Anda di halaman 1dari 39

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311054/BAB%20II.pdf http://old.pediatrik.com/buletin/06224113652-048qwc.pdf http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Fathan%20Nurcahyo,%20S.Pd.Jas,%20M .Or./Obesitas%20Jadi.pdf http://eprints.undip.ac.id/29395/3/Bab_2.pdf 1.

Termasuk kategori apakah anak ini,dengan berat badan 32 kg dan tingginya 120 cm dengan usia 8 tahun. Apakah normal? Jika tidak normal berapakah normalnya?

Berat badan / tinggi badan (m2) = 32 kg/ 1,22 m2 =22,22 kg/m2 Standard WHO : termasuk masih normal. Normalnya : 18,5-24,9 (umurX2) + 8 = 8x2+8=24. Anak tersebut bb = 32 kg. Termasuk lebih dari ideal.

KEY : Orange = Overweight >/= 95th percentile Kuning = At risk of overweight >85th percentile Biru = Normal 10th to 85th percentile

Hijau = <10th percentile Sumber : http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122846-S09039fkPrevalens%20obesitas-Literatur.pdf

2. Pengaruh makanan dan minuman manis terhadap kesehatan? Ada positif dan negatif. Positif = apabila glukosa tercukupi jadinya energi dapat tercukupi. Negatifnya = penimbunan pada jaringan adiposa yang mengaibatkan obesitas. Efek lainnya terjadi hiperglikemia. Pada psikisnya biasanya merasa minder atau depresi. Karbohidrat disimpan didalam tubuh dengan terbatas, tetapi pada lemak tidak terbatas, yang menimbukan penimbunan lemak. Karena obesitas jadinya malu beraktifitas. 3. Pengaruh dari kurangnya aktifitas? Melalui aktivitas jasmani yang dilakukan oleh seorang anak, anak akan mendapatkan banyak pengalaman gerak, kebugaran jasmani, mengenal jati diri dan lingkungannya. Selain itu melalui gerak atau aktivitas jasmani yang dilakukan oleh anak juga dapat memberikan manfaat lain, yaitu untuk mencegah terjadinya kegemukan (obesitas). Anak yang malas bergerak atau beraktivitas jasmani akan cenderung lebih cepat mengalami kegemukan. staff.uny.ac.id 4. Apakah yang menyebabkan anak tersebut malas beraktifitas? Anak-anak yang memiliki berat tubuh yang berlebihan atau mengalami kegemukan (obesitas) biasanya sering diejek atau dicemooh oleh teman-temannya sehingga anak tersebut menjadi anak yang pemalu, cenderung manja dan malas-malasan. Anak yang mengalami obesitas biasanya memiliki kebiasaan ngemil yang tinggi (makan-makanan ringan), banyak menyendiri, banyak berdiam diri di kamar/di rumah, mudah dan lebih banyak tidur, sehingga kurang atau bahkan tidak suka beraktivitas jasmani dan berolahraga (fisik). Anak yang mengalami obesitas biasanya di rumah lebih menyukai permainan game fantasi (play station). staff.uny.ac.id 5. Mengapa anak itu makan minum susu 5 gelas? makan Ghrelin suatu hormon gastrointestinal meningkatan perilaku makan Ghrelin merupakan suatuu hormon yg dilepasskan terutama oleh sel oksintik lambung tetapi juga dilepaskan dr usus dlm jumlah yg lebih sedikit. Kadar ghrelin dlm darah meningkat selama puasa, meningkat sesaat sebelum makan dan menurun drastis setelah makan, yg mengisyaratkan bahwa hormon ini mungkin berperan dlm merangsang perilaku makan.

Fisiologi Kedokteran GUYTON & HALL edisi 11 Minum obesitas dapat terjadi pada anak yang ketika masih bayi tidak dibiasakan mengkonsumsi air susu ibu (ASI), tetapi mengunakan susu formula dengan jumlah asupan yang melebihi porsi yang dibutuhkan bayi/anak. Akibatnya, anak akan mengalami kelebihan berat badan MAKARA, KESEHATAN, VOL. 15, NO. 1, JUNI 2011: 37-43 37 FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK 5-15 TAHUN DI INDONESIA 6. Mengapa ibu tersebut disarankan untuk memantau gizi dan menyeimbangkan aktifitas anak? Untuk menyeimbangkan asupan yang masuk dan energi yang kluar supaya anak tersebut tidak kelebihan berat badan. Agar anak tersebut tidak berat badannya lebih dan menstabilkan berat badan. Dari kecil harus dibiasakan pola hidupnya lebih baik. Asupan dan aktifitas seimbang. 7. Apa diagnosis banding dari skenario diatas? Obesitas merupakan penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jadingan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., & dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita karena lemak (Ganong W.F, 2003). Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh bagian atas (upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body obesity). Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak tubuh di trunkal . Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal, yaitu trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum,

intraperitoneal (abdominal), dan retroperitoneal. Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal sebagai android obesity. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah. Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut gynoid obesity. Tipe obesitas ini berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada wanita (David., 2004).

DM tipe 1 : karena rusaknya sel b pancreas. Ciri-cirinya polyfagi dan poly dipsi. Hipotiroid : kekurangan hormon tiroid metabolisme tubuh lambat. Jadinya lebih cepat gemuk. Klinis ? LI Akromegali : keadaan tubuh manusia tumbuh atau berkembang lebih dari normalnya karena terjadi kelebihan sekresi GH atau ada tumor pada hipofisis yang menyebabkan gangguan sekresi GH. Symptom: pembesaran pda ekstremitas,terjadi radang sendi di lututnya,peningkatan sleepapnea,peningkatan resiko DM,peningkatan kardiovaskuler disease. Untuk menyingkirkan DD :Akromegali omsetnya lama sekitar 12 tahun, biasanya pada usia lanjut >45 tahun. 8. Faktor yang mempengaruhi obesitas? Penyebab-penyebab Obesitas - Faktor Genetik Kegemukan dan obesitas pada anak merupakan konsekuensi dari asupan kalori (energy) yang melebih jumlah kalori yang dibakar pada proses metabolisme di dalam tubuh. (dr. Genis Ginanjar W.2009). Keterlibatan faktor genetik dalam meningkatkan faktor risiko kegemukan dan obesitas diketahui berdasarkan fakta adanya perbedaan kecepatan metabolisme tubuh antara satu individu dan individu lainnya. Individu yang memiliki kecepatan

metabolisme lebih lambat memiliki risiko lebih besar menderita obesitas. Berbagai penelitian mengungkapkan fakta bahwa beberapa gen terlibat dalam hal ini. (dr. Genis Ginanjar W.2009). Namun, tidak sedikit ahli kesehatan yang menilai bahwa faktor genetik bukanlah hal utama dalam peningkatan risiko kegemukan dan obesitas pada anak. Hal ini mengacu pada fakta bahwa tidak terdapat perubahan genetik yang bermakna pada manusia selama kurun waktu 3 dasawarsa terakhir, sedangkan peningkatan prevalensi obesitas di seluruh dunia menunjukan fenomena sebaliknya. (dr. Genis Ginanjar W.2009). - Faktor Aktivitas Pola aktivitas yang minim berperan besar dalam peningkatan risiko obesitas pada anak. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, obesitas lebih mudah diderita oleh anak yang kurang beraktivitas fisik maupun olahraga (dr. Genis Ginanjar W.2009). Kegemukan dan obesitas pada anak yang kurang beraktivitas fisik maupun berolahraga disebabkan oleh jumlah kalori yang dibakar lebih sedikit dibandingkan kalori yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehingga berpotensi menimbulkan penimbunan lemak berlebih di dalam tubuh. (dr. Genis Ginanjar W.Obesitas pada anak. Hal 17). - Faktor Pola Makan Selain faktor genetik dan pola aktivitas, pola makan juga berperan besar dalam peningkatan risiko terjadinya obesitas pada anak. Makanan yang mesti dihindari untuk mencegah obesitas pada anak adalah yang tinggi kadar kalorinya, rendah serat, dan minim kandungan gizinya. (dr. Genis Ginanjar W.2009). Obesitas biasanya disebabkan oleh masukan energi yang melebihi kebutuhan tubuh untuk kepperluan metabolisme dasar yang mencakup metabolisme basal, SDA,

aktivitas jasmani, dan pembuangan sisa makanan dan energi untuk pertumbuhan. Bila kelebihan energi ini berkelanjutan, misal 500 kkal setiap hari, maka diperkirakan dalam waktu 1 minggu akan terjadi kenaikan BB sebanyak 450-500 g.(A.H.Markum.Ilmu kesehatan Anak.hlm 164-165). Para orang tua berperan penting dalam membentuk kebiasaan dan pola makan anak-anak mereka. Anak sering kali bersifat pasif dan hanya mengonsumsi makanan yang disediakan oleh orang tuanya. Oleh karena itu, alangkah baikknya bila para orang tua aktif menggali informasi mengenai bahan-bahan makanan maupun produk olahan makanan yang aman dan sehat bagi anak. (dr. Genis Ginanjar W.2009). http://reshaardianto.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_160.pdf

Faktor Genetik .

Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%.

Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek. Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe. Faktor lingkungan 1. Aktifitas fisik. Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 2050% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan

hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar =5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan. Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV =5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV =2 jam setiap harinya. 2. Faktor nutrisional. Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi. Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan. Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak. 3. Faktor sosial ekonomi.

Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas. Hormon yang berhubungan dengan obesitas Insulin mempengaruhi lipogenesis. Insulin menstimulasi lipogenesis dengan cara meningkatkan pengambilan glukosa di jaringan adiposa melalui transporter glukosa menuju membran plasma. Insulin juga mengaktivasi enzim lipogenik dan glikolitik melalui modifikasi kovalen. Efek tersebut dicapai dengan mengikat insulin pada reseptor insulin di permukaan sel sehingga mengaktivasi kerja tirosin kinasenya dan meningkatkan efek downstream melalui fosforilasi tirosin. Insulin juga mempunyai efek jangka panjang pada gen lipogenik, mungkin melalui faktor transkripsi Sterol Regulatory Element Binding Protein-1 (SREBP-1). Selain itu insulin menyebabkan SREBP-1 meningkatkan ekspresi dan kerja enzim glukokinase, dan sebagai akibatnya, meningkatkan konsentrasi metabolit glukosa yang dianggap menjadi perantara efek glukosa pada ekspresi gen lipogenik. Hormon pertumbuhan (growth hormone/GH) menurunkan lipogenesis di jaringan adiposa secara dramatis, sehingga terjadi penurunan lemak yang bermakna, dan berhubungan dengan penambahan massa otot. Efek tersebut diperantarai melalui dua jalur : Hormon pertumbuhan menurunkan sensitivitas insulin sehingga terjadi down regulation ekspresi enzim sintetase asam lemak di jaringan adiposa. Mekanisme tersebut masih belum jelas, namun GH mungkin mempengaruhi sinyal insulin di tingkat post reseptor. GH dapat menurunkan lipogenesis dengan cara memfosforilasi faktor transkripsi Stat5a dan 5b. Hilangnya Stat5a dan 5b pada model knock-out memperlihatkan penurunan akumulasi lemak di jaringan adiposa. Mekanisme bagaimana protein Stat5 meningkatkan penyimpanan lemak, masih belum diketahui.

Leptin adalah hormon yang berhubungan dengan lipogenesis. Leptin membatasi penyimpanan lemak tidak hanya dengan mengurangi masukan makanan, tetapi juga dengan mempengaruhi jalur metabolik yang spesifik di adiposa dan jaringan lainnya. Leptin merangsang pengeluaran gliserol dari adiposit, dengan menstimulasi oksidasi asam lemak dan menghambat lipogenesis. Efek yang terakhir tercapai dengan down-regulation ekspresi gen yang berhubungan dengan asam lemak dan sintesis trigliserida, sebagaimana

digambarkan pada oligonucleotide micro-array analysis. Target negatif leptin yg lain mungkin SREBP-1, karena faktor transkripsi ini mungkin ikut berperan dalam mediasi efek inhibisi leptin dalam ekspresi gen lipogenik. Faktor endokrin atau autokrin yang berhubungan dengan sintesis trigliserida setelah insulin, GH dan leptin adalah Acylation Stimulating Protein (ASP). ASP adalah peptida kecil yang sama dengan C3adesArg, suatu produk dari faktor komplemen C3. ASP diproduksi oleh jaringan adiposa dan kemungkinan bekerja secara autokrin. Beberapa studi in vitro menunjukkan bahwa ASP menstimulasi akumulasi trigliserida di sel adiposa. Akumulasi tersebut terjadi karena terdapat peningkatan sintesis trigliserida dan penurunan lipolisis jaringan adiposa pada saat yang bersamaan.

Lipolisis merupakan suatu proses di mana terjadi dekomposisis kimiawi dan penglepasan lemak dari jaringan lemak. Bilamana diperlukan energi tambahan maka lipolisis merupakan proses yang predominan terhadap proses lipogenesis. Enzim Hormone Sensitive Lipase (HSL) akan menyebabkan terjadinya hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak yang dihasilkan akan masuk ke dalam pool asam lemak, di mana akan terjadi proses re-esterifikasi, beta oksidasi atau asam lemak tersebut akan dilepas masuk ke dalam sirkulasi darah untuk menjadi substrat bagi otot skelet, otot jantung, dan hati. Asam lemak akan dibentuk menjadi ATP melalui proses beta oksidasi dan asam lemak akan dibawa ke luar jaringan lemak melalui sirkulasi darah untuk kemudian mejadi sumber energi bagi jaringan yang membutuhkan.

Hormon insulin akan mengurangi mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak dnegan cara menghambat enzim trigliserid lipase. Mekanisme penghambatan ini terjadi melalui proses pengurangan siklik AMP yang pada waktunya akan menghambat siklik AMP dependent protein kinase. Supresi lipolisis ini akan mnegurangi jumlah asam lemak ke hati dan jaringan perifer. Dengan berkurangnya asam lemak ke hati maka pembentukan asam keto berkurang. Insulin juga akan merangsang penggunaan asam keto ini oleh jaringan perifer sehingga tidak akan terjadi akumulasi asam ini di darah.

Hubungan obesitas sentral dengan Resisensi Insulin dan Dislipidemia Resistensi insulin pada obesitas sentral diduga merupakan penyebab sindrom metabolikk. Insulin mempunyai peran penting karena berpengaruh baik pada penyimpanan lemak maupun sintesis lemak dalam jaringan adiposa. Resistensi insulin dapat menyebabkan terganggunya proses penyimpanan lemak maupun sintesis lemak.

Hubungan sebab-akibat (kausatif) antara resistensi insulin dan penyakit jantung koroner dan stroke dapat diterangkan dengan adanya efek anabolik insulin. Insulin merangsang lipgenesis pada jaringan arterial dan jaringana diposa melalui peningkatan produksi acetylCoA, meningkatkan asupan trigliserida dan glukosa. Dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi trigliserida dan penurunan kolesterol HDL mrupakan akibat dari pengaruh insulin terhadap Cholesterol Ester Transfer Protein yang memperlancar transfer Cholesterol Ester (CE) dari HDL ke VLDL (trigliserida) dan mengakibatkan terjadinya katabolisme dari apoA, komponen protein HDL. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Jenis kelamin mempengaruhi sensitivitas insulin dan otot rangka laki-laki lebih resisten dibandingkan perempuan. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., & dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

9. Dampak /komplikasi dari obesitas? Kejadian hipertensi pada obesitas antara lain peningkatan sistem saraf simpatik, meningkatnya aktivitas renin angiotensin aldosteron (RAAS), peningkatan leptin, peningkatan insulin, peningkatan asam lemak bebas (FFA),peningkatan endotelin 1, terganggunya aktivitas natriuretic peptide (NP), serta menurunnya nitrit oxide (NO).

2.4.1 Terhadap kesehatan

Obesitas ringan sampai sedang, morbiditasnya kecil pada masa anak-anak. Tetapi bila obesitas masih terjadi setelah masa dewasa, maka morbiditas dan mortalitasnya akan meningkat (Soetjiningsih, 1995) 2.4.2 Faktor Resiko Penyakit Kardiovaskular Faktor risiko ini meliputi peningkatankadar insulin, trigliserida, LDL (lowdensity lipoprotein) kolesterol, dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL (high density lipoprotein) kolesterol (Soetjiningsih, 2010). IMT mempunyai hubungan yang kuat dengan kadar insulin. Anak dengan IMT > persentile ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi (Freedman, 2004). Anak obesitas cenderungmengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi (Syarif, 2003). 2.4.3 Saluran Pernafasan Pada bayi, obesitas merupakan risiko terjadinya saluran pernafasan bagian bawah, karena terbatasnya kapasitas paru-paru.Adanya hipertrofi dan adenoid mengakibatkan obstruksi saluran nafas bagian atas, sehingga mengakibatkan anoksia dan saturasi oksigen rendah, disebut s\indrom Chubby Puffer. Obstruksi ini dapat mengakibatkan gangguan tidur, gejalagejala jantung dan kadar oksigen dalam darah yang abnormal serta nafas yang pendek (Soetjiningsih, 1995).

2.4.4 Diabetes Mellitus tipe 2 Diabetes Mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas (Syarif, 2003).Prevalensi penurunan uji toleransi glukosa pada anak obesitas adalah 25% sedangkan Diabetes Mellitus tipe-2 hanya 4%.Hampir semua anak obesitas dengan Diabetes Mellitus tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99 (Bluher et al, 2004). 2.4.5 Obstruktive Sleep Apnea Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok (Syarif, 2003).Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadarCO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh ke arah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidurgelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan (Kopelman, 2000 dalam Hidayati et al 2006).

Aterosklerosis : gemuk biasanya gula darahnya tinggi (LI), darahnya jadi kental, smakin kental darah nya kolesterolnya smakin tinggi. Sifat lipid itu mengalir dalam aliran darah, lipidnya mengendap di pembuluh darah. Komponen-komponen lipid pada darah (LI) DM : produksi insulin terus menerus sehingga terjadi hiperinsulinemia, sehingga sel b pancreas rusak. Pada gangguan pernafasan : karena lemak. 10. Klasifikasi dari obesitas? Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut WHO Klasifikasi Berat Badan Kurang Kisaran Normal Berat Badan Lebih IMT (kg/m2) < 18,5 18,5 - 24,9 > 25

Pra- Obes 25,0 - 29,9 Obes Tingkat I 30,0 - 34,9 Obes Tingkat II 35,0 - 39,9 Obes Tingkat III > 40 Sumber : WHO technical series, 2000 Klasifikasi Berat Bdan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan Lingakr Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik Risiko Ko-Morbiditas Lingkar Perut < 90 cm (Laki - Laki) 90 cm (Laki - Laki) < 80 cm 80 cm (Perempuan) (Perempuan) Rendah Sedang Sedang Meningkat

Klasifikasi

IMT (kg/m2)

Berat Badan Kurang < 18,5 Kisaran Normal 18,5 - 22,9 Berat Badan Lebih > 23,0 Berisiko 23,0 - 24,9 Meningkat Moderat Obes Tingkat I 25,0 - 29,9 Moderat Berat Obes Tingkat II 30,0 Berat Sangat Berat Sumber : WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective : Redefining Obesity and its Treatment (2000)

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., & dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. a. IMT Metode yang sering digunakan adalah dengan cara menghitung IMT, yaitu BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam meter (Caballero B., 2005). Klasifikasi IMT dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

b. Lingkar Pinggang IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT bukan merupakan indikator terbaik untuk obesitas Selain IMT, metode lain untuk pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar pinggang. Parameter penentuan obesitas merupakan hal yang paling sulit dilakukan karena perbedaan cutt of point setiap etnis terhadap IMT maupun lingkar pinggang. Sehinggga IDF (Internasional Diabetes Federation) mengeluarkan kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis (Alberti, 2005).

c. Rasio Lingkar Perut Pinggul

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21688/4/Chapter%20II.pdf

11. Gangguan metabolisme apa yang terjadi pada orang obesitas?

12. Hubungan antara obesitas dengan DM?

Insulin mempengaruhi lipogenesis. Insulin menstimulasi lipogenesis dengan cara meningkatkan pengambilan glukosa di jaringan adiposa melalui transporter glukosa menuju membran plasma. Insulin juga mengaktivasi enzim lipogenik dan glikolitik melalui modifikasi kovalen. Efek tersebut dicapai dengan mengikat insulin pada reseptor insulin di permukaan sel sehingga mengaktivasi kerja tirosin kinasenya dan meningkatkan efek downstream melalui fosforilasi tirosin. Insulin juga mempunyai efek jangka panjang pada gen lipogenik, mungkin melalui faktor transkripsi Sterol Regulatory Element Binding Protein-1 (SREBP-1). Selain itu insulin menyebabkan SREBP-1 meningkatkan ekspresi dan kerja enzim glukokinase, dan sebagai akibatnya, meningkatkan konsentrasi metabolit glukosa yang dianggap menjadi perantara efek glukosa pada ekspresi gen lipogenik. Hormon insulin akan mengurangi mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak dnegan cara menghambat enzim trigliserid lipase. Mekanisme penghambatan ini terjadi melalui proses pengurangan siklik AMP yang pada waktunya akan menghambat siklik AMP dependent protein kinase. Supresi lipolisis ini akan mnegurangi jumlah asam lemak ke hati dan jaringan perifer. Dengan berkurangnya asam lemak ke hati maka pembentukan asam keto berkurang. Insulin juga akan merangsang penggunaan asam keto ini oleh jaringan perifer sehingga tidak akan terjadi akumulasi asam ini di darah. Hubungan obesitas sentral dengan Resisensi Insulin dan Dislipidemia Resistensi insulin pada obesitas sentral diduga merupakan penyebab sindrom metabolikk. Insulin mempunyai peran penting karena berpengaruh baik pada penyimpanan lemak maupun sintesis lemak dalam jaringan adiposa. Resistensi insulin dapat menyebabkan terganggunya proses penyimpanan lemak maupun sintesis lemak. Hubungan sebab-akibat (kausatif) antara resistensi insulin dan penyakit jantung koroner dan stroke dapat diterangkan dengan adanya efek anabolik insulin. Insulin merangsang lipgenesis pada jaringan arterial dan jaringana diposa melalui peningkatan produksi acetylCoA, meningkatkan asupan trigliserida dan glukosa. Dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi trigliserida dan penurunan kolesterol HDL mrupakan akibat dari pengaruh insulin terhadap Cholesterol Ester Transfer Protein yang memperlancar transfer

Cholesterol Ester (CE) dari HDL ke VLDL (trigliserida) dan mengakibatkan terjadinya katabolisme dari apoA, komponen protein HDL. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Jenis kelamin mempengaruhi sensitivitas insulin dan otot rangka laki-laki lebih resisten dibandingkan perempuan. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., & dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

13. Terapi dari obesitas? Medikamentosa,non medikamentosa, pembedahan.

OBESITAS PADA ANAK Siti Nurul Hidayati, Rudi Irawan, Boerhan Hidayat Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair / RS.dr.Soetomo Surabaya 14. Bagaimana cara kerja medikamentosa pada obesitas?

15. Bagaimana pola makan yang ideal? 16. Bagaimana olahraga bisa menurunkan beratbadan?

OBESITAS SEBAGAI SUATU PENYAKIT KRONIK Resiko Ko-morbiditas Ko-morbiditas Overweight dan Obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes tipe II, penyakit gallblader, disfungsi pernafasan, gout, osteoarthritis, dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes tipe II, hipertensi, dan hiperkolesterolemia. Data dari NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) III, 1988 1994, memperlihatkan bahwa dua pertiga pasien obese dan overweight dewasa (BMI 27) mengidap paling sedikit satu dari banyak penyakit kronik tersebut dan 27% dari mereka mengidap dua atau lebih penyakit.

Lebih lanjut, dampak komorboditas pada obesitas ini berkembang seiring dengan peningkatan BB pasien, baik itu resiko kejadian, prevalensi dan tingkat keparahan, yang secara umum berhubungan langsung dengan BMI. Studi epidemik telah menemukan adanya hubungan linier antara BB dan resiko peningkatan mortalitas dan morbiditas. Kenyataanya, komorbiditas penyakit kronik merupakan suatu resiko yang utama. Obesitas dan Diabets Tipe 2 NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan BMI 27 menderita diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 85% - 90% dari keseluruhan penderita diabetes. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada diabetes tipe 2. Sebanyak 80% dari penderita penyakit tersebut menderita obese. Tingkat prevalensi (untuk diabetes tipe 2) meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan bertambahnya BMI, baik pada wanita maupun pada pria.

Tingkat resiko juga meningkat seiring dengan peningkatan BMI pada pasien dewasa (lihat gambar di atas). Contohnya, satu studi pada wanita berusia 30 sampai 50 tahun usia rentan terkena diabetes tipe 2 - menunjukkan bahwa angka resiko diabetes tipe 2 pada wanita dengan BMI 22 adalah 15.8, untuk BMI 27.0 adalah 28.9, dan untuk BMI 31.0 32.9 adalah 40.3. Bandingkan angka-angka tersebut pada wanita dengan BMI 35.0 yang jauh lebih tinggi, yaitu 93 kali, terhadap peningkatan/perkembangan penyakit diabetes tipe 2 ini. gemuk biasanya gula darahnya tinggi (LI) Bagi mereka yang mengalami kegemukan di sekitar perut (abdominally obese), salah satu mekanisme yang diduga menjadi predisposisi diabetes tipe 2, adalah terjadinya pelepasan asam-asam lemak bebas secara cepat, yang berasal dari suatu lemak visceral yang membesar. Proses ini menerangkan terjadinya sirkulasi tingkat tinggi dari asam-asam lemak bebas di hati sehingga kemampuan hati untuk mengikat dan mengekstrak insulin dari darah menjadi berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan hiperinsulinemia. Akibat lainnya adalah peningkatan glukoneogenesis - dimana glukosa darah meningkat. Efek kedua dari peningkatan asam-asam lemak bebas adalah menghambat pengambilan glukose oleh sell otot, dengan demikian, walalupun kadar insulin meningkat, namun glukosa darah tetap abnormal tinggi. Hal ini menerangkan suatu resistensi fisiologis terhadap insulin seperti yang terdapat pada diabetes tipe 2. Keadaan di atas merupakan bagian dari suatu kompleks gangguan metabolisme yang biasa disebut sindrom resisten insulin, atau sindrome X. Pada kasus resistensi insulin, ciri-cirinya adalah hiperglikemia, hipertensi serta perubahan kadar dan komposisi lipoprotein yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner. Hipertensi dan Obesitas

"Obesitas merupakan suatu faktor utama (bersifat fleksibel ) yang mempengaruhi tekanan darah dan juga perkembangan hipertensi. Kurang lebih 46% pasien dengan BMI 27 adalah penderita hipertensi. Framingham Studi telah menemukan bahwa peningkatan 15% BB dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 18%. Dibandingkan dengan mereka yang mempunyai BB normal, orang yang overweight dengan kelebihan BB sebesar 20% mempunyai resiko delapan kali lipat lebih besar terhadap hipertensi.

Hiperkolesterolemia dan Obesitas Kadar abnormal lipid darah erat kaitannya dengan obesitas. Kurang lebih 38% pasien dengan BMI 27 adalah penderita hiperkolesterolemia. Pada kondisi ini , perbandingan antara HDL (High Density Lipoprotein) dengan LDL (low Density Lipoprotein) cenderung menurun (dimana kadar trigliserida secara umum meningkat) sehingga memperbesar resiko Atherogenesis. Framingham Studi memperlihatkan bahwa untuk setiap 10% kenaikan BB peningkatan plasma kolesterol sebesar 12 mg/dL. terjadi

Dari data NHANES II juga ditemukan bahwa resiko hiperkolesterolemia (serum kolesterol 250 mg/dL) pada orang Amerika yang overweight adalah 1.5 kali lebih besar dibandingkan pada individu normal usia 20 sampai 75 tahun.

Komorbiditas-komorbiditas lain:

Penyakit Jantung Koroner (PKH): Kurang lebih sebanyak 40% kejadian CHD terjadi pada seseorang dengan BMI di atas 21, sehingga penyakit ini sebetulnya dapat dicegah. Stroke: Overweight merupakan faktor resiko utama terhadap stroke. Kegemukan (terutama di sekitar perut/abdomen) dapat meningkatkan resiko stroke (kondisi ini tidak tergantung besarnya BMI). Penyakit Kantung Empedu: Orang obese cenderung lebih mudah terkena batu empedu. Osteoarthritis (OA): Overweight berhubungan dengan OA pada sendi tangan dan lutut. Bagaimanapun, keterbatasan kemampuan berolah raga pada pasien OA juga dapat peranan terhadap timbulnya overweight. Kanker: Obesitas dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit kanker tertentu. Suatu studi yang dilakukan oleh American Cancer Society menjelaskan bahwa kematian yang diakibatkan oleh kanker prostat dan rektal-colon (colorectal) meningkat pada laki-laki obese, sedangkan kanker endometrium, uterus, mulut rahim (cervix), dan indung telur (ovarium) meningkat pada wanita obese. Dibandingkan wanita dengan berat normal pada masa post-menousal, wanita obese mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap kanker payudara. Kelainan (gangguan) lain: Obesitas juga berhubungan dengan varieses vena, beberapa gangguan hormonal dan infertilitas.

http://xa.yimg.com/kq/groups/19861696/1878230505/name/BODY+MASS+INDEX.d oc

Bentuk Tubuh Cara lain untuk mengetahui distribusi lemak tubuh adalah dengan cara melihat bentuk tubuh. Terdapat 3 macam bentuk tubuh berdasarkan karakteristik distribusi lemak. Gynoid (Bentuk Peer) Lemak disimpan di sekitar pinggul dan bokong Tipe ini cenderung dimiliki wanita. Resiko terhadap penyakit pada tipe gynoid umumnya kecil, kecuali resiko terhadap penyakit arthritis dan varises vena (varicose veins).

Apple Shape (Android) Biasanya terdapat pada pria. dimana lemak tertumpuk di sekitar perut. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe Gynoid, karena sel-sel lemak di sekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel lemak di tempat lain. Lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah dapat menyebabkan penyempitan arteri (hipertensi), diabetes, penyakit gallbladder, stroke, dan jenis kanker tertentu (payudara dan endometrium). Melihat hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang pria kurus dengan perut gendut lebih beresiko dibandingkan dengan pria yang lebih gemuk dengan perut lebih kecil.

Ovid (Bentuk Kotak Buah) Ciri dari tipe ini adalah "besar di seluruh bagian badan". Tipe Ovid umumnya terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetik

Tipe Obesitas Berdasarkan Keadaan Sel Lemak a. Obesitas Tipe Hyperplastik Obesitas terjadi karena jumlah sel lemak yang lebih banyak dibandingkan keadaan normal, tetapi ukuran sel-selnya tidak bertambah besar. Obesitas ini biasa terjadi pada masa anak-anak. b. Obesitas Tipe Hypertropik Obesitas terjadi karena ukuran sel lemak menjadi lebih besar dibandingkan keadaan normal,tetapi jumlah sel tidak bertambah banyak dari normal. Obesitas tipe ini terjadi pada usia dewasa, Upaya untuk menurunkan berat badan lebih mudah dibandingkan tipe hyperplastik. c. Obesitas Tipe Hyperplastik Dan Hypertropik Obesitas terjadi karena jumlah dan ukuran sel lemak melebihi normal. Pembentukan sel lemak baru terjadi segera setelah derajat hypertropi mencapai maksimal dengan perantaraan suatu sinyal yang dikeluarkan oleh sel lemak yang mengalami hypertropik, obesitas ini dimulai pada anak-anak dan berlangsung terus sampai dewasa, upaya untuk menurunkan berat badan paling sulit dan resiko tinggi untuk terjadi komplikasi penyakit. (http://www.dr-rocky.com/layout-artikel-kesehatan/31-solusi-mengatasioverweight-dan-obesitas) http://xa.yimg.com/kq/groups/19861696/1878230505/name/BODY+MASS+INDEX.d oc

Anda mungkin juga menyukai