Anda di halaman 1dari 17

BAB III

PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUFAKTUR


(MANUFACTURING RESOURCES PLANNING-MRP II)

A. Pengertian MRP II
MRP II (Manufacturing Resources Planning) merupakan sistem
perencanaan dan pengendalian yang paling banyak diterapkan pada proses
job shop dan flow shop (make to order dan small batch flow process). Juga
diterapkan pada assemble to order dan make to stock. MRP II biasa juga
dikenal dengan MRP & CRP, sebab manajemen material dan kapasitas
merupakan inti dari MRP II. Sistem MRP II akan lebih cocok untuk
merencanakan dan mengendalikan Job Shop Manufacturing dan memang
telah terbukti lebih baik dibandingkan dengan sistem perencanaan dan
pengendalian yang lain. Konsep-konsep seperti push system and complex
scheduling dapat diterapkan dalam Job Shop Manufacturing.
MRP II merupakan suatu sistem informasi terintegrasi yang
menyediakan data di antara berbagai aktivitas produksi dan area
fungsional lainnya dari bisnis secara keseluruhan. Sistem MRP II
merupakan sistem yang mengintegrasikan marketing, finansial, dan
operasi. Ini merupakan semua aspek dari perusahaan manufaktur, dari
bussines planning pada level eksekutif sampai perencanaan dan
pengendalian yang sangat detail pada level managerial seperti eksekusi
lantai pabrik dan purchasing.
Proses dimulai dengan agregasi demand dari semua sumber. Produksi
dan marketing bekerja mendukung pengembangan rencana produksi
(production planning) dan membuat jadwal induk produksi (Master
production schedule/MPS) yang akan memuaskan semua demand dan
telah disesuaikan dengan kapasitas yang ada. Tim harus
mempertimbangkan dukungan marketing dan finansial sebaik
mempertimbangkan aspek manufacturing ketika membuat production
III-2

planning dan MPS. Bagan aktivitas perencanaan dapat dilihat pada


gambar 3.1 berikut ini.

Gambar 3.1. Bagan aktivitas perencanaan (Fogarty, 1991)


III-3

B. Aktivitas Perencanaan dalam MRP II


Modul-modul MRP II yang berperan dalam aktivitas perencanaan
meliputi:
a. Business Forecasting
Business forecasting mengevaluasi faktor politis, ekonomi, demografi,
teknologi dan kompetitif yang akan mempengaruhi permintaan produk
perusahaan. Top manajemen merespon semua aktivitas ini.
b. Product & Sales Planning
Product & sales planning mengacu pada keputusan yang berhubungan
dengan lini produk dan layanan pasar (meliputi target daerah
demografi dan geografi). Hal ini sulit dilakukan pada jangka pendek,
karena keputusan marketing sangat mempengaruhi pertumbuhan
perusahaan.
c. Production Planning
Production Planning menggunakan hasil peramalan dan product &
sales planning untuk membuat rencana produksi agregat. Dalam
rencana produksi agregat, output dalam satuan agregat yang mungkin
seperti ton, barel, yard, dollar, atau standard jam kerja. Misalnya
produk mobil dengan mesin 6 silinder dan 4 silinder akan memerlukan
mesin yang berbeda. Tetapi dalam rencana produksi agregat, maka
keduanya harus diestimasi kebutuhan mesinnya dalam satuan yang
sama. Rencana produksi agregat juga memutuskan tingkat pelayanan
konsumen, target persediaan, tingkat produksi, ukuran kapasitas kerja,
serta rencana overtime dan sub kontrak. Rencana produksi dibuat
harus dengan mempertimbangkan keterbatasan kapasitas produksi.
d. Rencana Kebutuhan Sumber (Resources Requirement Planning)
Rencana jangka panjang merupakan masalah yang kompleks. Jenis
produk, penjualan, dan rencana produksi seharusnya berkaitan dengan
rencana kebutuhan sumber. Keputusan yang berhubungan dengan jenis
produk penjualan dan tingkat output seharusnya konsisten dengan
kapasitas fasilitas, perlengkapan, dan tenaga kerjanya.
III-4

e. Financial Planning
Produk, penjualan, dan rencana produksi membutuhkan sumber lain
berupa keuangan. Operasi yang normal akan membutuhkan modal
kerja sekaligus menghasilkan pendapatan dari penjualan. Kemampuan
keuangan perusahaan harus diperhatikan untuk rencana jangka
panjang.
f. Distribution Requirement Planning (DRP)
DRP merupakan kebutuhan dari pihak warehousing. Kebutuhan ini
muncul karena adanya perbedaan antara permintaan konsumen dengan
tingkat persediaan yang ada. DRP dibuat dengan harapan terdapat
keterkaitan yang baik antara pihak warehousing dengan
manufacturing dalam hal jumlah dan waktu pemenuhan order.
g. Demand Management
Fungsi demand manajemen adalah menentukan demand agregat.
Penentuan ini merupakan refleksi dari hasil peramlan dan order
konsumen yang diterima, order dari warehouse, order pabrik lain,
promosi khusus, dan kebutuhan safety stock. Output dari demand
management berupa jumlah demand per periode yang telah
dikelompokkan dalam famili.
h. Master Production Schedule (MPS)
MPS adalah rencana berbasis waktu berupa jumlah yang akan
diproduksi per item, yang mempertimbangkan demand dan kapasitas
yang dimiliki. Biasanya dalam periode 1 sampai 18 bulan atau lebih,
dalam jangka pendek dan atau menengah. Dalam jangka pendek,
output dari MPS ini diperlukan dalam menentukan kebutuhan material.
i. Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
RCCP meliputi hal-hal berikut:
1) Menentukan kapasitas kerja yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan
2) Mengevaluasi rencana produksi agregat dengan kapasitas yang
layak
III-5

3) Menentukan vendor utama yang memenuhi kapasitas


Apabila kapasitas tidak mencukupi maka MPS harus direvisi sesuai
dengan keterbatasan kapasitas.
j. Material Requirement Planning (MRP)
Material Requirement Planning (MRP) adalah Suatu prosedur
logis berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer
yang dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi
“kebutuhan bersih” untuk semua item (Baroto,2002). Sistem MRP
dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi
kebutuhan akan item-item dependent secara lebih baik dan efisien.
Disamping itu, sistem MRP dirancang untuk membuat pesanan-
pesanan produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku
dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi
untuk produk akhir. Hal ini memungkinkan perusahaan memelihara
tingkat minimum dari item-item yang kebutuhannya Dependent, tetapi
tetap dapat menjamin terpenuhinya jadwal produksi untuk produk
akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan
berdasarkan tahapan waktu (Time-phase requirements planning). Time
phased MRP dimulai dengan mendaftar item pada MPS untuk:
1) Menentukan jumlah semua komponen dan material yang
dibutuhkan untuk produksi
2) Menentukan waktu komponen dan material dibutuhkan
MRP merupakan suatu konsep dalam sistem produksi untuk
menentukan cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan material
dalam proses produksi, sehingga material yang dibutuhkan dapat
tersedia sesuai dengan yang dijadwalkan. Tujuannya untuk
mengurangi kesalahan dalam memperkirakan kebutuhan material,
karena kebutuhan material didasarkan atas rencana jumlah produksi.
MRP mulai digunakan secara meluas dalam sistem produksi seiring
dengan semakin berkembangnya pemakaian komputer dalam bidang
apapun (sekitar awal tahun 1970 an).
III-6

Gambar 3.2. Hubungan MRP I, closed loop MRP dan MRP II


III-7

Gambar 3.2 di atas mengilustrasikan hubungan MRP, closed loop


MRP, dan MRP II. Ketiga akronim ini menunjukkan tahap
perkembangan MRP. Awal perkembangan MRP digunakan untuk
menghitung jumlah kebutuhan material, tanggal dibutuhkan, dan
jadwal pelaksana produksi. Cloosed loop MRP merupakan
pengembangan sistem pengendalian produksi di mana di dalamnya
terdapat proses perencanaan kebutuhan, kapasitas dan umpan balik
informasi perkembangan produksi. Berikutnya, yaitu MRP II sering
disebut Material Resource Planning atau Business Resource Planning
merupakan sistem informasi yang mengintegrasikan pemasaran,
finansial, dan operasi, sehingga penjualan dan rencana produksi bisa
terkoordinasi secara konsisten
MRP menggunakan sistem dorong (push), artinya bahan baku,
komponen, atau sub rakitan yang diperlukan didorong dari proses
sebelumnya ke proses berikutnya. Sistemnya terpusat dalam arti sistem
ini menjabarkan MPS atau JIP pada kebutuhan bahan baku atau
komponen dari level ke level. Jika proses produksi lancar, maka tidak
ada masalah. Jika salah satu WC (Work Center) break down, maka
akan terjadi penumpukan di WC sebelumnya, sehingga perlu buffer
(penyangga).
MRP dipengaruhi oleh struktur produk dan lead time tiap
komponen. Material Requirement Planning Sistem (Sistem MRP)
dikembangkan untuk mengelola persediaan barang yang
permintaannya memiliki ketergantungan (Dependent Demand),
maksudnya adanya hubungan antar suatu permintaan barang dengan
barang lainnya yang kedudukannya lebih tinggi.
Sistem MRP dimaksudkan untuk memberikan:
a. Kebutuhan-kebutuhan persediaan berkurang.
Dengan MRP dapat ditentukan berapa banyaknya komponen yang
diperlukan dan waktu pemenuhan terhadap jadwal induknya.
III-8

b. Waktu tenggang (lead time) produksi dan waktu tenggang


penyerahan yang dikurangi pada para pelanggan. Adanya MRP
dapat diidentifikasikan bahan dan komponen yang diperlukan
(jumlah dan waktunya), persediaan bahan dan tindakan yang
diperlukan untuk memenuhi batas waktu penyerahan.
c.Komitmen penyerahan yang realistis kepada pelanggan.
Dengan menggunakan MRP, bagian produksi dapat memberikan
kepada bagian pemasaran informasi yang tepat waktu mengenai
kemungkinan waktu penyerahan kepada calon pelanggan.
d. Efisiensi operasi yang meningkat.
Pada MRP dapat terjadi pengkoordinasian berbagai departemen
dan pusat-pusat kerja ketika pembuatan produksi berlangsung
melalui departemen pusat kerja tersebut. Akibatnya produksi dapat
berjalan dengan personil lebih sedikit tidak langsung seperti
ekspeditor bahan dan terjadinya ganguan produksi yang tidak
direncanakan lebih kecil karena MRP mendorong dan mendukung
efisiensi produksi.
Agar MRP dapat dioperasikan secara aktif, maka harus
diperhatikan asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Lead time untuk seluruh item yang diketahui atau dapat
diperkirakan.
b. Setiap persediaan selalu dalam kontrol.
c. Semua komponen untuk suatu perakitan harus tersedia pada saat
suatu pesanan untuk perakitan tersebut dilakukan, sehingga
jumlah dan waktu kebutuhan kotor dari suatu perakitan dapat
ditentukan.
d. Pengadaan dan pemakaian terhadap persediaan bersifat diskrit.
e. Proses pembuatan suatu item dengan item yang lain bersifat
independen.
III-9

Input dan Output dari Sistem MRP (Baroto,2002):


a. Input Sistem MRP:
1) Jadwal induk produksi.
Jadwal induk produksi dibuat berdasarkan permintaan (yang
diperoleh dari daftar pesanan atau peramalan) terhadap semua
produk jadi yang dibuat.
2) Catatan keadaan persediaan.
Catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item
yang ada dalam persediaan.
3) Struktur produk.
Struktur produk berisi informasi tentang hubungan antara
komponen- komponen dalam suatu perakitan.
b. Output Sistem MRP:
Output dari sistem MRP adalah berupa rencana pemesanan atau
rencana produksi yang dibuat atas dasar lead time. Rencana
pemesanan memiliki dua tujuan yaitu:
1) Menentukan kebutuhan bahan pada tingkat lebih awal.
2) Memproyeksikan kebutuhan kapasitas.
Output dari sistem MRP juga disebut sebagai suatu aksi yang
merupakan tindakan pengendalian persediaan dan penjadwalan
produksi.

Proses Perhitungan Manual untuk MRP.


a. Netting.
Merupakan proses perhitungan kebutuhan bersih (net requirement)
yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor (gross
requirement) dengan jadwal penerimaan persediaan (schedule order
receipt) dan persediaan awal yang tersedia (beginning inventory)
III-10

b. Lotting.
Merupakan Suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan
optimal untuk setiap item Secara individual didasarkan pada hasil
perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan dari proses netting.
Alternatif metode untuk menentukan ukuran Lot. Beberapa teknik
diarahkan untuk meminimalkan total ongkos set-up dan ongkos
simpan. Teknik-teknik tersebut antara lain teknik lot for lot, economic
order quantity , fixed period requirement, Fixed order quantity dan
lain-lain.
c. Offsetting.
Merupakan proses yang bertujuan menentukan saat yang tepat untuk
melakukan pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih. Offsetting
merupakan langkah terakhir penerapan Sistem MRP pada suatu item.
d. Exploding/Eplotion.
Exploding merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk item
pada level yang lebih bawah. Perhitungan ini didasarkan pada
pemesanan item-item produk pada level yang lebih atas.

k. Capacity Requirement Planning (CRP)


CRP merupakan tahap penentuan kapasitas yang dibutuhkan sesuai
hasil MRP. Kebutuhan kapasitas akan dibandingkan dengan kapasitas
yang dapat digunakan. Modifikasi dilakukan dengan menambah
overtime, merubah routing (urutan proses), dan sub kontrak. Ketika
kapasitas yang dapat digunakan tidak dapat mencukupi, meski telah
dilakukan modifikasi, maka perlu dilakukan perubahan MPS.
Masalahnya, revisi MPS akan merevisi MRP dan output kebutuhan
kapasitas juga berubah.
Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP) adalah Suatu perincian
membandingkan kapasitas yang diperlukan oleh rencana kebutuhan
material (MRP) oleh pemesanan sekarang dalam proses verifikasi yang
mendasari dalam membuat suatu akhir penerimaan terhadap
III-11

pengendali jadwal produksi (MPS) (Fogarty dkk, 1991). Tujuan utama


dari CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang
ditetapkan pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan
kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu
(Garpezs, 1998).

Input dan Output dari CRP (Garpezs, 1998):


a. Input dari CRP:
1) Schedule of planned factory order releases : merupakan salah satu
output dari MRP. CRP memiliki dua sumber utama dari load data,
yaitu: (1) Scheduled receipts yang berisi data order due date,
order quantity, operations completed, operations remaining, dan
(2) planned order releases yang berisi data planned order releases
date, planned order receipt date, planned order quantity. Sumber-
sumber lain seperti: product rework, quality recalls, engineering
prototypes, excess scrap, dan lain-lain, harus diterjemahkan ke
dalam satu dari dua jenis pesanan yang digunakan oleh CRP itu
2) Work order status: informasi status ini diberikan untuk semua open
orders yang ada dengan operasi yang masih harus diselesaikan,
work center yang terlibat dan perkiraan waktu.
3) Routing data: memberikan jalur yang direncanakan untuk factory
melalui proses produksi dengan perkiraan waktu operasi. Setiap
part, assembly, dan produk yang dibuat memiliki suatu routing
yang unik, terdiri dari satu atau lebih operasi. Informasi yang
diperlukan untuk CRP adalah: operations number, operation,
planned work center, possible alternate work center, standard
setup time, standard run time per unit, tooling needed at each
work center, dan lain-lain. Routing memberikan petunjuk pada
proses CRP sebagaimana layaknya BOM memberikan petunjuk
pada proses MRP.
III-12

4) Work center data: data ini berkaitan dengan setiap production


work center, termasuk sumber-sumber daya, Standar-standar
utilisasi dan efisiensi, serta kapasitas. Elemen-elemem data pusat
kerja adalah: identifikasi dan deskripsi, banyaknya mesin atau
stasiun kerja, banyaknya hari kerja per periode, banyaknya shifts
yang dijadwalkan per hari kerja, banyaknya jam kerja per shift,
faktor utilisasi & efisiensi.

b. Output dari CRP:


1) Laporan beban pusat kerja (Work center load report), Laporan ini
menunjukkan hubungan antara kapasitas dan beban. Apabila
dalam laporan ini tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan
beban, proses CRP secara keseluruhan mungkin perlu diulang.
Work center load profile sering ditampilkan dalam bentuk grafik
batang yang sangat bermanfaat untuk melihat hubungan antara
beban yang diproyeksikan dan kapasitas yang tersedia, sekaligus
mengidentifikasi apakah terjadi kelebihan atau kekurangan
kapasitas. CRP biasanya menghasilkan Workt center load profile
untuk setiap pusat kerja yang diidentifikasi dalam pabrik.
Perbandingan antara beban dan kapasitas dapat juga ditampilkan
dalam format kolom.
2) Perbaikan Schedule of planned factory order releases. Perbaikan
jadwal ini menggambar bahwa output dari MRP disesuaikan
terhadap Specific release dates untuk factory orders berdasarkan
perhitungan keterbatasan kapasitas. Perbaikan schedule of planned
factory order releases merupakan output tidak langsung (indirect
output) dari proses CRP sebab mereka adalah hasil dari human
judgements yang berdasarakan pada analisis dari output laporan
beban pusat kerja (Work cente load reports). Salah satu pilihan
penyesuaian yang mungkin, di samping perubahan kapasitas,
adalah mengubah planned start dates yang dibuat melalui rencana
III-13

MRP. Hal ini mempunyai pengaruh terhadap pergeseran beban di


antara periode waktu untuk mencapai keseimbangan yang lebih
baik.

Metode Pengukuran Kapasitas.


Pada dasarnya terdapat tiga metode pengukuran kapasitas yaitu:
a.Theoretical Capacity (Maximum Capacity) merupakan kapasitas
maksimum yang mungkin dari sistem manufakturing yang
didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal seperti: tiga
shif per hari, tujuh hari per minggu, tidak ada downtime mesin dan
lain-lain. Dengan demikian Theoretical capacity diukur berdasarkan
pada jam kerja yang tersedia untuk melakukan pekerjaan, tanpa
suatu kesempatan untuk berhenti atau istirahat, downtime mesin, atau
alasan lainnya. Metode Theoretical Capacity ini tidak pernah dapat
tercapai, dan karena itu tidak umum dipergunakan dalam penentuan
kapasitas
b. Demonstarted Capacity (Actual Capacity) merupakan tingkat output
yang dapat diharapkan berdasarkan pada pengalaman, yang
mengukur produksi secara aktual dari pusat kerja di waktu lalu, yang
biasanya diukur menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban
kerja normal.
c. Rated Capacity (Calculated Capacity) diukur berdasarkan
penyesuaian kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas yang telah
ditentukan oleh Demonstarted Capacity. Dihitung melalui
penggadaan waktu kerja yang tersedia dengan faktor utilisasi dan
efisiensi. Utilisasi adalah pecahan yang menggambarkan persentase
clock time yang tersedia dalam pusat kerja yang secara aktual
digunakan untuk produksi berdasarkan pengalaman lalu Utilisasi
dapat ditentukan untuk mesin atau tenaga kerja atau keduanya,
tergantung pada mana yang lebih cocok untuk situasi dan kondisi
aktual di perusahaan. Angka utilisasi tidak dapat melebihi 1,0
III-14

(100%). Efisiensi adalah faktor yang mengukur performansi aktual


dari pusat kerja relatif terhadap standar yang ditetapkan. Faktor
efisiensi dapat lebih besar dari 1,0. Untuk menghitung kapasitas
yang dibutuhkan dari masing-masing pusat kerja (work center)
dengan menggunakan Operation time per unit. (Fogarty dkk, 1991).
l. Final Assembly Schedule (FAS)
FAS merupakan pernyataan mengenai end item yang akan dirakit.
Pada lingkungan assemble to order (ATO), FAS dibuat sesuai dengan
order konsumen. Pada MPS, item merupakan level terendah dalam
BOM.
m. Production Activity Control (PAC)
PAC merupakan pengendalian input/output, urutan order, penjadwalan
order, laporan performansi, dan menentukan tindakan perbaikan
apabila terdapat gangguan.

C. Tahapan Perencanaan dalam MRP II


Pada dasarnya sistem MRP II merupakan suatu sistem informasi
manufakturing formal dan eksplisit yang mengintegrasikan fungsi-fungsi
utama dalam industri manufaktur, seperti keuangan, pemasaran, dan
produksi. Sistem MRP II mencakup dan mengintegrasikan semua aspek
bisnis dari perusahaan industri manufaktur, sejak perencanaan strategik
bisnis pada tingkat manajemen puncak (top management) sampai
perencanaan dan pengendalian terperinci pada tingkat manajemen
menengah dan supervisor, kemudian memberikan umpan balik kepada
tingkat manajerialnya di atas.
III-15

Gambar 3.3. Tahapan Perencanaan dalam MRP II

Dari gambar 3.3 tampak bahwa sistem MRP II berawal dari perencanaan
strategik bisnis yang terkait dengan peramalan permintaan (demand
forecasting), perencanaan keuangan dan pemasaran. Selanjutnya bagian
pemasaran, keuangan, dan produksi, melalui suatu tim kerja sama (team
work) akan mengembangkan rencana produksi dan jadwal produksi induk
(Master Production Schedule = MPS) yang memenuhi permintaan pasar
dengan menggunakan semua sumber daya yang tersedia dalam perusahaan
itu. Tim kerja sama ini harus mempertimbangkan sumber-sumber daya
keuangan, pemasaran, dan manufakturing, ketika mengembangkan
rencana produksi dan jadwal produksi induk. Berikutnya dilakukan
perencanaan kebutuhan material (Material Requirement Planning =
MRP). Kemudian perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity
III-16

Requirement Planning = CRP) dilakukan untuk membandingkan pesanan-


pesanan produksi yang direncanakan, untuk mengetahui apakah kapasitas
yang tersedia itu menjadi kelebihan beban (overloads) atau kekurangan
(underloads). Jika rencana kapasitas (capacity plan) dapat diterima, output
dari MRP akan menjadi basis bagi pesanan produksi (production orders)
untuk diteruskan ke lantai produksi (shop floor) dan basis bagi pesanan
pembelian (purchase orders) untuk diteruskan ke pemasok eksternal
(outside suppliers). Proses ini akan berlanjut terus dengan selalu
memperbaharui jadwal produksi induk (MPS) berdasarkan sumber-sumber
daya yang tersedia untuk mencapai sasaran strategik bisnis itu.

D. Rangkuman
1. MRP II (Manufacturing Resources Planning) merupakan sistem
perencanaan dan pengendalian yang paling banyak diterapkan pada
proses job shop dan flow shop (make to order dan small batch flow
process).
2. MRP II merupakan suatu sistem informasi terintegrasi yang
menyediakan data di antara berbagai aktivitas produksi dan area
fungsional lainnya dari bisnis secara keseluruhan.
3. Sistem MRP II merupakan sistem yang mengintegrasikan marketing,
finansial, dan operasi. Ini merupakan semua aspek dari perusahaan
manufaktur, dari bussines planning pada level eksekutif sampai
perencanaan dan pengendalian yang sangat detail pada level
managerial seperti eksekusi lantai pabrik dan purchasing.
4. Modul-modul MRP II yang berperan dalam aktivitas perencanaan
meliputi: business forecasting, product & sales planning, production
planning, resources requirement planning, financial planning,
distribution requirement planning, demand management, master
production schedule, rough cut capacity planning, material
requirement planning, capacity requirement planning, final assembly
schedule, dan production activity control.
III-17

E. Bahan Acuan
1. Baroto, Teguh, 2002, Perencanaan dan Pengendalian Produksi,
Ghalia Indonesia, jakarta.
2. Elsayed, Elsayed A. dan Boucher, Thomas O. (1993). Analysis and
Control of Production Systems, 2nd Eition., Prentice Hall.
3. Fogarty, Donald W., Blackstone Jr., John H.;Hoffmann, Thomas R.
1991, Production & Inventory Management, 2nd Edition., South-
Western Publishing Co.
4. Gaspersz, Vincent., 1998, Manajemen Produksi Total, Strategi
Peningkatan Produktivitas Bisnis Global, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
5. Smith, Spencer B., 1994, Computer Based Production and Inventory
Control, Prentice-Hall.

Anda mungkin juga menyukai