ml
Na2CO3 10 ml SM Sindur
0,02N 12,96 ml
Perhitungan

*standarisasi

Vp = 13,03 mL

Bst Na2CO3 = 53

Fp = 10x

Mg sampel = 107,5 mg

mg sampel
N=
Vp x Fp X bst sampel

107,5
=
13,03 x 53 x 10

= 0.01557 N
*penetapan

( P 2 atau P 1+ P2 ) x NH 2 SO 4 x bst CaCO 3 x 1000


Alkalinitas total =
50,00

2,29 x 0,01557 x 100 x 1000


=
50,00

= 71,31 ppm

Keterangan

P1 = Vpenitar prosedur A(H2SO4 ml)

P2 = Vpenitar prosedur B(H2SO4 ml)

N = Normalitas penitar H2SO4 0,02N

V = Volume air sampel

50 = Mr CaCO3
Pembahasan

Alkalinitas merupakan konsentrasi total dari unsur basa yang terkandung dalam
air dan biasa dinyatakan dalam mg/liter atau setara dengan kalsium karbonat
(CaCO3). Dikatakan bahwa alkalinitas dalam air tawar sangat berperan penting karena
alkalinitas tidak hanya berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan plankton, tapi
juga mempengaruhi parameter-parameter lainnya. Alkalinitas adalah kapasitas air
untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan.

Alkanitas merupakan hasil dari reaksi-reaksi dalam larutan sehingga merupakan


sebuah analisa “makro” yang menggabungkan beberapa reaksi. Alkalinitas dalam air
disebabkan oleh ion-ion karbonat, bikarbonat, hidroksida (OH -) dan juga borat, fosfat,
silikat dan sebagainya. Dalam air sifat alkalinitas sebagian besar disebabkan oleh
adanya bikarbonat dan sisanya oleh karbonat dan hidroksida (OH -)

Alkalinitas merupakan kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap pH


perairan yang terdiri atas anion-anion seperti anion bikarbonat (HCO 3-), karbonat
(CO32-) dan hidroksida (OH-).

Borat (H2BO3-), silikat (HSiO3-), fosfat (HPO42- dan H2PO4-) sulfide (HS-) dan amonia (NH3) dalam
perairan yang dapat menetralkan kation hydrogen. Namun pembentuk alkalnitas yang utama
adalah bikarbonat, karbonat dan hidroksida . Pengukuran alkalinitas dapat dilakukan dengan
metode titrasi.

PENETAPAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND ( COD )

Teori
Makhluk hidup, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari kandungan
oksigen yang terlarut di dalam air. Begitu juga dengan manusia dan makhluk hidup lainnya
yang hidup di darat, yang juga memerlukan oksigen dari udara agar tetap dapat bertahan.
Air yang mengandung oksigen tidak dapat memberikan kehidupan bagi mikroorganisme,
ikan dan hewan air lainnya. Oleh karena itu, oksigen yang terlarut dalam air sangat penting
bagi kehidupan. Maka, untuk mengukur jumlah oksigen terlarut dalam air dapat ditentukan
dengan cara COD.

COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
menguraikan seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd,1990). Sedangkan
oksigen terlarut adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam air dan diukur dalam satuan
ppm.

Tujuan

Menentukan angka COD dari suatu sampel air

Dasar

Zat organik dalam contoh dalam keadaan asam yang mendidih dapat dioksidasikan
dengan K2Cr2O7 berlebih. Kelebihan K2Cr2O7 dapat ditentukan melalui titrasi dengan
menggunakan larutan Fe (II), dengan menggunakan larutan feroin sebagai indikator.
Perubahan warna yang terjadi yaitu dari hijau biru menjadi merah coklat pada waktu titik
akhir tercapai.

Reaksi

CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+ + . . .

Cr2O72- + H+ + Fe2+ Fe3+ + Cr3+ + H2O

Alat dan Bahan

Alat :
1. Labu ukur 100 ml 9. Corong
2. Labu semprot plastik 10. Buret
3. Pipet volume 25 ml & 10 ml 11. Klem dan statif
4. Erlenmeyer 12. Piala Gelas 400 ml & 800 ml
5. Gelask ukur 25 ml 13. Alat baca buret
6. Teklu 14. Alas titar
7. Kaki tiga 15. Bulb
8. Kasa asbes 16. Batu didih

Bahan :

1. Larutan K2Cr2O7
2. Indikator Feroin
3. Larutan FAS
4. Asam Sulfat Pekat
5. Air suling
6. Sampel air
7. Korek api

Cara Kerja

Penetapan Chemical Oxygen Demand (COD) :

1. Dipipet 25 ml sampel air dan masukkan ke dalam erlenmeyer.


2. Ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 kedalam erlenmeyer.
3. Ditambahkan 5ml H2SO4 (p) (diruang asam).
4. Dimasukkan beberapa batu didih (boil stone) ke dalam erlenmeyer agar panasnya
merata, lalu dipanaskan selama kurang lebih 15 menit.
5. Didinginkan kemudian ditambahkan 5 tetes indikator Feroin.
6. Kemudian dititar dengan FAS sampai TA merah kecoklatan.

Blanko :

1. Dipipet 25 ml air suling kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer.


2. Ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 kedalam erlenmeyer.
3. Ditambahkan 5ml H2SO4 (p) (diruang asam).
4. Dimasukkan beberapa batu didih (boil stone) ke dalam erlenmeyer agar panasnya
merata, lalu dipanaskan selama kurang lebih 15 menit.
5. Didinginkan kemudian ditambahkan 5 tetes indikator Feroin.
6. Kemudian dititar dengan FAS sampai TA merah kecoklatan.

Data Pengamatan
 Data Penimbangan :
Bobot Kaca arloji + K2Cr2O7 = 14,0893 gr
Bobot Kaca arloji kosong = 13,5898 gr
Bobot K2Cr2O7 = 0,4995 gr
100
Fp = =10 x
10
(21,50+ 21,70 )
Vp = =21,60 ml
2
 Penetapan Chemical Oxygen Demand (COD) :

Titrat Titran Volume Titrat Volume Titran Indikator Titik akhir


Sampel 51,90 ml Merah
FAS 25,00 ml Feroin
Air 51,80 ml kecoklatan
 Blanko :

Titrat Titran Volume Titrat Volume Titran Indikator Titik akhir


Air Merah
FAS 25,00 ml 51,70 ml Feroin
Suling kecoklatan
 Standarisasi :

Titrat Titran Volume Titrat Volume Titran Indikator Titik Akhir


21,50 ml Merah
K2Cr2O7 FAS 0,05N 10,00 ml Ferroin
21,70 ml Bata

Perhitungan
mg sampel
N FAS =
Fp x Vp x Bst K 2Cr 2O 7

499,5
= = 0,0472 N
10 x 21,60 x 49

Ppm COD = {( Vblanko – Vsampel ) x Np x Bst O2 x 1000} / V sampel

= {( 51,70 – 51,85 ) x 0,0472 x 8 x 1000} / 25,00

= - 2,27 ppm

Pembahasan

COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik
yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kalium dikromat pada
kondisia asam dan panas dengan katalisator asam sulfat. Sehingga segala macam bahan
organik, baik yang mudah terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai akan teroksidasi.

Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya
bahan organik yang sulit terurai yang ada diperairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD,
namun BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan
organik yang ada.

Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung didalam air dan diukur
dalam satuan ppm. Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat pengotor
air baku. Semakin besar oksigen yang terlarut berarti beban pencemaran meningkat
sehingga koagulan yang bekerja untuk mengendapkan koloida harus bereaksi dahulu dengan
polutan-polutan dalam air yang menyebabkan konsumsi bertambah. Pada prinsipnya
pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium dikromat sebagai oksidator
pada sampel ( dengan volume yang terukur ) yang telah ditambahkan asam pekat, kemudian
dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium dikromat dititar dengan
FAS. Dengan demikian kalium dikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam
sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks
anorganik yang ada diperairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (Santo,1978),
sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit “overstimate” untuk
gambaran kandungan bahan organik. Karena digunakan kalium dikromat, maka penetapan
ini digunakan titrasi dikromatometri.

Pada penetapan kali ini didapatkan nilai COD negatif (-), kemungkinan kesalahan ini
dikarenakan oleh “human error” dan juga oleh kesalahan sampel dimana sampel dengan
blanko merupakan bahan yang sama. Dan karena adanya sedikit penyimpangan pada proses
titrasi yang menyebabkan volume blanko lebih sedikit dari volume pada penetapannya,
maka angka COD yang didapat pun negatif (-).

Kesimpulan

Pada penetapan kali ini sampel air dioksidasi oleh kalium dikromat yang berlebih
terukur, kemudian kelebihan kalium dikromat dititrasi oleh FAS 0,0472 N dengan rata-rata
volume sebesar 51,85 ml. Kemudian dilakukan cara yang sama pada air suling sehingga
didapatkan volume blanko sebesar 51,70 ml. Karena adanya kesalahan pada pengerjaan
penetapan ini dimana volume blanko lebih kecil daripada volume penetapan, maka
didapatkan angka COD sebesar -2,27 ppm.
Penetapan Kadar CO2 bebas dalam Air

Teori :

CO2 dalam perairan merupakan hasil dari pross respirasi dan proses penguraian
bahan organic. CO2 dalam air terdapat juga dalam bentuk karbonat yang terlarut
sebagian dan bikarbonat yang tidak begitu stabil sehingga alga dapat menggunakan
sebagian HCO3- untuk fotosintesis. Bila kandungan CO 2 tinggi, maka pH akan rendah
dan bila kandungan CO2 rendah, maka pH akan tinggi. Pengaruh yang merugikan
kandungan CO2 pada pembudidayaan ikan adalah akan terjadinya perikatan
konsentrasi CO2, selama periode oksigen terlalu rendah. Karbondioksida bersifat
asam dan larut dalam air. Dengan natrium karbonat terjadi reaksi netralisasi melalui
penitaran sehingga titik akhir berwarna merah muda seulas dengan indikator PP.

Dasar :

Karbondioksida bersifat asam dan larut dalam air.Dengan Natrium Karbonat


terjadi reaksi netralisasi melalui penitaran sehingga titik akhir (TA) berwarna merah
muda seulas dengan indikator PP.

Reaksi :

Na2CO3 + CO2  2NaHCO3

Alat dan Bahan :

Alat:

1. Pipet volumetri 50 mL
2. Bulb
3. Erlenmeyer
4. Corong
5. Pipet tetes
6. Buret 50 mL
7. Statif dan klem
8. Piala gelas 400 & 800 ml

Bahan:
1. Sampel air
2. Larutan Na2CO3 0,02N
3. Indikator PP
4. Air suling

Cara Kerja :

Penetapan

1. Dipipet 50ml sampel


2. Ditambahkan 3-5 tetes indikator PP
3. Jika laruan berwarna merah menandakan tidak ada CO 2, jika larutan tidak berwarna
dititar dengan Na2CO3 sampai merah muda seulas.

Data Pengamatan :

*Penetapan

Volume Volume Titik Akhir


Titrat Titran Indikator
Titrat Titran (TA)
50 ml 0,40 mL Merah
Sampel Na2CO3
PP muda
Air 0,02N 50 ml 0,42 mL
seulas

Perhitungan :

Vp = 0,41 mL

Np = 0.02 N

Bst CO2 = 44

Np x Vp x bst CO 2 x 1000
CO2 =
v sampel
0,02 x 0,41 x 44 x 1000
=
50,00

= 7.216 ppm

Pembahasan :

Karbondioksida merupakan parameter kualitas air yang dapat meracuni ikan bila
kandungan oksigen terlalu rendah. Konsentrasi yang tinggi dari CO 2 merupakan pengaruh
yang cukup besar terhadap kehidupan aquatic karena akan menghambat pernapasan dan
pertukaran gas, terutama bagi hewan perairan, bahkan dapat menyebakan kematian bagi
makhluk hidup di bawah air.
Dalam perairan alami, gas CO2 dihasilkan dari penguraian bahan-bahan organic oleh
bakteri. Ganggang yang menggunakan CO 2 dalam berfotosintesis juga menghasilkan CO2,
melalui proses metabolisme tanpa cahaya. Pada perairan yang mengandung oksigen terlarut
sebanyak 2 ppm, maka kadar CO 2 yang masih dapat ditoleransi oleh ikan sebanyak 12 ppm.
Apabila kandungan CO2 tinggi, maka air menjadi asam dan dapat juga bersifat korosif,
sedangkan jika kadar CO2 rendah maka, air menjadi basa dan dapat menimbulkan
perkaratan.

BAB III
PENUTUP

 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari percobaan ini yaiutu bahwa kran air SMK-
SMAK Bogor memiliki kalitas yang cukup baik.

 Saran
Adapun saran yang dapat saya sampaikan untuk praktikum ini adalah :
1. Praktikan diharapkan lebih teliti dalam membaca alat dan menetapkan hasil akhir
agar galat yang ada tidak besar .
2. Praktikan diharapkan untuk belajar seputar percobaan sebelum melakukan
percobaan ini.
3. Praktikan diharapkan agar selalu semangat dalam menghadapi kesulitan–
kesulitan yang ada saat praktikum

Daftar Pustaka

Sulistiowati, S.Si, M.Pd; Nuryati, M.Pd, Dra. Leila; Yudianingrum, R. Yudi. 2014. Analisis
Volumetri. Bogor : SMK – SMAK Bogor.
https://www.tneutron.net/blog/penentuan-kadar-alkalinitas/
http://goelanzsaw\blogspot.co.id/2013/02/analisa-bod-dalam-air.html
https://himka1polban.wordpress.com/laporan/pengolahan-limbah-industri/laporan-
biochemical-oxygen-demand-bod/
http://noerarifinyusuf.blogspot.com/2015/07/penetapan-kadar-bod-biologycal-oxygen.html
https://eka78.wordpress.com/2013/03/06/pemeriksaan-kualitas-air-biological-oxygen-
demand-sungai-kaligarang-semarang/
http://noerarifinyusuf.blogspot.com/2015/07/penetapan-kadar-do-dissolved-oxygen.html
https://tulisankimia.wordpress.com/2015/03/10/penetapan-kadar-oksigen-terlarut-
dissolved-oxygen/
http://gandaparulian.blogspot.co.id/
http://teknologikimiaindustri.blogspot.co.id/2011/02/oksigen-terlarut-ot-dissolved-oxygen-
do.html

Anda mungkin juga menyukai