Anda di halaman 1dari 16

UJIAN TENGAH SEMESTER

MANAJEMEN LINGKUNGAN

STUDI KASUS PT PETROKIMIA GRESIK

Oleh :

NUZULATUR RAHMAH

NPM : 18032010075

PARALEL : B

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SURABAYA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


PT Petrokimia Gresik merupakan produsen pupuk di Indonesia, yang pada
awal berdirinya disebut Proyek Petrokimia Surabaya (1962). Kontrak
pembangunannya ditandatangani pada tanggal 10 Agustus 1964, dan mulai
berlaku pada tanggal 8 Desember 1964. Proyek ini diresmikan oleh
Presiden Soeharto pada tanggal 10 Juli 1972, yang kemudian tanggal tersebut
ditetapkan sebagai hari jadi PT Petrokimia Gresik.
Dalam perjalannya, PT Petrokimia Gresik telah mengalami sejumlah
perubahan status, diantaranya adalah sebagai Perusahaan Umum (Perum)
berdasarkan PP No. 55/1971, lalu berubah menjadi Persero berdasarkan PP No.
35/1974 jo PP No. 14/1975, dan sekarang sebagai anggota Holding PT Pupuk
Indonesia (dahulu PT Pupuk Sriwidjaja) berdasarkan PP No. 28/1997.
PT Petrokimia Gresik menempati lahan seluas 450 hektare yang berlokasi
di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2012 ini, PT Petrokimia
Gresik dipercaya oleh pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi
menjadi 5,4 juta ton, atau meningkat 1,6 juta ton dibandingkan tahun 2011. Hal
ini menjadikan PT Petrokimia Gresik sebagai produsen pupuk yang memasok
50% kebutuhan pupuk subsidi nasional.
PT Petrokimia Gresik merupakan salah satu anak perusahaan dari Pupuk
Indonesia Holding Company. PT Petrokimia Gresik merupakan salah satu pabrik
pupuk dan produk kimia terbesar di Indonesia. PT Petrokimia Gresik
memproduksi pupuk antara lain pupuk Urea, pupuk Fosfat, pupuk ZA, pupuk
NPK, pupuk ZK (K2SO4 ), dan pupuk Petroganik. Komoditi selain pupuk yang
diproduksi oleh PT Petrokimia Gresik antara lain Amoniak, Asam Sulfat, Asam
Fosfat, Cement Retarder, serta Aluminium Florida(AlF3).
BAB II
SISTEM PRODUKSI DAN PROSES PRODUKSI

2.1 Sistem Produksi

Sistem produksi adalah suatu rangkaian dari beberapa elemen yang saling

berhubungan dan saling menunjang antara satu dengan yang lain untuk mencapai

suatu tujuan tertentu. Dengan demikian yang dimaksud dengan sistem produksi

adalah merupakan suatu gabungan dari beberapa unit atau elemen yang saling

berhubungan dan saling menunjang untuk melaksanakan proses produksi dalam

suatu perusahaan tertentu. Beberapa elemen tersebut antara lain adalah produk

perusahaan, lokasi pabrik, letak dari fasilitas produksi, lingkungan kerja dari para

karyawan serta standar produksi yang dipergunakan dalam perusahaan tersebut.

Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi nilai tambah

yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif

di pasar.

Gambar 2.1 Bagan Sistem Produksi


Sistem produksi bertujuan untuk merencanakan dan mengendalikan

produksi agar lebih efektif, produktif, dan optimal. Production Planning and

Inventory Control merupakan aktivitas perencanaan dalam sistem produksi.

Produksi sering diartikan sebagai aktivitas yang ditujukan untuk

meningkatkan nilai masukan (input) menjadi keluaran (output). Dengan demikian

maka kegiatan usaha jasa seperti dijumpai pada perusahaan angkutan, asuransi,

bank, pos, telekomunikasi, dsb menjalankan juga kegiatan produksi. Secara

skematis sistem produksi dapat digambarkan sbb:

Gambar 2.2 Skema Sistem Produksi

Ruang lingkup Sistem Produksi dalam dunia industri manufaktur apapun

akan memiliki fungsi yang sama. Fungsi atau aktifitas-aktifitas yang ditangani

oleh departemen produksi secara umum adalah sebagai berikut:

1. Mengelola pesanan (order) dari pelanggan. Para pelanggan memasukkan

pesanan-pesanan untuk berbagai produk. Pesanan-pesanan ini dimasukkan

dalam jadwal produksi utama, bila jenis produksinya made to order.

2. Meramalkan permintaan. Perusahaan biasanya berusaha memproduksi secara

lebih independent terhadap fluktuasi permintaan. Permintaan ini perlu

diramalkan agar skenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan

tersebut. Permintaan ini harus dilakukan bila tipe produksinya adalah made to

stock.
3. Mengelola persediaan. Tindakan pengelolaan persediaan berupa melakukan

transaksi persediaan, membuat kebijakan persediaan pengamatan, kebijakan

kuantitas pesanan/produksi, kebijakan frekuensi dan periode pemesanan, dan

mengukur performansi keuangan kebijakan yang dibuat.

4. Menyusun rencana agregat (penyesuaian permintaan dengan kapasitas).

Pesanan pelanggan dan atau ramalan permintaan harus dikompromikan

dengan sumber daya perusahaan (fasilitas, mesin, tenaga kerja, keuangan dan

lain-lain). Rencana agregat bertujuan untuk membuat skenario pembebanan

kerja untuk mesin dan tenaga kerja (reguler, lembur, dan subkontrak) secara

optimal untuk keseluruhan produk dan sumber daya secara terpadu (tidak per

produk).

5. Membuat Jadwal Induk Produksi (JIP). JIP adalah suatu rencana terperinci

mengenai apa dan berapa unit yang harus diproduksi pada suatu periode

tertentu untuk setiap item produksi. JIP dibuat dengan cara (salah satunya)

memecah (disagregat) ke dalam rencana produksi (apa, kapan, dan berapa)

yang akan direalisasikan. JIP ini akan diperiksa tiap periodik atau bila ada

kasus. JIP ini dapat berubah bila ada hal yang harus diakomodasikan.

6. Merencanakan Kebutuhan. JIP yang telah berisi apa dan berapa yang harus

dibuat selanjutnya harus diterjemahkan ke dalam kebutuhan komponen, sub

assembly, dan bahan penunjang untuk menyelesaikan produk. Perencanaan

kebutuhan material bertujuan untuk menentukan apa, berapa, dan kapan

komponen, sub assembly dan bahan penunjang harus dipersiapkan. Untuk

membuat perencanaan kebutuhan diperlukan informasi lain berupa struktur


produk (bill of material) dan catatan persediaan. Bila hal ini belum ada, maka

tugas departemen PPC untuk membuatnya.

7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi. Penjadwalan ini

meliputi urutan pengerjaan, waktu penyelesaian pesanan, kebutuhan waktu

penyelesaian, prioritas pengerjaan dan lain-lainnya.

8. Monitoring dan pelaporan pembebanan kerja dibanding kapasitas produksi.

Kemajuan tahap demi tahap simonitor untuk dianalisis. Apakah pelaksanaan

sesuai dengan rencangan yang dibuat.

9. Evaluasi skenario pembebanan dan kapasitas. Bila realisasi tidak sesuai

rencana agregat, JIP, dan Penjadwalan maka dapat diubah/disesuaikan

kebutuhan. Untuk jangka panjang, evaluasi ini dapat digunakan untuk

mengubah (menambah) kapasitas produksi.

2.2 Proses Produksi

Aktivitas yang dilakukan di PT. Petrokimia Gresik diantaranya adalah

proses produksi yang dilakukan setiap hari yaitu pembuatan pupuk dan bahan-

bahan kimia penunjang pertanian. Pada pabrik II yang dikhususkan untuk

memproduksi pupuk NPK Phonska.


Gambar 3.7 Alur Proses Produksi Pupuk NPK Phonska

Gambar 3.8 Diagram Alir Proses Produksi NPK

Tahapan proses produksi NPK Phonska meliputi beberapa tahap, yaitu:

Adapun penjelasan dari urutan proses produksi pupuk NPK Phonska pada

pabrik 2 B PT. Petrokimia Gresik adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku berupa Urea, ZA, KCl, DAP, Clay, dan Micronutrient (untuk

NPK Kebomas) ditransport dari gudang penyimpanan menuju masing-masing

hopper. Masing-masing bahan baku diumpankan dari hopper ke dalam

granulator dengan rate tertentu yang sudah ditentukan dengan cara ditimbang

sesuai formula yang direncanakan.

2. Proses Granulasi

Pada granulator terdapat 2 proses yang terjadi, yaitu proses granulasi dan

proses aglomerasi. Proses granulasi merupakan proses pembentukkan inti

granul. Pada proses granulasi diperlukan material padat sebagai inti granul dan

material-material basah atau dibasahkan yang menempel pada inti granul tadi.

Sedangkan aglomerasi adalah proses menempelnya partikel-partikel yang

halus membentuk butiran yang lebih besar. Proses aglomerasi ini terjadi

berulang-ulang sehingga material yang menempel membentuk butiran sesuai

dengan ukuran yang dikehendaki. Partikel-partikel bahan baku yang

diumpankan dari hopper diangkut diangkut dengan bucket elevator menuju ke

dalam granulator agar menyatu membentuk granul. Untuk mempermudah

proses aglomerasi antar partikel dapat ditambahkan steam atau clay ke dalam

granulator. Proses yang terjadi di dalam granulator menghasilkan debu yang


kemudian dihisap menggunakan blower dan ditransportasikan menuju

scrubber untuk diproses lebih lanjut.

3. Proses Pengeringan (Drying)

Granul yang terbentuk pada alat granulator memiliki kandungan air yang

cukup tinggi sehingga diperlukan proses pengeringan. Produk granul basah

kemudian dimasukkan ke dalam rotary drum dryer untuk mengurangi kadar

air. Udara pengering menggunakan udara panas yang dihasilkan oleh furnace.

Furnace ini menggunakan bahan bakar gas alam atau solar. Udara pengering

yang dihasilkan dimasukkan secara searah (co-current) dengan umpan granul

agar mencegah terjadinya melting pada pupuk. Suhu masuk udara kering yaitu

sekitar 160 oC. Hasil dari proses pengeringan ini berupa granul kering dengan

kadar air maksimal 1,5%. Temperatur outlet dryer dijaga di atas 55 oC untuk

mendapatkan hasil yang optimum. Pengaturan temperatur ini harus dijaga

dengan hati-hati agar temperatur udara pemanas inlet dryer tidak terlalu panas.

Temperatur yang terlalu panas akan mengakibatkan urea mencair (melting

point urea = 132,7 oC). Produk dari dryer selanjutnya diumpankan ke cooler.

Udara kering yang banyak mengandung debu dihisap oleh blower untuk

ditransportasikan ke dalam scrubber.

4. Proses Pendinginan (Cooling)

Granul kering yang keluar dari dryer dialirkan menuju cooler menggunakan

product dryer conveyor. Proses pendinginan dilakukan menggunakan udara

yang dialirkan secara countercurrent menuju cooler melalui cooler fan. Suhu

keluaran dari cooler sekitar 40 °C. Sedangkan kecepatan putaran cooler


sekitar 10 rpm. Debu yang terbawa di dalam udara pendingin dari dedusting

system akan dipisahkan dan dikembalikan ke raw material conveyor.

5. Proses Pengayakan (Screening)

Ukuran butiran yang dipasarkan yaitu 2-4 mm. Oleh karena itu granul kering

keluaran cooler dilewatkan ke dalam screen ukuran 4 mesh. Produk oversize

akan dipisahkan dan dikirim ke crusher untuk dikecilkan, kemudian hasilnya

akan masuk ke granulator. Sedangkan produk undersize akan dilewatkan ke

screen ukuran 10 mesh untuk dipisahkan menjadi produk onsize dan

undersize. Produk onsize akan dikirim ke coater, sedangkan produk undersize

akan di-recycle dan dikembalikan ke dalam granulator.

6. Proses Pelapisan (Coating)

Di dalam coater, produk dilapisi anti caking agent dengan bahan pelapis

berupa coating oil dan coating powder. Pelapisan dengan coating agent ini

dimaksudkan untuk mencegah kontak udara basah dengan pupuk yang bersifat

higroskopis. Dengan adanya lapisan coating agent di permukaan granul, maka

uap air yang ada di udara tidak terserap oleh NPK sehingga NPK tetap kering

untuk sementara waktu bila di udara terbuka.

7. Pengantongan (Bagging)

NPK granul yang sudah dilapisi coating agent dibawa bucket elevator ke

mesin pengantongan untuk dikantongi. Setelah dikantongi, pupuk ditata di

atas palet dan siap diserahkan ke gudang distribusi.

8. Sistem Dedusting dan Scrubbing

Udara dan debu dari granulator, dryer, dan cooler yang terhisap ke scrubbing

unit di-spray dengan air/slurry di scrubber tower menggunakan scrubber


pump. Air dari scrubber tower masuk ke bak scrubber pit dan diaduk

menggunakan scrubber pit agitator, sebagian air slurry di bak dipompa

menggunakan granulator pump untuk proses granulasi di granulator.

2.3 Layout Produksi

Layout bagian produksi pupuk NPK Phonska mempengaruhi arus gerak

material untuk menjadi produk pupuk. Layout produksi MSG menggunakan pola

aliran “S”.

Gambar 3.11 Layout Produksi


Sumber: PT. Petrokimia Gresik 2019

PT. Petrokimia Gresik memiliki layout aliran proses produksi berbentuk zig-

zag ”S-Shape”, tujuannya adalah untuk memanfaatkan lahan yang ada namun

mampu menerapkan proses aliran yang panjang. Aliran proses produksi ini sangat

menguntungkan dan cocok digunakan pada perusahaan ini. Dengan proses ini

juga mempermudah dalam pengawasan serta controlling. Aliran proses produksi

ini juga memiliki kelemahan yaitu ketika terjadi masalah di salah satu proses,

maka akan mempengaruhi proses berikutnya dan akan menghambat proses yang

sedang berlangsung.
2.4 Produk yang Dihasilkan

 Pupuk NPK Phonska

Proses produksi NPK reaksi (Phonska) terbagi menjadi 2 jenis yaitu tahapan

proses berupa reaksi menggunakan bahan baku cairan (liquid based), dan tahapan

dengan bahan baku padatan (solid based). Pada pabrik II B, pabrik yang

menggunakan proses NPK reaksi yaitu pabrik Phonska IV. Pabrik ini memiliki

kapasitas produksi sebesar 600.000 ton/tahun.

 Pupuk Kalium Sulfat/ZK

Pabrik ini menggunakan proses MANNHEIM yaitu mereaksikan potassium

chloride dengan asam sulfat 98 % di reaktor furnace (mannheim furnace)

dirancang oleh EASTERN TECH. Setelah adanya penambahan unit ZK II pada

tahun 2016, kapasitas desain ZK pada saat ini sebesar 20.000 ton/tahun, namun

melihat kondisi lapangan yang ada, pabrik ZK ini tidak berproduksi dengan

kapasitas maksimal sehingga hanya sebesar 16.000 ton/tahun. Produk samping

yang dihasilkan yaitu asam klorida (HCl), pada unit ini kapasitasnya sebesar

24.000 ton/tahun. Tahapan proses produksi pupuk ZK terdiri atas beberapa tahap,

yaitu tahap reaksi, tahap pendinginan dan netralisasi, tahap pengemasan dan tahap

penyerapan gas.
BAB III

PENGOLAHAN LIMBAH

3.1 Pengolahan Limbah

PT. Petrokimia Gresik adalah salah satu perusahaan terbesar dan terlengkap

di Indonesia, yang tentu saja perusahaan tersebut juga menghasilkan limbah.

Untuk meminimalkan hal tersebut agar tidak terjadi pencemaran ke lingkungan

sekitar, maka PT. Petrokimia Gresik mendirikan departemen khusus yang

menangani hal ini serta tempat pengolahan limbah yang jelas penanganannya.

Limbah utama yang dihasilkan oleh PT. Petrokimia Gresik adalah limbah

cair, debu, padat, dan gas. Untuk Pabrik I ini menghasilkan limbah berupa limbah

cair yang bersifat asam beserta gas sisa ammoniak. Sedangkan pabrik II

menghasilkan limbah berupa zat cair yang bersifat basa dan debu. Untuk pabrik

III limbah yang dihasilkan berupa limbah cair yang bersifat asam dan debu.

3.1.1 Jenis Limbah

Jenis limbah yang dihasilkan PT. Petrokimia Gresik diklasifikasikan sebagai

berikut:

Gambar 3.1 Klasifikasi Jenis Limbah di PT. Petrokimia Gresik

Penjelasan gambar 3.1 mengenai jenis-jenis limbah di PT. Petrokimia


Gresik dapat dilihat pada tabel berikut Kategori pengelolaan limbah ditunjukkan

pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Kategori pengelolaan limbah di PT. Petrokimia Gresik

Limbah Komponen Utama Pengelolaan


 Amonium  Pengelolaan secara biologis
 Urea
Limbah Cair  Fluor  Pengelolaan secara fisis
 Fosfat kimiawi
 Partikel padat
 NH3  Sistem scrubber/ absorber
 SO2
Emisi Gas  Fluor
 Debu  Bag filter, cyclone, scrubber,
electrostatic precipitator (EP)
 Non-B3 (kapur dan  Dumping atau
gypsum)  Dimanfaatkan
Limbah Padatan  B3 (katalis bekas)  Dikirim ke PT. PPLI
Cileungsi, Bogor, atau
 Dijual untuk
dimanfaatkan
Sumber : PT. Petrokimia Gresik, 2019

3.1.2 Limbah Cair

Limbah cair yang dihasilkan pada pabrik II berupa limbah cair yang dibuang

ke lingkungan dan dapat menurunkan kualitas lingkungan. Penyebab limbah cair

antara lain:

a. Kebocoran pada sistem perpipaan.

Kebocoran jaringan pipa dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar

bagi pihak pengguna sistem perpipaan.

b. Kebocoran pada tangki atau vessel.


Tangki yang dites diisi angin sampai tekanan pada manometer menunjukkan

angka 0.2 bar. Setelah mencapai tekanan tersebut tekanan dihentikandan jika

manometer angkanya turun maka teridentifikasi terjadi kebocoran.

c. Kebocoran cairan sealing/ packing gland pompa.

Fungsi dari packing adalah untuk mengontrol kebocoran, bukan untuk

mencegah seluruh kebocoran, karena packing harus selalu terlumasi dan

kebocoran yang dianjurkan untuk menjaga adanya pelumasan adalah sekitar

40 sampai 60 tetes per menit.

Untuk menanggulangi limbah cair di atas dapat dilakukan dengan cara

mengalokasikan bocoran, yaitu membendungnya memakai kapur dan

menginjeksikan NaOH/ kapur untuk menetralkan pH. Kemudian mengarahkan

drain line yang bocor ke bak penampungan akumulator atau langsung dialirkan

menuju equalizer untuk diproses lebih lanjut. Di Petrokimia Gresik sendiri air

limbah yang dialirkan ke laut memiliki pH di atas 5.

Sistem injeksi kapur di aqualizer pabrik II dan pabrik III diperuntukkan

sebagai proses pembuatan lime kapur. Selanjutnya lime kapur tersebut

diinjeksikan ke dalam tangki penampungan buangan cairan yang menuju ke

kolam aqualizer sebelum buangan cairan tersebut dibuang ke laut.

3.1.3 Limbah Padat

Limbah padat yang dihasilkan diproses pada pabrik II adalah berupa debu.

Hal ini sangat mengganggu pernafasan para pekerja sehingga untuk menjaga

kesehatan, mereka diwajibkan memakai masker waktu bekerja. Penyebab limbah

padat pada pabrik II adalah:


 Kebuntuan pada sistem scrubbing.

Scrubber merupakan suatu variasi alat yang digunakan untuk memisahkan

partikel-partikel solid dari udara atau gas dengan yang dibantu oleh suatu

cairan.

 Kebocoran pada vessel.

Vessel yang berfungsi sebagai tangki dekomposisi seluruh bahan pembuatan

produk

 Kebocoran pada peralatan proses.

Peralatan-peralatan penunjang proses produksi, seperti dryer, crusher dan lain

sebagainya.

 Kebocoran pada belt conveyer.

Peralatan yang cukup sederhana yang digunakan untuk mengangkut unti atau

curah dengan kapasitas besar. Alat tersebut terdiri dari sabuk yang tahan

terhadap pengangkutan benda padat. Untuk menanggulangi hal ini adalah

dengan cara efisiensi scrubbing serta mencegah terjadinya kebocoran pada

peralatan proses tersebut.

3.1.4 Limbah Gas

Limbah gas adalah limbah dalam wujud gas yang dihasilkan oleh segala

kegiatan produksi. Alat-alat yang menghasilkan emisi gas adalah scrubber dan

furnace, akan tetapi emisi gas yang dihasilkan ini masih dalam keadaan yang

wajar. Adapun penyebab yang lain adalah kebocoran aliran pipa gas. Menurut

ketentuan pemerintah yang berlaku adalah total partikel yang diperbolehkan

maksimum 200 mg/Nm3


3.1.5 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Dalam menangani limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dengan cara

sebagai berikut:

1. Alur Identifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Adapun alur identifikasi limbah B3 ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 3.10 Alur Identifikasi Limbah B3

2. Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Pengelolaan limbah B3 dari PT. Petrokimia Gresik ditunjukkan pada tabel

berikut :

Tabel 3.2 Pengolahan Limbah B3

Jenis Pengelolaan

1. Dari sumber spesifik


 Re-ekspor (via YPG)
 Katalis (punya nilai jual)  PPLI
 Katalis (tidak punya nilai jual)

2. Dari sumber tidak spesifik


 PPLI
 Minyak trafo PCB  Pengumpul MPB (via
 Minyak pelumas bekas YPG)
 Accu bekas  IMLI (via YPG)
 Limbah lab B3  PPLI
 Majun/ serbuk gergaji yang  Dibakar
terkontaminasi  Dikelola penghasil
 Bekas kemasan, sisa contoh

Anda mungkin juga menyukai