LANDASAN TEORI
Proses dimulai dengan agregasi permintaan dari semua sumber. Bagian produksi
dan pemasaran bekerja mendukung pengembangan rencana produksi (production
planning) dan membuat Master Production Schedule (MPS) yang akan memuaskan
semua permintaan dan telah disesuaikan dengan kapasitas yang ada. Tim harus
mempertimbangkan dukungan pemasaran dan finansial sebaik mempertimbangkan
aspek manufacturing ketika membuat production planning dan MPS Bagan
aktivitas perencanaan disajikan pada Gambar 2.1.
7
8
3. Production Planning
Production planning menggunakan hasil peramalan dan product and sales
planning untuk membuat rencana produksi agregat. Output dalam satuan
agregat dalam rencana produksi agregat, diantaranya ton, barel, yard, dollar
atau standar jam kerja. Rencana produksi agregat juga memutuskan tingkat
pelayanan konsumen, target persediaan, tingkat produksi, ukuran kapasitas
kerja, serta rencana overtime dan sub kontrak. Rencana produksi dibuat
dengan mempertimbangkan keterbatasan kapasitas produksi.
4. Resources Requirement Planning
Rencana jangka panjang merupakan masalah yang kompleks. Jenis produk,
penjualan dan rencana produksi seharusnya berkaitan dengan rencana
kebutuhan sumber. Keputusan yang berhubungan dengan jenis produk,
penjualan dan tingkat output seharusnya konsisten dengan kapasitas fasilitas,
perlengkapan dan tenaga kerjanya.
5. Financial Planning
Produk, penjualan dan rencana produksi membutuhkan sumber lain berupa
keuangan. Operasi yang normal akan membutuhkan modal kerja sekaligus
menghasilkan pendapatan dari penjualan. Kemampuan keuangan perusahaan
harus diperhatikan untuk rencana jangka panjang.
6. Distribution Requirement Planning (DRP)
Distribution Requirement Planning merupakan kebutuhan dari pihak
warehousing yang muncul karena adanya perbedaan antara permintaan
konsumen dengan tingkat persediaan yang ada. Distribution Requirement
Planning dibuat dengan harapan terdapat keterkaitan yang baik antara pihak
warehousing dengan manufacturing dalam hal jumlah dan waktu pemenuhan
pemesanan.
7. Permintaan Manajemen
Fungsi permintaan manajemen adalah menentukan permintaan agregat.
Penentuan ini merupakan refleksi dari hasil peramalan dan pemesanan
konsumen yang diterima, pemesanan dari warehouse, pemesanan pabrik
lain, promosi khusus dan kebutuhan safety stock.
10
Berdasarkan Gambar 2.2, menurut Fogarty (1991) sistem MRP II berawal dari
perencanaan strategi bisnis yang terkait dengan peramalan permintaan,
perencanaan keuangan dan pemasaran, selanjutnya bagian pemasaran, keuangan
dan produksi, melalui suatu tim kerja sama (team work) akan mengembangkan
rencana produksi dan MPS yang memenuhi permintaan pasar dengan
menggunakan semua sumber daya yang tersedia dalam perusahaan itu. Tim kerja
sama ini harus mempertimbangkan sumber-sumber daya keuangan, pemasaran
dan manufacturing, ketika mengembangkan rencana produksi dan MPS
Berikutnya dilakukan MRP, kemudian CRP dilakukan untuk membandingkan
pesanan-pesanan produksi yang direncanakan, untuk mengetahui apakah
kapasitas yang tersedia itu menjadi kelebihan beban (overloads) atau
kekurangan (underloads). Rencana kapasitas yang diterima, membuat output
dari MRP menjadi basis bagi pesanan produksi (production orders) untuk
diteruskan ke lantai produksi (shop floor) dan basis bagi pesanan pembelian
12
2.2 Persediaan
Keberadaan persediaan dalam suatu unit usaha perlu diatur sedemikian rupa
sehingga kelancaran pemenuhan kebutuhan pemakai dapat dijamin dan timbulnya
sumber daya menganggur (idle resources) yang keberadaannya menunggu proses
lebih lanjut tetap membuat biaya yang ditimbulkan efisien. Menurut Sofjan Assauri
(1993), persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan, parts yang disediakan dan
bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi,
serta barang-barang jadi atau produk jadi yang disediakan untuk memenuhi
permintaan dari komponen atau konsumen setiap waktu.
yang cukup dengan tujuan agar dapat menguranginya biaya perunit produk.
Pertimbangan yang dilakukan dalam persediaan ini adalah penghematan yang
dapat terjadi pembelian dalam jumlah banyak yang dapat memberikan potongan
harga, serta biaya pengangkutan yang lebih murah dibandingkan dengan biaya-
biaya yang akan terjadi, karena banyaknya persediaan yang dipunyai.
c. Fungsi antisipasi
Perusahaan sering mengalami suatu ketidakpastian dalam jangka waktu
pengiriman barang dari perusahaan lain, sehingga memerlukan persediaan
pengamanan (safety stock), atau perusahaan mengalami fluktuasi permintaan
yang dapat diperkirakan sebeumnya yang didasarkan pengalaman masa lalu
akibat pengaruh musim, sehubungan dengan hal tersebut perusahaan sebaiknya
mengadakan seaseonal inventory (persediaan musiman).
Menurut Herjanto (1997), selain fungsi-fungsi di atas terdapat enam fungsi penting
yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, yaitu:
a. Menghilangkan risiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang
dibutuhkan perusahaan.
b. Menghilangkan risiko jika bahan baku yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan.
c. Menghilangkan risiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
d. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga
perusahaan tidak akan sulit bila bahan baku tersebut tidak tersedia dipasaran.
e. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan jumlah
(quantity discount).
f. Memberikan pelayanan kepada konsumen dengan tersedianya barang yang
diperlukan.
Persediaan dapat pula dibedakan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam
urutan pengerjaan produk, yaitu:
a. Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan dari barang-
barang berwujud yanng digunakan dalam proses produksi, barang dapat
diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan
yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya.
b. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchased parts) yaitu
persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan
lain, yang dapat secara langsung dirakit dengan parts lain, tanpa melalui proses
produksi sebelumnya.
c. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (supplies
stock) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam
proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan
dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau
komponen dari barang jadi.
d. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process)
yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu
pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi lebih
perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.
e. Persediaan produk jadi (finished good stock) yaitu persediaan barang-barang
yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada
konsumen atau perusahaan lain.
Adapun perencanaan persediaan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam
urutan pengerjaan produk, yaitu:
a. Perencanaan persediaan bahan baku (raw materials stock).
b. Perencanaan persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchased parts).
c. Perencanaan persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang
perlengkapan (supplies stock).
d. Perencanaan persediaan barang setengah jadi (work in process).
e. Perencanaan persediaan produk jadi (finished good stock).
Masukan primer untuk MRP adalah sebuah bill of material, yang menjelaskan
komposisi dari sebuah produk jadi, sebuah Master Schedule (MS), yang
menjelaskan berapa banyak dan kapan produk jadi yang diinginkan dan sebuah
catatan persediaan, yang menjelaskan berapa banyak persediaan yang ada di tangan
dan yang dipesan. Perencana memproses informasi ini untuk menentukan
kebutuhan bersih (net requirement) untuk setiap periode cakrawala perencanaan.
Hasil dari proses tersebut meliputi jadwal pemesanan terencana, rilis pemesanan,
perubahan, laporan kendali kinerja, laporan perencanaan dan laporan pengecualian.
Menurut Yamit (2003), MRP dapat dioperasikan secara aktif jika memperhatikan
asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Waktu tenggang (lead time) untuk seluruh item yang diketahui atau dapat
diperkirakan.
b. Setiap persediaan selalu dalam kontrol.
c. Semua komponen untuk suatu perakitan harus tersedia pada saat suatu pesanan
untuk perakitan tersebut dilakukan, sehingga jumlah dan waktu kebutuhan kotor
dari suatu perakitan dapat ditentukan.
d. Pengadaan dan pemakaian terhadap persediaan bersifat diskrit.
e. Proses pembuatan suatu item dengan item yang lain bersifat independen.
b. Lotting (penentuan lot sizing), langkah ini bertujuan untuk menentukan besarnya
pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan
bersih. Langkah ini ditentukan berdasarkan teknik lotting atau lot sizing yang
tepat. Parameter yang digunakan biasanya adalah biaya simpan dan biaya pesan.
c. Offsetting (penentuan ukuran pemesanan), langkah ini bertujuan agar kebutuhan
item dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan dengan menghitung lead time
pengadaan komponen tersebut.
d. Exploding (penguraian) langkah ini merupakan proses perhitungan kebutuhan
kotor untuk tingkat item (komponen) pada tingkat yang lebih rendah dari struktur
produk yang tersedia.
Master Schedule (MS) menjelaskan produk jadi mana yang harus diproduksi, kapan
barang tersebut dibutuhkan dan dalam jumlah berapa menurut Stevenson dan
Chuong (2014). Kuantitas dalam MS datang dari sejumlah sumber berbeda,
termasuk pesanan pelanggan, ramalan dan pesanan dari gudang untuk membangun
persediaan musiman. MS memisahkan cakrawala perencanaan ke dalam
serangkaian periode waktu. Jangka waktu tidak harus dalam panjang yang sama.
Bahkan, bagian jangka waktu dalam MS bisa saja dalam minggu, tetapi bagian
selanjutnya bisa saja dalam bulan atau kuartal. Rencana untuk periode waktu jangka
panjang biasanya lebih bersifat sementara dibandingkan periode waktu jangka
pendek. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah MS mencakup waktu tunggu
kumulatif (cumulative lead time) yang dibutuhkan untuk memproduksi barang,
sehingga jumlah ini merupakan jumlah waktu tunggu yang dibutuhkan oleh proses
produksi dalam fase berurutan.
Struktur produk menurut Stevenson dan Chuong (2014) merupakan salah satu
masukan yang dibutuhkan oleh MRP. Penyusunan struktur produk dapat
memudahkan sistem MRP untuk melakukan proses explotion karena
menggambarkan semua komponen yang ada untuk menyusun suatu produk jadi.
Menurut Bahagia (2006), struktur produk mempunyai arti yaitu kaitan antara
produk dengan komponen-komponen penyusunnya mulai dari bahan baku sampai
produk jadi.
21
Bill of Material (BOM) menurut Stevenson dan Chuong (2014) mengandung daftar
semua bahan baku atau komponen yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit
produk jadi, sehingga setiap produk memiliki BOM sendiri. Daftar dalam BOM
bersifat hirarkis. Daftar ini menunjukkan kuantitas dari setiap barang yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit dari tingkat perakitan berikutnya.
Catatan persediaan menurut Stevenson dan Chuong (2014) merujuk pada informasi
yang disimpan pada status setiap barang berdasarkan periode waktu. Catatan ini
meliputi kebutuhan kotor, penerimaan terjadwal dan jumlah di tangan (on hand)
yang diperkirakan. Catatan ini juga meliputi perincian untuk setiap barang, setiap
pemasok, waktu tunggu dan kebijakan ukuran lot. Perubahan yang dikarenakan
penerimaan dan penarikan persediaan, pemesanan yang dibatalkan dan kejadian-
kejadian serupa juga dicatat dalam catatan ini. Sama halnya dengan BOM, catatan
persediaan haruslah akurat.
Penentuan lot sizing pada MRP bertujuan untuk menentukan besarnya pesanan
yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Langkah ini
ditentukan berdasarkan teknik lotting atau lot sizing yang tepat. Parameter yang
digunakan biasanya adalah biaya simpan dan biaya simpan. Penentuan lot sizing
dalam sebuah MRP dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah
dengan menggunakan metode kebijakan persediaan untuk jenis permintaan
deterministik. Permintaan deterministik terdiri atas permintaan deterministik statis
dan permintaan deterministik dinamis.
22
4. Bahan baku, komponen atau produk jadi yang bersangkutan selalu tersedia
dipasar setiap saat akan dilakukan pembelian.
5. Fasilitas penyimpanan selalu tersedia berapa kalipun pembelian akan
dilakukan.
6. Bahan baku, komponen atau produk jadi yang bersangkutan tidak mudah
rusak dalam penyimpanan.
7. Tidak ada kehendak manajemen untuk berspekulasi.
EOQ yang sudah ditentukan, masih memungkinkan adanya out of stock di dalam
proses produksi. Kemungkinan out of stock itu akan timbul apabila penggunaan
bahan baku atau komponen dalam proses produksi lebih besar dari pada yang
diperkirakan sebelumnya. Hal ini akan berakibat persediaan akan habis
diproduksi sebelum pembelian atau pemesanan yang berikutnya datang,
sehingga terjadilah out of stock. Rumus yang digunakan dalam perhitungan EOQ
adalah:
2𝐴𝐷
𝐸𝑂𝑄 = √ ………………………………………………………………………………..….(2.1)
ℎ
Dimana:
EOQ = lot ekonomis
A = biaya pemesanan
D = rata-rata permintaan
h = biaya penyimpanan
yaitu dengan membagi biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan per unit per
periode. Metode lot sizing ini mengkombinasikan periode-periode kebutuhan
sehingga jumlah part period mendekati periode ekonomis.
b. Metode Algoritma Wagner Whitin (WW)
Metode Wagner Whitin (WW) menggunakan prosedur optimasi yang didasari
program dinamis untuk mendapatkan ukuran pemesanan yang optimal dari
seluruh jadwal kebutuhan dengan total biaya yang minimum. Metode ini
melakukan pengujian untuk semua cara pemesanan yang mungkin dalam
memenuhi jadwal kebutuhan setiap periode. Cara penentuan ukuran lot yang
akan dipesan dan interval pemesanan dilakukan dengan menggunakan
perhitungan algoritma yang dapat mengkombinasikan semua periode guna
memenuhi periode setelahnya dan hasil terbaik memberikan biaya minimum
yang optimal dari semua kombinasi yang ada.
Menurut Eddy Herjanto (1999), MRP memiliki beberapa tujuan dan manfaat.
Tujuan dari MRP, yaitu:
a. Meminimumkan persediaan (inventory).
b. Meningkatkan efisiensi.
c. Mengurangi risiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman.
Berikut adalah tabel yang merupakan matriks perbandingan antara penelitian ini
dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menjadi rujukan penelitian ini.
Matriks ini berfungsi menjelaskan letak persamaan dan perbedaan pada penelitian
sehingga membuat penelitian ini dengan rujukannya memiliki hubungan. Matriks
perbandingan disajikan pada Tabel 2.1 berikut: