Anda di halaman 1dari 25

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini akan membahas tentang teori-teori yang berhubungan dengan perencanaan
produksi dan hal-hal yang terkait dengan perencanaan produksi.

2.1 Perencanaan Produksi

Perencaaan produksi adalah pernyataan rencana produksi ke dalam bentuk


agregat. Perencanaan produksi ini merupakan alat komunikasi antara
manajemen teras (top management) dan manufaktur. Di samping itu juga,
perencanaan produksi merupakan pegangan untuk merancang jadwal induk
produksi (ocw.usu.ac.id /course /.../tdi_437_handout_perencanaan_produksi1-
1.pdf)

Beberapa fungsi lain perencanan produksi adalah (ocw.usu.ac.id/course/.../tdi_


437_ handout_ perencanaan_ produksi1-1.pdf) :
1. Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten
terhadapa rencana strategis perusahaan
2. Sebagai alat ukur performansi proses perencanaan produksi
3. Menjamin kemampuan produksi konsisten terhadap rencana produksi
4. Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan
membuat penyesuaian.
5. Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target produksi dan
rencana startegis
6. Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan Jadwal induk Produksi.

Perencanaan dan pengendalian produksi merupakan salah satu fungsi yang


terpenting dalam usaha mencapai tujuan perusahaan. Perencanaan dan
pengendalian produksi yaitu merencanakan kegiatan-kegiatan produksi, agar apa
yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan baik. Perencanaan produksi
adalah aktivitas untuk menetapkan produk yang diproduksi, jumlah yang
dibutuhkan, kapan produk tersebut harus selesai dan sumber-sumber yang
dibutuhkan. Pengendalian produksi adalah aktivitas yang menetapkan kemampuan
sumber-sumber yang digunakan dalam memenuhi rencana, kemampuan produksi
berjalan sesuai rencana, melakukan perbaikan rencana. Tujuan utamanya adalah
memaksimumkan pelayanan bagi konsumen, meminimumkan investasi pada
persediaan, perencanaan kapasitas, pengesahan produksi dan pengesahan
pengendalian produksi, persediaan dan kapasitas, penyimpanan dan pergerakan
material, peralatan, routing dan proses planning, dan sebagainya (Nurmala, 2010).

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan berdasarkan sifat manufaktur dalam


perencanaan produksi adalah (Naibaho, 2009) :
1. Perusahaan Manufaktur Terus-menerus (Continuous Manufacturing)
Perencanaan produksi pada perusahaan yang bersifat terus-menerus untuk
memenuhi stock pasar atau permintaan pasar sehingga barang yang
dihasilkan harus dalam jumlah yang besar (mass production). Hal ini
karena kegiatan produksi tidak dilakukan berdasarkan pesanan, akan tetapi
untuk memenuhi pasar dan jumlah yang besar serta berulang-ulang dan
telah mempunyai blueprint selama jangka waktu tertentu. Biasanya
dilakukan peramalan penjualan, dan apabila stock barang hasil produksi
yang terdapat di pasaran masih diperlukan konsumen, perusahaan akan
memproduksi barang tersebut.
2. Perusahaan Manufaktur Terputus-putus (intermitten process)
Perencanaan produksi dalam perusahaan dengan proses produksi terputus-
putus dilakukan berdasarkan jumlah pesanan (make to order) yang
diterima. Sehubungan dengan hal tersebut, jumlah produksi biasanya
relatif kecil, sehingga perencanan produksi yang dibuat semata-mata tidak
berdasarkan ramalan penjualan, tetapi berdasarkan pesanan yang masuk.

5
2.1.1 Tujuan Perencanaan Produksi

Tujuan perencanan produksi adalah (ocw.usu.ac.id/course/…/tdi_ 437_ handout_


perencanaan_ produksi1-1.pdf) :
1. Sebagai langkah awal untuk menentukan aktivitas produksi yaitu
sebagai referensi perencanaan lebih rinci dari rencana agregat menjadi
item dalam jadwal induk produksi.
2. Sebagai masukan rencana sumber daya sehingga perencanaan sumber
daya dapat dikembangkan untuk mendukung perencanaan produksi.
3. Meredam (stabilisasi) produksi dan tenaga kerja terhadap fluktuasi
permintaan.

Tujuan perencanaan produksi adalah menyusun suatu rencana produksi untuk


memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber-
sumber atau alternatif-alternatif yang tersisa dengan biaya yang paling minimum
dari keseluruhan produk (Baroto, 2002).

Prawirasentono membagi tiga perencanaan dalam produksi berdasarkan horizon


waktu yaitu (Naibaho, 2009) :
1. Perencanaan jangka panjang (lebih dari 18 bulan). Tanggung jawab ini
merupakan tanggung jawab eksekutif puncak, misalnya menambah
fasilitas dan menambah peralatan yang memiliki umur panjang.
2. Perencanaan jangka menengah (3 hingga 18 bulan), disebut juga
perencanaan agregat yang dilakukan oleh manajer operasi dengan
perencanaan tugas seperti perencanaan penjualan, sub kontrak, menambah
peralatan, menambah shift, menambah karyawan, dan membuat atau
menggunakan persediaan.
3. Rencana jangka pendek (hingga 3 bulan). Perencanaan dilakukan oleh
manajer operasi, para penyelia dan mandor. Penjadwalan tugas,
penjadwalan karyawan dan pengalokasian mesin merupakan tanggung
jawab mereka.

6
Unsur-unsur perencanaan produksi terdiri dari dugaan/perkiraan, perhitungan
untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Syarat
mutlak suatu perencanaan harus mempunyai tujuan yang jelas dan mudah
dimengerti. Perencanaan harus terukur dan mempunyai standar tertentu (Baroto,
2002).

Pengendalian produksi memiliki fungsi dalam perencanaan, peramalan,


penjadwalan, dan pengendalian persediaan. Menurut Kusuma , pada sistem
manufaktur yang kontiniu, masalah pengendalian produksi terletak pada
(Naibaho, 2009) :
1. Ketersediaan bahan baku pada saat yang tepat dengan jumlah dan jenis
yang tepat
2. Menghindarkan terjadinya bottle-neck pada lintas produksi, serta
3. Pemindahan dan distribusi produk jadi dari lintas produksi ke titik
penyimpanan atau penjualan.

Dalam sistem job-order (tidak kontiniu), diperlukan proses yang berbeda pada
setiap pesanan. Perhentian satu atau beberapa titik dalam lintas produksi tidak
akan menghentikan keseluruhan lintas, karena setiap produk dibuat dengan
prosesnya sendiri maka produk jadi biasanya langsung dikirim ke konsumen..
Fungsi yang ditangani perencanaan dan pengendalian adalah (Baroto, 2002) :
1. Mengelola pesanan dari pelanggan (order).
2. Meramalkan permintaan, untuk mengatasi fluktuasi permintaan.
3. Mengelola persediaan.
4. Menyusun rencana agregat (penyesuaian permintaan dengan kapasitas).
5. Membuat Jadwal Induk Produksi (JIP). JIP adalah rencana terperinci
mengenai apa dan berapa unit yang harus diproduksi pada satu periode
tertentu untuk setiap item produksi.
6. Merencanakan kebutuhan. JIP yang telah berisi apa dan berapa yang harus
dibuat selanjutnya diterjemahkan ke dalam kebutuhan komponen, sub
assembly, dan bahan penunjang untuk penyelesaian produk.
7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi.

7
2.1.2 Karakteristik Perencanaan Produksi

Agar manajemen teras dapat memfokuskan seluruh tingkat produksi tanpa


harus rinci, maka perencanaan produksi dinyatakan dalam kelompok produk
atau famili (agregat). Satuan unit yang dipakai dalam perencanaan produksi
bervariasi dari satu pabrik ke pabrik lain. Hal ini bergantung dari jenis produk
seperti : ton, liter, kubik, jam mesin atau jam orang.Jika satuan menit sudah
ditetapkan maka faktor konversi harus ditetapkan sebagai alat komunikasi
dengan deperatemen lainnya seperti departemen pemasaran dan akuntansi.
Satuan unit di atas harus dikonversikan dalam bentuk satuan rupiah.
Disamping menjaga faktor konversi diperlukan untuk menterjemahkan
perencanaan produksi ke jadwal produksi induk produksi. Perencanaan produksi
mempunyai waktu perencanaan yang cukup panjang, biasanya 5 tahun.
Rencana ini digunakan untuk perencanaan sumber daya seperti ekspansi,
pembelian mesin. Proses peramalan telah memberikan informasi mengenai
besarnya permintaan akan produk yang direncanakan. Langkah selanjutnya
adalah membuat rencana produksinya itu sendiri. Dalam hal ini tidak semua
permintaan dari hasil peramalan mungkin bisa diproduksi karena kapasitas
produksi yang dimiliki tidak mencukupi. Pada dasarnya perencanaan produksi
adalah upaya menjabarkan hasil peramalan menjadi rencana produksi yang
layak dilakukan dalam bentuk jadwal rencana produksi
(ocw.usu.ac.id/course/…/tdi_ 437_ handout_ perencanaan_ produksi1-1.pdf).

2.2 Peramalan

Peramalan merupakan bagian awal dari suatu proses pengambilan suatu


keputusan. Sebelum melakukan peramalan harus diketahui terlebih dahulu
apa sebenarnya persoalan dalam pengambilan keputusan itu. Peramalan adalah
pemikiran terhadap suatu besaran, misalnya permintaan terhadap satu atau
beberapa produk pada periode yang akan datang. Pada hakekatnya peramalan
hanya merupakan suatu perkiraan tetapi dengan menggunakan teknik-teknik

8
tertentu, maka peramalan menjadi lebih sekedar perkiraan. Peramalan dapat
dikatakan perkiraan yang ilmiah (educated guess) (Sofyan, 1984). Setiap
pengambilan keputusan yang menyangkut keadaan di masa yang akan datang,
maka pasti ada peramalan yang melandasi pengambilan keputusan tersebut
(ocw.usu.ac.id/course/download/.../tdi_437_handout_peramalan1.pdf).

Peramalan adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan
(Heizer dan Render, 2004).

Peramalan produksi penting dan perlu karena beberapa hal, sebagai berikut
(Naibaho, 2009) :
1. Ada ketidakpastian aktivitas produksi di masa yang akan datang.
2. Kemampuan & sumber daya perusahaan yang terbatas.
3. Untuk dapat melayani konsumen lebih baik, melalui tersedianya hasil
produksi yang baik.

Karakteristik peramalan permintaan adalah sebagai berikut (Baroto, 2002) :


1. Faktor penyebab yang berlaku di masa lalu diasumsikan akan berfungsi
juga di masa yang akan datang.
2. Peramalan tidak pernah sempurna, permintaan aktual selalu berbeda
dengan permintaan yang diramalkan.
3. Tingkat ketepatan ramalan akan berkurang dalam rentang waktu yang
semakin panjang. Implikasinya, peramalan untuk rentang yang pendek
akan lebih akurat ketimbang peramalan untuk rentang waktu yang
panjang.

9
2.2.1 Tujuan Peramalan

Tujuan peramalan dilihat dengan waktu (ocw.usu.ac.id /course/download/.../tdi_


437_handout_peramalan1.pdf) :
a. Jangka pendek (Short Term)
Menentukan kuantitas dan waktu dari item dijadikan produksi.
Biasanya bersifat harian ataupun mingguan dan ditentukan oleh Low
Management.
b. Jangka Menengah (Medium Term)
Menentukan kuantitas dan waktu dari kapasitas produksi. Biasanya
bersifat bulanan ataupun kuartal dan ditentukan oleh Middle Management.
c. Jangka Panjang (Long Term)
Merencanakan kuantitas dan waktu dari fasilitas produksi. Biasanya 5
tahun, 10 tahun, ataupun 20 tahun dan ditentukan oleh Top Management.

Tujuan peramalan dalam manajemen operasional adalah untuk mengurangi


ketidakpastian produksi, agar langkah proaktif/antisipatif dapat dilakukan, dan
untuk keperluan penjadwalan produksi. Peramalan dapat dipengaruhi oleh
lingkungan eksternal dan lingkungan internal perusahaan. Lingkungan eksternal
dapat berupa pendapatan konsumen, promosi pesaing, harga pesaing, ketersedian
produk, efektifitas kompetitif, efesiensi saluran yang digunakan, karakteristik
pelanggan, dan lain sebagainya. Sedangkan lingkungan internal adalah kebijakan-
kebijakan yang dilakukan dalam perusahaan, berupa kebijakan promosi, biaya dan
saluran perusahaan. Beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk memastikan
bahwa peramalan permintaan yang dilakukan dapat mencapai taraf ketepatan yang
optimal adalah sebagai berikut (Baroto, 2002) :
1. Penentuan tujuan. Tujuan peramalan tergantung pada kebutuhan informasi
para manajer. Analisis peramalan membicarakan dengan cara “decision
maker‟ untuk mengetahui apa kebutuhan mereka dan selanjutnya
menentukan :
a. Variabel apa yang diramalkan,
b. Siapa yang menggunakan hasil peramalan,

10
c. Untuk tujuan apa hasil peramalan digunakan,
d. Peramalan jangka panjang atau jangka pendek yang diperlukan,
e. Derajat ketepatan peramalan yang diinginkan,
f. Kapan peramalan diperlukan,
g. Bagian-bagian peramalan yang diinginkan, seperti peramalan untuk
kelompok pembeli, kelompok produk, atau daerah geografis.
2. Pengembangan model. Model mempermudah pengolahan dan penyajian
data untuk dianalisis, bila dimasukkan data input akan menghasilkan
output berupa ramalan di masa yang akan datang. Validitas dan reliabilitas
ramalan sangat ditentukan oleh model yang digunakan.
3. Pengujian Model. Pengujian model bertujuan untuk melihat tingkat
akurasi, validitasi, dan reliabiltas yang diharapkan. Bila model telah
memenuhi tingkat akurasi, validitas, dan reliabilitas yang telah ditetapkan
(langkah 1), maka model ini dapat diterima. Perlu dipahami model yang
dipilih belum tentu merupakan model yang terbaik.
4. Penerapan model. Penerapan model dengan cara memasukkan data historis
(data masa lalu) untuk menghasikan suatu ramalan.
5. Revisi dan evaluasi. Hasil ramalan yang telah dibuat harus senantiasa
ditinjau ulang untuk diperbaiki. Perbaikan perlu bila terdapat perubahan

Prosedur peramalan permintaan sebagai berikut (Baroto, 2002) :


1. Menentukan pola data permintaan. Hal tersebut, dilakukan dengan cara
memplotkan data secara grafis dan menyimpulkan apakah data itu berpola
trend, musiman, siklikal, atau eratik/random.
2. Mencoba beberapa metode deret waktu yang sesuai dengan pola
permintaan tersebut untuk melakukan peramalan. Metode yang dicoba
semakin banyak semakin baik. Pada setiap metode, sebaiknya dilakukan
pula peramalan dengan parameter yang berbeda.
3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah dicoba.
Tingkat kesalahan diukur dengan kriteria Mean Absolute Deviation
(MAD), Mean Squared Error (MSE), Mean Absolute Percentage Error
(MAPE), atau lainnya. Sebaiknya tingkat kesalahan (apakah MAD, MSE,

11
atau MAPE) ini ditentukan dulu. Tidak ada ketentuan mengenai berapa
tingkat kesalahan maksimal dalam peramalan.
4. Memilih metode peramalan terbaik diantara metode yang dicoba. Metode
terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan terkecil
dibanding metode lainnya dan tingkat kesalahan tersebut di bawah batas
tingkat kesalahan yang telah ditetapkan.
5. Melakukan peramalan permintaan dengan metode terbaik yang telah
dipilih.

2.2.2 Karakteristik Peramalan Yang Baik

Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain
akurasi, biaya,dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria-kriteria tersebut adalah
sebagai berikut (ocw.usu.ac.id /course /download /.../tdi_ 437_ handout_
peramalan1.pdf) :
1. Akurasi
Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan hasil kebiasaan
kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias
bila peramalan tersebut bila terlalu tinggi atau rendah dibandingkan
dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan
konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif kecil. Peramalan
yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekuranga persediaan,
sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi segera akibatnya
perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan
keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga banyak
modal yang terserap sia-sia. Keakuratan dari hasil peramalan ini
berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal.
2. Biaya
Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah
tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode

12
peramalan, dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu
biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banayak data yang
dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya (manual atau
komputerisasi), bagaimana penyimpanan datanya dan siapa tenaga ahli
yang diperbantukan. Pemilihan metode peramalan harus disesuaikan
dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat,
misalnya item-item yang penting akan diramalkan dengan metode
yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan adopsi dari hukum
Pareto ( Analisa ABC ).
3. Kemudahan
Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan
mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan.
Adalah percuma memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat
diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana,
sumber daya manusia, maupun peralatan teknologi.

Pendekatan dalam peramalan dapat dilakukan dengan dua analisis, yaitu


(Naibaho, 2009):
1. Peramalan Kuantitatif
Menggunakan model matematik yang beragam dengan data masa lalu dan
variabel sebab akibat untuk meramalkan permintaan. Metode kuantitatif
terdiri dari : Metode Time series („free Hands‟/grafis, moving average,
weight moving average, exponential smoothing, regresi linier sederhana,
interpolasi Gregory-Newton, winter, ARIMA), dan Metode „Nontime
Series‟ (Structural Models‟)
Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi berikut :
a. Tersedia informasi masa lalu.
b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus
berlanjut di masa yang akan datang.

13
2. Peramalan Kualitatif
Peramalan yang menggabungkan suatu intuisi, emosi, pengalaman pribadi,
dan sistem nilai pengambil keputusan untuk meramal. Biasanya metode ini
digunakan bila tidak ada atau sedikit data masa lalu yang tersedia. Metode
kualitatif yang banyak dikenal adalah metode Delpi dan metode nominal
(nominal group technique).

2.2.3 Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan salah


satu model peramalan yang menggunakan data masa lalu untuk diproyeksikan ke
masa depan. Penerapan suatu model ARIMA membutuhkan dua kegiatan utama,
yaitu analisis terhadap deret masa lalu dan berdasarkan hasilnya dilakukan dan
pemilihan model atau teknik peramalan masa datang. Model ARIMA yang tepat,
dapat diperoleh dengan melakukan identifikasi terhadap stasioneritas dan non
stasioneritas deret data. Pembedaan (differencing) dilakukan apabila deret data
tidak menunjukkan stasioneritas.

Tahapan pendekatan metode ARIMA yaitu :


1. Pengidentifikasian model, kombinasi (p, d, q) harus diidentifikasi secara
teliti sampai diperoleh kesesuaian yang memadai terhadap deret berkala.
Hal ini dilakukan dengan menyesuaikan autokorelasi teoritis untuk
berbagai model autoregressive dan moving average (p, d, q).
2. Pendugaan parameter model untuk kombinasi yang diidentifikasi dalam
tahap pertama, metode kuadrat terkecil digunakan untuk menyesuaikan
model sementara yang dicoba terhadap deret berkala yang mendasari.
Dengan demikian diperoleh koefisien untuk autoregressive dan rata-rata
bergerak.
3. Pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa
kecukupan penyesuaian model yang diduga dengan menganalisa nilai-nilai
sisa yang dihasilkan. Apabila nilai-nilai tersebut memperlihatkan keadaan

14
acak sepanjang waktu, maka model yang disesuaikan dianggap
memberikan yang memadai terhadap deret berkala yang mendasarinya.
Jika pada tahap penyesuaian dianggap kurang memadai, maka kembali ke
tahap pertama dengan mencoba suatu model baru.
4. Prakiraan dengan model terpilih. Model prakiraan yang diterima
digunakan untuk menghasilkan prakiraan nilai mendatang.

2.2.4 Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average)

Metode ini menggunakan pendekatan dimana ramalan merupakan perhitungan


kumulatif dari seluruh nilai data masa lalu yang dimiliki. Istilah rata-rata bergerak
digunakan karena karena setiap diperoleh observasi (data aktual) baru maka rata-
rata yang baru dapat dihitung dengan meninggalkan data periode yang terlama dan
memasukkan data periode yang terbaru/terakhir (Herjanto, 1999). Rata-rata yang
baru ini kemudian dipakai sebagai peramalan untuk periode yang akan datang,
dan seterusnya.

2.2.5 Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing)

Makridakis et al., (1995) menerangkan bahwa metode ini melakukan pembobotan


menurun secara eksponensial terhadap nilai variabel atau observasi yang lalu.
Setiap data pengamatan mempunyai kontribusi dalam penentuan nilai peramalan
periode sebelumnya. Namun, dalam perhitungannya cukup diwakili oleh data
pengamatan dan hasil peramalan periode terakhir (Herjanto, 1999). Istilah
eksponensial dalam metode ini berasal dari pembobotan (faktor pemulusan) dari
periode sebelumnya yang berbentuk eksponensial.

15
2.2.6 Proyeksi Trend (Trend Projection)

Metode peramalan deret waktu yang menyesuaikan sebuah garis trend pada
serangkaian data masa lalu, dan kemudian diproyeksikan dalam garis untuk
meramalkan masa depan (Heizer dan Render, 2005). Metode ini menggambarkan
hubungan antara periode dan variabel yang diramal dengan menggunakan analisis
trend. Apabila pola data yang digunakan memiliki unsur musiman, maka
komponen musiman dapat juga dicoba dalam metode ini (Heizer dan Render,
2005).

2.3 Kriteria Memilih Peramalan Terbaik

Bedworth dalam Kusuma, 2004 mengusulkan penggunaan beberapa tolak ukur


kesalahan peramalan (forecast error), yaitu :
1. Mean Absolute Error (MAE)
Ukuran pertama kesalahan untuk sebuah model. MAE diperoleh dengan
mengambil nilai absolut dari tiap kesalahan peramalan dibagi dengan
jumlah periode data (Heizer dan Render, 2005).

2. Mean Squared Error (MSE)


MSE merupakan rata-rata selisih kuadrat antara nilai yang diramalkan dan
yang diamati.

3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)


Menghitung dalam unsur yang diramal ribuan. Dihitung sebagai rata-rata
diferensiasi absolut antara nilai yang diramal dan aktual untuk n peiode
(Heizer dan Render, 2005).

16
2.4 Perencanaan Produksi Agregat

Perencanaan agregat merupakan salah satu metode dalam perencanaan


produksi. Dengan menggunakan perencanaan agregat maka perencanaan
produksi dapat dilakukan dengan menggunakan satuan produk pengganti
sehingga keluaran dari perencanaan produksi tidak dinyatakan dalam tiap
jenis produk (individual produk).

2.4.1 Pengertian Perencanaan Agregat

Perencanaan agregat adalah perencanaan yang dibuat untuk menentukan total


permintaan dari seluruh elemen produksi dan jumlah tenaga kerja yang
diperlukan. Perencanaan agregat adalah suatu proses penentuan kuantitas dan
waktu produksi pada jangka menengah, biasanya antara 3 hingga 18 bulan ke
depan untuk memenuhi permintaan yang diprediksi dengan menyesuaikan nilai
produksi, tingkat tenaga kerja, tingkat persediaan, pekerjaan lembur, tingkat sub
kontrak dan variabel lain yang bisa dikendalikan (Heizer dan Render, 2005),
sehingga diperoleh keputusan penjadwalan untuk mengatasi permasalahan dalam
menyesuaikan produktivitas terhadap permintaan yang berubah-ubah.

Menurut Baroto (2002), perencanaan agregat merupakan perencanaan produksi


jangka menengah. Horizon perencanaannya biasanya berkisar antara 1 sampai 24
bulan. Horizon waktu ini tergantung pada karakteristik produk dan jangka waktu
produksi. Pada dasarnya perencanaan produksi agregat merupakan suatu proses
penetapan tingkat output/kapasitas produksi secara keseluruhan guna memenuhi
tingkat permintaan yang diperoleh dari peramalan dan pesanan dengan tujuan
meminimalkan total biaya produksi. Menurut Kusuma (2004), perencanaan
agregat bertujuan untuk merencanakan jadwal induk produksi untuk beberapa
periode mendatang, merencanakan kondisi optimal ketersediaan sumber daya
terhadap ekspektasi permintaan produk serta pengembangan strategi penggunaan
sumber daya itu. Tujuan perencanaan agregat ialah menggunakan sumber daya

17
manusia dan peralatan secara produktif. Kata agregat menunjukan bahwa
perencanaan dilakukan di tingkat kasar dan dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan total seluruh produk dengan menggunakan seluruh sumber daya
manusia dan peralatan yang ada pada fasilitas produksi tersebut. Namun menurut
Kusuma (2004), perlu diperhatikan bahwa satuan agregat hanya digunakan pada
beberapa produk yang menggunakan fasilitas produksi yang sama. Jika terdapat
dua produk yang menggunakan dua fasilitas produksi yang berlainan. Hal itu
berarti bahwa kedua produk itu tidak perlu dikonversikan ke dalam satuan
agregat. Beberapa fungsi perencanaan agregat yaitu :
a. Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadap
rencana strategi perusahaan.
b. Alat ukur performansi proses perencanaan produksi.
c. Menjamin kemampuan produksi terhadap rencana produksi.
d. Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan membuat
penyesuaian.
e. Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target dan membuat
penyesuaian.
f. Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan jadwal induk produksi.

Machfud dalam Hadi (2005) berpendapat bahwa perencanaan produksi agregat


berkaitan dengan permasalahan ketidakseimbangan antara permintaan dan
kemampuan produksi pada setiap periode perencanaan. Hal ini secara umum
tingkat permintaan produk selalu tidak sama antar periode satu ke periode lainnya.
Menurut Hill dalam Hadi (2005), karakteristik perencanaan produksi agregat
adalah sebagai berikut :
a. Tingkat agregat permintaan akan produk terdiri dari satu atau beberapa
kategori produk. Permintaan diasumsikan berfluktuasi, tidak pasti atau
musiman.
b. Kemungkinan berubahnya variabel pasokan dan permintaan
c. Fasilitas dianggap tetap dan tidak dapat diperluas.

18
Perencanaan agregat juga merupakan suatu keputusan mengenai kapasitas jangka
menengah. Perencanaan agregat merupakan langkah awal aktivitas perencanaan
produksi yang dipakai sebagai pedoman untuk langkah selanjutnya, yaitu
penyusunan Jadwal Induk Produksi (Baroto, 2002).

Perencanaan agregat tidak dihasilkan rencana dalam bentuk individual produk


melainkan dalam betuk agregat produk. Penggunaan satuan agregat ini
dilakukan mengingat keuntungan – keuntungan yang dapat diperoleh antara
lain (ocw.usu.ac.id/course/download/.../tdi_437_handout_peramalan1.pdf) :
a. Kemudahan dalam pengolahan data
Dengan menggunakan satuan agregat maka pengolahan data tidak
dilakukan untuk setiap individual produk. Keuntungan ini akan
semakin terasa jika pabrik tempat perencanaan dilakukan memproduksi
banyak jenis produk.
b. Ketelitian hasil yang didapatkan
Dengan hanya mengolah satu jenis data produk maka kemungkinan
untuk menerapkan metode yang canggih semakin besar sehingga
ketelitian hasil yang didapatkan semakin baik.
c. Kemudahan untuk melihat dan memahami mekanisme sistem
produksi yang terjadi dalam implementasi rencana.

2.4.2 Strategi Perencanaan Agregat

Strategi perencanaan agregat dapat dilakukan melalui analisis sensitivitas terhadap


pilihan kapasitas, pilihan permintaan dan pilihan campuran dari keduanya.
Strategi dapat berjalan dan berfungsi apabila memiliki tahapan umum untuk
membuat suatu perencanaan produksi agregat sebagai berikut :
1 Menentukan permintaan untuk setiap periode perencanaan.
2 Menentukan kapasitas pada setiap periode.
3 Menelusuri kebijakan departemen yang berhubungan.

19
4 Menentukan biaya per unit untuk setiap kerja, lembur, sub kontrak,
persediaan dan biaya lain yang relevan.
5 Mengembangkan alternatif perencanaan dan menghitung biayanya.
6 Jika perencanaan yang memuaskan telah tersusun, maka diseleksi yang
paling tepat sesuai tujuannya, jika tidak terbentuk maka kembali kepada
tahap 5.

Persyaratan dalam perencanaan produksi adalah menentukan prakiraan.


Peramalan diprediksi berdasarkan tingkat permintaan secara keseluruhan.
Menurut Baroto (2002), strategi pilihan perencanan agregat dapat dilakukan
dengan rincian pilihan keputusan sebagai berikut :
1. Pilihan Kapasitas Dasar Produksi
Mengubah tingkat persediaan, manajer dapat meningkatkan persediaan
selama periode permintaan rendah untuk memenuhi permintaan yang
tinggi di masa depan dengan tidak mengesampingkan biaya-biaya akibat
peningkatan persediaan tersebut. Menyeragamkan jumlah tenaga kerja
dengan cara pengangkatan atau memberhentikan karyawan. Disesuaikan
dengan tingkat produksi dan akibatnya. Menyeragamkan tingkat produksi
melalui lembur atau waktu kosong, dengan tujuan menjaga agar tenaga
kerja tetap konstan. Sub kontrak, sebuah perusahaan dapat memperoleh
kapasitas sementara dengan melakukan sub kontrak selama periode
permintaan tinggi. Penggunaan karyawan paruh waktu, untuk mengisi
kebutuhan tenaga kerja yang tidak terampil.
2. Pilihan Permintaan
Mempengaruhi permintaan. Ketika permintaan rendah, perusahaan dapat
meningkatkan permintaan melalui iklan, promosi, kewiraniagaan dan
diskon. Tunggakan pesanan selama periode permintaan tinggi. Strategi
hanya dilakukan jika perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan.
Oleh karena itu, perusahaan harus memperhatikan loyalitas pelanggan
karena dapat menyebabkan kehilangan penjualan. Perpaduan produk dan
jasa yang counter seasonal, (Perusahaan dapat memproduksi produk yang
berbeda pada musim yang berbeda).

20
3. Pilihan Campuran
Strategi perburuan, yaitu mengatur tingkat produksi sesuai dengan
permintaan yang diprediksi melalui variasi pilihan-pilihan di atas. Strategi
bertingkat, yaitu menjaga tingkat output, nilai produksi, atau jumlah
tenaga kerja yang tetap sepanjang horizon perencanaan.

2.4.3 Metode Perencanaan Produksi Agregat

Banyak metode yang telah dikembangkan untuk perencanaan agregat ini


tetapi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu
(ocw.usu.ac.id/course/download/.../tdi_437_handout_peramalan1.pdf) :
a. Dengan pendekatan Optimasi :
1. Progamma linier
2. Aturan HMMS (Linier Decision Rule)
3. Search Decision Rule, dll

b. Dengan pendekatan Heuristik :


1. Metode grafik
2. Metode koefisien manajemen
3. Metode parametric, dll
Tidak semua metode ini akan dijelaskan pada buku ini Namun pada
prinsipnya semua metode yang ada akan menghasilkan kecepatan produksi
pada periode perencanaan yang dibuat, jumlah tenaga kerja yang digunakan,
serta tingkat persediaan yang terjadi.

Menurut Kusuma (2004), metode perencanaan produksi agregat adalah sebagai


berikut.
1. Metode Koefisien Bowman
Suatu pendekatan untuk memodelkan keputusan manajemen dengan
analisis regresi keputusan manajemen masa lalu.
Wt = f (F, I*, It-1, Wt-1) …(1)

21
Pt = f (Wt, I*, It-1, Ft, Ft+1, Ft+2,..,Ft+n) …(2)
dimana :
Wt = Jumlah tenaga kerja di periode t.
Ft = Ramalan permintaan di periode t.
I* = Tingkat persediaan yang diinginkan.
It-1 = Persediaan aktual pada akhir periode t-1.
Pt = Tingkat produksi di periode ke-t.

2. Model Pemrograman Linier


Metode yang mengelola sumber daya yang terbatas untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Maksimumkan (minimumkan) Z = C1X1 + C2X2 + …+ CiXj.
Dengan syarat : aijxj (≤, =, ≥) bi, untuk semua i (i =1,2...m) semua xj ≥ 0
Keterangan :
xj : Banyaknya kegiatan j, dimana j = 1.2,….n. Berarti di sini terdapat n
variabel keputusan.
Z : Nilai fungsi tujuan
cj : Sumbangan per unit kegiatan, untuk masalah maksimisasi cj
menunjukkan keuntungan atau penerimaan per unit, sementara dalam
kasus minimisasi ia menunjukkan biaya per unit.
bi : Jumlah sumber daya i (i = 1,2,3,..,m), berarti terdapat n jenis sumber
daya.
aij : Banyaknya sumberdaya i yang dikonsumsi sumber daya j. Ingat
bahwa tanda pertidaksamaan tidak harus sama untuk setiap kendala.

3. Model Parametrik Jones


Model yang mampu memberikan optimasi pada persamaan ongkos yang
kuadratik, atau eksponensial.

4. Model Transportasi
Suatu model perencanaan produksi agregat yang menggunakan bantuan
tabel transportasi untuk kepentingan yang praktis.

22
Hasil peramalan harus dibandingkan dengan kondisi nyata untuk menentukan
apakah model peramalan yang digunakan masih memiliki tingkat akurasi yang
ditetapkan. Bila tidak, maka model peramalan harus dikembangkan ulang.

Umumnya jumlah yang diproduksi sangat ditentukan oleh besarnya permintaan


akan produk. Berdasarkan jumlah permintaan yang diramalkan operasi, maka sub
sistem operasi merencanakan dan merancang sistem, dan menjadwalkan sistem
serta mengendalikan sistem tersebut. Dalam merencanakan dan merancang sistem
tercakup perancangan produk, perancangan proses, investasi dan penggantian
peralatan, serta perencanaan kapasitas. Sedangkan dalam penjadwalan sistem
tercakup perencanan produksi menyeluruh dan penjadwalan operasi. Dalam
pengendalian sistem (controlling the system) mencakup pengendalian produksi,
pengendalian persediaan, pengendalian tenaga kerja dan pengendalian biaya.
Ketiga kegiatan tersebut, yaitu perencanaan sistem, penjadwalan sistem, dan
pengendalian sistem menentukan hasil keluaran berupa barang atau jasa.

2.5 Material Requirement Planning (MRP)

Pengertian Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai


suatu teknik atau set prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta
waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-
komponen permintaan yang saling bergantungan. (Dependent demand items)
(Siagian, 2005). Strategi produksi digunakan untuk mengantisipasi agar terjadi
keseimbangan antara pemasok material dan kebutuhan aktual pesanan.

Ada dua kategori yang disarankan yakni make to stock dan make to order. Make
to stock hanya dipakai untuk standard product sedangkan make to order
digunakan pada kedua definisi produk yakni standard product dan custom
product. Perbedaan pada strategi produksi make to order digambarkan pada
tenggang waktu pengiriman untuk proses item produk dan persediaan material.
Item produksi make to stock telah tersedia dan berada pada gudang barang jadi

23
untuk mengantisipasi permintaan aktual lainnya. Pada make to stock definisi
produk yang digunakan adalah standard product. Produk dapat dilakukan dengan
waktu pengiriman yang lebih pendek karena telah tersedia di gudang barang jadi
sehingga tenggang waktu (lead time) lebih kecil dari make to order. Make to
order adalah membuat suatu produk sesuai dengan pesanan. Pada strategi
produksi make to order definisi produk yang digunakan adalah standard product
dan custom product. Variasi yang mungkin timbul pada make to order adalah
bagaimana mengantisipasi level persediaan komponen atau material, serta
bagaimana dapat memenuhi order-order yang masuk ke perusahaan. Make to
order dapat dibagi atas : Assembly to order, build to order, completely make to
order dan engineer to order (Siagian, 2005).

Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal untuk sebuah
item, berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan dari masing masing periode
horison perencanaan dalam MRP ( material requirment Planning) (Siagian,
2005). Didalam ukuran lot ini ada beberapa pendekatan yaitu:

1. Menyeimbangkan ongkos pesan (set up cost) dan ongkos simpan.


a. Biaya pemesanan ( order cost ) adalah biaya
yang dikaitkan dengan usaha untuk mendapatkan bahan atau bahan
dari luar. Biaya pemesanan dapat berupa biaya penulisan
pemesanan, biaya proses pemesanan, biaya materai / perangko,
biaya faktur, biaya pengetesan, biaya pengawasan, dan biaya
transportasi. Sifat biaya pemesanan ini adalah semakin besar
frekuensi pembelian semakin besar biaya pemesanan.
b. Biaya Penyimpanan.
Komponen utama dari biaya simpan ( carrying cost ) terdiri dari :
Jurnal Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 79
2. Menggunakan konsep jumlah pesanan tetap.
3. Dengan jumlah periode pemesanan tetap. Terdapat beberapa alternatif
teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran Lot.

24
Eqonomic Order Quantity (EOQ) adalah teknik pemesanan dalam manajemen
pengadaan yaitu cara perhitungan pemesanan bahan baku sekali pesan atau
berangsur dengan biaya paling minimum (Herjanto, 2001).

Adapun langkah-langkah perhitungan MRP adalah sebagai berikut


(http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/16/jbptunpaspp-gdl-driraguspu-79017mrpah
).pdf) :
1 Menentukan gross requirement G(t) untuk semua tingkat n item tiap
periode waktu (kebutuhan tingkat 0 berasal dari MPS, dan kebutuhan
untuk item selanjutnya tingkat yang lebih rendah berasal dari planned
order releases item induk).
2 Scheduled receipts (yang juga dikenal dengan on-order, pesanan terbuka,
atau pesanan terencana): bahan siap dipesan (pesanan siap dilepas) dan
diharapkan bisa segera diterima.
3 Hitung Projected on hand H(t) untuk semua tingkat n pada periode waktu .
(Bagi gross requirements pada periode waktu t dari scheduled receipts dan
planned order receipts untuk periode waktu t dan projected on hand dari
periode waktu sebelumnya, yaitu : H(t)=S(t)+P(t)+H(t-1)-G(t)).
4 Tentukan net requirements N(t) untuk semua tingkat n item pada periode
waktu t. (Dari “gross requirements” dibagi “scheduled receipts” untuk
periode waktu t dan “projected on hand” dari periode sebelumnya, yaitu :
N(t)=G(t)-S(t)-H(t-1). Jika N(t)< 0, maka N(t) = 0.
5 Lot size (Q) net requirement dalam planned order receipts P(t). (Jika
N(t)≥Q, maka P(t)=N(t); jika 0<N(t)<Q, maka P(t)=Q; jika N(t)=0, maka
P(t)=0.
6 Lead time offset untuk menentukan planned order receipts untuk tingkat
item n. (menentukan planned order releases, yaitu : R(t-L)=P(t) ).
7 Menempatkan planned order releses untuk semua tingkat item n.
(Menempatkan perhitungan planned order release dengan jumlah yang
dibutuhkan untuk menyusun komponen tingkat yang lebih rendah. Ia
menentukan gross requirement akan komponen tingkat yang lebih rendah).

25
2.6 Analytical Hierachy Process (AHP)

Tahapan pengerjaan metode AHP adalah sebagai berikut (http://digilib


.unpas.ac.id/files/disk1/16/jbptunpaspp-gdl-driraguspu-79017mrpah-).pdf) :
a. Perancangan Struktur Hierarki
Pada proses perancangan struktur hierarki ini menggunakan metoda
Analitical Hierarchy Process (AHP). Hierarki masalah disusun untuk
membantu proses pengambilan keputusan.
b. Penyusunan Kuisioner
Kuisioner diperlukan sebagai alat pengumpulan data guna memperoleh
data yang dibutuhkan dalam menentukan penilaian kriteria. Pada kuisioner
ini dilakukan pula pembobotan kuisioner yang didapatkan dari skala
perbandingan untuk proses perhitungan dengan menggunakan metoda
AHP.
c. Penentuan Responden
Dalam penentuan responden yang terpilih, diperlukan responden yang
benar-benar kompeten terhadap permasalahan yang dihadapi sebagai
upaya agar responden dapat memberikan penilaiaan terhadap kriteria atau
elemen dalam setiap level pada struktur hierarki. Responden yang dipilih
yaitu : Kepala divisi QC, Kepala divisi R &D; dan Kepala divisi
Purchasing.
d. Penyebaran Kuisioner
Penyebaran kuisioner ini merupakan pengumpulan data untuk proses
perhitungan AHP.
e. Pengolahan Data
Pengolahan data ini diawali dengan menghitung dengan menghitung rata-
rata geometrik dari responden yang mengisi data matrik perbandingan
sehingga diperoleh sebuah set data matrik perbandingan rata-rata.
Kemudian dilakukan pengujian konsistensi hierarki. Adapun tahap-tahap
dalam melakukan perhitungan dengan menggunakan metode ini ialah :

26
1. Menghitung Matrik Perbandingan Berpasangan
Setelah memperoleh hasil penilaiaan perbandingan antar elemen
yang diperoleh dari kuisioner, maka dimasukkan ke dalam matriks
perbandingan berpasangan. Kemudian dilakukan perhitungan
Geometric Mean, yaitu : Aij = (Z1 x Z2 x … x Zn)1/n
2. Perhitungan Bobot dan Prioritas tiap Elemen
Adapun tahapannya adalah sebagai berikut :
a. Jumlah kolom matriks perbandingan berpasangan, yaitu : Σ
Kolom = Σ Nilai setiap sel pada kolom.
b. Matrik perbandingan berpasangan dengan bobot hasil
normalisasi, yaitu : Bobot normalisasi = (Σ normalisasi
baris/n)
c. Menghitung eigen Value, yaitu λmaks = Σ (Σ kolom X
Σbaris bobot normalisasi
d. Menghitung Consistency Indeks (CI
e. Menghitung Consistency Ratio (CR)

Seluruh matrik perbandingan harus terlebih dahulu diuji tingkat


konsistensinya. Pengujian konsistensi ini berfungsi untuk
mengetahui apakah jawaban yang diberikan oleh penilai masih
konsisten dalam memberikan penilaiaan tingkat kepentingan.
Parameter yang digunakan dalam pengujian ini ialah Consistency
Ratio (CR). Sebuah matriks perbandingan berpasangan dikatakan
konsisten apabila nilai CR ≤ 10 %.
3. Menghitung konsistensi Hirarki
Dalam melakukan pengujian konsistensi hirarki, digunakan
parameter Consistency Ratio of Hirarchy (CRH). Suatu hirarki
dinyatakan konsisten apabila nilai CRH nya tidak lebih dari 0,1.
4. Perhitungan prioritas global
Langkah selanjutnya ialah menghitung nilai bobot keseluruhan
atau Overall. Perhitungan prioritas global dailakukan untuk
mengetahui bobot setiap kriteria, sub kriteria, dan alternatif yang

27
ada pada keseluruhan hierarki (Bobot keseluruhan x Bobot pada
level di atasnya)
5. Penentuan Prioritas Alternatif yang Terpilih
Dari hasil pembobotan selanjutnya maka dapat diperoleh alternatif
yang memiliki bobot yang paling besar, yang dijadikan alternative.

28

Anda mungkin juga menyukai