Anda di halaman 1dari 5

1.

Teori Utilitarianisme (Jeremy Bentham, 1748-1832; John Stuart Mill, 1806-1873)

A. Pengertian Teori utilitarianisme merupakan teori yang paling mudah digunakan untuk menganalisa masalah etika. Hal ini dikarenakan teori ini sangat praktis dan sesuai dengan pikiran rasional dalam memutuskan masalah-masalah moral. Teori utilitarianisme memandang suatu tindakan bermoral atau tidak didasarkan pada konsekuensi yang timbul dari tindakan tersebut. Suatu tindakan dianggap benar secara moral jika mengakibatkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang, sedangkan tindakan yang tidak mendatangkan manfaat terbesar bagi sebabanyak mungkin orang menurut teori ini dianggap tidak bermoral. Mencuri bagi sebagian besar orang dianggap bersalah secara moral, tetapi menurut utilitarianisme jika dengan mencuri dapat mendatangkan manfaat bagi banyak orang maka mencuri dapat dibenarkan secara moral. Atau misalkan perbuatan jujur yang dianggap baik, menurut utilitarianisme bisa saja dikatakan immoral jika akibat kejujuran itu banyak orang yang tidak bersalah terbunuh (cth: memberi tahu lokasi persembunyian aktivis pro demokrasi kepada rezim otoriter). Sedangkan tindakan-tindakan yang tidak mempunyai konsekuensi apapun pada manusia dianggap tindakan amoral. Teori utilitarianisme menekankan bahwa suatu tindakan (jujur atau berbohong) tidak mempunyai nilai yang melekat. Sehingga semua tindakan harus dilihat dari konsekuensi yang ditimbulkan.

B. Kritik Terhadap Teori Utilitarianisme. Dari awal dikenalkannya teori ini, ada beberapa kritik yang diajukan terhadap teori utilitarianisme. Pendekatan konsekuensi yang digunakan teori utilitarianisme untuk menilai moral disangsikan keefektifannya. Beberapa kritik yang pernah diajuakan antara lain:

a) Kritik terhadap pengukuran manfaat Dalam menilai tindakan teori utilitarianisme menekankan pada manfaat yang diakibatkan oleh suatu tindakan. Apakah tindakan itu membawa manfaat atau tidak?

Permasalahannya bagaimana kita membandingkan manfaat yang diterima seseorang dengan orang lain. Bisa saja suatu hal sangat bermanfaat bagi satu orang dan tidak begitu bermanfaat bagi orang lain. Hal lain yang menjadi sorotan bagi teori ini adalah bagimana mengukur akibat-akibat yang sifatnya kualitatif? Bagiamana kita mengukur nilai kehidupan dan nilai kesehatan? Karena sulitnya melakukan perbandingan manfaat sehingga konsekuensi terhadap manfat pun akan sulit diterima kefektifannya dalam menilai suatu tindakan apakah bermoral atau tidak.

b) Besaran manfaat atau jumlah orang Kritik lain terhadap teori ini adalah jika kita dihadapkan pada suatu tindakan yang konsekuensinya adalah: (1). mendatangkan manfaat yang besar bagi sedikit orang atau (2). mendatangkan sedikit manfaat bagi banyak orang. Hal ini akan sulit juga diputuskan karena jika kita memilih opsi yang pertama maka akan banyak orang yang tidak mendapatkan manfaat. Sedangkan jika memilih opsi ke dua maka kita membuang manfaat yang besar.

c) Bertentangan dengan prinsip keadilan. Hal ini dapat terjadi jika penilaian yang dilakukan hanya mengutungkan pihak mayoritas yang jelas-jelas mempunyai anggota terbanyak. Lalu pertanyaannya bagimana kelompok minoritas? Peristiwa ini dapat terjadi pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang hanya menguntungkan kelompok mayoritas. Jika pemerinta tersebut menggunakan teori etika utilitarianisme maka tindakannya dapat dibenarkan secara moral meskipun merugikan kelompok minoritas.

C. Solusi Terhadap kritik yang ada Dari krtik tersebut maka etika utilitarianisme dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

1) Utilitariansime Peraturan Utilitarianisme peraturan menyatakan suatu tindakan tersebut sebelum dinilai konsekuensinya terlebih dahulu dilihat apakah sesuai dengan peraturan umum. Sehingga Kaidah dasarnya sekarang berbunyi: "Bertindaklah selalu sesuai dengan kaidah-kaidah

yang penerapannya menghasilkan akibat baik yang lebih besar di dunia ini daripada akibat buruknya."[1] Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tahap pertama penilaian dilakukan dengan menilai tindakan dahulu, apakh tindakan tersebut sesuai dengan aturan jika sesuai maka baru dilakukan penilaian konsekuensinya.

2) Utilitarianisme Tindakan Utilitarianisme tindakan berpendapat bahwa tiap tindakan yang spesifik dengan segala rinciannya, adalah yang seharusnya menjadi pengujian dalam utilitarian[2]. Hal ini berarti terlepas dari apakah tindakan tersebut sesuai atau tidak dengan peraturan-peraturan yang ada. Atau dapat didefinisikan sebagai berikut: bertindaklah sedemikan rupa sehingga tindakanmu itu menghasilkan akibat-akibat baik yang lebih besar di dunia daripada akibat buruknya (Sudarminta, 1997).

Teori etika tindakan sudah jarang digunakan untuk menilai masalah etika diakibatkan tidak diberlakukannya peraturan umum pada utilitarianisme tindakan. Untuk utililitarianisme peraturan masih dapat dipergunkan untuk menilai moral meskipun masih terdapat beberapa kelemahan.

Dalam pengambilan keputusan menggunakan Teori Utilitarianisme, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan (DeGeorge, 1999)[3] yaitu:

a. Spesifikasi dengan jelas tindakan yang akan dinilai. Identifikasi tindakan ini tidak selalu mudah, apalagi mendeskripsikannya. Deskripsi tindakan tersebut harus dalam bahasa moral yang netral, sehingga tidak memberikan kesan sebelumnya baik atau buruk. Deskripsi juga harus tidak unik, tetapi memungkinkan untuk aturan umumditerapkan.

a. Spesifikasi semua pihak yang terpengaruh oleh tindakan tersebut. Perlu dihindari untuk hanya melibatkan pihak-pihak yang terkena langsung saja, akan tetapi semua, bahkan sangat jauh kemungkinan terkena damapaknya.

b. Formulasikan secara obyektif semua konsekuensi yang baik dan yang buruk untuk

seluruh orang yang terkena dampaknya. Pelajari apakah tindakanada pertimbangan yang dominan terhadap orang yang terkena dan dari konsekuensi yang mungkin.

c. Spesifikasi semua konsekuensi baik dan buruk dari tindakan tersebut dari tindakan tersebut untuk semua yang langsung terkena, sejauh jangka waktu yang layak, dan juga pertimbangkan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi dan kemungkinan terjadinya.

d. Perbandingkan total hasil yang baik terhadap total hasil yang buruk, dengan mempertimbangkan kuantitas, dan relatif pentingnya nilai tersebut.

e. Lakukan analisa yang sama bila diperlukan pada mereka yang tidak langsung terkena dampak dari tindakan tersebut.

f. Jumlahkan seluruh konsekuensi yang baik dan yang buruk. Bila tindakan tersebut menghasilkan lebih banyak kebaikan, maka secara moral tindakan tersebut benar. Bila lebih banyak keburukan daripada kebaikan,maka secara moral tindakan tersebut salah.

g. Pertimbangkan apaka ada alternatif lain selain tindakan yang dinilai, dan lakukan analisa yang sama untuk tiap alternatif yang mungkin tersebut.

h. Bandingkan hasil tiap tindakan. Tindakan yang menghasilkan total kebaikan terbanyak, atau total keburukan paling sedikit diantara semua alternatif tersebut adalah yang secara moral harus dilakukan.

2. Teori Deontologi Teori deontologi pertama kali dikembangkan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant tindakan yang bermoral adalah tindakan yang sesuai dengan kewajiban terlepas dari konsekuensi tindakan itu sendiri. Misalnya norma jangan berbohong merupakan suatu kewjiban yang tidak perlu dipertimbangkan apa konsekuensinya yang penting

Sumber DR. J. Sudarminta, SJ, Etika Umum Kajaian Tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif.1997 Dalam Heru Satyanugraha, Etika Bisnis: Prinsip dan Aplikasi, 2005, hal. 56-57

Anda mungkin juga menyukai